Peningkatan Efisiensi Ekstraksi Madu Klanceng Melalui Diseminasi Ekstraktor
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Khothibul Umam Al Awwalydkk/ Itepa 11(4) 2022 609-621
ISSN : 2527-8010 (Online)
Peningkatan Efisiensi Ekstraksi Madu Klanceng Melalui Diseminasi Ekstraktor
Increasing The Efficiency Of Klanceng Honey Extraction, Ponorogo Regency Through Extractor Dissemination
Khothibul Umam Al Awwaly1), Siti Asmaul Mustaniroh2*), Nimas Mayang Sabrina S2), Ria Dewi Andriani1), Zaqlul Iqbal2), Aniesa Samira Bafadhal3), Rini Yulianingsih2), Vindhya Tri Widayanti2), Shafira Arini Sundari2)
1)Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang, Jawa Timur, Indonesia 2) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang, Jawa Timur, Indonesia 3) Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang, Jawa Timur, Indonesia
Penulis korepondensi: Siti Asamaul Mustaniroh; Email: asmaul_m @ub.ac.id
Abstract
Ngebel Village is a producer of Klanceng Honey and an ecotourism destination for Ngebel Adventure Park (NAP) in Ponorogo Regency. Klanceng honey produced by the endemic Klanceng bee (Trigona sp.) is the honey that has high selling value (IDR 60,000 per 100ml) and currently, there are 61 farmers with the total of 620 log beehives. So far, production capacity has only met 40% of consumer demand, so efforts to increase the capacity are needed. Efforts and support have been given by the village government to beekeepers through the increasing the number of wooden bee nests (setup) and improving the technology of the honey handling process. One of the critical processes to determine the optimization of the quantity and quality of klanceng honey is the extraction process as a process that determines the level of yield. So far, honey extraction has been done manually using a syringe or filtered with a sieve. The Trigona sp. bee, as a honey-producing bee, has a laver-shaped hive, where the shape of the hive influences its internal structure. The extraction of Klanceng honey can not be done using the existing honey extractors due to the inappropriate structure of the beehive. Dissemination of the centrifugal extractor was aimed to increase honey extraction efficiency and improve its hygiene. The Centrifugal Extractor consists of an extractor tube having a static tube and a rotating tube, transmission unit and a 0.25 HP electric motor with rotary speed regulator.. The use of this machine results in an increase in yield (from 75% into up to 83% Klanceng honey) and an increase in organoleptic honey (aroma, appearance, taste and color) so that the product is competitive in the market.
Keywords:Extractor, Klanceng Honey, Extraction, Trigona Sp.
PENDAHULUAN
Madu merupakan salah satu produk alami yang digemari oleh masyarakat. Selain karena rasanya yang manis dan nikmat dikonsumsi, madu juga memiliki banyak kandungan fitokimia, seperti fenol dan flavonoid (Alvarez-Suarez et al., 2013; Silva et al., 2013). Madu diproduksi dari eksudat cair yang dimiliki oleh tumbuhan dan dikumpulkan oleh lebah. Jenis dan tipe madu
akan bergantung pada sumber tumbuhan yang diambil eksudatnya serta jenis lebah yang mengumpulkannya (Escriche et al., 2017). Salah satu jenis madu yang dibudidayakan di Indonesia adalah Madu Klanceng.
Madu Klanceng merupakan madu yang diproduksi atau dikumpulkan oleh lebah tidak bersengat (stingless bee) (Karnan et al., 2021). Terdapat lebih dari 500 spesies lebah tanpa sengat yang dapat menghasilkan Madu
Klanceng. Salah satu spesies yang paling umum dibudidayakan adalah Trigona sp. (Zulkhairi Amin et al., 2018). Budidaya Madu Klanceng sedikit berbeda dengan madu lainnya. Biasanya, sarang yang terbentuk dari
lebah madu berbentuk heksagonal, namun sarang atau tempat madu yang terbentuk dari lebah Madu Klanceng berbentuk kantong seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Kantong Madu Klanceng (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Madu Klanceng menjadi salah satu jenis madu favorit masyarakat dikarenakan kandungan dan khasiatnya dianggap lebih banyak jika dibandingkan madu jenis lain. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Madu Klanceng memiliki manfaat sebagai anti-inflamasi (Borsato et al., 2014), anti-bakteri (Kenji Nishio et al., 2015), hingga anti-kanker karena memiliki kemampuan anti-proliferasi (Yaacob et al., 2018; Yazan et al., 2016). Pada penelitian yang dilakukan oleh Fletcher et al. (2020), dikemukakan bahwa Madu Klanceng mengandung disakarida unik berupa trehalose sebagai komponen utamanya dengan konsentrasi sebanyak 13-44 gram pada setiap 100 gram madu. Trehalosa merupakan komponen yang memiliki indeks glikemik rendah, sehingga
baik untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes (Wach et al., 2017). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Biluca et al., (2016), menunjukkan hasil bahwa Madu Klanceng mengandung beberapa mineral seperti kalsium, natrium, magnesium dan mangan serta memiliki aktivitas antioksidan karena keberadaan senyawa fenolik di dalamnya. Oleh karena itu, selain dikonsumsi, pemanfaatan Madu Klanceng juga dapat dilakukan dalam bentuk lain, misalnya dibuat salep seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Cahyadi et al., (2019). Salep yang dibuat ditujukan untuk salep penyembuhan luka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salep Madu Klanceng dapat memiliki efek penyembuhan luka hingga 0,3 cm selama 7
hari serta memiliki efek antiinflamasi pada luka yang dioleskan.
Desa Ngebel merupakan salah satu desa di Ponorogo yang berpotensi sebagai produsen Madu Klanceng dan destinasi ekowisata Ngebel Adventure Park (NAP). Salah satu potensi unggulan desa yang berbasis kearifan lokal adalah budidaya lebah Madu Klanceng (Trigona sp.) yang dilakukan oleh beberapa peternak terekognisi dalam Lembaga KTH “Telaga Lestari” sejak tahun 2019. Madu Klanceng berasal dari lebah endemik Klanceng (Trigona sp.) yang mampu menghasilkan madu dengan daya jual tinggi (Rp 60.000 per 100ml) dan hingga saat ini terdapat 24 pembudidaya dengan total 620 setup log. Sesuai dengan visi misi Kepala Desa Ngebel untuk mengembangkan kegiatan ekonomi warga masyarakat berbasis pariwisata, maka kebijakan pembangunan desa selama ini telah mengarahkan pengembangan usaha masyarakat menjadi sentra produksi Madu Klanceng. Didukung penentuan target sasaran dalam rencana jangka panjang bahwa Desa Ngebel dikenal sebagai produsen Madu Klanceng utama di Indonesia. Saat ini kapasitas produksinya masih belum maksimal memenuhi permintaan pasar berkisar 40% (31 liter per bulan) dengan omzet penjualan berkisar 18,9 juta dengan kualitas yang belum memenuhi standarisasi pasar global. Kondisi ini yang menunjukkan masih diperlukannya inovasi teknologi dalam pengembangan usaha baik budidaya maupun teknologi pasca panen sehingga bisa
memenuhi kualitas dan kuantitas bagi pasar terutama sebagai salah satu produk oleh-oleh destinasi wisata Ngebel Adventure Park (NAP).
Diseminasi teknologi untuk mempercepat proses pemanenan madu melalui penyediaan alat ekstraktor madu yang digunakan untuk mempercepat proses mengekstrak madu pada saat pemanenan madu Trigona sp. Ekstraktor terbuat dari Stainles Steel (dengan dimensi keranjang dalam: 25 x 40 cm), dioperasikan secara manual sehingga menghemat energi, mudah dipakai dimana saja dan sesuai untuk skala kecil. Keberadaan ekstraktor akan sangat membantu meningkatkan efisiensi proses pemanenan yang selama ini menggunakan syringe, sehingga waktu pemanenan lebih cepat, rendemen lebih tinggi, dan higienitas madu dapat terjaga karena meminimalkan kontak dengan tangan.
METODE
Metode pelaksanaan kegiatan ini melalui diseminasi teknologi Ekstraktor madu digunakan untuk mengekstrak madu pada saat pemanenan. Ekstraktor terbuat dari Stainless Steel, dan digerakkan dengan motor listrik 0.25 HP.
Proses ekstraksi
Proses ekstraksi dilakukan secara mekanis dan manual. Ekstraksi secara mekanis menggunakan ekstraktor dilakukan pada putaran 30 Hz selama 5 menit. Ekstraksi secara manual dilakukan sebagaimana petani melakukan pemanenan yaitu dengan diperas
dengan tangan, dan ketika sarang sudah keras, pemerasan lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan sendok dan saringan.
Analisa proses dan hasil ekstraksi
Setelah didapatkan hasil dari kedua proses pemanenan, dilakukan analisa dari hasil ekstraksi, yaitu jumlah rendemen yang dihasilkan serta kadar air dari madu yang dihasilkan. Selanjutnya dilakukan tes organoleptik kepada 21 orang petani Madu Klanceng Desa Ngebel yang bertindak sebagai panelis dengan parameter warna, kejernihan, kekentalan, rasa, dan aroma.
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pemanenan madu oleh Petani Madu Desa Ngebel Ponorogo
Terdapat 2 cara proses pemanenan madu yang dilakukan sebelumnya oleh Petani Madu Desa Ngebel Ponorogo, yaitu dengan cara memeras kantong Madu Klanceng atau menggunakan syringe. Cara pertama yang merupakan pemerasan kantong madu dilakukan dengan langkah pengambilan 3/4 bagian dari keseluruhan kantong madu yang terdapat pada setup. Perlu ditinggalkan minimal 1/4 bagian agar lebah tidak kesulitan dalam membangun kembali kantong madu untuk masa produksi selanjutnya. Setelah itu, kantong madu yang sudah diambil langsung diperas menggunakan tangan dan hasilnya langsung dimasukkan ke dalam botol.
Kelebihan cara pertama adalah rendemen madu yang dihasilkan bisa lebih banyak daripada rendemen cara berikutnya. Namun kekurangan cara pertama adalah harus merusak kantong madu yang akan menambah waktu produksi untuk masa produksi selanjutnya serta terdapat kemungkinan kontaminasi bakteri karena proses pemerasan dilakukan menggunakan tangan. Cara kedua adalah menggunakan syringe untuk mengambil madu langsung dari kantongnya.
Kantong madu tidak perlu diambil dari setup, sehingga cara ini tidak merusak kantong madu dan dapat mempersingkat waktu untuk masa produksi selanjutnya. Selain itu, cara kedua juga meminimalisir adanya kontak dengan tangan yang berpotensi menyebabkan kontaminasi bakteri. Namun, jumlah rendemen yang dihasilkan dari cara kedua ini tidak sebanyak cara pertama, karena jika terdapat letak kantong madu yang lokasinya tersembunyi, maka madu di dalamnya tidak bisa diambil.
Ekstraktor madu
Ekstraktor madu (Gambar 2) diaplikasikan ke petani madu Desa Ngebel guna memperbaiki proses pemanenan madu yang selama ini dilakukan secara manual. Ekstraktor madu yang digerakkan oleh motor listrik ¼ HP 3 Phase ini, memisahkan madu dari sarang madu dengan memanfaatkan gaya sentrifugal.
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Khothibul Umam Al Awwalydkk/ Itepa 11(4) 2022 609-621
Gambar 2. Ekstraktor Madu (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Beberapa bagian utama ekstraktor meliputi silinder kasa, tabung ekstraksi, dinamo dengan inverter dan unit transmisi. Silinder kasa 60 mesh ditempatkan dalam tabung ekstraksi, digunakan sebagai penyaring yang menahan sarang lebah sementara melewatkan madu selama proses ekstraksi. Tabung ekstraksi terdiri dari 2 buah tabung yaitu tabung statis pada bagian luar dan tabung yang berputar pada bagian dalam. Tabung bagian dalam memiliki diameter 20 cm dan tinggi 40 cm terbuat dari plat perforasi stainless steel 304 dengan ukuran diameter lubang 5 mm, sedangkan tabung bagian luar berdiameter 25 cm terbuat dari plat stainless steel 304. Motor penggerak ekstraktor dilengkapi dengan inverter untuk mengatur kecepatan putaran, dan putaran ditransmisikan ke tabung ekstraktor dengan menggunakan puli ukuran 3 inchi di motor dan 4 inchi di poros ekstraktor. Proses
ekstraksi madu menggunakan ekstraktor
dilakukan pada frekuensi 30 Hz pada inverter.
Perhitungan kecepatan putar dilakukan
dengan menggunakan persamaan 1.
n =
!.60
%
(1)
Dimana n adalah kecepatan putar (rpm), F adalah frekuensi (Hz), dan P adalah jumlah pasang kutub. Motor listrik yang digunakan adalah motor listrik ¼ HP 3 phase 50 Hz putaran 1500 rpm, dengan putaran riil motor adalah 1380 rpm. Dengan adanya kehilangan karena selip dan karena perbedaan ukuran puli transmisi, maka putaran tabung ekstraktor adalah sekitar 695 rpm dengan kecepatan linier 7.27 m/detik. Proses ekstraksi dilakukan
selama 5 menit ditambah 2 menit untuk mengganti/ mengisi bahan. Ekstraksi dengan menggunakan ekstraktor memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan ekstraksi secara manual dengan diperas menggunakan tangan, sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan ekstraksi manual dan mekanis
No |
Kategori |
Manual |
Mekanis |
1 |
Rendemen |
75 % |
83 % |
2 |
Kadar air |
24.07 |
25.04 |
3 |
Waktu proses |
Tergantung operator |
5+2 menit / proses |
4 |
Kapasitas |
Tergantung operator |
10 kg sarang madu / 7 menit (maksimal) 0.02 kg madu/detik |
5 |
Kejernihan madu |
Sedikit Keruh |
Jernih |
6 |
Resiko kontaminasi |
Tinggi |
Rendah |
7 |
Bee pollen pada sarang setelah ekstraksi |
Tercampur sarang |
Terkumpul pada titik titik tertentu |
Proses pemanenan madu dengan menggunakan ekstraktor dapat meningkatkan rendemen sekitar 10 %, yaitu dari 75 menjadi 83 % dengan kadar air sedikit lebih tinggi. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian lain pada lebah madu bersengat, seperti penelitian yang dilakukan oleh Al-Rajhi & EL-Sheikha (2014) yang memberikan efisiensi ekstraksi 54.54 – 96.3 % untuk kecepatan ekstraktor 5.7 – 21.98 m/s, sementara Joel et al., (2018) melaporkan efisiensi sebesar 68.16 % pada kecepatan putar 706 rpm, dan Archibong et al. (2021) melaporkan efisiensi sebesar 86.3 %. Kapasitas ekstraksi secara manual sangat tergantung dari keahlian operator, namun demikian proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena pemerasan secara manual dengan tangan, dan lagi sarang madu yang sudah diperas akan berubah sifat menjadi lengket dan keras, Archibong et al.
(2021) melaporkan bahwa pemanenan secara tradisional memiliki kapasitas 6.4 kg/jam.
Ekstraktor yang dirancang dapat digunakan untuk menangani 10 kg madu beserta sarangnya, dan jika digunakan secara maksimal, maka kapasitas yang bisa dicapai adalah 10 kg sarang dengan madu/7 menit atau setara dengan 85 kg madu dengan sarang / jam atau 0.02 kg madu/detik. Nilai ini serupa dengan penelitian lain yang melaporkan kapasitas sebesar 0.024 kg madu/detik, dan 0.019 kg/detik (Archibong et al., 2021).
Madu hasil pemanenan dengan ekstraktor lebih jernih daripada yang diperas secara manual. Pada pemerasan secara manual, sarang madu yang tercampur ke dalam madu lebih banyak sebagaimana terlihat pada lingkaran merah pada Gambar 4. Selain itu warna madu hasil ekstraksi manual lebih keruh yang disebabkan karena bee pollen yang ikut terkestrak.
Gambar 4. Madu hasil ekstraksi manual A dan menggunakan ekstraktor B)
Ekstraksi secara manual memiliki resiko kontaminasi yang tinggi, karena proses kontak madu dengan tangan yang berulang ulang. Kelemahan lain, peremasan sarang dengan tangan membuat bee pollen yang ada dalam sarang menjadi tercampur dalam sarang sehingga sangat sulit untuk diambil. Disisi lain, bee pollen memiliki nilai jual yang sangat tinggi sehingga hal ini merugikan. Ekstraksi dengan ekstraktor, selain menyediakan proses yang higienis, bee pollen dalam sarang tetap terkumpul setelah proses
ekstraksi, sehingga sangat memudahkan untuk pengambilannya.
Tes Organoleptik
Hasil tes organoleptik pada Madu Klanceng dari proses ekstraksi manual dan menggunakan ekstraktor terhadap warna, kejernihan, kekentalan, rasa, dan aroma telah dilakukan oleh panelis yang terdiri dari 21 orang petani Madu Klanceng Desa Ngebel, Kabupaten Ponorogo, Usia panelis berkisar antara 21-52 tahun.
DEMOGRAFI
Gambar 5. Panelis uji organoleptik Madu Klanceng terdiri dari 19 orang laki-laki dan 2 orang perempuan dengan usia berkisar dari 21 tahun hingga lebih dari 50 tahun
Pada Gambar 6, hasil penilaian warna dari sampel A menunjukkan bahwa penampakan warna madu cenderung agak coklat. Sedangkan pada sampel B ditunjukkan
bahwa sampel madu berwarna lebih terang jika dibandingkan dengan sampel A. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan ekstraktor sangat berpengaruh terhadap warna
madu yang dihasilkan. Menurut Evahelda et al (2017) warna madu dipengaruhi oleh
nektar, lama penyimpanan dan proses pengolahan atau pemanasan.
WARNA
Gambar 6. Hasil penilaian terhadap warna Madu Klanceng; A: ekstraksi manual; B: menggunakan ekstraktor
Pada Gambar 7, hasil penilaian kejernihan dari sampel A menunjukkan bahwa kejernihan madu tampak seperti sebelumnya dan cenderung kotor sedangkan sampel B terlihat lebih jernih. Hasil tersebut selaras dengan hasil penilaian warna yang menunjukkan madu sampel A terlihat lebih coklat. Hal tersebut disebabkan oleh
penggunaan filter pada ekstraktor yang dapat memisahkan kotoran-kotoran yang ada pada madu, sehingga madu yang diperas menggunakan ekstraktor tampak lebih jernih dan terbebas dari kotoran atau debris. manual; B: menggunakan ekstraktor.
Gambar 7. Hasil penilaian pada kejernihan Madu Klanceng; A: ekstraksi manual; B: menggunakan ekstraktor
Selanjutnya pada Gambar 8 ditunjukkan bahwa sampel madu A cenderung kental jika dibandingkan dengan sampel B. Hal tersebut dapat disebabkan karena
penggunaan ekstraktor dapat memaksimalkan proses ekstraksi yang menyebabkan kandungan air pada kantong madu juga ikut terekstrak. Hal tersebut menyebabkan
konsistensi madu yang diperas menggunakan ekstraktor lebih cair.
Pada Gambar 9 ditunjukkan bahwa sampel A memiliki rasa manis dengan pahit/asam. Hal tersebut berbeda dengan sampel B yang cenderung memiliki rasa manis jika dibandingkan dengan sampel A.
Pada Gambar 10 ditunjukkan bahwa Aroma yang dihasilkan sampel A memiliki aroma khas yang menyengat jika dibandingkan dengan sampel B. Sedangkan Sampel B memiliki aroma yang tidak menyengat dan disertai sedikit aroma bunga
Gambar 8. Hasil penilaian pada kekentalan Madu Klanceng; A: ekstraksi manual; B: menggunakan ekstraktor
Gambar 9. Hasil penilaian pada rasa Madu Klanceng; A: ekstraksi manual; B: menggunakan ekstraktor
Gambar 10. Hasil penilaian pada aroma Madu Klanceng; A: ekstraksi manual; B: menggunakan ekstraktor.
Parameter kualitas madu menandakan preferensi penilaian konsumen terhadap madu. Umumnya, parameter penilaian yang dimiliki konsumen terhadap madu adalah warna, kejernihan, kekentalan, rasa, dan aroma (Arvanitoyannis & Krystallis, 2006; Ismaiel et al., 2014). Oleh karena itu, parameter tersebut menjadi dasar bagi petani madu untuk mengatur kualitas madu sesuai dengan minat konsumen.
Madu mengandung pigmen dan kandungan bioaktif yang dapat mempengaruhi warna, aroma, rasa dan parameter lain secara alami tergantung dari jenis bunga yang diambil sarinya oleh lebah. (Alex et al., 2022). Namun parameter tersebut dapat berubah akibat proses panen yang mengakibatkan reaksi dari senyawa yang terkandung di dalamnya. Selain itu, material selain madu yang bercampur juga dapat mempengaruhi penampakan warna dan kejernihan madu Dari hasil yang telah dijabarkan, menunjukkan bahwa penggunaan ekstraktor memiliki pengaruh besar terhadap
kelima parameter, yaitu warna, kejernihan, kekentalan, rasa dan aroma. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Archibong et al., (2021) yang menyatakan bahwa penggunaan ekstraktor dapat meningkatkan laju serta efisiensi ekstraksi madu jika dibandingkan dengan ekstraksi manual/tradisonal. Hal tersebut dikarenakan gerakan putaran pada ekstraktor dapat memaksimalkan pemerasan madu sehingga semua kandungan fase cair pada kantong madu dapat dikeluarkan (Maradun U.M. & Sanusi U.M., 2013; Zohairy, 2019).
Ekstraktor yang digunakan pada penelitian ini dilengkapi dengan filter yang berguna untuk memisahkan kantong madu, bee pollen, dan propolis dari cairan madu secara maksimal. Sehingga madu yang dihasilkan tidak bercampur dengan debris. Hal tersebut dibuktikan dengan penampakan sampel B, yang merupakan hasil ekstraksi dengan mesin ekstraktor, menunjukkan warna madu yang lebih terang dan lebih jernih jika dibandingkan dengan sampel A yang terlihat
lebih kecoklatan serta kotor akibat bercampur dengan debris dari kantong madu, bee pollen, dan propolis (Archibong et al., 2021).
Penggunaan ekstraktor juga dapat mempengaruhi rasa dan aroma (Srivastava et al., 2010). Hal tersebut dikarenakan penggunaan ekstraktor lebih higienis akibat sedikitnya kontak madu dengan tangan. Rasa asam dan aroma menyengat pada madu sampel A dapat diakibatkan dari reaksi fermentasi antara bakteri dan gula yang terkandung dalam madu, sehingga dihasilkan rasa dan aroma yang asam. Hal tersebut sesuai dengan yang disebutkan oleh Machado DeMelo et al., (2018), yaitu reaksi kontaminasi bakteri dapat memicu perubahan pada senyawa yang terkandung dalam madu, sehingga dapat mempengaruhi aroma dan rasa madu.
aroma dan rasa bahwa madu hasil ekstraksi dengan mesin ekstraktor memiliki warna yang lebih terang, penampakan yang lebih jernih dan bersih, teksturnya lebih cair, memiliki rasa yang lebih manis serta aromanya tidak menyengat cenderung harum bunga jika dibandingkan dengan madu hasi ekstraksi manual menggunakan tangan yang berwarna lebih gelap serta kotor/ keruh, kemudian teksturnya lebih kental, rasanya lebih asam serta memiliki aroma yang lebih menyengat.
UCAPAN TERIMAKASIH
DIKTI, LPPM UB dan mitra dari Desa Ngebel, kabupaten Ponorogo yang telah memfasilitasi kegiatan Macthing Fund 2022 ini sehingga bisa sekaligus meningkatkan kinerja dari Perguruan Tinggi terkait dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat
KESIMPULAN
Hasil diseminasi teknologi ekstraktor Madu Klanceng terbukti bisa meningkatkan kualitas dalam proses pemanenan Madu Klanceng dengan tingkat perubahan pada organoleptik dan komposisi kimia. Madu hasil pemanenan dengan ekstraktor lebih jernih daripada yang diperas secara manual dengan kapasitas bisa mencapai 10 kg sarang dengan madu/5 menit. Kadar rendemen meningkat (75 menjadi 83%), kadar air (24,07 menjadi 25,04) serta beberapa parameter yang secara keseluruhan mengalami perbaikan.
Pada hasil organoleptik menunjukkan dengan parameter warna, kekeruhan, kekentalan,
DAFTAR PUSTAKA
Al-Rajhi, M. A., & EL-Sheikha, A. M. A. (2014). Development and Evaluation of a Tangential Honey - Extractor. Misr Journal of Agricultural Engineering, 31(4), 1501– 1522.
https://doi.org/10.21608/mjae.2014.98404
Alex, J., Cedeño, R., Alfredo, F., Heredia, I., Muñoz, E. M., Alexandra, L., & Loor, A. (2022). Predominant Flora and Honey Bee ( Apis Mellifera ) Production in Northern Manabí-Ecuador. 26(1), 298–306.
Alvarez-Suarez, J., Giampieri, F., & Battino, M. (2013). Honey as a Source of Dietary Antioxidants: Structures, Bioavailability and Evidence of Protective Effects Against Human Chronic Diseases. Current Medicinal Chemistry, 20(5), 621–638.
https://doi.org/10.2174/0929867138049993 58
Archibong, F. N., Ugwuishiwu, B. O., Okechukwu, M. E., & Ajah, S. A. (2021). Design, construction, and performance
evaluation of a honey extracting machine. Agricultural Engineering International: CIGR Journal, 23(3), 279–289.
Arvanitoyannis, I., & Krystallis, A. (2006). An empirical examination of the determinants of honey consumption in Romania. International Journal of Food Science and Technology, 41(10), 1164–1176.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2621.2006.01174.x
Biluca, F. C., Braghini, F., Gonzaga, L. V., Costa, A. C. O., & Fett, R. (2016). Physicochemical profiles, minerals and bioactive compounds of stingless bee honey (Meliponinae). Journal of Food Composition and Analysis, 50, 61–69. https://doi.org/10.1016/j.jfca.2016.05.007
Borsato, D. M., Prudente, A. S., Döll-Boscardin, P. M., Borsato, A. V., Luz, C. F. P., Maia, B. H. L. N. S., Cabrini, D. A., Otuki, M. F., Miguel, M. D., Farago, P. V., & Miguel, O. G. (2014). Topical Anti-inflammatory activity of a monofloral honey of Mimosa scabrella Provided by melipona marginata during winter in Southern Brazil. Journal of Medicinal Food, 17(7), 817–825.
https://doi.org/10.1089/jmf.2013.0024
Cahyadi, M. A., Sidharta, B. R., & To’bungan, N. (2019). Karakteristik dan Efektivitas Salep Madu Klanceng dari Lebah Trigona sp. Sebagai Antibakteri dan Penyembuh Luka Sayat. Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, 4(3), 104–109.
https://doi.org/10.24002/biota.v4i3.2520
Escriche, I., Sobrino-Gregorio, L., Conchado, A., & Juan-Borrás, M. (2017). Volatile profile in the accurate labelling of monofloral honey. The case of lavender and thyme honey. Food Chemistry, 226, 61–68. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2017.01. 051
Evahelda, E., F. Pratama., N. Malahayati., B. Santoso. (2017). Sifat Fisik dan Kimia Madu dari Nektar Pohon Karet di Kabupaten Bangka Tengah, Indonesia. Agritech, 37(4), 363-368
Fletcher, M. T., Hungerford, N. L., Webber, D., Carpinelli de Jesus, M., Zhang, J., Stone, I. S. J., Blanchfield, J. T., & Zawawi, N. (2020). Stingless bee honey, a novel source of trehalulose: a biologically active disaccharide with health benefits. Scientific Reports, 10(1), 1–8.
https://doi.org/10.1038/s41598-020-68940-0
Ismaiel, S., Kahtani, S. Al, Adgaba, N., Al-
Ghamdi, A. A., & Zulail, A. (2014). Factors That Affect Consumption Patterns and Market Demands for Honey in the Kingdom of Saudi Arabia. Food and Nutrition Sciences, 05(17), 1725–1737.
https://doi.org/10.4236/fns.2014.517186
Joel, O., Patrick, O. I., & Oyejide, J. O. (2018). Design and Construction of Honey Extractor. IJISET-International Journal of Innovative Science, Engineering & Technology, 5(5), 98–107. www.ijiset.com
Karnan, K., Syukur, A., Khairuddin, K., & Yamin, M. (2021). Pemanfaatan Budidaya Lebah Madu Klanceng (Trigona sp) Terintegrasi dalam Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Sebagai Laboratorium Alami Pembelajaran Biologi. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 6(3), 552–560.
https://doi.org/10.29303/jipp.v6i3.293
Kenji Nishio, E., Carolina Bodnar, G., Regina Eches Perugini, M., Cornélio Andrei, C., Aparecido Proni, E., Katsuko Takayama Kobayashi, R., & Nakazato, G. (2015). Antibacterial activity of honey from stingless bees ScaptoTrigona bipunctata Lepeletier, 1836 and S. postica Latreille, 1807 (Hymenoptera: Apidae: Meliponinae) against methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Journal of Apicultural Research, 54(5), 452–460.
https://doi.org/10.1080/00218839.2016.116 2985
Machado De-Melo, A. A., Almeida-Muradian, L. B. de, Sancho, M. T., & Pascual-Maté, A. (2018). Composición y propiedades de la miel de Apis mellifera: una revisión. Journal of Apicultural Research, 57(1), 5–37. https://doi.org/10.1080/00218839.2017.133 8444
Maradun U.M. & Sanusi U.M. (2013).
Comparative effects of screw press for honey Extraction for Small Scale Honey
Processing. Nigerian Journal of Technology, 32(1), 144–147.
Silva, I. A. A. Da, Silva, T. M. S. Da, Camara, C. A., Queiroz, N., Magnani, M., Novais, J. S. De, Soledade, L. E. B., Lima, E. D. O., Souza, A. L. De, & Souza, A. G. De. (2013). Phenolic profile, antioxidant activity and palynological analysis of stingless bee honey from Amazonas, Northern Brazil. Food Chemistry, 141(4), 3252–3258.
https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2013.06. 072
Srivastava, S., Singh, M., George, J., Bhui, K., Murari Saxena, A., & Shukla, Y. (2010).
Genotoxic and carcinogenic risks associated with the dietary consumption of repeatedly heated coconut oil. British Journal of Nutrition, 104(9), 1343–1352.
https://doi.org/10.1017/S000711451000222 9
Wach, W., Rose, T., Klingeberd, M., Peters, S., Dorr, T., Theis, S., & Kowalczyk, J. (2017). Trehalulose-Containing Composition, Its Preparation and Use. In EUROPEAN PATENT SPECIFICATION.
https://doi.org/10.2478/s11756-008-0166-0
Yaacob, M., Rajab, N. F., Shahar, S., & Sharif, R. (2018). Stingless bee honey and its potential value: A systematic review. Food Research, 2(2), 124–133.
https://doi.org/10.26656/fr.2017.2(2).212
Yazan, L. S., Muhamad Zali, M. F. S., Ali, R. M., Zainal, N. A., Esa, N., Sapuan, S., Ong, Y. S., Tor, Y. S., Gopalsamy, B., Voon, F.
L., & Syed Alwi, S. S. (2016).
Chemopreventive Properties and Toxicity of Kelulut Honey in Sprague Dawley Rats Induced with Azoxymethane. BioMed Research International, 2016.
https://doi.org/10.1155/2016/4036926
Zohairy, A. (2019). Simple and Inexpensive Method to Modify Bee Honey Extractor with Moving Baskets to Radial Extractor is Easy to Jaw and Installion, or with Out Baskets. Journal of Plant Protection and Pathology, 10(5), 261–268.
https://doi.org/10.21608/jppp.2019.43183
Zulkhairi Amin, F. A., Sabri, S., Mohammad, S. M., Ismail, M., Chan, K. W., Ismail, N., Norhaizan, M. E., & Zawawi, N. (2018). Therapeutic properties of stingless bee honey in comparison with european bee honey. Advances in Pharmacological Sciences, 2018.
https://doi.org/10.1155/2018/6179596
621
Discussion and feedback