Pengaruh Perbandingan Terigu dan Tepung Sukun (Artocarpus communis) Terhadap Sifat Kimia dan Sensoris Kue Nastar
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Pandu Prayugo dkk / Itepa 11 (4) 2022 766-775
ISSN : 2527-8010 (Online)
Pengaruh Perbandingan Terigu dan Tepung Sukun (Artocarpus communis Terhadap Sifat Kimia dan Sensoris Kue Nastar
The Effect of Wheat Flour and Breadfruit Flour (Artocarpus communis) Ratio on the Chemical and Sensory Properties of Nastar Cake
Pandu Prayugo1, I Nengah Kencana Putra1*, I Putu Suparthana1
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
*Penulis korespondensi: I Nengah Kencana Putra, Email: [email protected]
Abstract
This study were conducted to determine the effect of wheat flour and breadfruit flour ratio on the chemical and sensory properties of nastar cakes and to obtain the right wheat flour and breadfruit flour ratio to produce nastar cakes with the best characteristics. The experiment was designed with a completely randomized design (CRD). The treatment was the ratio of wheat flour and breadfruit flour (100%: 0%, 90%: 10%, 80%: 20%, 70%: 30%, and 60%: 40%) which was repeated 3 times to produce 15 experimental units. The data obtained were analyzed by the analysis of variance and if the treatment had a significant effect, then it was continued with the Duncan Multiple Range Test. The results showed that the ratio of wheat flour and breadfruit flour had a significant effect on the ash, protein, fat, carbohydrate, and crude fiber content, and also on the hedonic test result of color, taste, aroma and overall acceptance. Base on the chemical and sensory properties, the optimum ratio of wheat flour and breadfruit flour in the making of nastar cakes was 90%: 10%. The nastar cakes produced had water, ash, protein, fat, carbohydrate, and crude fiber content of 2.28%, 1.18%, 5.76%, 25.44%, 65.32%, and 3.54% respectively. The sensory properties of the nastar cakes include the liking color, flavor, aroma, and overall acceptance, as well as the crispy texture.
Keywords: flour, breadfruit flour, nastar cake
PENDAHULUAN
Kue nastar merupakan jenis kue yang terbuat dari terigu, gula halus, margarin dan kuning telur yang telah diisi dengan selai nanas. Kue nastar berbentuk bulat dengan diameter 2 cm yang memiliki cita rasa ideal antara manis dan gurih. Kue nastar mempunyai daya simpan yang cukup lama karena termasuk olahan kering. Bahan utama pembuatan kue nastar adalah terigu namun penggunaan terigu di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Penggunaan terigu 100% pada pembuatan kue nastar menghasilkan kadar protein tinggi namun kadar serat yang rendah. Oleh sebab itu perlu dilakukan peralihan
penggunaan terigu sebagai bahan dasar dengan memanfaatkan sumber karbohidrat yang lain sehingga penggunaan terigu dapat dikurangi (Marsono et al., 2002). Salah satu upaya dalam mengurangi penggunaan terigu yang terus meningkat yaitu dengan menggunakan tepung sukun, keunggulan penggunaan tepung sukun untuk olahan kue nastar yaitu tepung sukun mudah dicampur dengan tepung lainnya serta praktis dan mudah diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Suprapti, 2002).
Tepung sukun merupakan salah satu tepung yang tidak mengandung gluten dan merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi
yang dianjurkan, hal ini dikarenakan lebih tahan disimpan, diperkaya zat gizi, mudah dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Widowati, 2003 dalam Pratiwi, 2013). Penggunaan tepung sukun ini dapat diaplikasikan dalam pembuatan kue kering, kue basah, brownis maupun jajanan pasar lainnya. Pemanfaatan tepung sukun di kalangan masyarakat masih terbatas, tepung sukun jarang dimanfaatkan dalam pembuatan produk padahal dalam tepung sukun mengandung kalsium dan serat tinggi yang berpotensi untuk substitusi terigu, oleh karena itu penggunaan tepung sukun perlu lebih dikomersialkan lagi.Berdasarkan penelitian Shabella (2012) dalam 100 g tepung sukun mengandung protein 3,6 g, lemak 0,8 g, karbohidrat 78,9 g, vitamin B2 0,17 mg, vitamin B1 0,34 mg, vitamin C 47,6 mg, kalsium 58,8 mg, fosfor 165,2 mg, dan zat besi 1,1 mg. Keunggulan tepung sukun untuk substitusi terigu dalam pembuatan kue nastar selain dapat memperkaya kandungan gizi pada kue nastar juga dapat mengurangi kelemahan terigu yang rendah akan serat. Penggunaan tepung sukun dalam pembuatan makanan olahan dapat mencapai 50-100% (Waryat et al., 2014). Namun pada pembuatan kue kering umumnya tepung sukun yang digunakan untuk subsitusi terigu yaitu 10-50%.
Penelitian sebelumnya tentang penggunaan tepung sukun sudah pernah dilakukan oleh Lius et al., (2017) yaitu pengaruh perbandingan tepung sukun dan terigu dalam pembuatan roti manis, dimana sampel terbaik yaitu perbandingan terigu 80% dan tepung sukun 20% yang ditinjau dari kadar pati dan uji organoleptik. Kemudian
penelitian hampir serupa oleh Eko et al., (2014) yaitu kajian penggunaan tepung sukun (Artocarpus communis) sebagai subsitusi terigu pada pembuatan mi kering, dimana sampel terbaik diperoleh pada 80% terigu dan 20% tepung sukun yang ditinjau dari kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, pati resisten dan organoleptik terhadap warna, rasa, aroma, tekstur dan keseluruhan. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai perbandingan terigu dan tepung sukun pada pembuatan kue nastar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sifat kimia dan sensoris kue nastar dan mengetahui perbandingan terigu dan tepung sukun yang tepat.
METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung sukun komersial merk Artos Breadfruit yang diperoleh dari Tiara Dewata, akuades, air, terigu (Segitiga biru), gula halus, gula pasir, telur, margarin (Blue band), buah nanas, vanilli (Koepoe-koepoe), serta bahan untuk analisis seperti reagen kimia yaitu tablet kjeldahl, Asam borat, H2SO4 pekat, NaOH teknis, NaOH PA, bromkresol, metil red, HCl 0,1 N, Indikator PP, Alkohol 96%, Hexan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Baskom, sendok, serbet/lap, loyang, blender (Shake and Take), Oven (Butterfly dan Blue M), mixer, cetakan kue, kompor gas, desikator, muffle furnace (WiseTherm), labu erlenmeyer (Pyrex), kertas saring, kertas Whattman No.42, labu lemak (Behrotest), cawan porselen, cawan alumunium, kompor listrik,
extractor soxhlet (Behrotest), destilator (Behrotest), labu Kjeldahl, water bath (J.P. Selecta, sa), timbangan analitik (Shimadzu ATY224), pinset, gelas beaker (Pyrex), buret dan statif, corong plastik, tabung reaksi, gelas plastik, pipet ukur, pipet tetes, benang wol, aluminium foil, dan lumpang.
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan ulangan sebanyak 3 kali. Adapun faktor yang digunakan adalah perbandingan terigu dan tepung sukun (P) yang terdiri dari 5 perlakuan sebagai berikut: P0 = perbandingan terigu dan tepung sukun (100%:0%); P1 = perbandingan terigu dan tepung sukun (90%:10%); P2 = perbandingan terigu dan tepung sukun (80%:20%); P3 = perbandingan terigu dan tepung sukun (70%:30%); P4 = perbandingan terigu dan tepung sukun (60%:40%). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15-unit percobaan. Data di analisis
dengan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Isian Kue Nastar
Pembuatan kue nastar diawali dengan tahap pembuatan isian kue nastar. Isian yang digunakan adalah selai nanas, pembuatan selai nanas diawali dengan pemilihan buah nanas yang sudah matang dengan ciri-ciri memiliki aroma manis di dekat pangkal buahnya. Satu buah nanas kemudian dikupas dan dibuang matanya. Selanjutnya nanas dicuci bersih dan dipotong menjadi 4 bagian dan diblender sampai halus. Selanjutnya nanas dimasak dalam wajan dengan api sedang selama ± 25 menit dan ditambahkan gula pasir 50 gram hingga air menyusut dan berubah menjadi selai lengket berwarna kuning kecoklatan. Bahan pembuatan kue nastar yang digunakan sebagai acuan didasarkan pada penelitian Ariyani (2015) (Tabel 1).
Tabel 1. Formulasi bahan baku pembuatan kue nastar.
No. |
Komposisi Bahan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 |
|
Terigu (g) 250 225 200 175 150 Tepung Sukun (g) 0 25 50 75 100 Gula halus (g) 50 50 50 50 50 Margarin (g) 165 165 165 165 165 Kuning telur (g) 16 16 16 16 16 Selai nanas (g) 2 2 2 2 2 |
Pembuatan Kue Nastar
Proses pembuatan kue nastar tahap selanjutnya yaitu pencampuran bahan. Bahan yang dicampur antara lain margarin, gula halus
dan kuning telur yang diaduk hingga rata. Selanjutnya dimasukkan terigu dan tepung sukun sesuai perlakuan dan diaduk lagi hingga rata. Adonan kemudian ditimbang dengan berat 5 gram
setiap satu bentuk kue nastar. Selanjutnya adonan dibentuk bulat dan dipipihkan lalu diisi dengan selai bagian tengahnya, adonan kemudian dibulatkan lagi dan diletakkan dalam loyang yang diolesi margarin. Sebelum dilakukan pengovenan, adonan diolesi kuning telur bagian atasnya. Langkah selanjutnya yaitu tahap pengovenan. Adonan yang telah diolesi kuning telur bagian atasnya dioven pada suhu 180°C selama 15 menit. Tujuan dari proses ini yaitu untuk meningkatkan sifat sensori dan memperbaiki palatabilitas dari bahan pangan. Setelah proses ini selesai, selanjutnya masuk ke tahap pendinginan. Kue nastar yang selesai dioven akan lembek sehingga perlu didiamkan terlebih dahulu. Setelah nastar dingin, nastar kemudian disimpan di wadah tertutup dan kering.
Parameter yang diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu kadar air dengan metode pengeringan (AOAC, 2005), kadar abu dengan metode gravimetri (AOAC, 2005), kadar protein dengan metode Kjeldhal (AOAC, 2005), kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC, 2005), kadar karbohidrat dengan metode by different (AOAC, 2005), dan serat kasar dengan metode hidrolisis asam basa (Sudarmadji, et al., 1997). Sedangkan sifat sensoris meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan dari kue nastar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis kimia terigu dan tepung sukun
Hasil analisis kimia terigu dan tepung sukun dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tabel Analisis Bahan Baku Kue Nastar
Bahan Kadar Air Kadar Abu Kadar Kadar Kadar Kadar Serat
Baku (%) (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat Kasar (%)
(%)
Terigu 10,59 ± 0,95 0,52 ± 0,09 13,28 ± 2,26 3,27 ± 0,70 72,34 ± 3,77 2,19 ± 0,18
Tepung sukun 15,33 ± 0,65 1,54 ± 0,08 2,58 ± 0,24 3,36 ± 0,12 77,17 ± 5,39 11,75 ± 1,32
Hasil analisis bahan baku kue nastar menunjukkan bahwa kadar air tepung sukun yaitu 15,33% lebih tinggi dibandingkan dengan terigu yaitu sebesar 10,59%. Sedangkan kadar abu pada tepung sukun sebesar 1,54% lebih tinggi dari kadar abu terigu yaitu 0,52%. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar protein pada tepung sukun lebih rendah dibandingkan dengan terigu. Sedangkan analisis kadar lemak, karbohidrat dan serat kasar
menunjukkan bahwa kandungan tepung sukun cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan terigu.
Kadar Air
Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak dari kue nastar dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air kue nastar.
Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak dari kue nastar
Perlakuan (TRG : TSN) |
Kadar air (%b/b) |
Kadar abu (%b/b) |
Kadar protein (%b/b) |
Kadar lemak (%b/b) |
P0 (100%:0%) |
2,22 ± 0,55a |
1,01 ± 0,04d |
5,80 ± 0,58a |
19,90 ± 0,67c |
P1 (90%:10%) |
2,28 ± 0,25a |
1,18 ± 0,05c |
5,76 ± 0,24a |
25,44 ± 5,82b |
P2 (80%:20%) |
2,59 ± 0,35a |
1,30 ± 0,03b |
5,55 ± 0,38a |
32,13 ± 0,97a |
P3 (70%:30%) |
2,65 ± 0,46a |
1,35 ± 0,05b |
4,53 ± 0,32b |
31,70 ± 0,10a |
P4 (60%:40%) |
2,96 ± 0,43a |
1,57 ± 0,08a |
4,41 ± 0,76b |
28,72 ± 2,05ab |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3) Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
TRG = Terigu
TSN = Tepung Sukun
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air pada kue nastar berkisar antara 2,22% sampai dengan 2,96%. Menurut SNI 01-2973-1992 tentang standar mutu cookies menyatakan bahwa kadar air maksimal yaitu 5%. Dengan demikian kadar air kue nastar pada penelitian ini telah memenuhi syarat SNI.
Kadar Abu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu kue nastar. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar abu berkisar antara 1,01% sampai dengan 1,57%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada produk kue nastar dari perlakuan P4 (60%:40%), yaitu 1,57% sedangkan kadar abu terendah pada perlakuan P0 (100%:0%), yaitu 1,01%. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya perbandingan tepung sukun yang digunakan. Semakin meningkatnya kadar abu dalam penelitian ini disebabkan karena tepung sukun mengandung mineral yang cukup lengkap misalnya seperti kalium sebesar 490 mg dan kalsium sebesar 17 mg (Suyanti dkk., 2003).
Kadar abu pada tepung sukun hasil analisis bahan baku yaitu sebesar 1,54 % (Tabel 2) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu terigu yaitu sebesar 0,52% (Tabel 2) sehingga kadar abu pada kue nastar semakin meningkat seiring bertambahnya perbandingan tepung sukun yang digunakan. Menurut SNI 01-2973-1992 tentang standar mutu cookies menyatakan bahwa kadar abu maksimal yaitu 1,5%, dengan demikian kadar abu kue nastar pada penelitian ini telah memenuhi syarat SNI.
Kadar Protein
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein kue nastar. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar protein berkisar antara 4,41% sampai dengan 5,80%. Kadar protein tertinggi diperoleh pada produk kue nastar dari perlakuan P0 (100%:0%), yaitu 5,80% sedangkan kadar protein terendah pada perlakuan P3(70%:30%) dan P4(60%:40%), yaitu 4,53% dan 4,41%. Nilai rata-rata kadar protein semakin menurun seiring dengan semakin banyaknya perbandingan tepung sukun yang digunakan. Kandungan protein pada
tepung sukun yaitu sebesar 2,58% lebih rendah dibandingkan kadar protein pada terigu yaitu sebesar 13,28%. Menurunnya kadar protein juga disebabkan oleh berkurangnya kandungan gluten seiring dengan penurunan proporsi terigu.
Menurut Fennema (1985) gluten adalah bentuk komplek dari gliadin dan glutenin yang dehidrasi dan dicampur. Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein terigu. Semakin tinggi gluten semakin tinggi pula protein terigu tersebut. Sehingga semakin banyak tepung sukun yang ditambahkan maka semakin sedikit pula kandungan protein pada kue nastar. Menurut SNI 01-2973-1992 tentang syarat mutu cookies menyatakan bahwa kadar protein minimal adalah 6 %. Kadar protein hasil penelitian ini berkisar antara 4,41-5,80 %. Dengan demikian kadar protein pada penelitian ini masih belum memenuhi syarat mutu berdasarkan SNI.
Kadar Lemak
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak kue nastar. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar lemak kue nastar berkisar antara 19,90-32,13%. Kadar lemak tertinggi didapat pada perlakuan P2 (80% : 20%) yaitu sebesar 32,13%, sedangkan kadar lemak terendah yaitu pada perlakuan P0 (100%:0%) yaitu sebesar 19,90%. Nilai rata-rata kadar lemak menunjukkan bahwa kadar lemak mengalami peningkatan dan penurunan seiring dengan semakin banyaknya perbandingan tepung sukun yang digunakan.
Perbedaan kadar lemak pada setiap perlakuan ini disebabkan karena jumlah lemak dan minyak pada bahan pangan memiliki kandungan yang berbeda-beda. Kadar lemak tepung sukun adalah 3,36%, lebih tingi dibandingkan dengan kadar lemak terigu yaitu sebesar 3,27% (Hasil analisis bahan baku). Lemak terbagi atas nabati dan hewani. Jumlah asam lemak margarin sebesar 50% (Lingga, 2012), di mana bila ditambahkan dalam adonan menyebabkan produk mempunyai kadar lemak yang tinggi. Menurut SNI 01-2973-1992 tentang syarat mutu cookies menyatakan bahwa kadar lemak minimal adalah 9,5%. Dengan demikian kadar lemak kue nastar pada penelitian ini telah memenuhi syarat SNI yang ditetapkan.
Kadar Karbohidrat
Hasil analisis kadar karbohidrat dan serat kasar dari kue nastar dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar karbohidrat kue nastar. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat tertinggi didapat pada perlakuan P0 (100%:0%) yaitu sebesar 71,05%, sedangkan kadar karbohidrat terendah yaitu pada perlakuan P2 (80%:20%) yaitu sebesar 58,41%. Nilai rata-rata kadar karbohidrat mengalami peningkatan dan penurunan seiring dengan banyaknya perbandingan tepung sukun yang digunakan. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian ini kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference yang mana dipengaruhi oleh kadar komponen gizi lain (Sugito dkk., 2006).
Tabel 4. Nilai rata-rata kadar karbohidrat dan kadar serat kasar dari kue nastar
Perlakuan |
Kadar karbohidrat |
Kadar serat kasar |
(TRG : TSN) |
(%b/b) |
(%b/b) |
P0 (100%:0%) |
71,05 ± 1,44a |
2,81 ± 0,16c |
P1 (90%:10%) |
65,32 ± 6,20b |
3,54 ± 0,40c |
P2 (80%:20%) |
58,41 ± 0,41c |
3,55 ± 0,56c |
P3 (70%:30%) |
59,74 ± 0,70bc |
5,26 ± 0,30b |
P4 (60%:40%) |
62,33 ± 2,71bc |
6,62 ± 0,76a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3) Nilai rata-rata menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) TRG = Terigu
TSN = Tepung Sukun
yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
Semakin tinggi komponen gizi lain maka kadar karbohidrat semakin rendah, begitu pula sebaliknya semakin rendah komponen zat gizi, semakin tinggi kadar karbohidratnya. Komponen yang mempengaruhi besarnya kadar karbohidrat yang ditentukan dengan metode by difference adalah air, abu, protein dan lemak. Berdasarkan SNI 01-2973-1992 tentang syarat mutu cookies menyatakan bahwa kadar karbohidrat minimal adalah 7%. Dengan demikian kadar karbohidrat kue nastar pada penelitian ini telah memenuhi syarat mutu SNI yang ada.
Kadar Serat Kasar
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar kue nastar. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar serat kasar berkisar antara 2,81% sampai dengan 6,62%. Kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada produk kue nastar dari perlakuan P4 (60%:40%) yaitu 6,62% sedangkan kadar serat kasar terendah pada perlakuan P0 (100%:0%) yaitu 2,81. Kadar serat kasar tepung sukun yaitu sebesar 11,75% lebih tinggi
dibandingkan kadar serat kasar terigu sebesar 2,19% sehingga kadar serat kasar pada kue nastar semakin meningkat seiring bertambahnya perbandingan tepung sukun yang digunakan. Berdasarkan SNI 01-2973-1992 tentang syarat mutu cookies menyatakan bahwa kadar serat kasar maksimal adalah 0,5%. Nilai Serat kasar kue nastar pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan SNI, hal ini tidak menjadi masalah karena serat memiliki manfaat untuk kesehatan.
Evaluasi Sifat Sensoris
Evaluasi sifat sensoris kue nastar dilakukan dengan uji hedonik yang meliputi warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan kue nastar dan uji skoring terhadap tekstur kue nastar. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan kue nastar dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring terhadap tekstur dari kue nastar dapat dilihat pada Tabel 6. Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap atribut sensorisnya yaitu warna dari kue nastar.
Tabel 5. Nilai rata-rata uji hedonik warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan kue nastar
Perlakuan (Terigu : Tepung Sukun) |
Nilai rata-rata Uji hedonik | |||
Warna |
Rasa |
Aroma |
Penerimaan keseluruhan | |
P0 (100%:0%) |
4,47 ± 0,64a |
4,47 ± 0,74a |
4,47 ± 0,64a |
4,40 ± 0,63a |
P1 (90%:10%) |
4,13 ± 0,64a |
4,27 ± 0,70ab |
3,87 ± 0,35b |
4,27 ± 0,70a |
P2 (80%:20%) |
3,93 ± 0,70a |
3,93 ± 0,46bc |
3,60 ± 0,74bc |
4,13 ± 0,83ab |
P3 (70%:30%) |
3,13 ± 0,83b |
3,80 ± 0,68bc |
3,07 ± 0,80c |
3,60 ± 0,91bc |
P4 (60%:40%) |
2,80 ± 0,86b |
3,47 ± 0,74c |
3,13 ± 1,19c |
3,47 ± 1,06c |
Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3) Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
Kriteria hedonik : 5= sangat suka, 4= suka, 3= biasa, 2= tidak suka, 1= sangat tidak suka
Tabel 6. Nilai rata-rata uji skoring tekstur kue nastar
Perlakuan ( Terigu : Tepung Sukun ) |
Rata-rata skor Tekstur |
P0 (100%:0%) |
1,73 ± 0,70a |
P1 (90%:10%) |
2,00 ± 0,65a |
P2 (80%:20%) |
1,93 ± 0,59a |
P3 (70%:30%) |
2,13 ± 0,74a |
P4 (60%:40%) |
2,26 ± 0,80a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3) Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
Kriteria: Tekstur (3= sangat renyah, 2= renyah, 1= agak renyah)
Berdasarkan Tabel 5, nilai rata-rata yang diberikan panelis berkisar antara 2,80-4,47 dengan kriteria tidak suka hingga suka. Warna kue nastar pada perlakuan P0 (100%:0%) adalah warna kue nastar yang paling disukai panelis dengan nilai 4,47 (suka). Warna kue nastar perlakuan P4 (60%:40%) memiliki nilai yaitu 2,80 sehingga termasuk dalam kriteria biasa. Nilai kesukaan panelis terhadap warna kue nastar semakin menurun seiring dengan peningkatan perbandingan tepung sukun ang digunakan. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi perbandingan tepung sukun, warna kue nastar semakin gelap atau kecoklatan akibat reaksi browning. Menurut Masita (2017), enzim polifenol oksidase dalam sukun yang apabila kontak dengan udara akan menyebabkan reaksi
pencoklatan dan mengakibatkan adanya perubahan warna sukun menjadi semakin gelap. Rasa
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap atribut sensorisnya yaitu rasa dari kue nastar. Berdasarkan Tabel 5, nilai rata-rata yang diberikan panelis berkisar antara 3,47-4,47 dengan kriteria biasa hingga suka. Rasa kue nastar pada perlakuan P0 (100%:0%) adalah rasa kue nastar yang paling disukai panelis dengan nilai 4,47 (suka). Kue nastar perlakuan P4 (60%:40%) memiliki nilai paling rendah yaitu 3,47 yang termasuk dalam kriteria biasa. Semakin banyak perbandingan tepung sukun yang digunakan maka akan semakin muncul rasa yang khas sukun yang asing, menyengat dan agak sedikit rasa pahit yang
kurang disukai oleh panelis, sehingga penambahan tepung sukun ini sangat berpengaruh terhadap rasa dari kue nastar.
Aroma
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap atribut sensorisnya yaitu aroma kue nastar. Berdasarkan Tabel 5, nilai rata-rata yang diberikan panelis berkisar antara 3,13 -4,47 dengan kriteria biasa hingga suka. Kue nastar pada perlakuan P0 (100%:0%) adalah kue nastar yang paling disukai panelis dengan nilai 4,47 (suka) sedangkan kue nastar perlakuan P4 (60%:40%) memiliki nilai paling rendah yaitu 3,13 sehingga masuk dalam kriteria biasa. Peningkatan perbandingan tepung sukun yang digunakan pada penelitian ini memberikan pengaruh sangat nyata terhadap atribut sensoris yaitu aroma kue nastar pada tiap perlakuan. Semakin banyak tepung sukun yang digunakan maka semakin muncul aroma yang khas dari sukun yang menyengat. Tekstur
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap penerimaan uji skoring tekstur kue nastar. Berdasarkan Tabel 6, Nilai rata-rata uji skoring tekstur berkisar antara 1,73-2,26. Peningkatan perbandingan tepung sukun ini tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap kerenyahan dari kue nastar.
Penerimaan keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap atribut sensorisnya yaitu penerimaan keseluruhan kue nastar. Berdasarkan Tabel 5, nilai rata-rata yang diberikan panelis berkisar antara 3,47-4,40 dengan kriteria biasa hingga suka. Kue nastar pada perlakuan P0 (100%:0%) adalah kue nastar yang paling disukai panelis dengan nilai 4,40 (suka). Kue nastar perlakuan P4 (60%:40%) memiliki nilai sebesar 3,47 sehingga masuk dalam kriteria biasa. Peningkatan perbandingan tepung sukun pada penelitian ini berpengaruh sangat nyata terhadap atribut sensoris yaitu penerimaan keseluruhan dari kue nastar. Penerimaan keseluruhan pada kue nastar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti warna, rasa, aroma dan tekstur. Berdasarkan uji hedonik penilaian keseluruhan hingga P2 tidak berbeda nyata dengan P0 (kontrol).
KESIMPULAN
Perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, uji hedonik warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan.
Perbandingan terigu 90% dan tepung sukun 10% menghasilkan kue nastar dengan sifat kimia dan sensoris terbaik dengan kriteria kadar air 2,28%, kadar abu 1,18%, kadar protein 5,76%, kadar lemak 25,44%, kadar karbohidrat 65,32%, serat kasar 3,54%, serta sifat sensori warna suka, aroma suka, rasa suka, uji skoring renyah dan penerimaan keseluruhan suka
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry. Washington D.C. : AOAC Intl.
Ariyani, S. 2015. Perbedaan Kualitas Kue Nastar Hasil Eksperimen dengan Bahan Dasar yang Disubsitusi Menggunakan Tepung Gembili. Dipubilkasikan. Program Studi S1 Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Konsentrasi Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.
Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-29731992. Syarat Mutu dan Cara Uji Biskuit. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional.
Eko, N., B. S. Amanto, dan E. Nurhartadi. 2014. Kajian Penggunaan Tepung Sukun (Artocarpus communis) Sebagai
Subsitusi Tepung Terigu pada Pembuatan Mi Kering. Jurnal Teknosains Pangan 3 (2).
Fennema, R.O. 1985. Food Chemistry. Seccond edition. Revised and Expanded. Academic Press. New York.
Irmae, N. Tifauzah., R. Oktasari. 2018. Variasi Campuran Tepung Terigu dan Tepung Kacang Hijau Pada Pembuatan Nastar Kacang Hijau (Phaseolus radiates) Memperbaiki Sifat Fisik dan Organoleptik. Nutrisia 20 (2): 77-82.
Lingga, L. 2012. Sehat dan Sembuh Dengan Lemak. Grafika Mardi Yuana, Bogor.
Lius, S., Y. Setiawan, dan P. D. Sari. 2017. Pengaruh Perbandingan Subsitusi Tepung Sukun dan Tepung Terigu dalam Pembuatan Roti Manis. Jurnal Agroscience 7 (1)
Lopulalan, C. G. Ch., M. Mailoa, dan D. R. Sangadji. 2013. Kajian formulasi penambahan tepung ampas tahu terhadap sifat organoleptik dan kimia cookies. Agritekno. 1 (1): 130-138.
Marsono, Y., Wiyono P, dan Noor Z. 2002. Indeks Glikemik Kacang-kacangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. XIII, 211-216.
Masita, S. 2017. Karakteristik sifat fisiko-kimia tepung sukun (Artocarpus altilis) dengan varietas toddo’puli. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. 3: S234-S241.
Pratiwi, D.P. 2013. Pemanfaatan Tepung Sukun (Artocarpus altilis Sp.) pada Pembuatan Aneka Kudapan Sebagai Alternatif Makanan Bergizi untuk Program PMT-AS. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Shabella, R. 2012. Terapi Daun Sukun Dahsyatnya Khasiat Daun Sukun Untuk Menumpas Penyakit. Cable Book, Klaten.
Sudarmadji, S. B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty : Yogyakarta.
Sugito dan Ari Hariyati. 2006. Penambahan Daging Ikan Gabus (Ophicephallus strainus B LKR) dan Aplikasi Pembekuan pada Pembuatan Pempek Gluten. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 8 (2): 147-151.
Suprapti, L. 2002. Tepung Sukun Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta.
Suyanti, S., Widowati dan Suismono. 2003. Teknologi pengolahan tepung sukun dan pemanfaatannya untuk berbagai produk makanan olahan. Jurnal Warta Penelitian Pengembangan Pertanian 25(2): 12-13.
Waryat, M. Yanis dan Y. Handayani. 2014. Diversifikasi Pangan dari Tepung Sukun Untuk Mengurangi Konsumsi Tepung Terigu di Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Buletin Pertanian Perkotaan 4 (1) : 13-19.
775
Discussion and feedback