Karakteristik dan Potensi Pangan Fungsional Flakes dengan Perbandingan Tepung Keladi Alami (Xanthosoma sagittifolium) dan Termodifikasi Heat Moisture Treatment (HMT)
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Komang Manik Kumala Dewi dkk. /Itepa 12 (4) 2023 882-899
ISSN : 2527-8010 (Online)
Karakteristik dan Potensi Pangan Fungsional Flakes dengan Perbandingan Tepung Keladi Alami (Xanthosoma sagittifolium) dan Termodifikasi Heat Moisture Treatment (HMT)
Characteristics and Potential as Functional of Flakes Food with a Comparison of Cocoyam Flour (Xanthosoma sagittifolium) and Heat Moisture Treatment (HMT) Modifiied Flour
Komang Manik Kumala Dewi, Anak Agung Istri Sri Wiadnyani, Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali, Indonesia
* Penulis korespondensi: Anak Agung Istri Sri Wiadnyani, e-mail: [email protected]
Abstract
Flakes are instant cereal in the form of thin crumbs with a crunchy texture and rich in carbohydrates which are practical and nutritious. Generally, flakes are made from cereals. Utilization of cocoyam flour can be used as an alternative because it is rich in carbohydrates. The use of cocoyam flour requires a breakthrough to improved the characteristics and functional properties by utilizing heat moisture treatment (HMT) modified flour which can improved the nutritional value of flakes and its potential as a functional food. The design study used in this study was a completely randomized design (CRD) with 6 treatment levels: 100:0, 80:20, 60:40, 40:60, 20:80, 0:100. All treatments were repeated three times to obtain 18 experimental units. The data obtained was analyzed by Anova, and if there was a significant effect, it would be continued with DMRT. The results showed that the comparison of cocoyam flour and modified HMT in flakes had a significant effect (P<0,05) on water content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate content, crude fiber content, crunch time, color content and hedonic test on color (L a b), aroma, taste and overall acceptance. Comparison of 60% cocoyam flour and 40% modified cocoyam flour had the best characteristics of flakes with criteria of water content 2.15%, ash content 1.80%, protein content 3.39%, fat content 17.21%, carbohydrate content 71.80%, crude fiber content 1.16%, crunch time 2.06 minutes, color content L* 51.93, a* 7.90, and b* 22.07, the color is liked slightly, the aroma is liked slightly, the texture is liked slightly and crunchy, the taste is liked slightly, and the potential as a functional food with resistant starch content and food fiber content are 3.80% and 4.53%.
Keyword: flakes, cocoyam flour, heat moisture treatment modification, functional food
PENDAHULUAN
Flakes merupakan makanan berbentuk remahan tipis dengan tekstur yang renyah, kadar air rendah serta tinggi karbohidrat (Khairunnisa et al., 2018). Flakes dapat dibuat dari berbagai macam bahan pangan yang mengandung karbohidrat. Bahan pangan yang umumnya digunakan dalam pembuatan flakes yaitu
serealia misalnya beras, gandum, dan jagung (Marsetio, 2006). Pemanfaatan bahan pangan lokal dari umbi-umbian juga dapat digunakan sebagai bahan alternatif dalam pembuatan produk flakes karena umumnya kaya akan karbohidrat. Berdasarkan hal tersebut salah satu jenis umbi yang memiliki potensi untuk diolah menjadi produk pangan flakes adalah
keladi. Keladi merupakan salah satu jenis umbi yang mudah ditemukan di daerah Bali dan dikenal juga dengan sebutan talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium). Produk pangan yang dibuat menggunakan bahan baku keladi sangat jarang ditemui, biasanya keladi hanya diolah untuk dijadikan ubi rebus oleh masyarakat sehingga kurang mempunyai nilai ekonomis. Keladi kaya akan karbohidrat berupa pati yang dapat berpotensi sebagai bahan baku pati resisten dan dapat diolah menjadi tepung karena memiliki masa simpan yang cukup lama serta memiliki aplikasi yang luas dalam pemanfaatannya menjadi produk pangan. Pemanfaatan tepung alami dalam produk pangan memiliki beberapa kelemahan antara lain tidak tahan pemanasan suhu tinggi, viskositas yang rendah akibat proses pembentukan adonan yang kurang baik, serta kestabilan dan swelling power yang tidak stabil (Sidupa et al., 2019).
Salah satu upaya untuk memperbaiki sifat tepung keladi alami adalah dengan cara modifikasi. Modifikasi tepung bertujuan untuk memperbaiki sifat tepung pada proses pemasakan sehingga menjadi lebih stabil, serta menghasilkan tekstur yang lebih baik (Honestin, 2007). Modifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah modifikasi fisik yaitu Heat Moisture Treatment (HMT). HMT merupakan modifikasi pati secara fisik terhadap granula pati dengan kadar air kurang dari
35% (kondisi lembab) selama 15 menit sampai dengan 16 jam, pada suhu 80oC sampai dengan 120oC (Pangesti et al., 2014). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra et al., (2016) menunjukkan bahwa pati talas kimpul termodifikasi HMT dengan perlakuan kadar air 30% selama 10 jam menghasilkan pati talas yang memiliki stabilitas pasta terhadap pemanasan tinggi dan mampu mengubah pati talas kimpul dari tipe B menjadi tipe C. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian Wiadnyani and Widarta (2014) yang menunjukkan bahwa pati talas termodifikasi HMT dengan kadar air 30%, dan suhu 110oC dapat memperbaiki karakteristik sohun seperti tidak mudah putus saat pencetakan, tergelatinisasi dengan sempurna serta ukurannya lebih mengembang dibandingkan dengan pati talas alami. Menurut Garnida et al., (2019) melaporkan bahwa tepung ganyong termodifikasi HMT dapat meningkatkan kadar serat kasar dan disukai oleh panelis dari segi rasa, warna dan tekstur. Menurut Palupi et al., (2015) modifikasi HMT dapat meningkatkan kandungan pati resisten pada tepung jagung yang termodifikasi. Hal ini didukung juga oleh penelitian Faridah et al., (2019) yang menyatakan bahwa modifikasi HMT pada tepung daluga dapat meningkatkan pati resisten dari 4,70% menjadi 7,14%. Pati resisten merupakan segala jenis pati beserta produk degradasi pati yang tidak dapat dicerna dalam saluran
pencernaan (Okoniewska dan Witwer, 2007). Pati resisten memiliki beberapa manfaat diantaranya dapat berperan dalam metabolisme lemak dan kolesterol, mengurangi penyebab kanker kolon, penyakit jantung koroner, sembelit dan diabetes tipe II, mengikat racun, asam empedu dan karsinogen (Onyango et al., 2006). Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perbandingan tepung keladi alami dan termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh terhadap karakteristik flakes serta mengetahui berapa perbandingan tepung keladi alami dan termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) yang tepat untuk menghasilkan flakes dengan karakteristik terbaik dan potensinya sebagai pangan fungsional. Pemanfaatan keladi yang tergolong sebagai pangan lokal dalam produk flakes termodifikasi HMT diharapkan mampu menjadi produk kaya pati resisten dan serat pangan yang meningkatkan potensinya sebagai sumber pangan fungsional dan bermanfaat bagi kesehatan.
METODE
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan baku, bahan tambahan dan bahan kimia. Bahan baku terdiri dari keladi yang berumur 6 bulan setelah panen yang diperoleh dari Pasar
Badung, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Bahan tambahan terdiri dari margarin (blue band), air, susu (ultra milk), gula (gulaku) dan garam. Bahan kimia yang digunakan selama analisis yaitu heksana, petroleum jelly (Vaseline), HCl 0,1 N, tablet kjeldahl, H2SO4 pekat, aquades, NaOH, indikator PP, asam borat 3%, H2SO4 0,225 N, NaOH 0,225 N, alkohol 95%, enzim alpha amilase, enzim pepsin 1%, enzim beta amilase, NaOH 45% dan HCl 25%, larutan buffer phospat 0,1 M pH 7.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan adalah baskom, kompor (rinnai), neraca analitik (OHAUS), panci pengukus, oven (kirin), loyang, spatula, sendok, botol spray, ayakan 80 mesh (retsch), pisau, refrigerator (biobase), blender (Philips), aluminium foil (best fresh), slicer, loyang, kotak plastik PP, plastik PE (bagus), sendok, dehydrator (getra), dry oven (glotech), baking paper (best fresh), rolling pin, desikator, pinset stainless steel, cawan, pemanas listrik (gerhardt), tanur (wisetherm), gelas plastik PET, handphone, labu didih, soxhlet, kertas saring, benang wol putih, aplikasi colorimeter, lembar kuesioner, alat tulis, tabung reaksi, gelas beaker, gelas ukur, destruktor, alat destilasi, erlenmeyer, buret, pipet tetes, waterbath, kertas whatman no 42.
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbandingan tepung keladi alami dengan termodifikasi pada pembuatan flakes yang terdiri dari 6 perlakuan, meliputi: P0 = 100% : 0%, P1 = 80% : 20%, P2 = 60% : 40%, P3 = 40% : 60%, P4 = 20% : 80%, P5 = 0% : 100%. Masing-masing perlakuan
dilakukan pengulangan 3 kali sehingga diperoleh sebanyak 18 kali unit percobaan. Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Tepung Keladi
Proses pembuatan tepung keladi dilakukan berdasarkan penelitian oleh Yanti (2014) dengan modifikasi. Proses diawali dengan sortasi keladi dengan mutu baik kemudian umbi dibersihkan, dikupas, dicuci dengan air bersih. Setelah proses pencucian, keladi kemudian dipotong membentuk chips dengan ketebalan 1-2 mm. Chips keladi kemudian direndam menggunakan larutan NaCl 5% dengan perbandingan keladi dan air 1:2 selama 30 menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi rasa gatal karena adanya kandungan kristal kalsium oksalat pada keladi. Chips keladi dicuci dengan air bersih dan dikeringkan selama 24 jam pada suhu 60oC menggunakan oven. Chips keladi kemudian digiling. Proses penggilingan dilakukan dengan
menggunakan blender. Hasil penggilingan kemudian diayak menggunakan ayakan 80
mesh untuk didapatkan tepung keladi yang sesuai.
Pembuatan Tepung Termodifikasi
Pembuatan tepung termodifikasi HMT mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (Wiadnyani dan Widarta, 2014) dengan modifikasi. Tahap pertama tepung ditimbang 100 g dan ditentukan kadar airnya menjadi 30% lalu dimasukkan ke dalam kotak plastik tahan panas dan dibungkus aluminium foil. Tepung
kemudian disimpan selama 12 jam pada suhu 4oC. Tepung kemudian dipanaskan dengan oven selama 10 jam pada suhu 110oC dan dilakukan pengadukan dengan cara pengocokan setiap 5 jam untuk meratakan tepung. Tepung selanjutnya dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60oC, kemudian digiling dan diayak
menggunakan ayakan 80 mesh.
Pembuatan Flakes
Pembuatan flakes mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh (Ningtyas, 2018) dengan modifikasi. Pembuatan diawali dengan pencampuran tepung alami dan tepung termodifikasi sesuai dengan perlakuan. Kedua tepung dicampur hingga mencapai 100 g, ditambahkan gula pasir sebanyak 10 g, garam 2 g lalu diaduk rata menggunakan spatula dan ditambahkan bahan cair yang meliputi 20 g margarin yang sudah dicairkan dan air 25 ml. Bahan kering dan bahan basah diuleni hingga adonan kalis.
Tabel 1. Nilai kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan
kadar serat kasar tepung keladi alami dan tepung keladi modifikasi
Komponen |
Tepung keladi alami (%) |
Tepung keladi modifikasi (%) |
Kadar air |
9,59 ± 0,03a |
7,97 ± 0,03b |
Kadar abu |
1,72 ± 0,05b |
2,19 ± 0,02a |
Kadar protein |
2,72 ± 0,27a |
1,83 ± 0,39b |
Kadar lemak |
8,15 ± 0,01a |
7,52 ± 0,03b |
Kadar karbohidrat |
77,95 ± 0,16b |
80,57 ± 1,35a |
Kadar serat kasar |
0,51 ± 0,02b |
0,85 ± 0,01a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05) menggunakan analisis Independent T-Test
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar flakes dengan perbandingan tepung keladi
alami (TKA) dan tepung keladi termodifikasi (TKM) | ||||||
Perlakuan |
Kadar air |
Kadar abu |
Kadar |
Kadar lemak |
Kadar |
Kadar serat |
(TKA: TKM) |
(%b/b) |
(%b/b) |
protein |
(%b/b) |
karbohidrat |
kasar |
(%b/b) |
(%b/b) |
(%b/b) | ||||
P0 (100% : 0%) |
2,38 ± 0,02a |
0,16 ± 0,02e |
4,94 ± 0,19a |
20,20 ± 0,18a |
70,20 ± 0,35d |
0,40 ± 0,03d |
P1 (80% : 20%) |
2,19 ± 0,02b |
1,78 ± 0,07d |
4,25 ± 0,24b |
18,15 ± 0,71b |
70,76 ± 094d |
1,05 ± 0,10c |
P2 (60% : 40%) |
2,15 ± 0,01b |
1,80 ± 0,09d |
3,39 ± 0,46c |
17,21 ± 0,83b |
71,80 ± 1,61cd |
1,16 ± 0,10c |
P3 (40% : 60%) |
2,01 ± 0,01c |
2,38 ± 0,07c |
3,21 ± 0,26c |
15,68 ± 0,99c |
73,05 ± 0,19bc |
1,62 ± 0,14b |
P4 (20% : 80%) |
1,77 ± 0,04d |
2,54 ± 0,09b |
3,07 ± 0,52c |
15,55 ± 0,16c |
74,06 ± 0,73ab |
1,69 ± 0,08b |
P5 (0% : 100%) |
1,50 ± 0,04e |
3,02 ± 0,06a |
2,23 ± 0,20d |
14,26 ± 0,82d |
75,15 ± 0,87a |
1,88 ± 0,06a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang
sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)
Adonan dikukus dengan suhu 100°C selama 10 menit. Adonan kemudian dipipihkan menggunakan noodle maker dengan ketebalan ± 1 mm dan dicetak berbentuk bulat dengan diameter ± 15 mm, lalu dipanggang dengan suhu 130°C selama 25 menit menggunakan oven hingga berwarna kecoklatan Analisis Data Setelah memperoleh data, dilakukan analisis menggunakan metode sidik ragam. Apabila terdapat pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati, maka dilakukan pengujian lebih lanjut |
menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) di dalam aplikasi SPSS. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis karakteristik kimia bahan baku berupa tepung keladi alami dan tepung keladi termodifikasi yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat kasar dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil Analisis Kimia Flakes Karakteristik kimia flakes dengan perbandingan tepung keladi alami dan termodifikasi secara Heat Moisture Treatment meliputi kadar air, kadar abu, |
kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 2.
Kadar Air
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung keladi alami dan termodifikasi HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air flakes. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar air flakes berkisar antara 1,50% sampai 2,38%. Kadar air terendah diperoleh pada P5 yaitu 1,50% dan kadar air tertinggi diperoleh pada P0 yaitu 2,38%. Penurunan kadar air terjadi seiring dengan meningkatnya penambahan tepung keladi termodifikasi HMT karena kandungan air dalam tepung keladi termodifikasi lebih rendah dibandingkan tepung keladi alami. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar air tepung alami adalah 9,59% dan tepung termodifikasi adalah sebesar 7,97%. Menurut Putra et al., (2019) pada mi instan komposit terigu dan pati kimpul
termodifikasi HMT menyatakan bahwa komposisi pati kimpul termodifikasi diduga dapat meningkatkan kadar amilosa karena kandungan amilosanya yang cukup tinggi yang menyebabkan daya ikat air pada mi semakin rendah. Rendahnya daya ikat air ini menyebabkan mi ketika proses pengeringan mudah melepaskan air dan berdampak pada kadar air mi menjadi lebih rendah. Amilosa merupakan polisakarida dengan sifat mudah mengikat air namun mudah pula melepaskan air ketika proses pengeringan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2021) yang menyatakan bahwa peningkatan susbtitusi tepung talas termodifikasi akan menurunkan persentase daya serap air yang disebabkan oleh pemanasan dalam waktu yang relatif lama. Proses ini menyebabkan putusnya ikatan hidrogen pada pati talas termodifikasi. Rendahnya kadar air pada flakes menjadi salah satu acuan dalam memperpanjang masa simpan produk. Kadar air flakes mengacu pada syarat mutu flakes SNI 01-4270-1996 yaitu maksimal 3%. Menurut syarat mutu flakes, perbandingan penambahan tepung keladi alami dan tepung keladi termodifikasi pada semua perlakuan menghasilkan flakes dengan kadar air yang memenuhi standar. Kadar Abu
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung keladi alami dan termodifikasi HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu flakes. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar abu flakes berkisar antara 0,16% sampai 3,02%. Kadar abu terendah diperoleh pada P0 yaitu 0,16% dan kadar abu tertinggi diperoleh pada P5 yaitu 3,02%. Terjadi peningkatan kadar abu seiring meningkatnya persentase
penambahan tepung keladi termodifikasi. Kandungan mineral yang terdapat pada tepung keladi alami dan termodifikasi HMT menyebabkan meningkatnya kadar abu pada flakes. Tepung keladi alami memiliki
kadar abu sekitar 1,72% dan tepung keladi termodifikasi memiliki kadar abu sekitar 2,19%, sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar abu tepung keladi alami. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2021) menyatakan bahwa kadar abu pada mie basah mengalami peningkatan dengan perlakuan substitusi tepung talas termodifikasi HMT. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu pemanasan maka semakin banyak air yang teruap dari bahan yang dikeringkan. Kadar abu yang tinggi pada bahan tepung kurang disukai karena memberikan warna yang cenderung gelap pada produknya (Riwayati dan Farikha, 2020). Berdasarkan SNI 1-4270-1996, kandungan maksimum kadar abu pada flakes adalah 4%, hasil analisis menunjukkan bahwa semua perlakuan memenuhi persyaratan SNI.
Kadar Protein
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung keladi alami dan termodifikasi HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein flakes. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar protein flakes berkisar antara 2,23% sampai 4,94%. Kadar protein terendah diperoleh pada P5 yaitu 2,23% dan kadar protein tertinggi diperoleh pada P0 yaitu 4,94%. Menurut Sardiman et al., (2021) menyatakan bahwa tepung termodifikasi HMT mengalami penurunan kadar protein akibat proses denaturasi melalui suhu tinggi
dan waktu pemanasan yang cukup lama. Pada penelitian ini, penurunan protein ditunjukkan dengan kadar protein tepung keladi alami yaitu 2,72% sedangkan kadar protein tepung keladi termodifikasi HMT yaitu 1,83%. Protein memiliki kerentanan terhadap suhu panas, sehingga dalam proses modifikasi menyebabkan nilai protein mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai protein tepung tanpa modifikasi.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadilah et al., (2022) yang menyatakan bahwa semakin banyak penambahan tepung jali termodifikasi HMT maka kadar protein pada flakes dengan perbandingan tepung kedelai akan semakin rendah. Menurut SNI 01-4270-1996, kadar protein minimal untuk flakes adalah 5%. Berdasarkan persyaratan kadar protein minimal pada SNI, dapat dikatakan bahwa kadar protein pada setiap perlakuan tidak ada yang memenuhi persyaratan mutu flakes.
Kadar Lemak
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung keladi alami dan termodifikasi HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak flakes. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar lemak flakes berkisar antara 14,26% sampai 20,20%. Kadar lemak terendah diperoleh pada P5 yaitu 14,26% dan kadar lemak tertinggi diperoleh pada P5 yaitu 20,20%. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi tepung keladi termodifikasi, kadar lemak yang dihasilkan akan semakin rendah yang ditunjukkan dengan kadar lemak tepung keladi alami yaitu 8,15% sedangkan kadar lemak tepung keladi termodifikasi HMT yaitu 7,52%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fadilah et al., (2022) menyatakan bahwa semakin banyak penambahan tepung jali termodifikasi HMT maka kadar lemak pada flakes dengan perbandingan tepung kedelai akan semakin rendah. Penurunan pada kadar lemak ini diakibatkan oleh proses pemanasan dengan suhu tinggi yang menyebabkan pati tergelatinisasi dan mengalami pemecahan, proses selanjutnya amilosa akan teretrogradasi ketika pendinginan sehingga terjadinya interaksi pada lemak dan mengakibatkan terjadinya penurunan (Nurhayati et al., 2014). Berdasarkan SNI 1-4270-1996, kandungan minimum kadar lemak pada flakes adalah 7%, hasil analisis menunjukkan bahwa semua perlakuan memenuhi persyaratan SNI.
Kadar Karbohidrat
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung keladi alami dan termodifikasi HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar karbohidrat flakes yang dilakukan dengan metode by difference. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat flakes berkisar antara 70,20% sampai 75,15%%.
Kadar karbohidrat flakes tertinggi terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 75,15% yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 yaitu sebesar 74,06% sedangkan kadar karbohidrat terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 70,20% yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 sebesar 70,76%.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung keladi termodifikasi HMT maka kadar karbohidrat pada flakes akan semakin tinggi. Kenaikan kadar karbohidrat ini disebabkan oleh kandungan protein, lemak dan abu rata-rata dari flakes yang semakin rendah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2021) pada mie basah dengan perbandingan tepung talas termodifikasi HMT dan terigu bahwa semakin bertambahnya persentase tepung talas termodifikasi HMT maka akan terjadi peningkatan kadar karbohidrat serta komponen penyusun dari bahan juga berpengaruh terhadap kandungan karbohidrat yang dihasilkan. Berdasarkan SNI 1-4270-1996, kandungan minimum karbohidrat pada flakes adalah 60%, hasil analisis menunjukkan bahwa semua perlakuan memenuhi persyaratan SNI.
Kadar Serat Kasar
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung keladi alami dan termodifikasi HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kasar flakes.
Tabel 3. Nilai hasil uji ketahanan kerenyahan flakes dalam susu
Perlakuan |
Waktu ketahanan |
(TKA: TKM) |
(menit) |
P0 (100% : 0%) |
1,08 ± 0,59d |
P1 (80% : 20%) |
1,32 ± 0,27d |
P2 (60% : 40%) |
2,06 ± 0,52cd |
P3 (40% : 60%) |
2,65 ± 0,63c |
P4 (20% : 80%) |
4,46 ± 0,57b |
P5 (0% : 100%) |
6,04 ± 0,67a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar serat kasar flakes berkisar antara 0,40% sampai dengan 1,88%. Kadar serat kasar terendah diperoleh pada P0 yaitu 0,40%, sedangkan kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada P5 yaitu 1,88%. Meningkatkan nilai kadar serat kasar sesuai dengan hasil analisis pada bahan baku tepung keladi termodifikasi HMT dan tepung keladi alami. Kadar serat kasar tepung keladi termodifikasi HMT adalah 0,85%, sedangkan kadar serat kasar tepung keladi alami adalah 0,51%. Serat kasar adalah jenis karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis oleh basa kuat dan asam kuat. Selain itu, tepung hasil modifikasi HMT juga akan meningkatkan pati resisten sehingga meningkatkan kandungan serat kasar (Rahim et al., 2021).
Hasil Analisis Fisik Flakes
Uji Kerenyahan dalam Susu
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung keladi alami dan termodifikasi HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap ketahanan kerenyahan flakes dalam susu. Data dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa durasi ketahanan flakes dalam susu berkisar antara 1,08 menit sampai 6,04 menit. Durasi terendah diperoleh pada P0 yaitu 1,08 menit yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2 yaitu masing-masing sebesar 1,32 menit dan 2,06 menit, sedangkan durasi tertinggi diperoleh pada P5 yaitu selama 6,04 menit.
Flakes sebagai salah satu produk yang dianggap instan diharapkan memiliki ketahanan renyah dengan waktu diatas tiga menit. Hal ini dikarenakan produk instan Sebagian besar memiliki waktu penyiapan dibawah tiga menit (Hildayanti, 2012). Perlakuan P4 dan P5 memiliki ketahanan kerenyahan dalam susu dengan durasi paling baik. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan karbohidrat yang dapat menentukkan ketahanan kerenyahan dalam susu (Papunas et al., 2013). Pati merupakan salah satu penyusun utama pada karbohidrat, dimana sifat pati adalah tahan terhadap air.
Tabel 4. Nilai hasil uji pengukuran warna flakes
Perlakuan (TKA : TKM) |
L* |
Warna a* |
b* |
P0 (100% : 0%) |
60,33 ± 2,32a |
4,77 ± 1,32c |
17,40 ± 1,42d |
P1 (80% : 20%) |
57,40 ± 1,39a |
6,27 ± 0,76bc |
19,90 ± 3,24cd |
P2 (60% : 40%) |
51,93 ± 1,93b |
7,90 ± 0,79b |
22,07 ± 2,73bc |
P3 (40% : 60%) |
44,27 ± 2,74c |
13,50 ± 1,41a |
24,47 ± 1,29ab |
P4 (20% : 80%) |
42,00 ± 2,49c |
13,97 ± 1,52a |
25, 83 ± 1,16ab |
P5 (0% : 100%) |
36,87 ± 1,18d |
15,67 ± 1,65a |
27,40 ± 2,36a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)
Kemampuan penyerapan air pada pati dipengaruhi oleh adanya gugus hidroksil yang terdapat pada molekul pati. Menurut penelitian Pangesti et al., (2014), ketika modifikasi HMT dilakukan, ikatan hidrogen pati mengalami kerusakan dan putus ketika proses pemanasan dalam jangka waktu yang cukup lama. Akibatnya, kemampuan granula akan mengalami penurunan karena sedikitnya jumlah gugus hdroksil dari molekul pati. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat tepung keladi termodifikasi HMT lebih tinggi dibandingkan tepung keladi alami yaitu masing-masing 80,57% dan 77,95%. Sehingga semakin tinggi penambahan tepung keladi termodifikasi HMT maka semakin lama flakes memiliki ketahanan dalam susu.
Uji Warna (L*, a*, *b)
Hasil penelitian uji pengukuran warna menggunakan aplikasi Colorimeter Lab Tools, didapatkan nilai L*, a*, dan b*. Data dapat dilihat pada Tabel 4. Kriteria kualitas utama yang dievaluasi konsumen adalah warna pada permuaan makanan sebagai salah satu pertimbangan terhadap
penerimaan suatu produk. Nilai L*, a*, b* akan dihasilkan melalui pengukuran. Parameter L* (lightness) menyatakan kecerahan, (warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih). Parameter a* (redness) menyatakan warna campuran merah hijau (a+ = 0-100) untuk warna merah, a- = 0(80) untuk warna hijau. Parameter b* (yellowness) ditunjukkan dengan warna kromatik campuran biru kuning (b+ =0-70), untuk warna kuning, b- = 0-(-70) untuk warna biru (Pertiwi et al., 2022).
Pada Tabel 4 menunjukkan parameter nilai L* (lightness) flakes berkisar antara 60,33 sampai 36,67. Perlakuan P0 memiliki tingkat kecerahan tertinggi yang tidak berbeda nyata dengan P1 yaitu masing-masing 60,33 dan 57,40 sedangkan tingkat kecerahan terendah dihasilkan oleh perlakuan P5 dengan nilai 36,87. Nilai ini menunjukkan tingkat kecerahan flakes semakin menurun seiring dengan penambahan perlakuan tepung keladi termodifikasi HMT. Parameter nilai a* (redness) flakes berkisar antara 4,77 sampai 15,67.
Tabel 5. Nilai rata-rata uji hedonik warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan
keseluruhan
Perlakuan (TKA : TKM) |
Nilai rata-rata uji hedonik | ||||
Warna |
Aroma |
Tekstur |
Rasa |
Penerimaan Keseluruhan | |
P0 (100% : 0%) |
3,95 ± 0,76ab |
3,90 ± 0,97b |
3,75 ± 0,91a |
4,05 ± 1,10a |
3,95 ± 0,83a |
P1 (80% : 20%) |
4,00 ± 0,73ab |
3,90 ± 0,91b |
3,75 ± 0,79a |
4,05 ± 1,19a |
3,80 ± 0,70a |
P2 (60% : 40%) |
4,15 ± 0,59a |
4,05 ± 0,60a |
3,60 ± 0,88a |
4,15 ± 0,81a |
4,10 ± 0,45a |
P3 (40% : 60%) |
3,55 ± 0,69b |
3,35 ± 0,67b |
3,80 ± 0,89a |
3,90 ± 1,02a |
3,85 ± 0,93a |
P4 (20% : 80%) |
2,95 ± 1,00c |
3,30 ± 1,08bc |
3,35 ± 1,14a |
3,15 ± 0,93b |
3,00 ± 0,86b |
P5 (0% : 100%) |
2,20 ± 0,95d |
2,75 ± 0,97c |
3,10 ± 1,33a |
3,15 ± 0,81b |
2,50 ± 1,10b |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)
Kriteria uji hedonik: 1 = Tidak suka; 2 = Agak tidak suka; 3 = Biasa; 4 = Agak suka; 5 = Suka
Tabel 6. Nilai rata-rata uji skoring tekstur
Perlakuan (TKA : TKM) |
Nilai rata-rata uji skoring Tekstur |
P0 (100% : 0%) P1 (80% : 20%) P2 (60% : 40%) P3 (40% : 60%) P4 (20% : 80%) P5 (0% : 100%) |
2,60 ± 0,60a 2,60 ± 0,50a 2,65 ± 0,49a 2,45 ± 0,60a 2,35 ± 0,75a 2,00 ± 0,79b |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)
Kriteria uji skoring: 1 = Tidak renyah; 2 = Agak renyah; 3 = Renyah
Semakin tinggi penambahan tepung keladi termodifikasi HMT maka semakin tinggi tingkat nilai kemerahan yang dihasilkan. Perlakuan P0 menghasilkan nilai kemerahan terendah yaitu 4,77 dan P5 menghasilkan nilai kemerahan tertinggi yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 dan P3 dengan nilai masing-masing yaitu 15,67; 13,97 dan 13,50. Parameter nilai b* (yellowness) flakes berkisar antara 17,40 sampai 27,40. Meningkatnya parameter nilai a* berbanding lurus dengan meningkatkan parameter nilai b*. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Deka and Sit (2016); Permana and Widya (2015) yang menyatakan bahwa
modifikasi termasuk pemrosesan termal menyebabkan reaksi maillard antara gula pereduksi dari pati dan gugus amina dalam protein sehingga menghasilkan produk menjadi lebih gelap. Menurut Syafutri (2017), proses pemanasan menyebabkan pati mengalami gelatinisasi yang mengakibatkan amilosa pada pati teretrogradasi sehingga membentuk pasta pati dengan warna cenderung lebih gelap dari warna sebelum tergelatinisasi. Penurunan tingkat kecerahan flakes sesuai dengan hasil analisis bahan baku tepung keladi alami dan termodifikasi HMT dengan masing-masing nilai L* (lightness) adalah 93,57 dan 84,27%. Inilah yang
menyebabkan terjadinya penurunan nilai (L*) yang sejalan dengan peningkatan nilai (a*) dan (b*).
Evaluasi Sensoris
Evaluasi sifat sensoris flakes dilakukan dengan uji skoring dan uji hedonik. Uji skoring meliputi tekstur dan uji hedonik meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan. Nilai rata-rata uji hedonik dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring dapat dilihat pada Tabel 6.
Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung keladi alami dan tepung keladi termodifikasi HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan panelis pada atribut hedonik warna. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata hasil uji hedonik warna flakes berkisar antara 2,20 sampai dengan 4,15. Nilai uji hedonik warna flakes tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 4,15 (agak suka) yang tidak berbeda nyata dengan P0 dan P1 yaitu masing-masing sebesar 3,95 dan 4,00. Nilai uji hedonik terendah terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 2,20. Semakin banyak penambahan tepung keladi termodifikasi HMT pada pembuatan flakes maka akan menghasilkan warna yang lebih gelap. Hal ini diakibatkan oleh pemasakan dengan suhu tinggi yang memicu terjadinya reaksi maillard. Reaksi maillard adalah pencoklatan non enzimatis yang dihasilkan
melalui reaksi karbohidrat dan protein (khususnya gula pereduksi dengan gugus amina) dalam bahan pangan yang dikatalisis oleh suhu tinggi. Hasil akhir dari reaksi maillard ini adalah munculnya pigmen berwarna kecoklatan (Gunaivi et al., 2018).
Aroma
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung keladi alami dan tepung keladi termodifikasi HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan panelis pada atribut hedonik aroma. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata hasil uji hedonik aroma flakes berkisar antara 4,05 sampai dengan 2,75. Nilai uji hedonik aroma flakes tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu 4,05(agak suka), sedangkan nilai uji hedonik aroma terendah terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 2,75 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 yaitu sebesar 3,30. Penambahan tepung keladi alami dan tepung keladi termodifikasi HMT menghasilkan flakes dengan atribut aroma yang masih dapat diterima oleh panelis, hal ini sejalan dengan semakin banyaknya penambahan tepung keladi termodifikasi HMT, namun menurun pada perlakuan P3. Keladi memiliki aroma yang cukup kuat sehingga beberapa panelis sedikit merasa terganggu pada aroma flakes.
Tekstur
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung keladi alami dan tepung keladi termodifikasi HMT berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kesukaan panelis pada atribut hedonik tekstur. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata hasil uji hedonik tekstur flakes berkisar antara 3,10 sampai dengan 3,80 dengan kriteria agak suka. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung keladi alami dan tepung keladi termodifikasi HMT berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kesukaan panelis pada atribut skoring tekstur pada flakes. Tabel 6 menunjukkan nilai rata-rata uji skoring tekstur flakes berkisar antara 2,00 sampai dengan 2,65. Hal ini menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur flakes dengan kriteria renyah. Perlakuan P2 memiliki nilai tertinggi karena diduga memiliki kriteria tekstur seperti flakes pada umumnya yang berbahan terigu. Semakin banyak penambahan tepung termodifikasi HMT akan mengakibatkan tekstur flakes menjadi berpasir.
Rasa
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung keladi alami dan tepung keladi termodifikasi HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan panelis pada atribut hedonik aroma. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata hasil uji
hedonik aroma flakes berkisar antara 4,15 sampai dengan 3,15. Nilai uji hedonik aroma flakes tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu 4,15(agak suka), sedangkan nilai uji hedonik aroma terendah terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 3,15 (biasa). Tepung keladi memiliki aftertaste khas keladi yang mempengaruhi penilaian hedonik pada panelis. Semakin banyak penambahan tepung keladi termodifikasi HMT, semakin berkurang nilai hedonik terhadap rasa namun terjadinya peningkatan nilai hedonik pada perlakuan P2 yang disebabkan dengan penambahan tepung keladi alami lebih besar dibandingkan penambahan tepung keladi termodifikasi HMT.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung keladi alami dan tepung keladi termodifikasi HMT berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan panelis pada atribut hedonik penerimaan keseluruhan. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata hasil uji hedonik penerimaan keseluruhan flakes berkisar antara 2,50 sampai dengan 4,10. Nilai uji hedonik penerimaan keseluruhan flakes tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 4,10 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0,P1 dan P3 dengan masing-masing nilai yaitu 3,95; 3,80 dan 3,85, sedangkan nilai uji hedonik penerimaan keseluruhan terendah terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 2,50.
Tabel 7. Hasil analisis kadar pati resisten dan kadar serat pangan
Sampel |
Kadar pati resisten |
Kadar serat pangan |
Tepung keladi alami |
3,45 ± 0,06 |
4,16 ± 0,01 |
Tepung keladi termodifikasi |
5,32 ± 0,08 |
6,27 ± 0,01 |
P2 (60% : 40%) |
3,80 ± 0,09 |
4,53 ± 0,01 |
Penambahan tepung keladi alami dan tepung keladi termodifikasi HMT dengan atribut hedonik terhadap penerimaan keseluruhan dengan memperhatikan atribut warna, aroma, tekstur dan rasa menunjukkan penambahan tepung keladi termodifikasi HMT dapat diterima oleh panelis.
Potensi Flakes sebagai Pangan Fungsional
Hasil analisis kadar pati resisten dan serat pangan pada tepung keladi alami, tepung keladi termodifikasi HMT dan flakes dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan hasil penelitian, potensi flakes sebagai pangan fungsional melalui pengujian kadar pati resisten dan serat pangan pada perlakuan terbaik yaitu flakes dengan perbandingan 60% tepung keladi alami dan 40% tepung keladi termodifikasi secara Heat Moisture Treatment (HMT) memiliki kadar pati resisten dan serat pangan masing-masing 3,80% dan 4,53%. Berdasarkan hasil analisis kadar pati resisten dan serat pangan tersebut diketahui bahwa flakes dengan penambahan tepung keladi termodifikasi HMT dapat meningkatkan kandungan pati resisten dan serat pangan. Hal ini dibuktikan dengan nilai kadar pati resisten dan serat pangan tepung keladi alami yaitu 3,45% dan 4,16%
serta nilai kadar pati resisten serta serat pangan tepung keladi termodifikasi 5,32% dan 6,27%.
Pati resisten pada flakes merupakan pati resisten tipe 3 yang merupakan hasil dari modifikasi fisik Heat Moisture Treatment (HMT) pada tepung keladi. Faridah et al., (2009) melaporkan bahwa pada proses HMT tepung daluga, amilosa-amilosa saling berinteraksi membentuk struktur yang kokoh. Adanya proses retrogradasi akan dimudahkan dengan terbentuknya rantai pendek yang banyak sehingga menghasilkan struktur yang lebih stabil dan baru. Selain itu, retrogradasi pati terjadi ketika flakes didinginkan setelah proses pemanggangan. Struktur pati akan mengalami perubahan menjadi pati resisten ketika melalui proses gelatinisasi dan retrogradasi. Oleh sebab itulah jumlah pati resisten dapat meningkat setelah makanan dipanggang. Pati resisten memiliki peranan penting bagi fisiologis tubuh karena dapat menurunkan indeks glikemik, menurunkan kolesterol serta mengurangi resiko kanker usus. Memiliki karakteristik dan fungsi seperti serat pangan, menjadikan produk flakes ini berpotensi sebagai pangan fungsional (Rozali et al., 2018).
KESIMPULAN
Perbandingan tepung keladi alami dan tepung keladi termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisikokimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, uji warna, uji kerenyahan dalam susu dan evaluasi sensoris. Karakteristik flakes terbaik diperoleh pada perlakuan penambahan tepung keladi alami 60% dan tepung keladi termodifikasi HMT 40% dengan kadar air 2,15%, kadar abu 1,80%, kadar protein 3,39%, kadar lemak 17,21%, kadar karbohidrat 71,80%, kadar serat kasar 1,16%, uji kerenyahan dalam susu 2,06 menit, warna (L* 51,93; a* 7,90 dan b* 22,07), warna agak suka, aroma agak suka, tekstur renyah dan agak suka, rasa agak suka serta penerimaan keseluruhan agak disukai. Flakes dengan penambahan tepung keladi alami 60% dan tepung keladi termodifikasi HMT 40% memiliki kadar pati resisten dan serat pangan masing-masing sebesar 3,80% dan 4,53%.
DAFTAR PUSTAKA
Amandha, R. (2018). Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional Tepung Komposit dari Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea Batatas L) Termodifikasi HMT, Inulin, dan Kasein. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara, Sumatera Utara.
Anonimus. (2019). Kaya Antioksidan Pencegah Kanker, Ketahui Manfaat Tidak Terduga Dari Akar Umbi Talas Bagi Kesehatan Masyarakat.
https://www.gid.id/read/041921480/kaya-antioksidan-pencegah-kanker-ketahui-manfaat-tak-terduga-akar-talas-bagi-kesehatan?page=all. Diakes tanggal: 10 Oktober 2022.
AOAC. (1995). Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. AOAC International, Virginia USA.
Badan Standarisasi Nasional. (1996). Susu
Sereal. SNI 01-4270-1996. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (2002). Margarin. SNI 01-3541-2002. Jakarta.
Birt, D.F., T. Boylston., S. Hendrich., J.L. Jane., J. Hollis., Lili., J.M. Clelland., S. Moore., G.J. Phillips., M. Rowling., K. Schalinske., M.P. Scott and E.M. Whitley. (2013). Resistant Starch: Promise for
Improving Human Health. Advances in Nutrition [Electronic Resource, 4 (6),
587- 601.
Direktorat Gizi. (2018). Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2017. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Deka, D., and Sit, N. (2016). Dual modification of taro starch by microwave and other heat moisture treatments.
International Journal of Biological
Macromolecules, 92, 416-422.
Faridah, D.N., F. Kusnandar, D. Herawati., H. D. Kusumaningum dan N. Wulandari. (2008). Penuntun Praktikum Analisis
Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian
IPB, Bogor.
Faridah, D.N., N. Purnamasari dan S.L. Suryaatmaja. (2019). Karakteristik
fisikokimia tepung daluga (Crytosperma Merkusii.(Hassk) Schott) hasil modifikasi fermentasi bakteri asam laktat dan heat moisture treatment. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan, 8(3), 94-99.
Febrianty, K., T. D. Widyaningsih, S. D. Wijayanti, N. I. Panca dan J. M. Maligan. (2015). Pengaruh proporsi tepung ubi jalar dan tepung kecambah kacang hijau
terhadap kualitas flakes. Jurnal Pangan dan Agoindustri, 3(3), 2-5.
Felicia, A. (2006). Pengembangan Produk
Sereal Sarapan Siap Santap Berbasis Sorghum. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Garnida, Yudi., Hervelly dan R.N Rahma. (2019). Modifikasi tepung ganyong
(Canna edulis Kerr.) metode heat
moisture treatment pada suhu dan waktu pemanasan berbeda dan aplikasi tepung pada pembuatan cookies. Pasundan Food Technology Journal, 6(1).
Gunaivi, R., Lubis, Y. M., & Aisyah, Y. (2018). Pembuatan mie kering dari tepung talas (Xanthosoma Sagittifolium) dengan penambahan karagenan dan telur. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 3(1), 388–400.
Gomez, K.A., dan A.A. Gomez. (1995). Prosedur Statistik untuk penelitian pertanian. Penerjemah E. Syamsudin dan J.S. Baharsjah. UI Press, Jakarta.
Herawati et al., (2014). Pengaruh perlakuan heat moisture treatment (hmt) terhadap sifat fisiko kimia dan fungsional tepung beras dan aplikasinya dalam pembuatan bihun berindeks glikemik rendah. Jurnal Pascapanen, 11(2), 59-66.
Honestin, T. (2007). Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Izwardy, D. (2017). Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Jatmiko, G. P dan T. Estiasih. (2014). Mie dari ubi kimpul (xanthosoma
sagittifolium): Kajian Pustaka. Jurnal
Pangan dan Agoindustri, 2(2), 127-134.
Kaur, B., F. Ariffin, R. Bhat, dan A.A. Karim. (2012). Progress in starch modification in the last decade. Food
Hydrocolloids, 26(2), 398-404.
Khairunnisa., N. Harun dan Rahmayuni. (2018). Pemanfaatan tepung talas dan tepung kacang hijau dalam pembuatan flakes. Sagu, 17(1), 19-28.
Kusuma, P.B., H. Muljana dan Asaf. (2013). Pembuatan Pati Resisten Jenis 3 (RS3) dari Pati Tapioka. Prog Studi Teknik Kimia, Universitas Katolik Parahyangan.
Lehmann, U., J. Gisela and D. Schmiedl. (2002). Characterization of resistant starch type III from banana (Musa acuminata). Journal of Agicultural and Food Chemistry, 50(18).
Marsetio. (2006). Flakes Labu Kuning (Curcubita moschata) Dengan Kadar
Vitamin A Tinggi. Departmen of Food Technology UPNV. Surabaya.
Molinero, L. (2017). Goup of Cereals Isolated Over White Backgound Free
Photo.https://www.freepik.com/free-
photo/goup-cereals-isolated-white-backgound_1198419.htm#query=corn%20 flakes&position=3&from_view=author. Diakses tanggal: 10 Oktober 2022.
Niba, L.L. (2003). Processing effects on susceptibility of starch to digestion in some dietary starch sources. International Journal of Food Sciences and Nutrition, 54, 97–109.
Ningtyas, K. R., (2018). Optimasi formulasi breakfast meal flakes (Pangan Sarapan) pisang dengan penambahan labu kuning. Jurnal Pengolahan Pangan, 3(2).
Nurbaya, S.R dan T. Estiasih. (2013). Pemanfaatan talas berdaging umbi kuning (Colocasia esculenta (L.) Schott) dalam pembuatan cookies. Jurnal Pangan dan Argoindustri, 1(1), 46– 55.
Nurhayati., B.S.L. Jenie., S. Widowati and H.D. Kusumaningrum. (2014). Komposisi kimia dan kristalinitas tepung pisang termodifikasi secara fermentasi spontan dan siklus pemansan bertekanan-pendinginan. Agritech, 34(2).
Nurmiyati. (2009). Karakterisasi kimpul (Xanthosoma spp) berdasarkan karakter morfologi dan analisis isozim. Prog. Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Okoniewska, M and Witwer RS. (2007). Natural resistant starch: an overview of health properties a useful replacement for flour, resistant starch may also boost insulin sensitivity and satiety. Nutritional Outlook.
Onyango, C., T. Bley., A. Jacob., T. Henle and H. Rohm. (2006). Influence of incubation temperature and time on
resisten starch type III formation from autoklafd and acid-hydroysed cassava starch. Carbohydrate Polymers, 66, 494499.
Palupi, N.S., F. Kusnandar dan O.A. Lestari. (2015). Nilai biologis mi kering jagung yang disubstitusi tepung jagung
termodifikasi melalui heat moisture
treatment. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 25(2), 9-16.
Pangesti, Y.D., N.H.R. Parmanto dan A.R.A. (2014). Kajian sifat fisikokimia tepung bengkuang (Pachyrhizus erous)
dimodifikasi secara heat moisture
treatment (HMT) dengan variasi suhu. Jurnal Teknologi Pangan, 3(7), 72-77.
Papunas, M. E., G. S. S. Djarkasi dan J. S. C. Moningka. (2013). Karakteristik
fisikokimia dan sensoris flakes berbahan baku tepung jangung (Zea mays L), tepung pisang goroho (Musa acuminafe, sp) dan tepung kacang hijau (Phaseolus radiates). Jurnal Ilmiah Fakultas
Pertanian, 3 (5).
Purwani, E.Y., W. Widaningrum., R. Thahir dan M. Muslich. (2006). Effect of
Moisture Treatment of Sago Strach on Its Noodle Quality. Indonesia Journal of
Agiculture Science, 7(1), 8-14.
Putra, I.N.K., N.W. Wisaniyasa dan A.A.I.S. Wiadnyani. (2016). Optimasi suhu
pemanasan dan kadar air pada produksi pati talas kimpul termodifikasi dengan teknik heat moisture treatment (HMT). Agritech, 36(3), 302-307.
Putra, I.N.K., I.P. Suparthana and A.A.I.S. Wiadnyani. (2019). Sifat fisik, kimia, dan sensori mi instan yang dibuat dari
komposit terigu-pati kimpul termodifikasi. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 8(4), 161-167.
Putri, S.D.E., (2021). Pemanfaatan Tepung Talas Termodifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) Sebagai Pensubstitusi Terigu Pada Pembuatan Mie Basah. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember. Jawa Timur.
Permana, R.A and W.D.R. Putri. (2015). Pengaruh proporsi jagung dan kacang merah serta substitusi bekatul terhadap karakteristik fisik kimia flakes. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(20), 734-742.
Pertiwi et al., (2022). Karakteristik fisikokimia tepung campolay (Pouteria campechiana) termodifikasi secara fisik dan biologi. Jurnal Agroteknologi. 16(01).
Rahim, V.S., S.A. Liputo and P.N.S. Maspeke. (2021). Sifat fisikokimia dan organoleptik mie basah dengan substitusi tepung ketan hitam termodifikasi heat moisture treatment (HMT). 3(1).
Riwayati, A.I and F. Maharani. (2020). Modifikasi tepung sukun (Artocarpus altrilis) menggunakan metode heat
moisture treatment (hmt) dengan variabel suhu dan lama waktu perlakuan. Inovasi Teknik Kimia, 5(2), 105-109.
Rukmana, Rahmat. (1994). Bayam: Bertanam & Pengolahan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius.
Rozali, Z. F., E.Y Purwani., D. Iskandriati., N. Sri., dan T. Suhartono. (2018). Potensi Pati Resisten Beras sebagai Bahan Pangan Fungsional The Potential of Rice Resistant Starch as Fungsional Food Ingredient. Jurnal Pangan, 27(3), 215–224.
Sajilata, M.G., R.S. Singhal and P.R. Kulkarni. (2006). Resistant Starch-A
Review. In Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 5(1), pp. 1–17.
Saleha, N.M. (2016). Optimasi Formulasi Flakes Berbasis Tepung Ubi Cilembu Tepung Tapioka Serta Tepung Kacang Hijau Menggunakan Aplikasi Design Expert Metode Mixture D-Optimal.
Skripsi. Tidak dipublikasikan. Prog Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknik.
Universitas Negeri Pasundan. Bandung.
Sadirman. Ansharullah and Hermanto. (2021). Modifikasi dan karakteristik tepung biji nangka (Artocarpus
Heterophyllus) termodifikasi HMT (heat moisture treatment). J. Sains dan Teknologi Pangan, 6(5), 4384-4396.
Setiaji, B. (2012). Pengaruh Suhu dan Lama Pemannggangan Terhadap Karakteristik Soy Flakes (Glycine max L). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Prog Studi
Teknologi pangan. Fakultas Teknik.
Universitas Pasundan. Bandung.
Sidupa, H.E., S. Wahyuni dan A.K.R. (2019). Pengaruh modifikasi terhadap
karakteristik tepung gadung termodifikasi : Studi Kepustakaan. J. Sains dan
Teknologi Pangan, 4:2.
Simbolon, W.R., H. Rusmarilin dan E.
Julianti. (2017). Karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik flakes dari bekatul beras, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar kuning dan penambahan kuning telur. Jurnal Rekayasa Pangan, 5(2).
Stiyadi, A. D. (2016). Pengaruh Jenis Tepung Pisang (Musa Paradisiaca) Dan Waktu Pemanggangan Terhadap Karakteristik
Banana Flakes. Tugas akhir. Tidak dipublikasikan. Universitas Pasundan.
Bandung.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Surhadi. (1997). Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty,
Yogyakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi.
(1984). Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty,
Yogyakarta.
Sukardi. (2015). Metodologi Penelitian
Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Susanti, I., E.H. Lubis dan S. Meilidayani. (2017). Flakes Sarapan pagi berbasis mocaf dan tepung jagung. Jurnal Industri Berbasis Ago, 34(1), 44-52.
Syafutri, M.I., E. Lidiasari, dan F. Syaiful. (2019). Karakteristik Fisikokimia Tepung Beras Merah dengan Variasi Suhu dan Lama Pengeringan serta Metode
Pengeringan yang Berbeda. Laporan Penelitian Unggulan Kompetitif pada
Universitas Sriwijaya Indralaya.
Syamsir, E., P. Hariyadi., D. Fardiaz., N. Andarwulan dan F. Kusnandar. (2012).
Pengaruh proses heat moisture treatment (HMT) terhadap karakteristik fisikokimia
pati. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan, 23(1).
Tjitrosoepomo, G. (2002). Taksonomi
Tumbuhan Spermatophyta. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Wiadnyani, A.A.I.S., I.W.R. Widarta. (2014). Modifikasi pati talas kimpul dengan Heat Moisture Treatment untuk memperbaiki karakteristik sohun (Starch Noodle).
Prosiding Seminar Nasional Biosains I. Prog. Pasca Sarjana, Universitas Udayana.
Yanti, S.F. (2014). Karakteristik Fisikokimia Pati Keladi Sebaring (Alocasia
macrorhiza) yang Dimodifikasi dengan Metode Asetilasi dan Aplikasinya Pada Produk Mi Kering. Tesis. Tidak
dipublikasikan. Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Zaragoza, E.F., R. Navarrete., S. Zapata and P. Alvarez. (2010). Resistant starch as functional ingedient: A review. Food Research International, 43(4).
899
Discussion and feedback