Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Nyoman Geatrin A dkk / Itepa 11 (4) 2022 776-787

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Suhu Dan Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Kedelai Terfermentasi Dalam Tahapan Produksi Sere Kedele

The Effect of Temperature and Time on Characteristic of Fermented Soybean in the Production Stage of Sere Kedele

Nyoman Geatrin Arumsari1*, I Putu Suparthana1, Komang Ayu Nocianitri1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: I Putu Suparthana, Email: [email protected]

Abstract

This research aims to determine the effect of temperature and fermentation time on characteristics of fermented soybean in the sere kedele production and to obtain the temperature and fermentation time that can produce fermented soybeans in the sere kedele production with the best characteristics. This research used a completely randomized design with factorial pattern with two factors namely, fermentation temperature (30ᵒC, 35ᵒC, 40ᵒC) and fermentation time (24 hours, 36 hours, 48 hours). There are 9 treatment combinations, each treatment combination was repeated 2 times so that the number of treatment combinations was 18 esperimental units. The data obtained were analysed by analysis of variance. For the treatment which had a significant effect, it followed by the Duncan test. The results showed that the fermentation temperature and time had a significant effect (P<0,05) on moisture, ash, protein, fat, carbohydrate, the microbe’s number, hedonic for colour and overall acceptance, but no significant effect (P>0,05) on the hedonic for flavour and texture. Temperature of 40ᵒC with a fermentation time 24 hours is the optimum fermentation temperature and time to produce fermented soybean with moisture content 20,83%, ash content 1,28%, protein content 17,96%, fat content 11,89%, carbohydrate content 47,82%, the microbe’s number 9,97log cfu/g, and sensory properties of color, flavour, texture, and overall acceptance were liked.

Keywords: fermented soybean, fermentation temperature and time

PENDAHULUAN

Kedelai merupakan jenis kacang-kacangan yang dapat digunakan sebagai sumber protein, lemak, vitamin, mineral dan serat dikarenakan sumber gizi beragam yang terkandung di dalam kedelai. Pangan olahan dari kedelai dengan proses fermentasi yang umum dikenal dan dikonsumsi masyarakat adalah tahu, tempe, tauco, dan kecap. Selain produk olahan fermentasi seperti tersebut diatas, ada produk olahan kedelai lain yang tidak kalah bermanfaatnya sebagai sumber berprotein nabati yang tinggi yaitu sere kedele yang dalam

proses produksinya memerlukan tahap fermentasi. Produk yang dihasilkan dari fermentasi kedelai ini juga dalam bentuk bulir-bulir kedelai, namun tidak diselimuti miselia kapang seperti pada tempe, melainkan diselimuti oleh lender-lendir. Koswara, (1997) melaporkan bahwa produk yang dikenal dengan nama sere kedele ini diproduksi secara tradisional oleh penduduk dipesisir Tenggara Pulau Bali dan dikonsumsi sebagai pengganti lauk dari daging.

Menurut Widyantari et al., (2017), proses produksi sere kedele di wilayah Gianyar-Bali masih

dilakukan secara tradisional dengan tahapan fermentasi secara alami (fermentasi spontan). Setelah tahap fermentasi tersebut dilanjutkan dengan tahapan menambahkan bumbu atau digoreng, kemudian dikemas dalam kantong plastik dan dijual di pasar oleh produsennya. Bentuk fisik kedelai terfermentasi pada sere kedele ini menyerupai pangan tradisional olahan kedelai terfermentasi yang ada di Jepang yang dikenal dengan nama natto. Sama halnya dengan sere kedele, pada natto juga tidak terdapat miselia-miselia kapang tetapi bulir-bulir kedelai dipenuhi oleh lendir-lendir. Proses fermentasi kedelai pada produksi natto dibantu oleh mikroba bakteri dari spesies Bacillus subtilis (Tamang, 2015). Fermentasi kedelai secara alami tanpa penambahan starter seperti yang masih dilakukan oleh produsen di wilayah Kabupaten Gianyar, Bali dapat memiliki kekurangan yakni mutu yang rendah dan tidak seragam (Koesoemawardani, 2009). Suparthana et al., (2017), melaporkan pada sere kedele yang dijual di pasar tradisional di wilayah Gianyar, Bali dapat dijumpai sejumlah spesies bakteri, baik yang menguntungkan maupun merugikan diantaranya dari kelompok Bacillus.

Salah satu upaya untuk memperbaiki proses produksi sere kedele dapat dilakukan dengan menggunakan starter pada saat fermentasi. Starter ini dapat diambil dari kedelai terfermentasi sebelum ditambahkan bumbu, yang dibuat oleh produsen sere kedele. Bahan ini digunakan sebagai starter karena pada kedelai terfermentasi ini sudah dipenuhi oleh mikroba yang diduga adalah bakteri yang dominan berperan dalam proses fermentasinya. Adapun

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses fermentasi antara lain suhu, starter, lama fermentasi, serta oksigen. Aspek suhu pada saat fermentasi mempunyai peran penting untuk mendukung bakteri utama (predominant) yang membantu proses fermentasi. Suhu pada proses pembuatan natto umumnya adalah 40ᵒC, sedangkan suhu yang menghasilkan kedelai terfermentasi dalam proses produksi sere kedele dengan karakteristik terbaik belum diketahui.

Disamping itu, produsen sere kedele diketahui melakukan fermentasi selama 48 jam (Widyantari et al., 2017). Lama fermentasi juga mempengaruhi nilai gizi dari hasil akhir kedelai terfermentasi. Penelitian yang dilakukan oleh Wei et al., (2001), meyatakan bahwa karakteristik kedelai terfermentasi pada natto, dipengaruhi oleh lama fermentasi. Proses fermentasi pada produksi natto memerlukan waktu selama 18 hingga 20 jam. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama fermentasi terhadap karakteristik kedelai terfermentasi dalam proses produksi sere kedele yang dihasilkan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu terhadap kedelai terfermentasi dalam tahapan produksi sere kedele serta suhu dan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kedelai terfermentasi dalam tahapan produksi sere kedele dengan karakteristik terbaik.

METODE

Bahan yang digunakan dalam pembuatan kedelai terfermentasi adalah kedelai kuning varietas

wilis (merk merbabu) diperoleh dari supermarket Carrefour dan kedelai terfermentasi dari salah satu produsen sere kedele yang beralamat di Jalan Pulau Madura Blahbatuh, Gianyar-Bali. Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk analisis yaitu NaOH 50%, Zn, HCl 0,1 N, aquades, pelarut n-heksan, H2SO4 pekat, tablet Kjeldahl, indikator phenolphthalein (PP), dan asam borat 3%.

Alat yang digunakan untuk pembuatan kedelai terfermentasi antara lain waskom, panci, kompor gas, mangkok, Erlenmeyer 250 ml (Pyrex), kertas saring biasa, sendok, botol spray, pipet tetes, timbangan analitik (Shimadzu ATY224), dan inkubator. Peralatan yang digunakan untuk analisis kimia adalah timbangan analitik (Shimadzu ATY224), lumpang, oven (Cole-Parmer), cawan porselin, alumunium foil, desikator, crus porselin, labu Erlenmeyer 250 ml (Pyrex), alat destilasi Soxhlet (Iwaki Pyrex), pipet volume 10 ml, kertas saring biasa, benang wol, gelas ukur 100 ml (Pyrex), gelas ukur 50 ml (Pyrex), gelas beker 100 ml (Pyrex), alat titrasi, muffle, hot plate, labu protein (Pyrex), labu lemak (Pyrex) dan labu Kjeldahl.

Rancangan Penelitian dan Analisa Data

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor yakni suhu fermentasi (S1=30ᵒC, S2=35ᵒC, S3=40ᵒC) dan waktu pengeringan (T1=24 jam, T2=36 jam, T3=48 jam). Perlakuan tersebut dikombinasikan menjadi (S1T1), (S1T2), (S1T3), (S2T1), (S2T2), (S2T3), (S3T1), (S3T2), (S3T3) dan diulang sebanyak 2 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Untuk evaluasi sensoris

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel maka dilanjutkkan dengan uji Duncan Multiple Range (DMRT) (Steel dan Torrie, 1993).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Starter

Starter yang digunakan adalah dalam bentuk cair yang dibuat dengan cara mengambil kedelai terfermentasi sebanyak 50 gram lalu dilarutkankan dengan 100 ml aquades steril dalam Erlenmeyer, selanjutnya dishaker hingga homogen. Kemudian larutan ini disaring, filtrat hasil penyaringan tersebut digunakan sebagai starter untuk fermentasi kedelai dengan menggunakan botol spray untuk disemprotkan hingga habis.

Pembuatan kedelai terfermentasi

Pembuatan kedelai terfermentasi meliputi proses persiapan bahan (sortasi) sekaligus penimbangan jumlah bahan sesuai dengan formula yang telah ditentukan. Kedelai sebanyak 150g yang telah disortasi kemudian dicuci dengan air bersih. Kemudian kedelai direndam selama 8 jam setelah itu kedelai direbus menggunakan air dengan perbandingan 1 bagian kedelai: 20 bagian air dengan suhu 100ᵒC selama 2 jam. Kedelai yang sudah matang kemudian ditiriskan hingga tidak ada air yang menetes. Selanjutnya, kedelai yang sudah matang ditempatkan pada mangkuk kemudian dilakukan inokulasi dengan ditambahkan starter sebanyak 1%(3 ml) pada kedelai yang sudah

ditempatkan dalam mangkuk. Kemudian difermentasi menggunakan inkubator sesuai perlakuan suhu 30ᵒC, suhu 35ᵒC, dan suhu 40ᵒC selama 24 jam, 36 jam dan 48 jam kemudian hasil kedelai terfermentasi dianalisis.

Perlakuan yang diamati

Perlakuan yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air menggunakan metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar abu mengguankan metode pengabuan (Sudarmadji et al., 1997), kadar protein menggunakan metode Mikro Kjedahl (Sudarmadji et al., 1997), kadar lemak menggunakan metode Soxhlet (Sudarmadji et al., 1997), kadar

karbohidrat menngunakan metode Carbohydrate by different (Sudarmadji et al., 1997), Total mikroba menggunakan metode tuang (pour plate) (Yunita, 2015), Sifat sensoris dengan uji hedonik (kesukaan) terhadap warna, aroma, tekstur, dan penerimaan keseluruhan (Soekarto, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar air

Nilai rata-rata kadar air (%) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu fermentasi dan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air (%) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi

Suhu Fermentasi (ᵒC)

Lama Fermentasi (Jam)

24

36

48

30oC

18,94±0,08 c

19,26±0,00 b

19,58±0,05 a

c

c

c

35oC

19,47±0,07 c

19,69±0,27 b

20,63±0,03 a

b

b

b

40oC

21,11±0,21 a

21,25±0,06 a

21,40±0,11 a

a

a

a

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu fermentasi dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air kedelai terfermentasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air kedelai terfermentasi berkisar antara 18,94%   -

21,40%. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 48 jam yaitu 21,40%, sedangkan kadar air terendah diperoleh pada suhu fermentasi 30ᵒC dengan lama

fermentasi 24 jam yaitu 18,94%. Pada suhu fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 24 jam, 36 jam dan 48 jam hasil uji kadar air tidak terlihat perbedaan nyata yaitu sebesar 21,11%, 21,25% dan 21,40%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar air mengalami peningkatan hingga suhu fermentasi 40ᵒC tetapi lama waktu fermentasi pada suhu fermentasi 40ᵒC tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar air, hal ini terjadi karena suhu

fermentasi 40ᵒC adalah kemungkinan suhu optimun perombakan karbohidrat pada kedelai fermentasi oleh mikroba, sehingga walaupun lama fermentasi meningkat tetapi kadar air tidak meningkat nyata. Pada suhu fermentasi 30ᵒC dan 35ᵒC lama fermentasi menunjukkan peningkatan kadar air, hal ini disebabkan juga karena aktifitas mikroba merombak karbohidrat pada kedelai meningkat. Hasil dari perombakan karbohidrat adalah gula-gula sederhana yang diubah menjadi energi dengan hasil sampingan berupa metabolit, asam, CO2 dan air (Suprihatin, 2010), sehingga semakin lama fermentasi menunjukkan kadar air semakin meningkat. Air

merupakan komponen paling penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa. Suhu fermentasi berpengaruh pada suhu optimum pertumbuhan mikroba dan mempengaruhi karakteristik kedelai terfermentasi. Hal ini disebabkan karena perubahan kadar air merupakan faktor keberhasilan proses fermentasi (Sudarmadj, 1997).

Kadar abu

Nilai rata-rata kadar abu (%) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar abu (%) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi

Suhu Fermentasi (ᵒC)

Lama Fermentasi (Jam)

24

36

48

Rata-rata (suhu)

30oC

1,24±0,15

1,79±0,70

1,81±0,13

1,61 a

35oC

1,74±0,07

1,77±0,07

1,86±1,12

1,79 a

40oC

1,28±0,00

2,15±0,84

2,86±0,16

2,10 a

Rata-rata

1,42 b

1,90 ab

2,18 a

(waktu)

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu kedelai terfermentasi. Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar abu kedelai terfermentasi berkisar antara 1,42%-2,18% . Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan lama fermentasi 48 jam yaitu 2,18% sedangkan kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan lama fermentasi 24 jam yaitu 1,42%. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin lama waktu fermentasi maka semakin tinggi kadar abu nya.

Kadar abu menunjukkan total mineral yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Peningkatan kadar abu pada kedelai terfermentasi disebabkan karena kandungan protein pada kacang kedelai yang berikatan dengan mineral selama proses fermentasi akan hidrolisis oleh enzim protease yang dihasilkan oleh mikroba menjadi senyawa-senyawa yang lebih

sederhana, yang akan meningkatkan kadar abu (Febriani et al.,2019)

Kadar protein

Nilai rata-rata kadar protein (%) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein kedelai terfermentasi. Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar protein kedelai

terfermentasi berkisar antara 14,09%-18,90%. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 48 jam yaitu 18,90% yang tidak berbeda dengan suhu fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 36 jam yaitu 18,80% dan suhu 40ᵒC dengan lama fermentasi 24 jam yaitu 17,96% sedangkan kadar protein terendah diperoleh pada perlakuan suhu fermentasi 30ᵒC dengan lama fermentasi 24 jam yaitu 14,09% .

Tabel 3. Nilai rata-rata kadar protein (%) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi

Suhu Fermentasi (ᵒC)

Lama Fermentasi (Jam)

24

36

48

30oC

14,09±0,12 c

14,16±0,00 b

15,18±0,08 a

b

c

c

35oC

14,12±0,00 c

16,84±0,04 b

17,28±0,10 a

b

b

b

40oC

17,96±0,00 a

18,80±0,00 a

18,90±0,82 a

a

a

a

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu fermentasi dan lama waktu fermentasi maka semakin tinggi kadar protein yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena proses fermentasi diketahui dapat meningkatkan kelarutan protein pada kedelai (Sohliya et al., 2009). Peningkatan kadar protein juga disebabkan oleh terjadinya peningkatan aktivitas sintesis protein karena pertumbuhan mikroba meningkat sejalan dengan lamanya waktu fermentasi (Hu et al., 2010). Peningkatan suhu sampai suhu fermentasi 40ᵒC menunjukan peningkatan kadar protein pada kedelai terfermentasi, hal ini disebabkan karena aktifitas

mikroba juga meningkat sampai pada suhu fermentasi tersebut, sehingga kadar proteinya pada kedelai terfermentasi juga meningkat.

Kadar lemak

Nilai rata-rata kadar lemak (%) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak kedelai terfermentas. Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar lemak kedelai terfermentasi berkisar antara 10,94%-12,80%. Kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu

fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 24 jam yaitu 12,80% sedangkan kadar lemak terendah diperoleh pada perlakuan suhu fermentasi 30ᵒC dengan lama fermentasi 48 jam yaitu 10.94%. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu fermentasi dan lama waktu fermentasi maka semakin rendah kadar lemak yang dihasilkan.

Tabel 4. Nilai rata-rata kadar lemak (%) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi

Suhu Fermentasi (ᵒC)

Lama Fermentasi (Jam)

24

36

48

30oC

12,80±0,02 a

12,05±0,05 b

11,80±0,08 c

a

a

a

35oC

11,78±0,03 a

11,70±0,03 a

11,52±0,00 b

b

b

b

40oC

11,38±0,05 a

11,26±0,00 a

10,94±0,08 b

c

c

c

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Peningkatan suhu fermentasi menyebabkan penurunan kadar lemak diduga karena adanya aktivitas enzim lipolitik lebih cepat, dengan sedikit peningkatan suhu selama proses fermentasi. Tetapi peningkatan suhu di atas suhu optimal dari mikroorganisme akan membuat mikroorganisme menjadi tidak aktif. Penurunan kadar lemak selama proses fermentasi juga disebabkan karena mikroorganisme domninan B. subtilis bersifat lipolitik yang dapat menghidrolisis lemak (Sipayung

et al, 2018). Lipase yang diproduksi selama fermentasi dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Yuneta et al., 2010). Asam lemak bebas mudah mengalami kerusakan sehingga mengakibatkan kadar lemak menurun selama proses fermentasi (Oktavia et al., 2012).

Kadar karbohidrat

Nilai rata-rata kadar karbohidrat (%) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata-rata kadar karbohidrat (%) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi

Suhu Fermentasi (ᵒC)

Lama Fermentasi (Jam)

24

36

48

30oC

51,49±0,00 a

51,31±0,25 a

49,54±0,01 b

a

a

a

35oC

50,64±0,00 a

48,73±0,02 b

45,35±0,07 c

b

b

b

40oC

47,82±0,02 a

47,70±0,03 a

44,64±0,06 c

c

c

b

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar karbohidrat kedelai terfermentasi. Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat kedelai terfermentasi berkisar antara 44,64%-51,49%. Kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu fermentasi 30ᵒC dengan lama fermentasi 24 jam yaitu 51,49% yang tidak berbeda dengan suhu fermentasi 30ᵒC dengan lama fermentasi 36 jam yaitu 51,31% sedangkan kadar karbohidrat terendah diperoleh pada perlakuan suhu fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 48 jam yaitu 44,64% .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu fermentasi dan lama waktu fermentasi, maka semakin rendah kadar karbohidrat yang dihasilkan. Penurunan kadar karbohidrat disebabkan oleh penggunaan karbohidrat oleh mikroba sebagai sumber energi selama proses fermentasi berlangsung (Hu et al., 2010) dan aktifitas mikroba untuk merombak karbohidrat pada kedelai meningkat seiring dengan peningkatan suhu optimun dan lama fermentasi (Suprihatin, 2010). Proses pemecahan

karbohidrat khususnya di tahap fermentasi menyebabkan perubahan dari kadar karbohidrat, karena karbohidrat merupakan salah satu sumber energi bagi mikroba (Yang et al., 2011). Pada suhu fermentasi 30ᵒC lama fermentasi 24 jam dan 36 jam kadar karbohidat tidak berbeda nyata yaitu 51,49% dan 51,31%, hal ini disebabkan karena aktifitas mikroba pada suhu 30ᵒC dengan lama fermentasi 24 jam dan 36 jam masih sama, tetapi pada lama fermentasi 48 jam terlihat penurunan kadar karbohidrat hal ini terjadi karena pada lama fermentasi 48 jam aktivitas mikroba mulai berkembang sehingga membutuhkan karbohidrat lebih banyak sebagai sebagai sumber energi bagi mikroba tersebut yang mengakibatkan penurunan kadar karbohidrat. Kandungan karbohidrat by difference pada uji proksimat sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi lainnya (Rusky, 2014).

Total mikroba

Nilai rata-rata total mikroba (log cfu/g) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai rata-rata total mikroba (log cfu/g) kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi

Suhu Fermentasi                               Lama Fermentasi (Jam)

(ᵒC)

24

36

48

30oC

8,41±0,00 a

8,50±0,05 a

8,08±0,01 b

b

b

c

35oC

9,53±0,00 b

10,02±0,25 a

9,21±0,01 b

a

a

a

40oC

9,97±0,39 a

10,18±0,11 a

8,46±0,04 b

a

a

b

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total mikroba kedelai terfermentasi. Tabel 6 menunjukkan bahwa total mikroba kedelai terfermentasi berkisar antara 8,08logcfu/g sampai 10,18 log cfu/g. Total mikoba tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 36 jam yaitu 10,18log cfu/g yang tidak berbeda dengan suhu fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 24 jam yaitu 9,97log cfu/g sedangkan kadar total mikroba terendah diperoleh pada perlakuan suhu fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 48 jam yaitu 8,08log cfu/g.

Hasil penelitian pada Tabel 6 menunjukkan total mikroba mengalami peningkatan pada suhu 35ᵒC kemudian mengalami penurunan pada suhu 40ᵒC disertai waktu fermentasi yang semakin lama.

Hal ini diduga bahwa total mikroba pada kedelai terfermentasi optimum pada suhu 40ᵒC pada jam ke-24 dan ke-36. Selain itu kandungan substrat pada kedelai berupa pati dihidrolisis menjadi senyawa sederhana. Hasil hidrolisis dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak dan pada suhu optimum merupakan suhu yang dapat membuat mikroorganisme berkembang dengan baik. Pada lama fermentasi 48 jam terjadi penurunan total mikroba dimana hal tersebut merupakan fase menuju kematian yang disebabkan oleh nutrient di dalam medium sudah habis dan energi cadangan di dalam sel telah habis (Suprihatin, 2010).

Evaluasi Sensoris Kedelai Terfermentasi

Nilai rata-rata sifat sensoris kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai rata-rata sifat sensoris kedelai terfermentasi dengan perlakuan suhu dan lama fermentasi

Nilai Rata-rata

Perlakuan

Warna

Aroma

Tekstur

Penerimaan Keseluruhan

S1T1

2,95±0,75 c

3,65±0,48 a

3,50±0,60 a

3,60±0,75 bc

S1T2

3,15±0,98 bc

3,45±0,51 a

3,45±0,51 a

3,35±0,67 c

S1T3

3,40±0,75 abc

3,25±0,78 a

3,60±0,50 a

3,80±0,69 abc

S2T1

3,10±0,71 bc

3,45±0,60 a

3,45±0,60 a

4,00±0,32 ab

S2T2

3,45±0,75 abc

3,60±0,50 a

3,65±0,58 a

3,45±0,60 c

S2T3

3,55±0,68 ab

3,55±0,60 a

3,45±0,51 a

3,60±0,50 bc

S3T1

3,75±0,78 a

3,60±0,51 a

3,85±0,67 a

4,20±0,61 a

S3T2

3,80±1,00 a

3,40±0,59 a

3,65±0,48 a

3,40±0,75 c

S3T3

3,95±0,82 a

3,25±0,96 a

3,80±0,70 a

3,40±0,75 c

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (biasa), 4 (suka), 5(sangat suka)

Warna

Warna merupakan salah satu faktor yang menentukan penilaian panelis terhadap suatu produk.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna kedelai terfermentasi yang

dilakukan dengan uji hedonik. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata warna kedelai terfermentasi dengan uji hedonik tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 48 jam yaitu 3,95 (suka) yang tidak berbeda lama fermentasi 36 jam sebesar 3,80 (suka) dan 24 jam sebesar (3,75) sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan suhu 30ᵒC dengan lama fermentasi 24 jam sebesar 2,95 (biasa). Tingkat kesukaan panelis terhadap warna kedelai terfermentasi dipengaruhi oleh suhu dan lama fermentasi dimana semakin tinggi suhu dan lama fermentasi maka kedelai terfermentasi memiliki warna cenderung coklat. Perubahan warna juga disebabkan reaksi antara asam amino dan gula sebagai hasil dari aktivitas enzim amilase dalam menghidrolisis karbohidrat kacang dimana pada akhirnya reaksi ini menyebabkan pencoklatan dan mempengaruhi warna. (Riris Wahyuhapsari et al., 2013).

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh suhu dan lama fermentasi pada kedelai terfermentasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai rata-rata uji hedonik aroma dari kedelai terfermentasi. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik aroma kedelai terfermentasi berkisar antara 3,25 (biasa) sampai 4,0 (suka).

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh suhu dan lama fermentasi pada kedelai terfermentasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05)

terhadap nilai rata-rata uji hedonik tekstur dari kedelai terfermentasi. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata uji hedonik tekstur kedelai terfermentasi berkisar antara 3,45 (biasa) sampai 3,85 (suka).

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh suhu dan lama fermentasi pada kedelai terfermetasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai rata-rata uji hedonik penerimaan keseluruhan kedelai terfermentasi. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada suhu fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 24 jam yaitu sebesar 4,20 (suka), sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada suhu fermentasi 30ᵒC dengan lama fermentasi 36 jam yaitu sebesar 3,35 (biasa). Nilai rata-rata uji hedonik penerimaan keseluruhan baik dari segi warna, aroma, dan tekstur menunjukkan bahwa kedelai terfermentasi dengan pengaruh suhu dan lama fermentasi dapat diterima oleh panelis.

KESIMPULAN

Suhu dan lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, total mikroba, uji hedonik warna dan penerimaan keseluruhan kedelai terfermentasi, sedangkan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu, uji hedonik aroma dan tekstur kedelai terfermentasi.

Suhu fermentasi 40ᵒC dengan lama fermentasi 24 jam merupakan suhu dan waktu yang terbaik untuk menghasilkan kedelai terfementasi

dalam proses produksi sere kedele dengan kadar air 21,11%, kadar abu 1,28%, kadar protein 17,96%, kadar lemak 11,28%, kadar karbohidrat 47,82%, total mikroba 9,97log cfu/g, dan sifat sensoris dengan warna, aroma, tekstur, dan penerimaan keseluruhan disukai.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymus. 2016. “United states Department of Agriculture. Natto Nutrient. Dalam: https://ndb.nal.usda.gov/ndb/search/list?qlook up=16113. USDA Publisher, New York.” USDA Publisher, New York.

Dyah Koesoemawardani dan Yuliana, N. 2009. Karakter Rusip Dengan Penambahan Kultur Kering: Streptococcus sp. J. Sains dan Teknologi Indonesia 11(3) 205-211.

Ferlina. 2009. Khasiat kedelai dan teknologi . Bandung: Bumi aksara.

Hu, Y., C. Ge, W. Yuan, R. Zhang, L. Due, dan J. Xue. 2010. Characterization of Fermented black soybean Natto Inoculated with Bacillus natto during fermentation. Journal of science food and agri 90: 1194-1202.

Koswara, S. 1997. Mengenal makanan tradisional. Bagian 1: Hasil olahan kedelai. Buletin Teknologi & Industri Pangan 8(2): 74-78.

Oktavia, A.D., D . Mangunwidjaja dan S.Wibowo. 2012. Pengelolahan limbah cair perikanan menggunakan konsorsium mikroba indigeneous proteolitik dan lipolitik. Jurnal Agrointek 6(2):65-71.

Premarani, T., dan G.K.N. Chhetry. 2011. Nutritional Analysys of Fermented Soybean (Hawaijar) Assam University Journal of Science and Technology: Biologycal and Environment Sciences. 7(1):96-100.

Riris Wahyuapsari, A.K.Wardani. 2013. Pembuatan miso dengan memanfaatkan edamame (kajian konsentrasi dan suhu inkubasi). Jurnal pangan dan agroindustri 1(1):157-167.

Rusky I, Iis R, Evi L. 2014. Karakteristik Biskuit dengan penambahan tepung tulang ikan Jangilus (Istiphorus sp). Jurnal Fakultas

Perikanan dan Ilmu kelautan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Sipayung, Sri Madiarti, I W.R. Widarta, and I D.P.K. Pratiwi. 2019.Pengaruh Lama Fermentasi oleh Bacillus Substilis Terhadap karakteristik sere kedele. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 8(3): 226-237.

Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhatara Aksara.

Sohliya, I., S. Joshi, R.K. Bhagobaty, dan R. Kumar. October 2009. Tungrymbai- A Traditional Fermented Soybean Food of the Ethnic Tribes of Meghalaya. Indian journal of traditional knowledge 8(4) 559-561.

Sudarmadj, S.B., Haryono, B., Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Suparthana, I P, A.S. Duniaji, dan H. Masayuki. 2018. Investigation and Molecular analysis of balinese traditionally produced soybean fermented food, sere kedele. Bali,Indonesia. Media Ilmiah Teknologi Pangan 5 (2): 66-72.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA University Press Surabaya.

Tamang, J.P. 2015. Naturally fermented ethnic soybean foods of india. journal of ethnic food 2: 8-17.

Torrie, Steel. R. G. D. dan J. H. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik Penerjemah: Sumantri, B. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wei, Q., W.Hall, K.C. Chang. 2001. “Natto characteristics as affected by steaming time, bacillus strain, and fermentation time.” Journal Food Microbiology and Safety 66(1): 167-173.

Widyantari, M.D., IP.Suparthana, I D.G.Mayun Permana. 2017. Inventarisasi dan Kajian Mutu Sere Kedele di Pasar Umum Kabupaten Gianyar. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO. 2(2): 212-219

Winarno, FG., S, Fardiaz, D.Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Yang, H. J., S.Park, V. Pak, K.R. Chung dan D.Y. Kwon. 2011. Fermented Soybean Products and Their Bioactive Compounds. Prof. Hany El-Shemy (ed). InTech.Croatia.

Yuneta, R. dan S.R. Putra. 2010. “Pengaruh Suhu pada Lipase dari Bakteri Bacillus substilis.” Prosiding Kimia FMIPA Tidak Dipublikasikan. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Yunita, M., H. Yusuf dan Y. Rini. 2015. Analisis Kuantitatif Mikrobiologi pada Makanan Penerbangan (Aerofood ACS) Garuda Indonesia bedasarkan TPC (Total Plate Count) dengan Metode Pour Plate. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 3(3).

787