Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Putri Irdayanti dkk. /Itepa 12 (3) 2023 539-549

ISSN : 2527-8010 (Online)

Kajian Produksi Dan Analisis Mutu

Pangan Tradisional Sere Kedele Di Kabupaten Klungkung, Bali

Study of Production and Quality Analysis of Traditional Food Sere Kedele in Klungkung Regency, Bali

Putri Irdayanti, I Putu Suparthana*, Sayi Hatiningsih

1Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korepondensi: I Putu Suparthana, Email: [email protected]

Abstract

Sere kedele is a traditional fermented soybean product. This type of food is processed by home industries, especially in Klungkung Regency and several areas in Gianyar. This research was conducted to obtain information related to the traditional production process and analysis of the quality of sere kedele, especially in the Klungkung Regency, Bali. This research carried out in two stages, namely a survei to determine the production process, raw/additional materials used, presentation method, production area, and distribution of sere kedele in Klungkung Regency. The second stage is to analyze the chemical properties of traditional sere kedele food in Klungkung Regency. The survei results show that there are five producers of sere kedele in the villages of Tusan, Tihingan, Galiran, Tojan, Akah and Besang. The processing of sere kedele is different for each producer, such as the length of boiling, the length of fermentation, and the stage of adding seasonings. The samples used in this study is raw sere kedele and fried sere kedele. Sere kedele mentah in Klungkung Regency contains water content 56.85%-60.85%, ash content 1.21%-1.34%, protein content 14.68%-22.04%, fat content 5.69%-9.62%, and carbohydrate content of 13.64%-15.16%. Meanwhile, fried soybean sere has a water content of 1.42%-4.46%, an ash content of 1.45%-1.83%, a protein content of 13.45%-30.65%, fat content of 36.14%-42,1%, and carbohydrate content is 26.78% -41.49%.

Keywords: sere kedele, Klungkung, fermentation, traditional food

PENDAHULUAN

Pangan tradisional adalah makanan yang sudah turun temurun diproduksi atau dikonsumsi, menggunakan bahan-bahan lokal dan diolah secara khusus di suatu daerah (Suter, 2014). Menurut Sostrodiningrat (1991), ciri khas makanan tradisional dapat dilihat dari resep makanan yang diperoleh secara turun-temurun, penggunaan alat tradisonal tertentu, serta teknik pengolahan makanan sehingga dihasilkan cita rasa yang khas dari suatu makanan. Pulau Bali yang dikenal sebagai

tempat wisata internasional juga memiliki beragam pangan tradisional. Salah satunya berasal dari pesisir tenggara Pulau Bali yang bernama Sere kedele. Sere kedele adalah produk fermentasi dari kedelai yang dibuat secara tradisional, terutama di Kabupaten Klungkung dan beberapa daerah di Gianyar yang diolah oleh industri rumah tangga. Umumnya sere kedele dikonsumsi sebagai pelengkap atau pengganti lauk pauk (Koswara, 1997).

Menurut Trichopoulou et al. (2007), pelestarian dan pengembangan pangan

tradisional suatu negara harus didukung oleh adanya informasi ilmiah yang meliputi, 1) review sejarah dan tradisi yang telah mengukuhkan identitas pangan tradisional; 2) komposisi nutrisi dan non-nutrisi komponen utama dan campuran dari suatu pangan tradisional; 3) rekaman proses produksi secara tradisional dengan menggunakan alat bantu audio visual; 4) hasil studi keteknikan terkait potensi industrialisasi produk pangan tradisional; dan 5) formasi catatan terintegrasi yang berhubungandengan sifat dan karakter pangan tradisional yang kemungkinan dapat digunakan untuk mengklaim suatu hak paten. Widyantari et al. (2018), telah melakukan pengamatan dan penelusuran tentang keberadaan dan proses produksi sere kedele di Kabupaten Gianyar, Bali. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proses pengolahan sere kedele yaitu pada tahap penambahan bumbu. Beberapa produsen menambahkan bumbu sebelum proses fermentasi, sedangkan produsen lain menambahkan bumbu setelah selesai proses fermentasi. Berdasarkan uraian tersebut, diduga bahwa perbedaan proses produksi sere kedele memiliki pengaruh terhadap mutunya. Hal ini yang melatarbelakangi perlunya dilakukan penelitian terhadap proses produksi dan analisis mutu sere kedele khususnya di Kabupaten Klungkung karena hingga saat ini belum ada publikasi ilmiah dalam jurnal yang secara khusus menjabarkan terkait

keberadaan sere kedele di wilayah Kabupaten Klungkung, Bali. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait proses produksi secara tradisional dan analisis mutu sere kedele khususnya di wilayah Kabupaten Klungkung, Bali.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sere kedele yang berasal dari produsen sere kedele di Desa Tusan, Tihingan, Galiran, Tojan, Akah dan Besang. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain heksan, tablet kjeldahl, HCl (Smart-Lab), aquades (Saba Kimia), H2SO4 (Smart-Lab), NaOH (Emsure), asam borat (Emsure), dan indikator PP (J.T.Baker).

Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk analisis kimia antara lain lumpang, timbangan analitik (ShimadzuATY224), eksikator (Duran), oven (Labo), cawan, pinset, muffle (Wisetherm), heater (Gerhardt), pipet tetes, kertas saring, benang wol, labu lemak (Pyrex), tabung reaksi (Iwaki), soxhlet (Behrotest), gelas ukur (Pyrex), destilator (Behrotest), labu kjeldahl (Iwaki), gelas beaker (Pyrex), pipet ukur (Iwaki), pompa karet (D&N), labu takar (Pyrex) dan erlenmeyer (Pyrex).

Tahap Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu survei dan analisis kimia. Tahap

pelaksanaan survei terdiri dari penentuan populasi, pengambilan sampel dan pengumpulan data. Survei dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahan baku yang digunakan, cara pengolahan dan penyajian serta daerah produksi dan distribusi sere kedele khususnya di Kabupaten Klungkung. Kemudian, sere kedele dianalisis secara kimia untuk mengetahui mutunya.

Penentuan Populasi

Penentuan populasi pada penelitian ini dilakukan melalui survei dengan menggunakan teknik simple random sampling. Survei dilakukan di pasar-pasar umum dari berbagai kecamatan di Kabupaten Klungkung yaitu Kecamatan Klungkung, Banjarangkan dan Dawan. Data jumlah bangunan pasar dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Klungkung. Menurut Sugiyono (2007), metode ini dapat digunakan jika anggota populasi dianggap homogen dan pengambilan sampel minimal 30% dari total populasi dengan cara undian.

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling, dimana pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang harus dipenuhi sampel untuk penelitian ini adalah sampel tidak boleh diambil dari produsen sere kedele yang sama dengan sampel yang lainnya, dan sampel berasal

dari produsen yang berada di Kabupaten Klungkung.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara yang dilakukan secara langsung dengan pihak-pihak terkait kemudian hasil wawancara dicatat atau direkam dengan alat perekam, dan studi kepustakaan yang bersumber dari literatur dan buku yang berkaitan dengan penelitian.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air dengan menggunakan metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar protein dilakukan dengan metode semimikro kjeldahl (SNI 01-2891-1992), kadar abu dengan metode pengabuan (Sudarmadji et al., 1997), kadar lemak menggunakan metode soxhlet (AOAC, 2005), dan kadar karbohidrat dengan metode carbohydrate by different (AOAC, 2005).

Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini ialah analisis deskriptif menggunakan Microsoft Excel 2013, kemudian hasil data tersebut disajikan dalam bentuk tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Survei dan Wawancara

Kabupaten Klungkung terdiri dari empat kecamatan yaitu Kecamatan Banjarangkan, Dawan, Klungkung dan Nusa Penida. Berdasarkan Badan Pusat Statistik

(BPS) Kabupaten Klungkung tahun 2020, terdapat 33 bangunan pasar baik yang dengan bangunan permanen, tidak permanen dan tanpa bangunan. Penetapan populasi atau jumlah pasar yang akan dijadikan lokasi survei dalam penelitian ini menggunakan metode simple random sampling dengan mengambil minimal 30% total populasi yaitu sebanyak 10 pasar. Berdasarkan hasil survei dan wawancara, di Pasar Umum Kabupaten Klungkung (Tabel 1) terdapat 16 pedagang sere kedele dengan lima pedangan sere kedele mentah dan 11 pedagang sere kedele goreng. Masing-masing pedangan tersebut ada yang menjual sekaligus memproduksi sere kedele yaitu di Desa Tusan dan Galiran yang memproduksi sere kedele mentah dan salah satu penjual sere kedele goreng di Pasar Klungkung yang berasal dari Desa Besang. Selanjutnya, pedangan di Pasar Tihingan menjual sere kedele mentah yang berasal dari produsen di wilayahnya sendiri yaitu Desa Tihingan Pedagang sere kedele yang lainnya seperti empat pedagang di pasar Klungkung dan empat pedagang di pasar Galiran masing-masing menjual sere kedele goreng dari produsen di Desa Akah, sedangkan satu pedagang di Pasar Galiran mengambil dari produsen sere kedele goreng di Desa Tojan Dengan demikian, total produsen sere kedele di Kabupaten Klungkung tersebut ada lima yaitu di Desa Tusan, Tihingan, Galiran, Tojan, Akah dan Besang.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu sere kedele mentah dan sere kedele goreng. Berdasarkan hasil survei, terdapat perbedaan proses pengolahan dari masing-masing jenis sere kedele tersebut yaitu lama fermentasi, penambahan bumbu dan lama perebusan. Tahap pengolahan sere kedele mentah meliputi sortasi kacang kedelai kemudian dilakukan pencucian menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran dan benda asing yang menempel pada bahan. Selanjutnya, kedelai direbus selama 2–4 jam atau hingga kulit ari terpisah, lalu ditiriskan hingga tidak ada air yang menetes. Tahap berikutnya kedelai difermentasi secara spontan selama 1–2 hari menggunakan wadah bambu (besek) tertutup dalam suatu ruangan. Proses perebusan dan lama fermentasi berbeda-beda pada tiap produsen yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tahap berikutnya adalah pencampuran kedelai terfermentasi dengan bumbu halus dari beberapa bahan seperti cabai, sereh, lengkuas, kencur, bawang putih, garam dan bumbu penyedap. Kemudian, dibungkus daun pisang untuk selanjutnya dipasarkan di pasar umum dan warung-warung sekitar daerah produksi. Rata-rata produsen memproduksi sere kedele mentah dalam skala kecil yaitu berkisar antara 1,5 kg–3 kg per hari.

Tabel 1. Jumlah Penjual Sere kedele di Kabupaten Klungkung

No.

Kecamatan

Pasar

Menjual sere kedele

Memproduksi Sere kedele

1

Banjarangkan

Tusan

1

1

Tegak

0

0

Aan

0

0

Tihingan

3

0

2

Dawan

Kusamba

0

0

Gunaksa

0

0

3

Klungkung

Klungkung

5

1

Galiran

7

2

Kemasan

0

0

4

Nusa Penida

Nusa Penida

0

0

Total

16

4


Tabel 2. Proses Produksi Sere kedele Mentah di Kabupaten Klungkung

Perbedaan

Desa Tojan

Desa Tusan

Desa Tihingan

Desa Galiran

Lama Perebusan

3-4 jam

2-3 jam

2-3 jam

3-4 jam

Lama Fermentasi

2 hari

2 hari

1 hari

2 hari

Penambahan

Setelah

Sebelum

Setelah

Setelah

Bumbu

Fermentasi

Fermentasi

Fermentasi

Fermentasi

Wadah

Fermentasi

Besek tertutup

Besek tertutup

Besek tertutup

Besek tertutup

Tabel 3. Proses Produksi Sere kedele Goreng di Kabupaten Klungkung

Perbedaan

Desa Tojan

Desa Besang

Desa Akah

Desa Galiran

Lama Perebusan

3-4 jam

2-3 jam

2-3 jam

3-4 jam

Lama Fermentasi

1 hari

1 hari

1 hari

1 hari

Penambahan

Sebelum

Sebelum

Setelah

Sebelum

Bumbu

fermentasi

fermentasi

fermentasi

fermentasi

Wadah

Baskom plastik,

Besek tertutup

Baskom plastik,

Tampah

Fermentasi

tertutup

tertutup

tertutup


Proses produksi sere kedele goreng meliputi sortasi dan pencucian biji kedelai Kemudian, kedelai direbus selama 2-4 jam lalu ditiriskan dan difermentasi selama satu hari menggunakan besek dan/atau baskom plastik yang tertutup di suatu ruangan Setelah proses fermentasi dan penambahan bumbu kedelai dicampur dengan tepung

tapioka dan/atau tepung beras. Campuran tersebut kemudian dibentuk pipih atau dikepal-kepal berbentuk lonjong setelah itu digoreng hingga berwarna kuning kecokelatan. Selanjutnya dikemas menggunakan plastik PE (Polyethylene) dan dipasarkan di pasar umum dan warung-warung sekitar daerah produksi.

Tabel 4. Nilai Rata-rata Kadar Air, Abu, Protein, Lemak, dan Karbohidrat Sere kedele

Mentah di Kabupaten Klungkung

Nama Desa

Air (%bb)

Abu (%bb)

Protein (%bb)

Lemak (%bb)

Karbohidrat (%bb)

Tojan

60,85 ± 0,90

1,34 ± 0,04

16,03 ± 0,69

6,62 ± 0,76

15,16 ± 0,87

Tusan

56,98 ± 0,18

1,21 ± 0,07

19,86 ± 0,42

8,30 ± 0,63

13,64 ± 0,04

Tihingan

56,85 ± 0,66

1,28 ± 0,04

22,04 ± 0,61

5,69 ± 0,97

14,15 ± 0,98

Galiran

59,56 ± 0,78

1,22 ± 0,08

14,68 ± 0,22

9,62 ± 0,57

14,91 ± 0,35


Tabel 5. Nilai Rata-rata Kadar Air, Abu, Protein, Lemak, dan Karbohidrat Sere kedele Goreng di Kabupaten Klungkung

Nama Desa

Air (%bk)

Abu (%bk)

Protein (%bk)

Lemak (%bk)

Karbohidrat (%bk)

Tojan

4,46 ± 0,23

1,76 ± 0,05

28,85 ± 0,30

34,16 ± 0,24

30,76 ± 0,82

Besang

2,99 ± 0,64

1,83 ± 0,17

30,65 ± 0,86

37,74 ± 0,88

26,78 ± 0,50

Akah

1,42 ± 0,10

1,45 ± 0,29

13,45 ± 0,09

42,19 ± 0,80

41,49 ± 0,32

Galiran

2,66 ± 0,21

1,57 ± 0,10

20,38 ± 0,89

40,14 ± 0,50

35,24 ± 0,70


Kadar Air

Hasil analisis rata-rata kadar air pada sere kedele mentah di Kabupaten Klungkung dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar air sere kedele mentah berkisar antara 56,85% sampai dengan 60,85%. Kadar air terendah diperoleh pada sere kedele di Desa Tihingan dengan lama perbusan 2-3 jam yaitu 56,85%, sedangkan kadar air tertinggi diperoleh dari Desa Tojan dengan lama perebusan 4-5 jam yaitu 60,85%. Nilai kadar air pada sere kedele mentah disebabkan selama proses perebusan karena terjadi penyerapan air ke dalam jaringan kedelai sehingga bobot akhir dan kadar airnya akan meningkat setelah perebusan (Kusumawati, 2019). Hal tersebut sesuai dengan penelitian

oleh Putri et al. (2021) kedelai terfermentasi dengan lama perebusan 180 menit menghasilkan kadar air yang lebih tinggi (35,45%) jika dibandingan dengan kedelai yang direbus selama 60 menit (21,45%).

Berdasarkan Widyantari (2017), sere kedele yang beredar di pasar umum Kabupaten Gianyar memiliki kadar air berkisar antara 56,89% hingga 64,64%. Sementara itu produk sejenis seperti natto yang terbuat dari kedelai putih memiliki kadar air sebesar 63,67% (Pradhananga, 2019). Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar air sere kedele yang berada di Kabupaten Klungkung lebih kecil dibandingan dengan yang berada di pasar umum Gianyar dan natto.

Hasil rerata kadar air sere kedele goreng di Kabupaten Klungkung dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar air sere kedele goreng berkisar antara 1,42% hingga 4,46%. Kadar air terendah berasal dari Desa Akah yaitu 1,42% dan kadar air tertinggi berasal dari Desa Tojan yaitu 4,46%. Berdasarkan hasil analisis, rata-rata kadar air sere kedele goreng lebih rendah dari sere kedele mentah, hal tersebut diduga karena adanya proses penggorengan sehingga terjadi penguapan air pada bahan pangan. Menurut Sundari et al. (2015), penggorengan adalah suatu proses pengolahan dengan menggunakan suhu 200°C- 205°C yang dapat menurunkan kandungan air bahan pangan. Dengan demikian, semakin tinggi suhu yang digunakan maka kadar airnya semakin menurun.

Kadar Abu

Hasil analisis kadar abu menunjukkan bahwa sere kedele mentah yang diproduksi di Kabupaten Klungkung memiliki kadar abu berkisar 1,21% hingga 1,34%. Kadar abu terendah yaitu 1,21% berasal dari Desa Tusan dan kadar abu tertinggi yakni 1,34% yang diproduksi di Desa Tojan. Kandungan abu pada suatu bahan berkaitan dengan kandungan mineral, semakin tinggi nilai kadar abu, semakin tinggi pula mineral yang dihasilkan. Walianingsih et al., (2015) menyebutkan bahwa lama fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu sere kedele. Berdasarkan penelitian Widyantari (2017), sere kedele yang beredar di pasar

umum Kabupaten Gianyar memiliki kandungan abu sebesar 1,56%-2,42% dan natto mengandung abu sebesar 2,3% (Sahirmtael an, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa sere kedele di Klungkung memiliki kadar abu yang lebih rendah dari natto dan sere kedele di Kabupaten Gianyar.

Hasil analisis rerata kadar abu sere kedele goreng dapat dilihat pada Tabel 5., yang menunjukkan nilai kadar abu berkisar antara 1,45% sampai dengan 1,83%. Sere kedele goreng dari Desa Akah menghasilkan kadar abu terendah yaitu 1,45% dan kadar abu tertinggi yaitu 1,83% yang berasal dari Desa Besang. Hasil analisis menunjukan kadar abu sere kedele goreng lebih besar dibandingkan dengan yang tidak digoreng. Hal tersebut disebabkan oleh proses penggorengan sehingga terjadi peningkatan kadar abu, akan tetapi kenaikannya tidak terlalu besar (Sundari et al., 2015). Faktor yang mempengaruhi nilai kadar abu pada bahan pangan yang digoreng adalah lama dan suhu penggorengan yang digunakan.

Kadar Protein

Kadar protein sere kedele mentah di Kabupaten Klungkung dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar protein tertinggi diperoleh dari produsen Desa Tihingan dengan nilai 22,04% dan kadar protein terendah yaitu 14,68% yang berasal dari Desa Galiran. Hal tersebut disebabkan oleh proses pengolahan seperti perebusan dan fermentasi. Selama perebusan protein akan terlarut sehingga kadar proteinnya akan berkurang. Selain itu

sere kedele dari produsen Desa Galiran yang melakukan fermentasi selama dua hari menghasilkan protein yang lebih rendah jika dibandingkan dengan sere kedele yang difermentasi selama satu hari. Menurut Chukeatirote (2015), pada saat fermentasi terjadi pemecahan protein menjadi asam amino, peptida dan amonia, sehingga menyebabkan penurunan kadar protein.

Sere kedele yang beredar di pasar umum Kabupaten Gianyar mengandung protein berkisar antara 14,90% hingga 20,93% (Widyantari et al., 2018). Sedangkan natto yang difermentasi menggunakan Bacillus subtilis memiliki kadar protein sebesar 20,1% (Sahirman, 2021). Berdasarkan hasil analisis maka sere kedele yang beredar di Kabupaten Klungkung memiliki kandungan protein yang sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan natto dan sere kedele di Kabupaten Gianyar.

Kadar protein sere kedele goreng yang diproduksi di Kabupaten Klungkung dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis kadar protein berkisar antara 13,45% hingga 30,65%. Sere kedele goreng di Desa Besang memiliki kadar protein tertinggi (30,65%) dan kadar protein terendah (13,45%) berasal dari produsen di Desa Akah. Berdasarkan hasil analisis, perbedaan kandungan protein pada sere kedele goreng diduga karena proses pemasakan yang memakai suhu tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Zakaria

ISSN : 2527-8010 (Online) (2009), pemanasan yang terlalu lama mengakibatkan protein mengalami denaturasi dan akan mengalami kerusakan. Kadar Lemak

Rerata kadar lemak sere kedele mentah yang diproduksi di Kabupaten Klungkung dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar lemak berkisar antara 5,69% sampai dengan 9,62%. Kadar lemak terendah terdapat pada sere kedele mentah yang diproduksi di Desa Tihingan (5,69%) dan kadar lemak tertinggi di Desa Galiran (9,62%). Fermentasi pada kedelai sejalan dengan tinggi rendahnya kandungan lemak pada produk pangan, semakin lama fermentasi maka makin banyak jumlah lemak yang terkandung dan sebaliknya. Hal ini diduga karena mikroorganisme yang terlibat selama fermentasi melakukan pemecahan lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Walianingsih et al.   (2015)   dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa lama fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar lemak sere kedele. Kadar lemak yang dihasilkan pada fermentasi 36 jam (27,63%) lebih besar dibandingkan dengan fermentasi selama 12 jam (21,40%). Produk sejenis seperti natto memiliki kadar lemak sebesar 18,1% (Pradhananga, 2019). Berdasarkan hasil analisis, hal tersebut menunjukan bahwa sere kedele yang berda di Kaupaten Klungkung memiliki kandungan lemak yang lebih rendah jika dibandingkan dengan natto.

Hasil analisis kadar lemak sere kedele goreng di Kabupaten Klungkung dapat dilihat pada Tabel 5. Rerata kadar lemak berkisar antara 36,14% hingga 42,19%. Sere kedele goreng yang diproduksi di Desa Tojan memiliki kadar lemak terendah yaitu 36,14% dan kadar lemak tertinggi terdapat di Desa Akah dengan nilai 42,19%. Berdasarkan hasil analisis, sere kedele goreng memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan sere kedele mentah. Tingginya kandungan lemak pada sere kedele goreng disebabkan oleh adanya minyak goreng yang terserap di bahan pangan dan mengakibatkan kadar lemaknya meningkat. Nurhidajah et al. (2009), menyatakan bahwa proses penggorengan berbeda dengan proses pengolahan pangan lainnya, selain berperan sebagai media penghantar panas, minyak juga akan diserap oleh bahan pangan.

Kadar Karbohidrat

Hasil rata-rata analisis kadar karbohidrat sere kedele mentah yang diproduksi di Kabupaten Klungkung dapat dilihat pada Tabel 4. Rerata kadar karbohidrat berkisar antara 13,64% sampai dengan 15,16%. Kadar karbohidrat dengan nilai tertinggi yaitu 15,16% berasal dari Desa Tihingan dan kadar karbohidrat terendah yaitu 13,64% dari produsen di Desa Tusan. Selama proses fermentasi terjadi pemecahan karbohidrat oleh mikroba sebagai sumber energi untuk bertahan hidup. Yamabe dalam Yang et al. (2011),

menyebutkan bahwa pada awal fermentasi terjadi pemecahan karbohidrat secara cepat karena karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi mikroorganisme. Selanjutnya Walianingsih et al. (2015), menyatakan bahwa lama fermentasi sangat berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat sere kedele.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Widyantari et al. (2017), rata-rata kadar karbohidrat sere kedele yang beredar di pasar umum Gianyar berkisar antara 10,81% hingga 12,97%. Sementara itu natto memiliki kandungan karohidrat sebanyak 25,19% (Pradhananga, 2019). Hal ini menunjukan bahwa sere kedele dari produsen di Kabupaten Klungkung memiliki kadar karbohidrat yang sedikit lebih tinggi dengan yang berada di Gianyar, akan tetapi lebih rendah dibandingkan natto.

Hasil analisis rata-rata kadar karbohidrat sere kedele goreng yang diproduksi di Kabupaten Klungkung dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai karbohidrat berkisar antara 26,78% sampai dengan 41,49%. Kandungan karbohidrat terendah terdapat pada sere kedele goreng yang diproduksi di Desa Besang yaitu 26,78% dan sere kedele goreng yang diproduksi di Desa Akah menghasilkan kadar karbohidrat tertinggi yaitu 41,49%. Tingginya kadar karbohidrat diduga karena adanya penggunaan tepung beras yang cukup banyak, sehingga makin tinggi tepung yang

digunakan maka kandungan karbohidratnya semakin tinggi.

(36,14%-42,19%), dan kadar karbohidrat (26,78-41,49%).

KESIMPULAN

Sere kedele masih diproduksi dan dipasarkan oleh masyarakat di Kabupaten Klungkung. Berdasarkan hasil survei, ditemukan 16 pedagang sere kedele dengan lima pedangan sere kedele mentah dan 11 pedagang sere kedele goreng. Pengolahan sere kedele mentah meliputi sortasi, pencucian, perebusan selama 2–4 jam lalu difermentasi selama 1–2 hari. Setelah itu, pencampuran kedelai terfermentasi dengan bumbu halus kemudian dibungkus daun pisang untuk selanjutnya dipasarkan di pasar umum dan warung-warung sekitar daerah produksi. Proses produksi sere kedele goreng meliputi sortasi, pencucian dan perebusan selama 2-4 jam. Setelah itu, difermentasi selama satu hari kemudian ditambahkan bumbu halus dan tepung tapioka dan/atau tepung beras. Selanjutnya, dibentuk pipih atau dikepal-kepal berbentuk lonjong lalu digoreng hingga berwarna kuning kecokelatan dan dikemas dengan plastik PE. Analisis kimia sere kedele mentah di Kabupaten Klungkung antara lain kadar air (56,85-60,85%), kadar abu (1,211,34%), kadar protein (14,68-22,04%), kadar lemak (5,69-9,62%), dan kadar karbohidrat (13,64-15,16%). Analisis kimia sere kedele goreng antara lain kadar air (1,42-4,46%), kadar abu (1,45-1,83%), kadar protein (13,45-30,65%), kadar lemak

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. (2005). Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemist, Inc.

Badan Pusat Statistik. (2020). Banyaknya Sarana dan Prasarana Ekonomi Menurut Kecamatann dan Jenisnya di Kabupaten Klungkung, 2020. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Standardisasi Nasional.(1992). SNI 012891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standardisasi Nasional: Jakarta.

Chukeatirote, E. (2015). Thua nao : Thai Fermented Soybean. Journal of Ethnic Foods.         2(3),         115-118.

https://doi.org/10.1016/j.jef.2015.08.004

Koswara, S. (1997). Mengenal Makanan Tradisional. Bagian I: Hasil Olahan Kedelai. Buletin Teknologi & Industri Pangan. 8(2), 74-78.

Nurhidajah., Anwar S., Nurrahman. (2009). Daya Terima dan Kualitas Protein In virto Tempe Kedelai Hitam (Glycine soja) yang Diolah Pada Suhu Tinggi. Universitas Diponegoro: Semarang. http://eprints.undip.ac.id/935/

Pradhananga, Mahalaxmi. (2019). Effect of Processing and Soyean Cultivar On Natto Quality Using Response Surface Methodology. Wiley: Food Science & Nutrition.                   7:173–182.

https://doi.org/10.1002/fsn3.848

Putri, Betari N.K., I P. Suparthana., L P. Trisna Darmayanti. (2021). Pengaruh Lama Perebusan Kedelai Terhadap Karakteristik Kedelai Terfermentasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 10 (3):492-504.

https://doi.org/10.24843/itepa.2021.v10.i 03.p16

Risnawanti, Yesshinta. (2015). Komposisi Proksimat Tempe yang Dibuat dari Kedelai Lokal dan Kedelai Impor. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah            Surakarta.

http://eprints.ums.ac.id/39110/1/NASKA H 20PUBLIKASI.pdf

Sahirman. (2021). Analisis Organoleptik dan Proksimat Natto (Makanan Fermentasi Kedelai oleh Bakteri Bacillus subtilis natto). Jurnal Agroindustri. 7(1), 63-70. https://doi.org/10.30997/jah.v7i1.3481

Sosrodiningrat. (1991). Makalah, Makanan Tradisional: Posisi dan Perannya dalam Pengembangan        Kepariwisataan,

Yogyakarta: HUT IKA BOGA.

Steinkraus, K.H. (2002). Fermentations in World Food Processing. Comprehensive Review In Food Science And Food Safety.            1,            23-32.

https://doi.org/10.1111/j.1541-4337.2002.tb00004.x

Sudarmadji., S.B. Haryono dan Suhardi. (1997). Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan   Pertanian. Liberty.

Yogyakarta.

Sugiyono. (2016).   Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sundari, Dian., Almasyhuri dan Astuti Lamid. (2015). Pengaruh Proses Pemasakan Terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan

Pangan Sumber Protein. Media Litbangkes. 25 (4): 235 – 242. https://doi.org/10.22435/mpk.v25i4.4590 .235-242

Suprihatin. (2010). Teknologi Fermentasi. UNESA University Press, Surabaya.

Suter, I Ketut. (2014). Pangan Tradisional : Potensi dan Prospek Pengembangannya. Media Ilmiah Teknologi Pangan. 1 (1) : 96-109.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/pangan/a rticle/view/13073

Trichopoulou, A., E. Vasilopoulou, K. Georga, S. Soukara dan V. Dilis. (2006). Traditional foods: Why and How to Sustain Them. Trends in Food Science and Technology. 17 (9) : 498-504. https://doi.org/10.1016/j.tifs.2006.03.005

Widyantari, M.D., I P. Suparthana., I D.G.M. Permana. (2017). Inventarisasi dan Kajian Mutu Sere kedele di Pasar Umum Kabupaten Gianyar. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO. 2 (2):                             212-219.

https://erepo.unud.ac.id/id/eprint/21643

549