Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Ni Made Weresni dkk. /Itepa 12 (3) 2023 522-538

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Perbandingan Terigu dan Tepung Millet (Panicum miliaceum L. Termodifikasi Heat Moisture Treatment Terhadap Karakteristik Roti Manis

The Effect of Ratio of Wheat and Millet Flour (Panicum miliaceum L.) Modtified

Heat Moisture Treatment on The Characteristic of Sweet Bread

Ni Made Weresni, I Desak Putu Kartika Pratiwi*, Luh Putu Trisna Darmayanti

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

* Penulis korepondensi: I Desak Putu Kartika Pratiwi, Email: [email protected]

Abstract

Sweet bread is a type of flour-processed product that has a sweet taste, soft texture, and a variety of shapes. This study was aimed to determine the effect of ratio of wheat and millet flour modified by heat moisture treatment on characteristic of sweet bread and to find out the right of the ratio to produce sweet bread with the best characteristic. This research used Completely Randomized Design with a treatment of ratio between wheat flour and millet HMT flour that consisted of 6 levels namely 100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%, 60%:40%, 50%:50%. The data obtained were analyzed by variance at 95% confidence level, and if the treatment had a significant effect then it was followed by the Duncan's Multiple Range Test (DMRT). The result showed that the ratio between wheat and millet HMT flour had a significant effect on moisture content, protein content, and crude fiber content for the sweet bread, also had significant effect on swelling power, color intensity, scoring test (color and texture), hedonic test (color, texture, taste, and overall acceptance) for the sweet bread. The ratio of 80% wheat and 20% millet HMT flour had the best characteristic of sweet bread with moisture content 23.39%, protein content 9,24%, crude fiber content 4,28%, swelling power 194.59%, color intensity L* 70.63, a* 4.33, b* 25.00, with sensory characteristic of sweet bread browny-yellow color, soft texture, and hedonic for aroma, texture, taste, and overall acceptance is liked.

Keywords: Millet HMT flour, wheat, sweet bread

PENDAHULUAN

Salah satu makanan yang digemari oleh masyarakat Indonesia adalah roti manis. Roti manis adalah salah satu jenis produk olahan terigu yang memiliki cita rasa manis, bertekstur empuk dengan bentuk yang cukup beraneka ragam (Widiyatami et al., 2016). Roti manis dibuat dengan bahan baku utama berupa terigu dengan penambahan bahan lainnya seperti, air, garam, gula, lemak, telur, susu, ragi, dan bread improver (Saputra et al., 2016).

Penggunaan terigu sebagai bahan baku suatu produk seperti roti manis terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian (2020), jumlah konsumsi terigu per kapita pada tahun 2020 mencapai 2.455 kg/kapita/tahun. Salah satu alasan tingginya penggunaan terigu sebagai bahan baku pengolahan roti manis yaitu kandungan gluten pada terigu, yang tidak dimiliki jenis tepung lainnya (Djajati dan

Cholifah, 2014). Gluten akan membuat adonan bersifat elastis karena dapat menahan gas CO2 hasil fermentasi sehingga adonan dapat mengembang (Kartiwan et al., 2015). Tingginya penggunaan terigu sebagai bahan baku roti manis dapat dikurangi dengan pemanfaatan tepung tinggi karbohidrat yang berasal dari bahan pangan lokal dan dapat dilakukan sebagai bentuk diversifikasi pangan.

Beberapa penelitian melaporkan pemanfaatan tepung selain terigu dalam pembuatan roti manis, yaitu: pemanfaatan tepung jagung sebesar 15% menghasilkan roti manis dengan tekstur, aroma, rasa terbaik, dan kadar protein sebesar 17,89% (Setyani et al., 2016); pemanfaatan pati sagu dan tepung ubi jalar ungu dengan perbandingan sebesar 10% dan 20% menghasilkan roti manis dengan karakteristik warna kecokelatan, rasa manis, dan tekstur yang lembut (Saputra et al., 2016). Tepung dengan kandungan karbohidrat tinggi memiliki potensi sebagai pengganti terigu, hal ini dikarenakan dalam pembuatan roti, karbohidrat terutama pati berperan dalam membentuk adonan pada waktu pemanggangan, meningkatan tekstur dan penerimaan dari roti (Halim et al., 2015; Meybodi et al., 2015).

Salah satu bahan pangan yang dapat digunakan sebagai bahan subsitusi yaitu tepung millet. Tepung millet berasal dari biji proso millet (Panicum miliaceum L.) yang difermentasi selama 24 jam dan dilanjutkan

dengan modifikasi HMT (selanjutnya disebut tepung millet HMT). Biji proso milet yang diolah menjadi tepung memiliki keunggulan yaitu memiliki kandungan serat pangan yang cukup tinggi yaitu sebesar 12,55% (Pratiwi dan Sugitha, 2020). Namun, terdapat salah satu kelemahan biji milet yaitu terdapat kandungan tanin yang cukup tinggi yakni mencapai 2,7% - 10,2% (Schons et al., 2012). Kandungan tanin dapat dikurangi dengan cara proses fermentasi, biji proso milet difermentasi secara alami metode sub merged selama 48 jam. Proses fermentasi spontan secara sub merged menyebabkan hilangkan komponen larut dalam air seperti tanin, kalium dan natrium (Paiki, 2013), serta aktivitas mikroba dominan yang terdapat pada serealia yaitu bakteri asam laktat dan khamir mendukung proses terjadinya fermentasi spontan dan menyebabkan perubahan komponen makromolekul seperti pati dan protein menjadi komponen yang lebih sederhana (Yulia, 2009).

Pemanfaatan tepung millet sudah dilakukan pada pembuatan beberapa produk seperti cookies, biskuit, flakes, dan bubur bayi instan (Dewi et al., 2018; Widyastuti et al., 2019; Subandoro dan Basito, 2012; Pramesta et al., 2012). Yuliana et al (2021) melaporkan bahwa penggunaan tepung millet pada donat memiliki kekurangan yaitu menurunnya keempukan (tekstur) seiring dengan bertambahnya jumlah penggunaan tepung millet, dikarenakan peningkatan

penggunaan tepung millet akan mengurangi jumlah gluten pada adonan. Meybodi et al (2015), melaporkan bahwa penggunaan tepung selain terigu dalam jumlah yang tinggi dalam pembuatan roti akan menghasilkan roti dengan daya kembang rendah serta bagian dalam roti (crumb) lebih remah atau mudah hancur.

Kandungan pati dan serat pangan yang cukup tinggi pada millet berpotensi sebagai sumber alternatif pembuatan pati resisten (RS) (Pratiwi dan Ekawati, 2021). Pati resisten digolongkan sebagai sumber serat tidak larut tetapi memiliki fungsi fisiologi seperti serat larut (Faridah et et al., 2013). Kandungan pati resisten dalam tepung millet tanpa modifikasi yaitu sebesar 1,26% - 1,95% (Pratiwi dan Puspawati, 2020). Peningkatan kandungan RS pada tepung millet dapat dilakukan dengan teknik modifikasi fisik, salah satunya yaitu heat moisture treatment (HMT). Heat moisture treatment (HMT) merupakan salah satu metode modifikasi pati secara fisik dengan memberikan perlakuan panas pada suhu diatas suhu gelatinisasi pada kondisi kadar air terbatas atau dibawah 35% (Collado et al., 2001). Modifikasi tepung milet dengan metode HMT bertujuan untuk memperbaiki sifat fungsional dari pati alami milet, sehingga dapat mempermudah aplikasinya dalam proses pengolahan, lebih stabil dalam proses pemanasan, memiliki tekstur yang lebih baik, dan memiliki karakteristik yang mendekati terigu. Peranan modifikasi HMT

pada tepung millet yaitu dapat meningkatkan kandungan pati resisten sebagai sumber serat sehingga dapat meningkatkan nilai fungsional pada produk roti manis. Salah satu keunggulan metode HMT pada tepung milet yaitu dapat meningkatkan kadar amilosa dan amilopektin pada pati milet yang dapat memperbaiki tekstur produk yang dihasilkan. Hal serupa sejalan dengan penelitian Pratiwi dan Ekawati (2021), pemberian perlakuan HMT pada tepung millet fermentasi dapat meningkatkan kadar pati sebesar 61,91%, kadar pati resisten sebesar 3,47%, amilopektin 58,78%, dan amilosa 3,13%. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perbandingan antara tepung millet HMT dan terigu yang tepat sehingga menghasilkan produk roti manis yang memiliki karakteristik fisik, kimia, dan sensoris terbaik.

METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku, bahan tambahan, dan bahan kimia. Bahan baku pada pembuatan roti manis terdiri dari terigu (Cakra Kembar) dan biji proso millet yang diperoleh dari Pasar Burung Veteran, Denpasar. Bahan tambahan yang digunakan, yaitu gula pasir (Gulaku), susu bubuk (Dancow), ragi (Fermipan), unsalted butter (Anchor), telur, bread improver (Baker’s

Bonus A), garam, dan air mineral (Aqua) yang diperoleh dari UD. Fenny, Denpasar. Bahan kimia yang digunakan dalam melakukan analisis meliputi aquades, alkohol 96%, bubuk kjeldahl, H2SO4 pekat, NaOH 50%, HCl 0,1 N, H2SO4 0,225 N, indikator phenolphthalein, dan asam borat. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (ShimadzuATY224), timbangan digital (SF-400), mixing bowl, gelas kaca, kain lap, mixer (Miyako), oven (Mito), loyang, kuas, baking paper, sendok, termometer tusuk, kompor, panci, pisau, cawan, color reader, erlenmeyer (Pyrex), labu ukur 1000 ml, gelas beker (Pyrex), tabung reaksi, kertas whatman No. 42, kertas saring, desikator (Duran), destilator (Behrotest), pipet tetes, corong plastik, waterbath, dehydrator, gelas ukur (Pyrex), dan alat titrasi.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbandingan terigu dan tepung millet HMT yang terdiri dari 6 taraf yang meliputi: P0: 100%:0%, P1: 90%:10%, P2: 80%:20%, P3: 70%:30%, P4: 60%:40%, P5: 50%:50%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh signifikan perlakuan terhadap variabel maka dilanjutkan dengan

uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% (Hasojuwono et al., 2011).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Tepung Millet Termodifikasi Heat Moisture Treatment (HMT)

Sebanyak 300 gram biji proso millet dicuci dengan air mengalir hingga bersih, kemudian direndam dalam toples kaca steril yang berisi 400 ml aquades dan selanjutnya dilakukan proses fermentasi selama 24 jam. Setelah proses fermentasi selesai, biji proso millet dibilas dengan menggunakan air mineral dan dikeringkan mengunakan dehydrator pada suhu 50℃ selama 8 jam. Selanjutnya, biji proso millet yang telah kering kemudian dihaluskan menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh. Tepung millet yang telah diayak kemudian dilakukan proses modifikasi dengan menggunakan metode heat moisture treatment (HMT). Tepung millet yang telah diketahui kadar airnya ditingkatkan kembali kadar airnya menjadi 30%. Tepung millet kemudian dibungkus menggunakan aluminium foil dan diletakkan dalam box tertutup.

Box yang digunakan adalah box thinwall No.5. Selanjutnya, dilakukan penyimpanan pada suhu 4℃ selama 12 jam. Setelah proses penyimpanan selesai, dilakukan proses thermal dengan pengovenan tepung millet dalam box tertutup pada suhu 115℃ selama 8 jam. Setelah proses HMT selesai, tepung millet didiamkan pada suhu ruang selama 2 jam.

Tabel 1. Formulasi Roti Manis

No

Komposisi

Perlakuan

P0

P1

P2

P3

P4

P5

1

Terigu (%)*

100

90

80

70

60

50

2

Tepung Millet HMT (%)*

0

10

20

30

40

50

3

Gula (%)

10

10

10

10

10

10

4

Gula untuk pengaktifan ragi (%)

10

10

10

10

10

10

4

Susu bubuk (%)

15

15

15

15

15

15

5

Ragi (%)

2

2

2

2

2

2

6

Garam (%)

1

1

1

1

1

1

7

Unsalted Butter (%)

15

15

15

15

15

15

8

Kuning Telur (%)

8

8

8

8

8

8

9

Air (%)

70

70

70

70

70

70

10

Bread improver (%)

1

1

1

1

1

1

Keterangan: *Jumlah keseluruhan penggunaan terigu dan tepung millet HMT sebesar 250 gram Sumber: Fitria (2013) yang dimodifikasi


Selanjutnya, tepung millet dikeringkan dengan dehydrator pada suhu 45℃ selama 3 jam. Tepung millet modifikasi HMT tersebut kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan 80 mesh (Pratiwi dan Ekawati, 2021)

Pembuatan Roti Manis

Pembuatan roti manis mengacu pada penelitian Fitria (2013) yang dimodifikasi. Proses pembuatan roti manis diawali dengan pengaktifan ragi, kemudian dilanjutkan dengan proses pencampuran bahan-bahan, proses proofing, dan pemanggangan (baking). Formulasi yang digunakan dalam pembuatan roti manis dapat dilihat pada Tabel 1. Ragi yang digunakan diaktifkan terlebih dahulu dengan cara 2 gr ragi dan 10 gr gula pasir dilarukan dalam 70 ml air hangat bersuhu 40℃, kemudian diaduk hingga merata lalu dan ditunggu 5-8 menit hingga ragi mengembang. Terigu dan tepung millet HMT sesuai perlakuan dimasukkan ke

dalam mixing bowl dan dicampurkan dengan 15 gr susu bubuk, 10 gr gula pasir, dan 1 gr bread improver. Bahan kering yang telah dicampur, kemudian ditambahkan dengan larutan ragi yang telah aktif dan diaduk dengan menggunakan mixer hingga merata. Ditambahkan kuning telur dan diaduk kembali menggunakan mixer. Selanjutnya, dimasukkan 15 gr butter dan 1 gr garam kemudian adonan diuleni hingga kalis dan tidak lengket. Mixing bowl ditutup dan dilakukan proofing adonan selama 1 jam hingga adonan mengembang. Adonan yang telah mengembang kemudian diuleni kembali hingga kalis dan dipotong menjadi beberapa bagian dengan berat masing-masing adonan sebesar 50 gram. Adonan yang telah dipotong dimasukkan ke dalam loyang yang sudah diberi baking paper. Loyang ditutup dengan menggunakan kain selama 45 menit. Setelah mengembang, adonan diolesi dengan susu cair dan

dipanggang pada menggunakan oven pada suhu 160℃ selama 20 menit. Setelah Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air dengan metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar protein dengan menggunakan metode Mikro-Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1997), kadar serat kasar (Sudarmadji et al.,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Tepung Millet HMT

Nilai rata-rata kadar air, kadar protein, dan kadar serat kasar tepung millet HMT dapat dilihat pada Tabel 2.

Karakteristik Kimia Roti Manis

Nilai rata-rata karakteristik kimia dari roti manis berbahan terigu dan tepung millet HMT meliputi kadar air, kadar protein, dan kadar serat kasar dapat dilihat Tabel 3.

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet modifikasi heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air roti manis. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50%:50%) yaitu sebesar 21,43%. Nilai rata-rata kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (100%:0%) yaitu sebesar 24,93%. Berdasarkan syarat mutu roti manis yang diatur dalam SNI 01-3840-1995, yaitu batas maksimal kadar air pada produk roti

matang, permukaan atas roti diolesi dengan butter dan ditaruh pada cooling rack.

1997), Intensits warna (Weaver, 1996), Daya kembang (Saepudin, 2017), dan uji sensoris menggunakan metode uji hedonik terhadap rasa, aroma, warna, dan penerimaan keseluruhan (Lim, 2011) serta uji skoring terhadap tekstur dan warna dari roti manis (Soekarto, 1985).

manis sebesar 40%. Sehingga kadar air roti manis yang dihasilkan pada penelitian ini sudah memenuhi syarat SNI.

Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan terjadi penurunan kadar air roti manis seiring dengan meningkatnya penggunaan tepung millet HMT dalam pembuatan roti manis. Hal tersebut disebabkan perbedaan kadar air bahan baku. Terigu mengandung kadar air sebesar 12,15 % (Swandani et al., 2017) dan tepung millet HMT mengandung kadar air sebesar 11,62%. Air merupakan salah satu komponen penting dalam pembentukan gluten. Gluten terbentuk dari protein gliadin dan glutenin yang terdapat dalam terigu. Gluten akan terbentuk ketika terigu bercampur dengan air, protein yang terdapat dalam terigu akan mengembang melakukan interaksi hidrofobik yang menghasilkan ikatan seperti polimer dan berinteraksi dengan polimer lainnya melalui ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik dan crosslinking sehingga memiliki kemampuan mengikat gas yang terperangkap (Fitasari, 2009).

Tabel 2. Hasil analisis kadar air, kadar protein, dan kadar serat kasar tepung millet HMT

Bahan

Kadar Serat Kasar

Kadar Air (%b/b)     Kadar Protei (%)

(%b/b)

Tepung Millet HMT

11,62%               5,62%               10,48%


Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air, kadar protein, dan kadar serat kasar roti manis

Terigu : Tepung Millet HMT (%)

Kadar Air

Kadar Protein

Kadar Serat Kasar

P0 (100% : 0%)

24,93 ± 0,57a

10,31 ± 0,30a

2,06 ± 0,07f

P1 (90% : 10%)

23,87 ± 0,36b

9,36 ± 0,25b

3,05 ± 0,02e

P2 (80% : 20%)

23,39 ± 0,11c

9,24 ± 0,05b

4,28 ± 0,07d

P3 (70% : 30%)

22,38 ± 0,92d

8,85 ± 0,30c

6,39 ± 0,21c

P4 (60% : 40%)

22,34 ± 0,25d

8,45 ± 0,66d

8,07 ± 0,32b

P5 (50% : 50%)

21,43 ± 0,26e

7,83 ± 0,80e

9,27 ± 0,06a

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).


Tepung millet HMT tidak mengandung gluten sehingga tepung millet HMT lebih sedikit mengikat air dibandingkan dengan terigu sehingga akan mempengaruhi kandungan air dalam produk roti manis (Yuliana et al., 2021). Rendahnya jumlah gluten dalam suatu adonan menyebabkan pelepasan molekul air yang lebih mudah saat pemanggangan (Fatkurahman et al., 2012). Menurut Handajani (2010), gluten yang tinggi pada suatu adonan mengakibatkan daya ikat air yang tinggi pula, sehingga rendahnya kandungan gluten pada suatu adonan menyebabkan daya ikat air menjadi rendah dan menurunnya kadar air.

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung

millet HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein roti manis yang dihasilkan. Kadar protein pada roti manis berkisar antara 7,83 – 10,31%. Kadar protein tertinggi dihasilkan pada perlakuan P0 (100%:0%) yaitu sebesar 10,31%, sedangkan kadar protein terendah dihasilkan pada perlakuan P5 (50%:50) sebesar 7,83% (Tabel 3). Kadar protein mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya penggunaan tepung millet HMT. Penurunan kadar protein roti manis disebabkan karena adanya perbedaan kadar protein pada kedua bahan baku. Tepung millet HMT memiliki kadar protein sebesar 5,62%, lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein terigu sebesar 13,1% (Muko et al., 2013).

Protein yang terdapat dalam terigu yaitu gluten, yang berperan dalam

menentukan karakteristik makanan yang terbuat dengan bahan dasar terigu (Minah et al., 2015). Penurunan kadar protein sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasa et al (2016), penambahan tepung mocaf sebanyak 10% - 30% pada pembuatan roti manis terjadi penurunan kadar protein pada roti manis yang disebabkan perbedaan kandungan protein antar tepung mocaf dan terigu. Selain itu, penurunan kadar protein juga dapat disebabkan oleh proses fermentasi spontan yang dilakukan pada biji proso milet. Selama proses fermentasi millet, aktivitas mikroba alami seperti bakteri asam laktat dan khamir akan merombak makromolekul     seperti

karbohidrat dan protein menjadi substrat yang lebih sederhana dengan bantuan enzim protease (Mahendrat et al., 2019). Menurut Velitchka et al (2001), fermentasi dapat menyebabkan perubahan nilai gizi, menurunkan zat anti nutrisi, dan meningkatkan asam amino pada suatu bahan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Soeka dan Sulistiani (2016), hasil fermentasi jewawut dengan menggunakan bakteri asam laktat yang berbeda secara umum meningkatan kadar asam amino non esensial seperti asam apartat, serin, glisin dan asam amino esensial seperti leusin, lisin, dan histidin dibandingkan dengan jewawut tanpa fermentasi.

Kadar Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung

millet HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kasar roti manis yang dihasilkan. Tabel 2 menunjukkan kadar serat kasar pada roti manis berkisar antara 2,06% - 9,27%. Kadar serat kasar tertinggi dihasilkan pada perlakuan P5 yaitu sebesar 9,27% sedangkan kadar serat terendah dihasilkan pada perlakuan P0 yaitu sebesar 2,06%.

Terjadi peningkatan kadar serat kasar seiring dengan peningkatan penggunaan tepung millet HMT pada pembuatan roti manis. Peningkatan kadar serat kasar ini dipengaruhi oleh perbedaan kadar serat dari kedua bahan baku. Terigu memiliki kandungan serat kasar sebesar 0,40% (Ardiyanti, 2001), sedangkan tepung millet HMT yaitu sebesar 10,48%. Kadar serat kasar terigu yang lebih kecil dibandingkan dengan kadar serat tepung millet HMT ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan nilai kadar serat seiring dengan penambahan tepung millet HMT. Peningkatan kadar serat ini juga dapat disebabkan karena proses HMT meningkatkan kandungan pati resisten pada tepung millet HMT. Pati resisten atau Resisten Strach (RS) merupakan golongan sumber serat tidak larut namun memiliki fungsi fisiologis seperti serat larut (Pratiwi dan Ekawati, 2021). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Pratiwi dan Ekawati (2021), dilaporkan bahwa perlakuan HMT pada tepung millet dapat meningkatkan kandungan pati resisten sebesar 3,47% jika dibandingkan dengan tepung millet

fermentasi tanpa modifikasi yaitu sebesar 3,15%. Meningkatnya kadar pati resisten pada tepung millet HMT sebagai sumber serat menyebabkan meningkatkan nilai kadar serat kasar roti manis.

Karakteristik Fisik Roti Manis

Nilai rata-rata karakteristik fisik dari roti manis berbahan terigu dan tepung millet HMT meliputi daya kembang dan intensitas warna dapat dilihat Tabel 4.

Daya Kembang

Hasil sidik ragam daya kembang roti manis menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya kembang roti manis yang dihasilkan. Berdasarkan nilai rata-rata daya kembang roti manis pada Tabel 4, nilai daya kembang tertinggi dihasilkan pada perlakuan P0 yaitu sebesar 206,95% yang berbeda nyata dengan perlakuan P1, sedangkan nilai daya kembang terendah dihasilkan pada perlakuan P5 sebesar 92,39% yang berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan P4. Terjadi penurunan nilai daya kembang roti manis seiring dengan peningkatan penggunaan tepung millet HMT. Penurunan daya kembang pada roti manis disebabkan karena menurunnya kandungan gluten pada adonan akibat meningkatnya penggunaan tepung millet HMT.

Proses fermentasi juga berpengaruh terhadap penurunan nilai daya kembang roti

manis (Yuliana et al., 2021). Adonan yang dibuat dengan bahan dasar terigu protein tinggi memiliki volume yang lebih tinggi karena dapat merangkap gas CO2 lebih tinggi (Sarofa et al., 2014) . Selama proses fermentasi terjadi pengembangan volume adonan disebabkan karena selama proses fermentasi akan terbentuk gas CO2, gas CO2 ini akan ditahan oleh gluten sehingga pengembangan volume yang akan membuat adonan lebih besar (Yuliana et al., 2021). Pengembangan adonan roti erat kaitannya dengan kemampuan adonan menahan CO2 selama fermentasi (Wijayanti, 2007). Kandungan gluten yang rendah akan mempengaruhi kemampuan adonan untuk menahan gas sehingga pengembangan adonan akan menurun (Surono et al., 2017). Roti yang tidak mengembang memiliki pori pori tidak seragam, sehingga semakin bertambahnya penggunaan tepung millet HMT maka daya kembang roti manis yang dihasilkan semakin menurun. Tingginya kandungan serat pangan pada millet juga menyebabkan penurunan daya kembang roti manis. Peningkatan komponen serat di dalam suatu adonan dapat menurunkan daya kembang dari adonan tersebut, hal tersebut disebabkan karena serat akan menghambat terbentuknya jaringan gluten sehingga menyebabkan rendemen gluten yang dihasilkan lebih sedikit dan pengembangan volume roti yang lebih rendah (Ratri, 2019).

Tabel 4. Nilai Rata-rata Daya Kembang dan Intensitas Warna Roti Manis

Terigu : Tepung Millet Modifikasi HMT (%)

Daya                     Intensitas Warna

Kembang (%)       L           a*           b*

P0 (100% : 0%)

P1 (90% : 10%)

P2 (80% : 20%)

P3 (70% : 30%)

P4 (60% : 40%)

P5 (50% : 50%)

206,95 ± 0,60a 70,97 ± 0,06a 4,17 ± 0,12 d 24,47 ± 0,06 d 200,70 ± 0,76b 70,93 ± 0,15a 4,23 ± 0,12 d 24,93 ± 0,15 d 194,59 ± 0,79c 70,63 ± 0,29a 4,33 ± 0,06 d 25,00 ± 0,10 d 132,53 ± 0,17d 69,13 ± 0,42b 4,83 ± 0,06 c 26,13 ± 0,23 c 109,01 ± 0,30e 65,77 ± 1,17c 6,30 ± 0,17 b 35,53 ± 0,06 b 92,39 ± 0,45f 61,27 ± 0,47d 7,80 ± 0,00 a 37,70 ± 0,10 a

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).


Berdasarkan penelitian Kurek dan Jaroslaw (2015), semakin tinggi kadar serat pada suatu adonan maka air akan lebih banyak diserap oleh serat sehingga menyebabkan air yang seharusnya digunakan untuk pembentukan adonan menjadi berkurang sehingga volume adonan menjadi menurun.

Intensitas Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet HMT sangat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap intensitas warna roti manis yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai L roti manis berkisar antara 61,27 sampai dengan 70,97. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan dan dinyatakan dengan angka 0-100. Nilai L yang tinggi menunjukkan warna cerah sedangkan rendah menunjukkan warna gelap (Souripet, 2015) . Nilai L tertinggi dihasilkan pada perlakuan P0 yaitu sebesar 70,97. Hal tersebut disebabkan karena warna pada terigu yang putih sehingga roti yang

dihasilkan dengan 100% terigu menghasilkan warna kuning keemasan (Waruwu, 2015). Sedangkan nilai L terendah diperoleh dari perlakuan P5 yaitu sebesar 61,27. Peningkatan penggunaan tepung millet HMT berpotensi membuat warna roti manis semakin gelap dibandingkan perlakuan kontrol. Proses HMT juga berpengaruh terhadap tingkat kecerahan dari tepung millet yang dihasilkan. Menurut Deka dan Sita (2016), proses thermal dapat menyebabkan reaksi amillard antara gula pereduksi dari pati dan gugus amina dalam protein sehingga dapat mengubah warna serta aroma dari tepung yang dihasilkan. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Ranjani (2020) bahwa terjadi penurunan tingkat kecerahan pada tepung campolay akibat proses HMT.

Nilai a* menunjukkan antara warna kemerahan dan warna kehijauan (Souripet, 2015). Nilai a* paling tinggi dihasilkan pada perlakuan P5 yaitu sebesar 7,80 yang sangat berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2

sedangkan nilai a* terendah dihasilkan pada perlakuan P5 yaitu sebesar 4,17 yang sangat berbeda nyata P3 dan P4. Nilai a* semakin meningkat seiring dengan penambahan tepung millet HMT pada adonan. Nilai b* menghasilkan warna antara kekuningan hingga kebiruan (Muthuharoh, 2017). Nilai b* paling tinggi dihasilkan oleh perlakuan P5 yaitu sebesar 37,70 sedangkan nilai b* paling rendah dihasilkan oleh perlakuan P0 yaitu sebesar 24,47. Semakin banyak penggunaan tepung millet HMT menyebabkan nilai b* meningkat.

Karakteristik Sensoris

Evaluasi sensoris roti manis yang dilakukan meliputi uji hedonik dan skoring. Uji hedonik meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan. Uji skoring yang dilakukan meliputi intensitas warna dan tekstur (kelembutan).

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat kesukaan dari roti manis. Nilai rata-rata uji hedonik dan skoring warna roti manis dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata hedonik berkisar antara 2,95 dengan kriteria biasa sampai dengan 4,70 dengan kriteria suka. Penambahan tepung millet HMT memberikan pengaruh nyata terhadap

tingkat kesukaan warna roti manis pada setiap perlakuan dan keseluruhan panelis dalam memberikan nilai rata-rata kesukaan terhadap warna dari roti manis.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat kecerahan warna dari roti manis. Kriteia uji skoring terhadap warna dari roti manis meliputi: 1 (kekuningan), 2 (kuning kecokelatan), dan 3 (kecokelatan). Nilai rata-rata intensitas kecerahan warna yang diberikan panelis berkisar antara 1,00 sampai 2,85 (Tabel 4). Perlakuan P4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P5 dengan kriteria kecokelatan. Semakin banyak penambahan tepung millet HMT, maka warna roti manis menjadi semakin gelap. Hal ini dikarenakan tepung millet HMT memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan terigu. Hal ini didukung dengan hasil analisis intensitas warna (Tabel 4) yang menghasilkan bahwa nilai L tertinggi dihasilkan pada perlakuan, sedangkan nilai L terendah diperoleh dari perlakuan P5 yaitu sebesar 61,27. Peningkatan penggunaan tepung millet HMT berpotensi membuat warna roti manis semakin gelap dibandingkan perlakuan kotrol.

Tabel 5. Nilai Rata-rata Uji Hedonik dan Uji Skoring Warna Roti Manis

Terigu : Tepung Millet

Nilai Rata-rata Uji Hedonik

Nilai Rata-rata Uji Skoring

Modifikasi HMT (%)

Warna

Warna

P0 (100% : 0%)

3,95 ± 0,88bc

1,00 ± 0,00d

P1 (90% : 10%)

4,40 ±0,75ab

2,00 ± 0,31c

P2 (80% : 20%)

4,65 ± 0,74a

2,05 ± 0,21bc

P3 (70% : 30%)

4,70 ± 0,73a

2,25 ± 0,43b

P4 (60% : 40%)

3,70 ± 0,97c

2,75 ± 0,43a

P5 (50% : 50%)

2,95 ± 1,19d

2,85 ± 0,35a

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).

Tabel 6. Nilai Rata-rata Uji Hedonik Aroma Roti Manis

Terigu : Tepung Millet Modifikasi HMT (%)      Nilai Rata-rata Uji Hedonik Aroma

P0 (100% : 0%)                             4,15 ± 0,88a

P1 (90% : 10%)                              4,20 ± 0,77 a

P2 (80% : 20%)                              4,20 ± 0,83 a

P3 (70% : 30%)                              4,25 ± 0,79 a

P4 (60% : 40%)                                4,10 ± 0,79 a

P5 (50% : 50%)                             4,00 ± 0,92 a

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).

Tabel 7. Nilai Rata-rata Uji Hedonik Rasa Roti Manis

Terigu : Tepung Millet Modifikasi HMT (%)      Nilai Rata-rata Uji Hedonik Rasa

P0 (100% : 0%)                               4,00 ± 0,79bc

P1 (90% : 10%)                              4,40 ± 0,75ab

P2 (80% : 20%)                             4,55 ± 0,60a

P3 (70% : 30%)                              3,70 ± 0,80cd

P4 (60% : 40%)                              3,60 ± 0,82cd

P5 (50% : 50%)                              3,50 ± 0,61d

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).

Aroma

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet HMT tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma roti manis. Nilai rata-rata uji hedonik aroma roti manis dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai rata-rata hedonik berkisar antara 4,00 sampai 4,25 (Tabel 6). Peningkatan jumlah

penggunaan tepung millet HMT pada pembuatan roti manis tidak berpengaruh terhadap kesukaan aroma roti manis, keseluruhan panelis memberikan nilai rata-rata suka terhadap aroma dari roti manis yang dihasilkan. Aroma roti manis didominasi oleh butter yang ada pada formulasi roti ma is.

Rasa

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat kesukaan dari rasa roti manis yang diberikan oleh panelis. Nilai rata-rata uji hedonik rasa roti manis dapat dilihat pada Tabel 7.

Nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap roti manis berkisar antara 3,50 sampai dengan 4,55. Nilai rata-rata tertinggi dihasilkan pada perlakuan P2 yaitu sebesar 4,55 dengan kriteria suka yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, sedangkan nilai rata-rata terendah dihasilkan pada perlakuan P5 sebesar 3,50 dengan kriteria biasa yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 dan P3. Data menunjukkan terjadi penurunan tingkat kesukaan terhadap rasa seiring dengan peningkatan penggunaan tepung millet HMT pada pembuatan roti manis.

Tekstur

Hasil analisis sidik ragam uji hedonik tekstur roti manis menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat kesukaan tekstur roti manis yang dihasilkan. Nilai rata-rata uji hedonik serta skoring tekstur roti manis dapat dilihat pada Tabel 8.

Nilai rata-rata hedonik tekstur berkisar antara 3,50 - 4,85 (Tabel 7). Nilai tertinggi dihasilkan dari perlakuan P0 sebesar 4,85 dengan kriteria suka yang tidak berbeda nyata dengan P1 sedangkan nilai rata-rata terendah dihasilkan pada perlakuan P5 sebesar 3,50 dengan kriteria biasa yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4. Terjadi penurunan tingkat kesukaan terhadap tekstur roti manis seiring dengan peningkatan penggunaan tepung millet HMT pada pembuatan roti manis.

Hasil analisis sidik ragam uji skoring tekstur roti manis menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat tekstur roti manis. Kriteia uji skoring tekstur roti manis, meliputi: 1 (kurang lembut), 2 (lembut), dan 3 (sangat lembut). Nilai rata-rata skoring tekstur roti manis yang diberikan panelis berkisar antara 2,00 sampai dengan 2,70 (Tabel 7). Nilai skoring tekstur tertinggi dihasilkan pada perlakuan P0 sebesar 2,70 dengan kriteria sangat lembut, sedangkan nilai rata-rata terendah dihasilkan pada perlakuan P5 sebesar 2,00 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4. Terjadi penurunan tingkat kelembutan roti manis dengan semakin meningkatnya penggunaan tepung millet HMT pada pembuatan roti manis.

Tabel 8. Nilai Rata-rata Uji Hedonik dan Uji Skoring Tekstur Roti Manis

Terigu : Tepung Millet Modifikasi HMT (%)

Nilai Rata-rata Uji Hedonik    Nilai Rata-rata Uji Skoring

Tekstur                      Tekstur

P0 (100% : 0%)

P1 (90% : 10%)

P2 (80% : 20%)

P3 (70% : 30%)

P4 (60% : 40%)

P5 (50% : 50%)

4,85± 0,88a                   2,70 ± 0,47a

4,65 ±0,93a                    2,35 ± 0,49bc

4,40 ± 0,82ab                   2,40± 0,50ab

4,25 ± 0,85ab                   2,15 ± 0,59bcd

3,95 ± 1,23bc                   2,05 ± 0,51cd

3,50 ± 0,89c                    2,00 ± 0,56d

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).


Tabel 9. Nilai Rata-rata Uji Hedonik Penerimaan Keseluruhan Roti Manis

Terigu : Tepung Millet Modifikasi HMT (%)

Nilai Rata-rata Uji Hedonik Penerimaan Keseluruhan Roti Manis

P0 (100% : 0%)

P1 (90% : 10%)

P2 (80% : 20%)

P3 (70% : 30%)

P4 (60% : 40%)

P5 (50% : 50%)

3,95 ± 0,83bc

4,10 ± 0,72b

4,60 ± 0,75a

3,70 ± 0, 80bcd

3,50 ± 0,76bd

3,30 ± 0,92d

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).


Penerimaan Keseluruhan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung millet HMT berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkat kesukaan penerimaan keseluruhan roti manis. Nilai rata-rata uji hedonik penerimaan keseluruhan roti manis dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai rata-rata uji hedonik berkisar antara 3,30 sampai 4,60 (Tabel 9). Peningkatan penggunaan tepung millet HMT memberikan pengaruh nyata terhadap hedonik panelis dalam menentukan nilai penerimaan keseluruhan roti manis. Peerimaa keseluruha roti mais

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur.

KESIMPULAN

Perbandingan terigu dan tepung millet HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air, kadar protein, kadar serat serta berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya kembang, intensitas warna, hedonik dan skoring warna, hedonik rasa, hedonik dan skoring tekstur, serta penerimaan keseluruhan roti manis. Semakin tinggi penggunaan tepung millet mampu meningkatkan kadar serat dari roti manis.

Karakteristik roti manis terbaik diperoleh pada perbandingan terigu dan tepung millet HMT sebesar 80%:20% dengan karakteristik yaitu kadar air sebesar 23,39%, kadar protein 9,24%, kadar serat kasar 4,28%, daya kembang 194,59%, L 70,63 ; a* 4,33 ; b* 25,00 serta warna kuning kecokelatan disukai, tekstur lembut dan disukai, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan disukai.

DAFTAR PUSTAKA

Collado, L.S., L.B. Mabesa., C.G. Oates., dan H. Corke. 2001. Bihon Type Noodles From Heat Moisture Treated Sweet Potato Starch. Journal of Food Science 66: 604-609.

Deka, D., dan N. Sit. 2016. Dual Modification of Taro Starch by Microwave and Other Heat Moisture Treatments. International Journal of Biological Macromolecules. 92: 416422.

Dewi, I.G.A.S.P., I.G.A. Ekawati., dan I.D.P.K. Pratiwi. 2018. Pengaruh Lama Perkecambahan Millet   (Panicum

miliaceum) Terhadap Karakteristik Flakes. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 7(4): 175-183.

Djajati, U.S.S., dan S.N. Cholifa. 2014.

Pembuatan Roti Manis (Kajian Subsitusi Tepung Terigu dan Kulit Manggis dengan Penambahan Gluten). Jurnal Rekapang 8(2): 171-178.

Fatkurahman, R., W. Atmaka., dan Basito.

2012. Karakteristik Sensoris dan Sifat Fisikokimia Cookies dengan Subsitusi Bekatul Beras Hitam (Oryza sativa L.) dan Tepung Jagung (Zea mays L.). Jurnal Teknosains Pangan. 1(1): 49-57. Fitria, N. 2013. Eksperimen Pembuatan Roti

Manis Menggunakan Bahan Dasar Komposit Pati Suweg dengan Tepung Terigu. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknik,

Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah.

Halim, A. Ali., dan Rahmayuni. 2015. Evaluasi Mutu Roti Manis Dari Tepung Komposit (Tepung Terigu, Pati Sagu, Tepung Tempe). Jurnal. Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. 7(2): 4852.

Kartiwan., Z. Hidayah., dan B. Badewi. 2015. Metoda Pembuatan Adonan Untuk Meningkatkan Mutu Roti Manis Berbasis Tepung Komposit yang Difortifikasi Rumput Laut. Jurnal Partner (1): 39-47.

Lim, J. 2011. Hedonic scaling: a review of methods and theory. Food Quality and Preference (22): 733-747.

Mahendra, P.E.D., N.L.A Yusasrini., dan I.D.P.K Pratiwi. 2019. Pengaruh Metode Pengolahan Terhadap Kandungan Tanin dan Sifat Fungsional Tepung Proses Millet  (Panicum

miliaceum). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan (ITEPA). 8(4): 354-367.

Meybodi, N.M., M.A. Mohammadifar., dan E. Feizollahi. 2015. Gluten-Free Bread Quality: A Review Of The Improving Factors. Journal of Food Quality and Hazard Control 2: 81-85.

Minah, F.N., S. Astuti., dan Jimmy. 2015. Optimalisasi Proses Pembuatan Subsitusi Tepung Terigu sebagai Bahan Pangan yang Sehat dan Bergizi. Jurnal Industri Inovatif. 5(2): 1-8.

Muko, A., L. Ahmad., dan P.N.S. Maspeke. 2013. Pengujian Kadar Protein pada Tepung Terigu Cakra Kembar dan Tepung Terigu Segitiga Biru dengan Metode Kjeldahl. Skripsi. Teknologi Hasil Perkebunan. Universitas Negeri Gorontalo. Sulawesi.

Muthoharoh, D.F., dan A. Sutrisno. 2017. Pembuatan Roti Tawar Bebas Gluten Berbahan Baku Tepung Garut, Tepung Beras, dan Maizena (Konsentrasi Glukomanan dan Waktu Proofing). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 5(2): 34-44.

Paiki, S.N.P. 2013. Pengaruh Fermentasi Spontan terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) serta Aplikasinya

dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Insitut Pertanian Bogor: Bogor.

Pratiwi, I.D.P.K., dan I.G.A. Ekawati.. 2021. Peningkatan Pati Resisten Tipe III Tepung Millet (Panicum miliaceum L.) Termodifikasi Melalui Fermentasi dan Heat Moisture Treatment (HMT). 2229.

Pratiwi, I.D.P.K., dan I.M. Sugitha. 2020. Kandungan Tanin dan Serat Pangan dari Tepung Kecambah Millet dan Tepung Kecambah Millet Terfermentasi. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno 5(1): 34-38.

Pusat Data dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. 2020. Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2020.

https://www.epublikasi.setjen.pertania n.go.id/epublikasi/StatistikPertanian/2 020/Statistik_Konsumsi_Pangan_Tahu n_2020/files/assests/basic-html/page2.html Diakses 20 Desember 2021.

Rajani, R.U. 2020. Profil Gelatinisasi dan Sifat Fisikokimia Pati Campolay (Pouteria campechiana) Native dan Termodifikasi. Skripsi. Universitas Djuanda: Bogor.

Ratri, L.K. 2019. Sifat Fisik dan Sensoris Roti Tawar Tersubsitusi Gandum Utuh. Skripsi. Universitas Brawijaya: Malang.

Saepudin, L. 2017. Pengaruh Perbandingan Subsitusi Tepung Sukun dan Tepung Terigu dalam Pembuatan Roti Manis. Jurnal Agroscience 7(1): 227-243.

Saputra, H., dan V.S. Johan. 2016. Pembuatan Roti Manis dari Tepung Komposit (Tepung Terigu, Pati Sagu, Tepung Ubi Jalar Ungu). Jurnal Jom FAPERTA 3(2): 1-11.

Schons, P.F., E.F. Ries., V. Battestin., dan G.A. Macedo (2012). Effect of Enzymatic Treatment on Tannins and Phytate in Millet (Panicum miliaceum) and Its Nutritional Study in Daramola S.T. 211 rats. International Journal of Food Science and Technology. 46: 1253-1258.

Setyani, S., N. Yuliana, dan S. Maesari. 2016. Formulasi Tepung Jagung (Zea Corn L.) Terfementasi dan Tepung

Terigu Terhadap Sifat Kimia, Fisikokimia, dan Sensoris Roti Manis. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian 22(2): 1-76

Soeka, Y.S., dan Sulistiani. 2016. Profil Vitamin, Kalsium, Asam Amino, dan Asam Lemak Tepung Jewawut (Setaria italica L.) Fermentasi. Jurnal Biologi Indonesia. 13(1): 85-96.

Soekarto, S. 1985. Penilaian Organoleptik. Bathara Karya Aksara: Jakarta.

Souripet, A. 2015. Komposisi, Sifat Fisik, dan Tingkat Kesukaan Nasi Ungu. Jurnal Agritekno Teknologi Pertanian. 4(1): 25-32.

Subandoro, R.H., Basito., dan W. Atmaka. 2013. Pemanfaatan Tepung Millet Kuning dan Tepung Ubi Jalar Kuning Sebagai Subsitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Cookies Terhadap Karakteristik Organoleptik dan Fisikokimia. Jurnal Teknosains Pangan. 2(4): 68-74.

Sudarmadji, S., B. Haryono., dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.

Sunarsi, S., Sugeng, M., Wahyuni, S., dan Ratnaningsih, W. 2011. Memanfaatkan Singkong menjadi Tepung Mocaf untuk Pemberdayaan Masyarakat Sumberejo. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. LPPM Univet Bantara Sukoharjo.

Velitchka, G., S.S. Pandiella., A. Angelov., Z.G. Roshkova., dan C. Webb. 2001. Monitoring the fermentation of the traditional Bulgarian beverage boza. International Journal of Food Science and Technology. 36(2): 129-134.

Waruwu, F., E. Julianti., dan S. Ginting. 2015. Evaluasi Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensoris Roti Tepung Komposit Beras, Ubi Kayu, Kentang, dan Kedelai dengan Penambahan Xanthan Gum. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 3(4): 448-457.

Widiyatami, F. 2016. Optimalisasi Roti Manis Berbasis Tepung Terigu dan Tepung Mocaf Menggunakan Aplikasi Design Expert Metode D-Optimal. Skripsi S1. Universitas Pasundan Bandung, Jawa Barat.

Widyastuti, R., Afriyanti., N.W. Asmoro., dan A.N. Aini. 2019. Karakteristik Biskuit Tersubsitusi Tepung Millet (Setaria italica L.). Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 3(2): 98-103.

Yasa, I.W.S., Zainuri., M.B. Zaini., dan T. Hadi. 2016. Mutu Roti Berbahan Dasar Mocaf: Formulasi dan Metode Pembuatan Adonan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 2(2): 120-126.

Yulia, P. 2009. Proses dan Hasil Fermentasi Bahan                    Pangan.

https://www.academia.edu/24673035/p roses_dan_hasil_fermentasi_bahan_pa ngan. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2022.

Yuliana., I.D.P.K. Pratiwi., dan N.M.I.H. Arihantana. 2021. Perbandingan Terigu dan Tepung Millet (Panicum miliaceum L.) Terhadap Karakteristik Donat. Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 10(2): 185-199.

538