Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Jordan Dandy Prayoga dkk. /Itepa 12 (3) 2023 506-521

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Persentase Cabai Patah Terhadap Mutu Fisik dan Laju Respirasi Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.

Selama Masa Penyimpanan

The Effect of The Percentage of Fracture Chili on Physical Quality and Respiration Rate of Curly Red Chili (Capsicum annuum L.) During Storage Period

Jordan Dandy Prayoga, I Dewa Gde Mayun Permana*, Komang Ayu Nocianitri

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korepondensi: I Dewa Gde Mayun Permana, Email: [email protected]

Abstract

Red curly chili (Capsicum annuum L.) is a commodity that has a high use value for the life of the Indonesian people, but is very susceptible to damage due to fracture while handled in the supply chain system. This is thought to be the main factor that causes a decrease in the shelf life of curly red chili. This study aims to determine the effect of the percentage of fractured chilies on the physical quality and respiration rate of curly red chilies, and also to determine the minimum percentage of fractured chilies that can affect the physical quality and respiration rate of curly red chilies during storage period. The experimental design used in this study was a completely randomized factorial design (CRD-factorial), with the first factor being the percentage of fractured chilies consisting of 0%, 4%, 8%, and 12%, and the second factor being the length of storage time consisting of 0, 2, 4, and 6 days. All treatments were repeated 2 times so that 32 experimental units were obtained. Data were analyzed by analysis of variance (ANOVA) and if the treatment had an effect on the parameters, it was continued with Duncan s Multiple Range Test (DMRT). Parameters observed were weight loss, moisture content, color, texture and respiration rate. The results showed that the interaction between the percentage treatment of fractured chili and storage time had a significant effect on weight loss and respiration rate, and had no significant effect on water content, color, and texture of curly red chili. The minimum percentage of fractured chilies that could have a significant effect on the physical quality and respiration rate of curly red chilies during the storage period was 4%, with a quality that is close to the control treatment until the 4th day of storage which are: 22.36% weight loss; 72.26% water content; 33.1 L* value; 48.3 a* value; 34.1 b* value; 34.08 N texture, and 17.46 mgCO2/kg.hour respiration rate.

Keywords: curly red chili, physical quality, respiration rate

PENDAHULUAN

Cabai merupakan tumbuhan anggota genus Capsicum yang memiliki peranan besar sebagai bumbu penyedap masakan nusantara. Mulai dari masakan sate gurita khas kota Sabang hingga ikan bakar manokwari khas kota Merauke, tidak luput dari penggunaan cabai sebagai salah satu bahan utamanya. Selain itu, cabai juga kaya

akan kandungan vitamin C, capsaicinoid, fenol, dan flavonoid yang dapat berperan sebagai agen antioksidan, antiinflamasi, dan antikanker (Kusnadi et al, 2019). Tingginya manfaat dan nilai guna yang dimiliki, membuat cabai menjadi salah satu komoditas primadona bagi masyarakat Indonesia.

Kebutuhan masyarakat yang tinggi akan komoditas cabai terlihat dari angka konsumsi cabai yang terus meningkat di setiap tahunnya. Berdasarkan data Kemendag (2019), angka konsumsi cabai Indonesia telah mencapai 2,90 kg/kapita pada tahun 2016 dan terus meningkat hingga 3,05 kg/kapita pada tahun 2019. Pola peningkatan juga terjadi pada angka produksi cabai nusantara yang meningkat dari 1.961.580 ton pada tahun 2016 menjadi 2.772.590 ton pada tahun 2020 (BPS. 2020), namun tingginya angka produksi cabai Indonesia diiringi dengan tingginya tingkat kerusakan cabai selama penanganan dalam sistem rantai pasok.

Cabai merah keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis cabai dengan tingkat kerusakan pacapanen tergolong tinggi, yakni dapat mencapai 40 dari total hasil pemanenan (Anjayani et al, 2021). Bentuk cabai yang memanjang, bergelombang, dan kaku, serta kulit yang tipis membuat cabai merah keriting rentan mengalami berbagai jenis kerusakan, dan yang umum berupa cabai patah akibat tekanan, gesekan, dan goncangan selama proses penanganan cabai (David, 2018). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Iswari et al (2014) yang memperoleh kerusakan mekanis berupa cabai patah dalam proses sortasi cabai merah keriting kopay, serta diperkuat oleh hasil observasi langsung pada PT. XYZ yang juga memperoleh data kerusakan mekanis berupa cabai merah

keriting patah sebesar 5,02 pada tingkat petani dan 3,52 pada tingkat distributor.

Kerusakan mekanis yang terjadi selama proses penanganan cabai, diduga merupakan penyebab terjadinya penurunan masa simpan komoditas cabai merah keriting pada PT. XYZ. Kerusakan mekanis menyebabkan terjadinya deformasi struktur jaringan epidermis dan peningkatan luas permukaan pada cabai, tentunya hal ini akan berimplikasi pada terjadinya percepatan laju respirasi akibat tingginya interaksi bahan pangan dengan O2 (Bintoro, 2013). Menurut Utama (2016) kerusakan mekanis juga dapat memicu komoditas hortikultura untuk memproduksi gas etilen, yang akan berimplikasi pada terjadinya peningkatan laju respirasi akibat stimulasi aktivitas enzim katalase, amilase, dan oksidase (Wiraatmaja, 2017). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persentase cabai patah terhadap mutu fisik dan laju respirasi cabai merah keriting, serta untuk mengetahui persentase cabai patah minimal yang dapat mempengaruhi mutu fisik dan laju respirasi cabai merah keriting selama masa penyimpanan.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini ialah cabai merah keriting segar dengan kriteria bebas dari segala jenis kerusakan, buah dan tangkai segar, ukuran

seragam, serta berwarna merah cerah yang diperoleh dari desa Besakih, kecamatan Rendang, kabupaten Karangasem, Bali. Beberapa bahan lainnya ialah air untuk bahan pencuci cabai, koran dan tali untuk penyimpanan sampel, serta plastisin, larutan Ca(OH)2 jenuh (Pudak), Larutan NaOH 0,05 N (Merck), HCl 0,05 N (Merck), aquadest dan Indikator fenoftalin 0,1 (Merck) untuk pengukuran laju respirasi.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah nampan, keranjang plastik, gunting,   timbangan   analitik

(Shimadzu ATY224), cawan alumunium, oven pengering (Blue M), desikator (Duran), pinset, colorimeter (PCE-CSM 2) & software Accu Win 32, texture analyser (TA.XT plus) & software texture exponent 32, air pump (Amara Q3), chamber plastik, buret 25 ml (Pyrex), statif & klem, pipet tetes, gelas beaker 100 ml (pyrex), gelas ukur 100 m l (pyrex) dan Erlenmeyer plastik.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap faktorial dengan 2 faktor yakni: Faktor pertama berupa persentase cabai patah dengan 4 taraf, yakni 0   (A0), 4

(A1), 8   (A2), 12   (A3), serta faktor

kedua berupa lama waktu penyimpanan dengan 4 taraf yakni hari ke 0 (B0), 2 (B1), 4 (B2), 6 (B3). Pengulangan masing-

masing perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali, sehingga akan diperoleh 32 unit percobaan.

Pelaksanaan Penelitian

Cabai merah keriting disortasi dengan kriteria bebas dari segala jenis kerusakan, buah dan tangkai segar, ukuran seragam, serta berwarna merah cerah. Cabai merah keriting hasil proses sortasi dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan kurang lebih selama 1 menit dengan jumlah 25 cabai dalam 1 kali penirisan, kemudian dikeringkan menggunakan tisu. Dengan demikian cabai merah keriting bersih siap untuk digunakan sebagai sampel percobaan. Pada proses pengukuran mutu fisik, sampel cabai merah keriting dibagi menjadi 16 kelompok percobaan (dengan jumlah masing-masing 25 buah) berdasarkan kombinasi faktor penelitian, yakni: A0B0, A0B1, A0B2, A0B3, A1B0, A1B1, A1B2, A1B3, A2B0, A2B1, A2B2, A2B3, A3B0, A3B1, A3B2, dan A3B3, sedangkan pada prosess pengukuran laju respirasi, sampel cabai merah keriting dibagi menjadi 4 kelompok percobaan (dengan jumlah masing-masing 25 buah) berdasarkan taraf faktor persentase cabai patah, yakni 0 , 4 , 8 , dan 12 . Cabai merah keriting pada masing-masing kelompok dipatahkan pada bagian tengah cabai sehingga terbagi menjadi 2 bagian. Pematahan dilakukan sesuai dengan taraf persentase cabai patah, yakni: 1 buah untuk taraf 4 , 2 buah untuk taraf 8 , dan 3 buah untuk taraf 12 .

Selanjutnya masing-masing kelompok pada proses pengukuran mutu fisik diletakkan ke dalam keranjang plastik berbeda yang ditutup dengan kertas koran, sedangkan masing-masing kelompok pada proses pengukuran laju respirasi diletakkan dalam chamber plastik berbeda yang disegel dengan platisin. Seluruh sampel disimpan pada suhu ruang 27oC dan RH 66 , dan dilakukan pengamatan susut bobot, kadar air, warna, tekstur, dan laju respirasi pada penyimpanan hari ke-0, 2, 4, 6.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada adalah susut bobot menggunakan metode penimbangan dengan timbangan digital (Lapasi et al.   2020), kadar air

menggunakan metode gravimetri dengan pengeringan oven (Lapasi et al. 2020), warna menggunakan alat colorimeter (Pudja et al. 2014), tekstur menggunakan alat texture analyser (Oceanic et al. 2017), serta laju respirasi menggunakan metode titimetri (Tampubolon et al. 2022).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susut Bobot

Hasil analisis susut bobot cabai merah keriting dengan perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 1

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap susut

bobot cabai merah keriting. Tabel 1 menunjukkan adanya pola peningkatan nilai rata-rata susut bobot cabai merah keriting seiring dengan bertambahnya taraf perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan. Hasil susut bobot terkecil diperoleh dari cabai merah keriting dengan perlakuan persentase cabai patah 0 dan lama waktu penyimpanan selama 2 hari, sedangkan hasil susut bobot terbesar diperoleh dari cabai merah keriting dengan perlakuan persentase cabai patah 12 dan lama waktu penyimpanan selama 6 hari. Persentase cabai patah 4 memiliki susut bobot yang tidak berbeda nyata dengan pelakuan kontrol (0 ) hingga penyimpanan hari ke-4. Hal ini menunjukkan bahwa persentase cabai patah 4 tidak mengalami percepatan penyusunan bobot yang signifikan hingga penyimpanan hari ke-4.

Peningkatan susut bobot yang terjadi pada cabai merah keriting diduga disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi yang terjadi pada cabai patah selama waktu penyimpanan. Cabai patah menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah produksi gas etilen dan luas permukaan pada jaringan cabai. Akumulasi gas etilen selama masa penyimpanan akan menstimulasi aktivitas enzim amilase, oksidase, katalase, dan invertase (Arti et al. 2018 & Fauziah et al. 2021), sedangkan peningkatan luas permukaan pada cabai patah akan memperbesar area kontak antara bahan pangan dengan O2.

Tabel 1. Nilai rata-rata susut bobot (%) cabai merah keriting dengan perlakuan ipersentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan

A

B

0 hari

2 hari

4 hari

6 hari

0

0 ± 0a

10,02 ± 0,41b

20,56 ± 0,64d

31,25 ± 1,28g

4

0 ± 0a

11,03 ± 0,48bc

22,36 ± 1,15de

33,72 ± 1,79h

8

0 ± 0a

11,94 ± 0,71bc

24,23 ± 1,26ef

36,30 ± 1,67i

12

0 ± 0a

12,70 ± 0,61c

25,67 ± 1,47f

38,59 ± 2,13i

Keterangan: A = Persentase cabai patah, B = Lama waktu penyimpanan. Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata masing-masing perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05


Kedua hal tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan laju respirasi pada cabai merah keriting seiring bertambahnya persentase kepatahan cabai. Perombakan pati dan berkurangnya kadar air akibat proses respirasi akan menyebabkan terjadinya penurunan bobot pada cabai merah keriting.

Cabai patah menyebabkan terjadinya deformasi jaringan epidermis akibat gaya mekanis yang diterima cabai. Selain itu, percepatan produksi gas etilen sebagai respons terhadap kerusakan cabai, juga akan mempercepat proses deformasi jaringan epidermis melalui stimulasi aktivitas enzim selulase, hemiselulase, dan protopektinase (Jumeri et al. 1997). Deformasi struktur jaringan epidermis akan menyebabkan menurunnya kemampuan cabai dalam mempertahankan kandungan airnya pada proses transpirasi (Roziqin 2016). Di samping itu, peningkatan luas permukaan pada cabai patah akan memperbesar area kontak antara jaringan

cabai dengan udara bebas, sehingga jumlah air yang hilang akibat proses transpirasi akan menjadi semakin banyak. Hilangnya kadar air melalui proses transpirasi akan menyebabkan terjadinya penurunan bobot pada cabai merah keriting. Oleh karena itu, persentase kerusakan cabai yang lebih tinggi akan mengalami penyusutan bobot yang semakin besar dan semakin cepat dibandingkan dengan persentase kerusakan cabai yang lebih rendah

Waktu penyimpanan yang semakin lama akan menyebabkan terjadinya peningkatan susut bobot yang semakin besar pada cabai merah keriting. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu penyimpanan, maka semakin besar jumlah pati dan air yang hilang akibat berlangsungnya proses respirasi dan tranpirasi. Oleh karena itu, cabai yang disimpan dalam waktu yang lebih panjang akan mengalami penyusutan bobot lebih besar dibandingkan dengan cabai yang disimpan dalam waktu yang lebih pendek.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air (%) cabai merah keriting dengan perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan

A

B

x̄ A

0 hari          2 hari          4 hari          6 hari

0 %

4 %

8 %

12 % x̄ B

84,11 ± 0,96  80,54 ± 1,71  74,61 ± 1,19  70,15 ± 2,29    77,35c

84,11 ± 0,96  79,08 ± 1,64  72,26 ± 1,37  65,75 ± 2,06    75,30b

84,11 ± 0,96  77,37 ± 1,18  70,87 ± 1,71  63,13 ± 2,55    73,87ab

84,11 ± 0,96  75,81 ± 1,90   68,95 ± 2,21  59,82 ± 2,52    72,17a

84,11d        78,20c        71,67b        64,71a

Keterangan: A = Persentase cabai patah, B = Lama waktu penyimpanan. Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata masing-masing perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05 .


Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Rozana et al (2021) yang menunjukkan tomat dengan tingkat kerusakan mekanis terbesar (0,74 ) memiliki persentase susut bobot yang paling tinggi, sedangkan tomat dengan tingkat kerusakan mekanis terkecil (0,64 ) memiliki persentase susut bobot yang paling rendah.

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05), namun interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata (P>0,05). terhadap kadar air cabai merah keriting selama penyimpanan. Hasil analisis kadar air cabai merah keriting dengan perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 menunjukkan adanya pola penurunan nilai rata-rata kadar air cabai merah keriting seiring dengan bertambahnya taraf perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan.

Pada perlakuan persentase cabai patah, kadar air tertinggi diperoleh pada taraf 0 dan terendah diperoleh pada taraf 12 . Persentase cabai patah 0 , 4 , dan 12 berbeda nyata antara satu sama lain, namun taraf 8 tidak berbeda nyata dengan 4 dan 12 . Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar air cabai menurun seiring bertambahnya persentase cabai patah, akan tetapi mengalami perlambatan penurunan kadar air pada persentase 8 dan 12   .

Pada perlakuan lama waktu penyimpanan, kadar air tertinggi diperoleh pada taraf 0 hari dan terendah diperoleh pada taraf 6 hari. Lama waktu penyimpanan 0, 2, 4, dan 6 hari berbeda nyata antara satu sama lain. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar air cabai menurun seiring bertambahnya lama waktu penyimpanan. Persentase cabai patah 4 memiliki nilai rata-rata kadar air yang paling mendekati perlakuan kontrol (0 ). Hal ini menunjukkan bahwa persentase cabai patah 4 memiliki laju penurunan kadar air yang lebih rendah

dibandingkan dengan perlakuan 8 dan 12 .

Penurunan kadar air yang terjadi pada cabai merah keriting diduga disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi yang terjadi pada cabai patah selama waktu penyimpanan. Cabai patah akan menyebabkan terjadinya percepatan produksi gas etilen, serta perbesaran luas permukaan yang akan memicu peningakatan laju respirasi. Menurut Harahap (2012) pada proses respirasi, molekul air akan digunakan dalam 2 reaksi hidrasi pada siklus krebs. Di samping itu, molekul air yang terbentuk dalam proses respirasi akan dilepaskan ke udara bebas dalam bentuk gas pada proses transpirasi (Lamona, 2015). Kondisi ini akan menyebabkan penurunan jumlah molekul air pada cabai.

Cabai patah dapat memicu peningkatan laju transpirasi akibat deformasi struktur jaringan epidermis dan perbesaran luas permukaan. Induksi aktivitas enzim protopektinase, hemiselulase, dan selulase oleh gas etilen akan mempercepat proses perombakan komponen penyusun dinding sel (Sudjatha et al. 2017 & Fuadi et al. 2015). Perombakan tersebut menyebabkan dinding sel mengalami penurunan permeabilitas terhadap air, sehingga terjadi percepatan pelepasan molekul air ke udara bebas (Khairuna, 2019), sedangkan peningkatan luas permukaan pada cabai patah akan

memperluas area kontak antara jaringan cabai dengan udara bebas. Oleh karena itu, persentase kerusakan cabai yang lebih tinggi akan memiliki kadar air yang lebih kecil dibandingkan dengan persentase kerusakan cabai yang lebih rendah.

Waktu penyimpanan yang semakin lama akan menyebabkan terjadinya penurunan kadar air yang semakin besar pada cabai merah keriting. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu penyimpanan cabai, maka akan semakin besar jumlah molekul air yang hilang akibat berlangsungnya proses respirasi dan tranpirasi. Oleh karena itu, cabai yang disimpan dalam waktu yang lebih panjang akan mengalami penurunan kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan cabai yang disimpan dalam waktu yang lebih pendek.

Penurunan kadar air pada penelitian ini sesuai dengan pernyataan Rozana et al (2021) pada penelitiannya yang menyatakan bahwa, peningkatan susut bobot yang terjadi seiring dengan bertambahnya persentase kerusakan mekanis merupakan akibat dari hilangnya kadar air pada sampel tomat. Kerusakan mekanis menyebabkan terjadinya deformasi struktur jaringan epidermis dan hilangnya lapisan lilin yang akan berimplikasi pada peningkatan laju penguapan dan kehilangan air (Rozana et al. 2021)..

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05), namun interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai L*, a*, dan b* cabai merah keriting selama penyimpanan.

Hasil analisis nilai L*, a*, dan b* cabai merah keriting dengan perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5.

Tabel 3, 4, dan 5 menunjukkan adanya pola penurunan nilai rata-rata L*, a*, dan b* cabai merah keriting seiring dengan bertambahnya persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan. Pada perlakuan persentase cabai patah, nilai L*, a*, dan b* tertinggi diperoleh pada taraf 0 dan terendah diperoleh pada taraf 12 . Pada parameter nilai L* dan a*, persentase cabai patah 0 , 4 , dan 8 tidak berbeda nyata. Taraf 12 berbeda nyata dengan taraf 0 dan 4 , akan tetapi tidak berbeda nyata dengan taraf 8 , sedangkan pada parameter nilai b*, persentase cabai patah 0 , 4 , dan 8 tidak berbeda nyata, akan tetapi taraf 12 berbeda nyata dengan taraf 0 , 4 , dan 8 . Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai L*, a*, dan b* cabai menurun seiring bertambahnya persentase cabai patah, akan tetapi penurunan yang signifikan mulai terjadi pada persentase cabai patah 12 . Pada

perlakuan lama waktu penyimpanan, nilai L*, a*, dan b* tertinggi diperoleh pada taraf 0 hari dan terendah diperoleh pada taraf 6 hari. Lama waktu penyimpanan 0, 2, 4, dan 6 hari berbeda nyata antara satu sama lain. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai L*, a*, dan b* cabai menurun seiring bertambahnya lama waktu penyimpanan. Persentase cabai patah 4 memiliki notasi rata-rata nilai L*, a*, dan b* yang sama dengan perlakuan kontrol (0 ). Hal ini menunjukkan bahwa persentase cabai patah 4 tidak mengalami penurunan warna yang signifikan selama masa penyimpanan.

Penurunan nilai L*, a*, dan b* yang terjadi pada cabai merah keriting diduga disebabkan oleh reaksi pencokelatan enzimatis dan degradasi pigmen akibat perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan. Cabai patah menyebabkan terjadinya akumulasi gas etilen yang akan menginduksi aktivitas enzim peroksidase, polifenol oksidase, dan fenilalanin ammonia lyase (Gardjito. 2006). Induksi enzim-enzim tersebut mempercepat terjadinya reaksi pencokelatan enzimatis yang membuat warna cabai menjadi lebih gelap dan kecokelatan. Hal ini akan berimplikasi pada penurunan nilai L*, a* dan b* pada sampel cabai merah keriting. Luas permukaan yang semakin besar akan mengakibatkan peningkatan area kontak antara pigmen warna karotenoid dengan oksigen dan cahaya.

Tabel 3. Nilai rata-rata L* sampel cabai merah keriting dengan perlakuan ipersentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan

A

B

0 hari             2 hari             4 hari             6 hari

0

4

8

12

0 ± 0a        10,02 ± 0,41b     20,56 ± 0,64d      31,25 ± 1,28g

0 ± 0a        11,03 ± 0,48bc    22,36 ± 1,15de    33,72 ± 1,79h

0 ± 0a        11,94 ± 0,71bc    24,23 ± 1,26ef     36,30 ± 1,67i

0 ± 0a        12,70 ± 0,61c     25,67 ± 1,47f     38,59 ± 2,13i

A

B                                             x̄ A

0 hari        2 hari        4 hari        6 hari

0 %

4 %

8 %

12 % x̄ B

37,5 ± 0,28    36,1 ± 0,85    33,8 ± 0,92    32,1 ± 1,27     34,9b

37,5 ± 0,28    35,6 ± 0,85    33,1 ± 0,92    31,5 ± 1,20      34,4b

37,5 ± 0,28    34,9 ± 0,92    32,5 ± 0,85    30,7 ± 1,41     33,9ab

37,5 ± 0,28    34,2 ± 0,85    31,8 ± 0,92    30,0 ± 1,48     33,4a

37,5d          35,2c         32,8b          31,1a

Keterangan: A = Persentase cabai patah, B = Lama waktu penyimpanan. Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata masing-masing perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05 .

Tabel 4. Nilai rata-rata a* sampel cabai merah keriting dengan perlakuan ipersentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan

A

B                                          x̄ A

0 hari          2 hari          4 hari          6 hari

0 %

4 %

8 %

12 % x̄ B

53,1 ± 0,07   52,3 ± 0,57   48,9 ± 0,85   45,7 ± 1,13      50,0b

53,1 ± 0,07   51,8 ± 0,78    48,3 ± 1,06   45,0 ± 1,06     49,5b

53,1 ± 0,07   51,3 ± 0,64   47,8 ± 1,13    44,4 ± 1,06     49,1ab

53,1 ± 0,07   50,4 ± 0,78    47,1 ± 1,20    42,8 ± 1,48     48,3a

53,1d         51,4c         48,0b         44,4a

Keterangan: A = Persentase cabai patah, B = Lama waktu penyimpanan. Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata masing-masing perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05 .

Tabel 5. Nilai rata-rata b* sampel cabai merah keriting dengan perlakuan ipersentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan

A

B                                          x̄ A

0 hari          2 hari          4 hari          6 hari

0 %

4 %

8 %

12 % x̄ B

39,1 ± 0,07    37,3 ± 0,71    34,4 ± 0,42    31,7 ± 0,64     35,6b

39,1 ± 0,07    36,9 ± 0,64    34,1 ± 0,64    31,2 ± 0,78     35,3b

39,1 ± 0,07    36,5 ± 0,64    33,6 ± 0,49    30,8 ± 0,78     35,0b

39,1 ± 0,07    35,6 ± 0,57    32,9 ± 0,49   29,6 ± 1,13      34,3a

39,1d          36,6c         33,7b          30,8a

Keterangan: A = Persentase cabai patah, B = Lama waktu penyimpanan. Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata masing-masing perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05 .

Menurut Jonathan (2011), keberadaan oksigen dan cahaya dapat menyebabkan terjadinya proses oksidasi pada senyawa karotenoid yang mengakibatkan terjadinya perubahan warna pada cabai, Oleh karena itu, persentase kerusakan cabai yang lebih tinggi akan memiliki nilai L*, a*, dan b* yang lebihkecil dibandingkan dengan persentase kerusakan cabai yang lebih rendah.

Waktu penyimpanan yang semakin lama akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai L*, a*, dan b* yang semakin besar pada cabai merah keriting. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu penyimpanan cabai, maka akan semakin besar jumlah senyawa karotenoid yang rusak akibat berlangsungnya proses pencokelatan secara enzimatis serta degradasi pigmen oleh oksigen dan cahaya. Oleh karena itu, cabai yang disimpan dalam waktu yang lebih panjang akan mengalami penurunan nilai L*, a*, dan b* yang lebih besar dibandingkan dengan cabai yang disimpan dalam waktu yang lebih pendek.

Hasil penelitian berupa penurunan nilai L*, a*, dan b* sampel cabai merah keriting sesuai dengan pernyataan Jonathan (2012) pada penelitiannya yang menyatakan bahwa, penurunan L*, a*, dan b* diakibatkan oleh berkurangnya kandungan senyawa karotenoid yang terdapat pada cabai. Lebih lanjut Jonathan (2012) menjelaskan bahwa penurunan nilai

L*, a*, dan b* pada cabai berbanding lurus dengan laju kerusakan senyawa karotenoid. Pada penelitian ini, kecepatan proses kerusakan senyawa karotenoid dipengaruhi oleh peningkatan laju reaksi pencokelatan akibat meningkatnya produksi gas etilen, serta peningkatan luas permukaan yang mempercepat proses perombakan senyawa karotenoid oleh oksigen dan cahaya.

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05), namun interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata (P>0,05). terhadap tekstur cabai merah keriting selama penyimpanan. Hasil analisis tekstur cabai merah keriting dengan perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 menunjukkan adanya pola penurunan nilai rata-rata tekstur cabai merah keriting seiring dengan bertambahnya persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan. Pada perlakuan persentase cabai patah, nilai tekstur tertinggi diperoleh pada taraf 0 dan terendah diperoleh pada taraf 12 . Persentase cabai patah 0 , 4 , dan 12 berbeda nyata antara satu sama lain, namun taraf 4 tidak berbeda nyata dengan taraf 8 . Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai tekstur cabai menurun seiring bertambahnya persentase cabai patah.

Tabel 6. Nilai rata-rata tekstur (N) cabai merah keriting dengan perlakuan ipersentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan

A

B

x̄ A

0 hari          2 hari          4 hari          6 hari

0 %

4 %

8 %

12 % x̄ B

41,49 ± 0,31  39,60 ± 1,65  36,72 ± 1,70   34,92 ± 1,21    38,18c

41,49 ± 0,31  38,10 ± 1,15  34,08 ± 1,26  32,95 ± 1,71    36,66b

41,49 ± 0,31  36,99 ± 1,61  33,70 ± 2,05  29,37 ± 1,49    35,39b

41,49 ± 0,31  35,62 ± 1,95  30,62 ± 1,77  27,64 ± 1,83     33,84a

41,49d        37,58c        33,78b        31,22a

Keterangan: A = Persentase cabai patah, B = Lama waktu penyimpanan. Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata masing-masing perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05 .


Pada perlakuan lama waktu penyimpanan, nilai tekstur tertinggi diperoleh pada taraf 0 hari dan terendah diperoleh pada taraf 6 hari. Lama waktu penyimpanan 0, 2, 4, dan 6 hari berbeda nyata antara satu sama lain. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai tekstur cabai menurun seiring bertambahnya lama waktu penyimpanan. Persentase cabai patah 4 memiliki rata-rata nilai tekstur yang paling mendekati perlakuan kontrol (0 ). Hal ini menunjukkan bahwa persentase cabai patah 4 memiliki laju penurunan tekstur yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan 8 dan 12 .

Penurunan nilai tekstur yang terjadi pada cabai merah keriting diduga disebabkan oleh peningkatan proses perombakan dinding sel dan penurunan tekanan turgor sel akibat perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan. Cabai patah menyebabkan terjadinya akumulasi gas etilen yang akan menginduksi aktivitas enzim selulase, hemiselulase, dan protopektinase (Jumeri et

al. 1997). Hal tersebut mengakibatkan terjadinya perombakan selulosa, hemiselulosa, dan protopektin menjadi gula-gula sederhana, yang mengakibatkan penurunan tekstur cabai merah keriting (Lamona. 2015). Secara lebih lanjut, perombakan dinding sel akan menyebabkan penurunan kemampuan sel dalam mempertahankan molekul air yang terdapat di dalamnya (Roziqin. 2016). Molekul air yang semakin berkurang akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan turgor akibat berkurangnya isi sel, hal ini akan berimplikasi pada perubahan ketegaran sel menjadi lebih lemas/lunak (Muchtadi. 2011). Penurunan tekanan turgor sel juga dapat diakibatkan oleh hilangnya molekul air akibat proses transpirasi dan respirasi. Oleh karena itu, persentase kerusakan cabai yang lebih tinggi akan memiliki nilai tekstur yang lebih kecil dibandingkan dengan persentase kerusakan cabai yang lebih rendah.

Waktu penyimpanan yang semakin lama akan menyebabkan terjadinya

penurunan tekstur yang semakin besar pada cabai merah keriting. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu penyimpanan cabai, maka akan semakin besar jumlah komponen dinding sel dan tekanan turgor sel yang hilang akibat berlangsungnya proses perombakan dinding sel, respirasi, dan transpirasi. Oleh karena itu, cabai yang disimpan dalam waktu yang lebih panjang akan mengalami penurunan nilai tekstur yang lebih besar dibandingkan dengan cabai yang disimpan dalam waktu yang lebih pendek.

Penelitian Rozana et al (2021) yang membahas tentang simulasi transportasi komoditas tomat menunjukkan hasil yang serupa terkait pengaruh kerusakan mekanis terhadap penurunan nilai tekstur. Hasil Penelitian Rozana et al (2021) menunjukkan bahwa tomat dengan tingkat kerusakan mekanis terbesar (0,74 ) memiliki nilai tekstur yang paling kecil, sedangkan tomat dengan tingkat kerusakan mekanis terkecil (0,64 ) memiliki nilai tekstur yang paling tinggi.

Laju Respirasi

Hasil analisis laju respirasi cabai merah keriting dengan perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 7.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju respirasi cabai merah keriting. Tabel 7

menunjukkan adanya pola peningkatan laju respirasi seiring dengan bertambahnya persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan hingga penyimpanan hari ke-4, sedangkan pada penyimpanan hari ke-6 terjadi penurunan laju respirasi pada perlakuan persentase cabai patah 8 dan 12 . Laju respirasi terendah diperoleh dari cabai merah keriting dengan perlakuan persentase cabai patah 0 dan lama waktu penyimpanan selama 2 hari, sedangkan hasil laju respirasi tertinggi diperoleh dari cabai merah keriting dengan perlakuan persentase cabai patah 12 dan lama waktu penyimpanan selama 4 hari. Persentase cabai patah 4 memiliki nilai laju respirasi paling mendekati perlakuan kontrol (0 ), sebelum mengalami penurunan hari ke-6. Hal ini menunjukkan bahwa persentase cabai patah 4 memiliki laju respirasi yang paling mendekati perlakuan kontrol (0 ) hingga penyimpanan hari ke-4.

Peningkatan laju respirasi pada cabai merah keriting diduga disebabkan oleh stimulasi aktivitas enzim oksidatif dan hidrolitik oleh gas etilen, akumulasi panas vital selama proses penyimpanan, serta peningaktan luas permukaan cabai. Cabai patah menyebabkan terjadinya akumulasi gas etilen yang akan menginduksi aktivitas enzim amilase, oksidase, katalase, dan invertase. Hal tersebut mendorong peningkatan proses respirasi melalui stimulasi proses penyediaan substrat (Arti et al. 2018 & Fauziah et al. 2021).

Tabel 7. Nilai rata-rata laju respirasi (mgCO2/kg.jam) cabai merah keriting dengan perlakuan ipersentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan

A

B

0 hari

2 hari

4 hari

6 hari

0 %

11,66 ± 0,08a

12,92 ± 0,46b

15,57 ± 0,47c

18,63 ± 0,38ef

4 %

11,46 ± 0,03a

15,24 ± 0,32c

17,46 ± 0,63d

17,96 ± 0,42de

8 %

11,65 ± 0,10a

17,20 ± 0,22d

20,33 ± 0,64g

19,02 ± 0,45f

12 %

11,48 ± 0,04a

18,96 ± 0,44f

23,19 ± 0,73h

20,99 ± 0,53g

Keterangan: A = Persentase cabai patah, B = Lama waktu penyimpanan. Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata masing-masing perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05 .


Selain itu, panas vital yang terakumulasi selama proses penyimpanan akan meningkatkan energi kinetik yang menambah intensitas tumbukan antara substrat dan enzim yang berperan dalam proses respirasi (Noviyanti. 2012). Kecepatan laju respirasi pada cabai patah juga dipicu oleh peningkatan luas permukaan yang memperbesar area kontak antara bahan pangan dengan O2. Oleh karena itu, pada awal masa penyimpanan, persentase kerusakan cabai yang lebih tinggi akan memiliki laju respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan persentase kerusakan cabai yang lebih rendah.

Penurunan laju respirasi yang terjadi pada akhir masa penyimpanan diduga disebabkan oleh rendahnya kadar substrat, serta kerusakan fisiologis yang terjadi akibat perlakuan persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan. Peningkatan laju respirasi yang disebabkan oleh akumulasi gas etilen pada cabai patah, menyebabkan semakin banyak substrat yang dipecah seiring berjalannya waktu penyimpanan.

Kandungan substrat yang semakin rendah akan menyebabkan terjadinya penurunan laju respirasi pada komoditas hasil pertanian (Rakatika et al. 2014). Selain itu, Rendahnya kemampuan bahan pangan dalam memproduksi energi akan berimplikasi pada penurunan kemampuan sel dalam mempertahankan struktunya, sehingga akan mengalami kerusakan fisiologis akibat proses autolisis. Proses autolisis yang terus berlangsung akan menyebabkan terjadinya pencairan organel akibat degradasi oleh enzim, yang akan berujung pada kebusukan (Aziz 2014). Hal ini sesuai dengan pernyataan David (2018) pada penelitiannya yang menyatakan bahwa komoditas cabai hanya memiliki umur simpan 5-10 hari, sebelum mengalami kebusukan akibat kerusakan fisiologis. Oleh karena itu, pada akhir masa penyimpanan, kelompok percobaan dengan perlakuan persentase kerusakan cabai yang lebih tinggi akan cenderung mengalami perlambatan laju respirasi.

Hasil penelitian berupa kecenderungan peningkatan laju respirasi pada sampel cabai merah keriting, sesuai dengan pernyataan gard et al (2006) pada penelitiannya yang membahas tentang biosintesis etilen luka pada irisan mesokarp labu kuning. Gard et al (2006) menjelaskan bahwa meningkatnya produksi gas etilen akan menyebabkan terjadinya peningkatan proses respirasi (wound respiration) yang berujung pada percepatan proses kerusakan bahan pangan

KESIMPULAN

Persentase cabai patah dan lama waktu penyimpanan berpengaruh terhadap susut bobot dan laju respirasi, sedangkan persentase cabai patah berpengaruh terhadap peningkatan susut bobot, penurunan kadar air, penurunan warna, penurunan terkstur, dan peningkatan laju respirasi cabai merah keriting selama masa penyimpanan. Persentase cabai patah 4 merupakan persentase minimal yang dapat memberikan pengaruh nyata terhadap mutu fisik dan laju respirasi cabai merah keriting, dengan kualitas mutu yang mendekati perlakuan kontrol (0 ) hingga hari penyimpanan ke-4 yakni: susut bobot sebesar 22,36 ; kadar air sebesar 72,26 , nilai L* sebesar 33,1; nilai a* sebesar 48,3; nilai b* sebesar 34,1, tekstur sebesar 34,08 N, dan laju respirasi sebesar 17.46 mgCO2/kg.jam.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R. R., N. Hairiyah, dan N. Nuryati. 2018. Analisis Kerusakan Mekanis dan Umur Simpan pada Rantai Pasok Buah di Kabupaten Tanah Laut. Teknologi dan Manajemen Agroindustri 7(2 .

Anjayani, D., dan E. Ambarwati. 2021. Mutu dan Daya Simpan Buah Cabai Merah (Capsicum   annuum L. Sebagai

Tanggapan Terhadap Berbagai Jenis Pupuk Hayati. Vegettalika 10(3 .

Arti, M. I., dan A. N. H. Manurung. 2018. Pengaruh Etilen Apel Dan Daun Mangga Pada Pematangan Buah Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Formatypica . Jurnal Pertanian Presisi 2(2 .

Azis, S. F. 2014. Perbandingan Antara Durasi Waktu Pembakuan Terhadap Terjadinya Pembusukan Jaringan Paru-Paru Pada Kelinci. Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah Universitas Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/44885/1/Syifa_ Fauziyah_Azis_22010110110068_BAB 0KTI.pdf. Diakses tanggal: 15 Juni 2022

Badan Pusat Statistik. 2020. Poduksi Tanaman Sayuran 2016-2020. Badan Pusat                             Statistik.

https://www.bps.go.id/indicator/55/61/2/ produksi-tanaman-sayuran.html. Diakses tanggal: 30 November 2021

Bintoro, N. 2013. Analisis Matematis Laju Respirasi dan Perubahan Sifat Fisk Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill Dibawah Pengarh Vibrasi dan Suhu Penyimpanan. Tesis S2. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta.

David, J. 2018. Teknologi untuk Memperpanjang Masa Simpan Cabai. Pertanian Agros 20(1 .

Erawati, C. M. 2006. Kendali Stabilitas Beta Karoten Selama Proses Produksi Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L. . Tesis S2. Tidak dipublikasikan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Fauziah, D., Sumartini, dan A. Asgar. 2016 Pengaruh Suhu Penyimpanan Dan Jenis Kemasan Serta Lama Penyimpanan Terhadap Karakteristik Tomat (Solanum lycopersicum L. Organik. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknik UNPAS. Bandung.

Fauziah, I. A. N., Zackiyah, dan H. Sholihin, 2021. Pengaruh Penggunaan   1-

metilsiklopropena Terhadap Kualitas

Buah Klimakterik Pasca Panen. Jurnal Chemica Isola 1(2 .

Fuadati, A. Z. 2018. Karakter Morfologi, Fisiologi Dan Gen Ccs (Capsanthin-Capsurobin Synthase Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens) Mutan G1M6. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya. Malang.

Fuadi, A. M., K. Harismah, dan A. Setiawan. 2015. Pengaruh Suhu dan PH Terhadap Banyaknya Yiels (Kadar Glukosa Yang Dihasilkan   Pada Proses Hidrolisis

Enzimatis   Dari   Limbah Kertas.

Simposium Nasional RAPI XIV Fakultas Teknik UNS. Diakses tanggal: 12 Juni 2022.

Gardjito, M., M. Adnan, dan Tranggono. 2006. Biosintesis Etilen Luka Pada Irisan Mesokarp Labu Kuning. Jurnal AGRITECH (26 1.

Gardjito, M., M. Adnan, dan Tranggono. 2006. Etilen Luka, Aktivitas Enzim Peroksidase, Polifenol Oksidase, dan Fenil Alanin Liase Pada Irisan Mesokarp Labu Kuning. Jurnal AGRITECH (26 1.

Harahap, F. 2012. Fisiologi Tumbuhan: Suatu Pengantar. UNIMED press. Medan

Iswari, K., dan Srimaryati. 2014. Pengaruh Giberelin dan Jenis Kemasan untuk Menekan Susut Cabai Kopay Selama Pengangkutan Jarak Jauh. Pascapanen 11(2 .

Jonathan, R. 2011. Perubahan Kandungan Β-Karoten Dan Warna Pada Cabai Rawit Merah (Capsicum Frutescens L. Selama Pengeringan Dengan Menggunakan Cabinet Dryer, Solar Tunnel Dryer, Dan Freeze Dryer Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknologi Pertanian Unika Soegijapranata. Semarang.

Jumeri, Suhardi, dan Tranggono. 1997. Pola Produksi Etilen, Respirasi Dan Sifat Sensoris Beberapa Buah Pada Kondisi Udara Terkendali. Jurnal Agritech 17(3

Kato, M., Y. Hayakawa, H. Hyodo, Y. Ikoma, dan M. Yano, 2000. Wound-Induced Ethylene Synthesis and Expression and Formation   of1-Aminocyclopropane-l-

Carboxylate (ACC Synthase, ACC Oxidase, Phenylalanine   Ammonia

Lyase, and Peroxidase in Wounded

Mesocarp Tissue of Cucurbita maxima. Plant Cell Physiol 41(4 : 440-447.

Kemendag. 2016. Profil Komoditas Cabai Merah Besar. Kementerian perdagangan. https://ews.kemendag.go.id/file/commod ity/120116_ANK_PKM_DSK_Cabai%2 0Merah%20Besar%201.1.pdf. Diakses tanggal: 18 Desember 2021

Kusnadi, J., D. W. Andayani, E. Zubaidah, dan E. L. Arumingtyas. 2019. Ekstraksi Senyawa Bioaktif Cabai Rawit (Capsicum frutescens L. Menggunakan Metode Ekstraksi Gelombang Ultrasonik. Teknologi pertanian. 20(2 .

Kusnadi, J., Dedi, Yunianta, dan E. L. Arumingtyas. 2017. Ekstraksi Senyawa Fenil Dan Aktivitas Antioksidan Dari Buah Cabai Rawit Dengan Metode Microwave Assisted Extraction Teknologi pertanian. 18(3 .

Lamona, A. 2015. Penggunaan Jenis Kemasan Dan Suhu Yang Berbeda Untuk Penyimpanan Sementara Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L. Segar” Tesis S2. Tidak dipublikasikan. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor

Lapasi, A., L. C. C. E. Lengkey, dan B. R. A. Sumayku. 2020. Pengemasan Vakum Cabai Rawit (Capsicum frutescens L. Pada Tingkat Kematangan Yang Berbeda. Cocos 4(4 .

Muchtadi, R. 2011. Jenis, Varietas, dan Sumber Bahan Pangan Nabati Sayuran dan Buah-buahan. Bahan Ajar Program Studi Teknologi Pangan Universitas Terbuka.

http://repository.ut.ac.id/4555/1/PANG4 211-M1.pdf

Noviyanti, T., P. Ardiningsih, dan W. Rahmalia. 2012. Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Enzim Protease Dari Sansakng   (Pycnarrhena   cauliflora

Diels . Jurnal Kimia Khatulistiwa 1(1 .

Oceanic, I. A. M., I. B. P. Gunadnya, dan I. W. Widia. 2017. Pendugaan Waktu Kadaluwarsa Pendistribusian Manisan Salak Menggunakan Metode Q10. BETA 5(1 .

Prabawa, A. A., E. H. Utomo, dan Abdullah. 2012. Produksi Enzim Invertase Oleh Saccharomyces             Cerevisiae

Menggunakan Substrat Gula Dengan Sistem Fermentasi Cair. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 1(1 .

Pudja, I. A. R. P., I. W. Widia, dan I. B. P. Gunadnya. 2014. Pengembangan Teknologi Rantai Pendingin Sederhana Untuk Mempertahankan Mutu Sayuran Dataran Tinggi di Bali Selama Pendistribusiannya. Peneitian Hibah Bersaing Universitas Udayana. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_ri wayat_penelitian_1_dir/6538bf45a40ac6 fafbc84d774300e161.pdf.      Diakses

tanggal: 8 Januari 2022

Rakatika, R. R., dan D. Hernawati, 2014.

Perbedaan Konsumsi Oksigen (O2 Pada Proses Respirasi Kecambah. Penelitian Internal Universitas Siliwangi Tasikamalaya.ahttp://repositori.unsil.ac.i d/1268/1/PERBEDAAN%20KONSUM SI%20OKSIGEN%20%28O2%29%20P ADA%20PROSES%20RESPIRASI%20

KECAMBAH.pdf. Diakses tanggal: 15 Juni 2022

Rozana, D. Perdana, dan O. N. Sigirio. 2021. Simulasi Transportasi Tomat dan Perubahan Mutu Tomat Selama Penyimpanan. Journal of Food AND Agroindustry 3(1 .

Roziqin, M. K. 2016. Respon Kualitas Penyimpanan Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L. Pada Berbagai Suhu Penyimpanan. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor

Sudjatha, W., dan N. W. Wisaniayasa. 2017. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen (Buah dan Sayuran . Bahan Ajar Program Studi Teknologi Pangan Universitas

Udayana.ahttps://simdos.unud.ac.id/uplo ads/file_pendidikan_1_dir/5a94de09903 5226762337819ae48a270.pdf.

Tampubolon, B. E., I. A. R. P. Pudja, dan I. B. P. Gunadnya. 2022. Pengaruh Ketebalan Plastik Polietilen Densitas Rendah sebagai Bahan Pengemas terhadap Mutu Peterseli (Petroselinum crispum L. selama Penyimpanan Suhu Dingin. Jurnal Biosisten dan Teknik Pertanian 10(1 .

Wiraatmaja, I. W. 2016. Respirasi dan Fotorespirasi. Bahan Ajar Program Studi Agroteknologi Universitas Udayana. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pe ndidikan_1_dir/a290bd37e6b2bda3509f b0259b57f739.pdf. Diakses tanggal:15 D s mb r 2021

Wiraatmaja, I. W. 2017. Giberelin, Etilen, dan Pemakaiannya dalam Bidang Pertanian. Bahan Ajar Program Studi Agroteknologi             Universitas

Udayana.https://simdos.unud.ac.id/uploa ds/file_pendidikan_1_dir/ecf04bc8582d5 1a339a801fac91b59a1.pdf.     Diakses

tanggal: 22 Desember 2021

521