Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Melly Karmila dkk. /Itepa 12 (4) 2023 871-881

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Konsentrasi Glukomanan (Amorphophallus Konjac) terhadap Karakteristik Jelly Drink Wedang Jahe (Zingiber Officinale)

The Effect of Glucomanan Concentration (Amorphophallus Konjac) on The Characteristics of Ginger Wedang Jelly Drink (Zingiber Officinale)

Melly Karmila, I Desak Putu Kartika Pratiwi*, I Wayan Rai Widarta

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: I Desak Putu Kartika Pratiwi, e-mail: [email protected]

Abstract

Ginger wedang was a traditional drink from Indonesia which can be further processed into jelly drink. Jelly drink are different from other types of gel products because jelly drink products are consumed by aspiration (flow) and immediately swallowed like a drink. Jelly drinks generally used carrageenan as a gelling agent but carrageenan has a weakness because has a high syneresis value, the addition of glucomannan can improve the gel properties that are formed into a strong and elastic gel and able to reduce gel syneresis. This research was conducted to determine the effect of adding glucomannan and to obtain the concentration of glucomannan which produces ginger wedang jelly drink with the best characteristics. The experimental design was a complete randomized design with one factor which are consisting 5 levels of glucomannan concentration, namely: 0.05%, 0.075%, 0.10%, 0.125%, 0.15% with three replications. The parameters tested are total soluble solids, syneresis, dietary fiber, and hedonic sensory test (taste, texture, easiness to swallowed, easiness consumed using straw, and overall acceptance). The data analyzed using Analysis of Variance (α=0.05) and continued by Duncan Multiple Range Test (α=0.05). The results showed that the concentration of glucomannan had a significant effect the total soluble solids, syneresis, dietary fiber, taste, texture, easiness to swallowed, easiness consumed using straw, and overall acceptance. The best characteristic of ginger wedang jelly drink was addition 0.1% glucomannan with the total soluble solids of 4.1%, syneresis of 3.91%, dietary fiber of 6.46%, and sensory acceptability are liked.

Keywords: glukomannan, jelly drink, ginger wedang

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara penghasil jahe (Zingiber Officinale) dengan kuantitas produksi jahe domestik sebanyak 112.290 ton pada tahun 2003 dan meningkat sebanyak 3,28% per tahun. Melimpahnya jumlah jahe ternyata mendatangkan permasalahan yakni rendahnya nilai ekonomis jahe dan meningkatnya jumlah jahe yang busuk akibat tidak dimanfaatkan secara optimal (Edy & Ajo, 2020).

Peningkatan Jumlah olahan jahe menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Beragam produk olahan jahe saat ini tersedia di pasaran, antara lain manisan jahe, jahe instan, dan wedang jahe.

Wedang jahe merupakan minuman tradisional Indonesia yang diolah secara turun temurun dengan citarasa jahe kuat dan rasa manis terbuat dari sari jahe dengan penambahan sereh wangi dan gula merah. Wedang jahe bermanfaat untuk

menyehatkan, menyegarkan, dan menghangatkan tubuh serta melancarkan sistem pernafasan (Sinoma & Hutabarat, 2021). Selama ini wedang jahe lebih dikenal di kalangan dewasa dibandingkan anak muda. Peningkatan produk turunan dari wedang jahe perlu diupayakan sehingga menarik minat segala kalangan terutama kalangan anak muda. Wedang jahe dapat diolah menjadi produk jelly drink karena merupakan produk minuman dan memiliki citarasa khas sehingga dalam pembuatannya tidak memerlukan perisa tambahan. Beberapa penelitian telah memanfaatkan bahan herbal alami dalam pembuatan jelly drink seperti jelly drink temulawak (Kurnia dkk, 2017) dan jelly drink rosella sirsak (Hasanah dkk, 2019).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-01-3552-1994), Jelly drink merupakan minuman berbentuk gel yang memiliki karakterisitik berupa cairan kental yang mudah di hisap. Menurut World Intellectual Property Organization (WIPO, 2002) jelly drink memiliki sifat cairan yang kental dan masih dapat mengalir serta dapat mempertahankan sifat viskoelastisitasnya. Sifat tersebut terbentuk karena adanya hidrokoloid yang bertindak sebagai gelling agent. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai hidrokoloid adalah karagenan. Karagenan memiliki keunggulan yaitu larut dalam air panas serta membentuk gel yang kuat dan tahan lama (Sari dkk, 2018). Penggunaan karagenan yang terlalu

sedikit membuat gel yang terbentuk tidak terlalu kuat dan penggunaan yang terlalu banyak menghasilkan gel yang terlalu keras (Phillips & Williams, 2009). Konsentrasi karagenan yang ditambahkan untuk membuat jelly drink bervariasi dari 0,1%-0,2% (Arini, 2010). Putra, dkk (2021) melaporkan bahwa penggunaan karagenan 0,2% menghasilkan jelly drink dari buah mangrove dengan karakteristik terbaik. Sementara itu, Hartati (2017) melaporkan bahwa penggunaan karagenan dengan konsentrasi 0,2% dapat menghasilkan nilai sineresis yang tinggi pada jelly drink temulawak yaitu sebesar 7,6 %. Sunyoto dkk, (2017) menyatakan bahwa nilai sineresis yang semakin tinggi akan merusak gel pada produk sehingga diperlukan penambahan hidrokoloid yang dapat membantu mengikat air dan mengurangi resiko sineresis pada gel. Hal serupa juga dilaporkan oleh Darsana (2019) bahwa karagenan memiliki kelemahan yaitu sifat gelnya kaku dan memiliki level sineresis yang tinggi. Jelly drink dengan karakteristik yang baik memiliki viskositas yang sesuai agar mudah disedot dan mempunyai kemampuan sineresis yang rendah. Hidrokoloid yang dapat ditambahkan dalam pembuatan jelly drink untuk membantu memperbaiki struktur gel adalah glukomanan.

Kombinasi glukomanan dan karagenan menghasilkan gel yang kuat dengan struktur dan elastisitas yang baik karena adanya efek

sinergis dalam proses pembentukan gel akibat glukomanan yang terabsorbsi pada permukaan junction zone (zona ikatan) karagenan sehingga menurunkan tegangan permukaan molekul karagenan (Penroj dkk, 2005). Menurut Taha dkk, (2014), penggunaan 0,27% glukomanan yang dikombinasikan dengan karagenan dapat mempertahankan tekstur dan meningkatkan viskositas dengan baik pada produk es susu. Sinurat dkk, (2006) menyatakan bahwa kombinasi glukomanan dan karagenan mampu bersinergi dalam kekuatan gel serta elastisitas dengan rasio karagenan dan glukomanan sampai dengan 1:1 pada pembuatan jeli, minuman dan puding. Peningkatan penggunaan glukomanan mampu memperkuat struktur gel yang dihasilkan (Alonso-Sande dkk, 2009). Hal ini dikarenakan glukomanan memiliki kelebihan yaitu dapat mempertahankan struktur yang lembab dan stabilitas dari produk setelah pemanasan, menghasilkan gel yang tidak kaku, memiliki kemampuan daya ikat air yang kuat dan tahan terhadap asam yang mengakibatkan mengurangi proses terjadinya sineresis (Widjanarko, 2016). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi glukomanan terhadap karakteristik kimia dan fisik jelly drink wedang jahe dan mendapatkan konsentrasi glukomanan terbaik dalam membuat jelly drink wedang jahe sehingga didapatkan produk yang

memiliki karakteristik gel yang kuat tetapi masih dapat mengalir dan dihisap.

METODE

Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan bahan-bahan yang terdiri dari bahan untuk pembuatan produk dan bahan analisis kimia. Pembuatan produk Jelly drink menggunakan bahan diantaranya air mineral (aqua) yang didapat dari Toko Waralaba Indomaret Jimbaran, glukomanan (merk Now) yang diperoleh dari toko online (Tokopedia), karagenan (KRI-02) yang diperoleh dari toko online (Tokopedia), jahe gajah (kriteria rimpang besar, gemuk, dan berwana putih kekuningan), gula aren cetak, sereh wangi dan daun pandan wangi yang didapat dari pasar Jimbaran. Bahan yang digunakan pada analisis kimia yaitu aquades (Aquadm), buffer fosfat pH 0,6 (Biomat), termanyl (novozymez), HCL (Merck), etanol (Emsure), enzim protease (Doctor’s Best), enzim amiloglukosidase (Megazyme), dan aseton (FGcomposites).

Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk membuat jelly drink diantaranya kompor (Sanken), spatula (Oxone), cetakan (Tupperware) timbangan digital (V60), dan termometer suhu. Alat yang dipakai pada analisis kimia dan sensoris yakni sensoris neraca analitik (Shimadzu ATY224), cawan porselen (Heldenwanger), labu erlenmayer (Herma), waterbath seaker (Memmert WNB29L4),

desikator (Duran), refraktometer digital (Atago), pipet tetes (Chem), kertas saring (Whatman) serta lembar kuisioner uji sensoris.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan penambahan konsentrasi glukomanan terdiri atas 5 taraf dan masing-masing diulang perlakuan diulang sebanyak 3 kali hingga didapatkan 15 unit percobaan yaitu P1: jelly drink dengan penambahan glukomanan 0,05 %, P2: jelly drink dengan penambahan

glukomanan 0,075 %, P3: jelly drink dengan penambahan glukomanan 0,10 %, P4: jelly drink dengan penambahan glukomanan 0,125  %,    P5: jelly drink dengan

penambahan glukomanan 0,15 % Pelaksanaan penelitian

Pembuatan Wedang Jahe

Pembuatan wedang jahe merujuk pada penelitian Olidia (2021). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan wedang jahe adalah air 500 ml, jahe 10%, gula aren 8%, sereh 5 % dan daun pandan 2 %. Tahapan awal pembuatan wedang jahe yaitu jahe dibakar selama 3 menit untuk mengeluarkan aroma dari minyak atsiri dan menghilangkan rasa pahit jahe. Setelah kulit terluar jahe terbakar sempurna, kulit jahe dikupas hingga bersih. Selanjutnya disiapkan air sejumlah 500 ml, jahe 10%, gula aren 8%, sereh 5 % dan daun pandan 2 %. Kemudian, direbus

sampai mendidih (suhu 100 ºC) proses pemasakan dilanjutkan hingga dengan menit ke-8. Setelah menit ke-8, seluruh bahan dikeluarkan (jahe, sereh, daun pandan) sehingga diperoleh wedang jahe yang siap untuk diproses menjadi jelly drink.

Pembuatan Jelly Drink Wedang Jahe

Pembuatan jelly drink merujuk pada Darsana dkk, (2019). Tahapan pembuatan jelly drink wedang jahe diawali dengan pemanasan kembali wedang jahe sebanyak 100 ml hingga mencapai suhu 80 ºC. Kemudian dimasukan karagenan (0,2%) dan glukomanan (0,05%, 0,075%, 0,1%, 0,125%, 0,15%), diaduk selama 1 menit. Setelah itu, dimasukkan ke dalam wadah dan diamkan hingga jelly drink terbentuk sempurna.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini diantaranya sineresis (Yuwono & Susanto, 1998), total padatan terlarut (AOAC, 2012), serat pangan dengan metode enzimatis (AOAC, 2012), evaluasi sensoris memakai uji hedonik mengenai rasa, tekstur, daya hisap, kemudahan ditelan dan penerimaan keseluruhan (Sharif dkk, 2017). Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam dan jika terdapat pengaruh terhadap perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Table 1. Karakteristik fisik jelly drink wedang jahe dengan penambahan glukomanan

Konsentrasi Glukomanan

Sineresis (%)

Total Padatan terlarut (%)

Serat Pangan (%)

0,05%

6,83±0,026a

3,63±0,05e

4,47±0,01 e

0,075%

5,75±0,050b

3,80±0,10d

5,10±0,01 d

0,10%

3,91±0,020c

4,10±0,17c

6,46±0,01 c

0,125%

3,55±0,040d

4,37±0,05b

7,13±0,02 b

0,15%

3,22±0,023e

4,63±0,05a

8,30±0,01 a

Keterangan:   Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama

memperlihatkan hasil antar perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis terhadap parameter sineresis, total padatan terlarut, dan kadar serat pangan pada Tabel 1, sedangkan hasil evaluasi sensoris jelly drink wedang jahe dapat dilihat pada Tabel 2.

Sineresis

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi glukomanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai sineresis produk jelly drink wedang jahe. Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai sineresis jelly drink wedang jahe berkisar antara 3,22% - 6,83%. Nilai rata rata sineresis terendah pada jelly drink terdapat pada perlakuan P5 yakni 3,22 %, sedangkan tertinggi terdapat diperlakuan P1 yaitu 6,83%. Nilai sineresis jelly drink wedang jahe mengalami penurunan dari perlakuan penambahan konsentrasi glukomanan 0,05% hingga 0,15%.

Tabel 1 memperlihatkan bahwa peningkatan konsentrasi glukomanan yang digunakan dapat menurunkan nilai sineresis jelly drink wedang jahe. Hasil ini sejalan dengan yang di laporkan oleh Azizah (2012)

bahwa kenaikan jumlah glukomanan terbukti dapat menekan nilai sineresis pada produk. Peningkatan glukomanan pada jelly drink mampu menaikkan intensitas dan kekenyalan gel, serta menyusutkan derajat sineresisnya (Tako & Nakamura, 1988). Peningkatan konsentrasi gelling agent yang digunakan, mengakibatkan bertambah kekuatan struktur double helix yang menyebabkan cairan yang terperangkap dalam gel sulit lepas sehingga mengurangi proses pelepasan air dari dalam gel. Sugiarso dkk, (2015) melaporkan bahwa glukomanan mampu mengurangi nilai sineresis lantaran dapat menyerap air 100 kali dari kapasitasnya. Glukomanan dapat memperbaiki sifat gel yang terbentuk karena mampu berinteraksi dengan karagenan dan menurunkan tegangan permukaan dari molekul karagenan pada zona penghubung (junction zone), sehingga nilai sineresis gel menjadi rendah atau kecil. Kondisi tersebut disebabkan karena molekul glukomanan mampu menyerap air bebas yang ada dalam gel sehingga proses sineresis berupa

keluarnya air bebas menjadi lebih kecil (Penroj dkk, 2005).

Total Padatan Terlarut

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa     penambahan     konsentrasi

glukomanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai total padatan terlarut produk jelly drink wedang jahe. Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai total padatan terlarut jelly drink wedang jahe berkisar antara 3,63% - 4,63%. Nilai rata rata total padatan terlarut pada jelly drink wedang jahe terendah diperoleh pada perlakuan P1 yaitu 3,63 % sedangkan tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 yaitu 4,63%. Nilai total padatan terlarut jelly drink wedang jahe mengalami peningkatan dari perlakuan penambahan konsentrasi glukomanan 0,05% hingga 0,15%.

Sulastri dkk, (2018) melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi glukomanan berakibat pada peningkatan total padatan terlarut pada produk es krim buah naga, hal tersebut dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi glukomanan sebagai gelling agent. Pemakaian hidrokoloid karagenan dan glukomanan pada jelly drink memiliki kecenderungan mengalami peningkatan total padatan terlarut seiring dengan bertambahnya konsentrasi dari kedua jenis hidrokoloid (Ekafitri dkk, 2016). Bertambahnya konsentrasi hidrokoloid yang digunakan maka total padatan terlarut akan

terus meningkat. Kadar total padatan terlarut jelly drink menurut SNI-01-3552-1994 maksimal 20% dari total berat total bahan, dengan demikian kadar total padatan terlarut pada setiap perlakuan masih memenuhi syarat mutu.

Serat Pangan

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi glukomanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai serat pangan produk jelly drink wedang jahe. Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai serat pangan jelly drink wedang jahe berkisar antara 4,47% – 8,30%. Nilai rata rata serat pangan pada jelly drink wedang jahe terendah diperoleh pada perlakuan P1 yaitu 4,47 %. Nilai rata rata serat pangan pada jelly drink wedang jahe tertinggi di peroleh pada perlakuan P5 yaitu 8,30%. Nilai serat pangan mengalami peningkatan dari perlakuan penambahan konsentrasi glukomanan 0,05% hingga 0,15%.

Suci dkk, (2021) melaporkan bahwa penambahan glukomanan akan meningkatkan kadar serat yang dihasilkan pada produk. Glukomanan adalah salah satu sumber pangan yang tinggi akan serat pangan. Tepung konjak mempunyai kadar serat sebanyak 2,5% dan kandungan glukomanan sebesar 64,98% (Mahirdini & Afifah, 2016).

Tabel 2. Nilai rata-rata uji hedonik jelly drink wedang jahe dengan penambahan

glukomanan

Konsentrasi Glukomanan

Nilai rata-rata

Rasa

Tekstur

Daya Hisap

Kemudahan Ditelan

Penerimaan Keseluruhan

0,05%

6,20±0,41a

5,07±0,45c

5,67±0,48b

6,07±0,46a

5,40 ±0,51c

0,075%

5,80±0,41b

5,60±0,51b

5,93±0,25ab

5,93±0,46a

5,80±0,41b

0,10%

5,73±0,45bc

6,20±0,41a

6,20±0,41a

5,93±0,46a

6,27±0,46a

0,125%

5,60±0,51bc

6,27±0,45a

5,73±0,46b

5,40±0,51b

5,60±0,51bc

0,15%

5,4±0,51c

6,40±0,51a

4,60±0,51c

4,73±0,46c

3,93±0,26d

Keterangan: Nilai

rata-rata yang

diikuti huruf

yang berbeda pada kolom

yang sama

memperlihatkan hasil antar perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Skala hedonik: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = biasa, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka


Berdasarkan Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) no. 13 tahun 2016 bahwa suatu produk dianggap sebagai pangan sumber serat jika mengandung setidaknya 3 g serat per 100 g bahan. Kandungan serat pangan pada jelly drink wedang jahe diketahui sebanyak 4,47g hingga 8,3g per 100g bahan, dengan demikian jelly drink wedang jahe dengan penambahan glukomanan telah dapat disebut sebagai produk sumber serat pangan. Evaluasi Sensoris

Evaluasi sensoris jelly drink wedang jahe yang digunakan yaitu uji hedonik meliputi yaitu rasa, tekstur, daya hisap, kemudahan ditelan dan penilaian keseluruhan. Nilai rata – rata uji hedonik terhadap rasa, tekstur, daya hisap, kemudahan ditelan dan penilaian keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2.

Rasa

Hasil sidik ragam memperlihatkan

bahwa penambahan konsentrasi glukomanan pada jelly drink wedang jahe berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hedonik jelly drink wedang jahe. Tabel 2 memperlihatkan nilai rata-rata uji hedonik rasa jelly drink wedang jahe dengan kriteria agak suka – suka dengan nilai rata-rata berkisar antara 5,40 – 6,40.

Peningkatan penambahan glukomanan menurunkan tingkat kesukaan subjek uji terhadap rasa jelly drink wedang jahe. Hal demikian diduga berhubungan dengan konsentrasi gelling agent yang digunakan. Piccone (2011) melaporkan bahwa konsentrasi gelling agent mampu mempengaruhi rasa karena peningkatan konsentrasi hidrokoloid mampu menciptakan gel yang lebih kuat, menaikkan densitas (kekentalan) produk, yang dapat menurunkan rasa asli produk. Sejumlah bahan tambahan pangan seperti gula mampu berikatan bersama hidrokoloid, kemudian

menghasilkan gel yang lebih kuat dan mengakibatkan timbulnya rasa manis akan semakin berkurang. Rasa manis akan terperangkap dalam struktur gel ketika konsentrasi gelling agent yang ditambahkan terus meningkat.

Tekstur

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi glukomanan pada jelly drink berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hedonik tekstur jelly drink wedang jahe. Tabel 2 memperlihatkan nilai rata-rata hedonik tekstur jelly drink wedang jahe berkisar antara 5,07 – 6,40 dengan kriteria agak suka – suka. Nilai rata-rata hedonik terhadap tekstur mengalami peningkatan dari perlakuan P1 (0.05%) sampai perlakuan P5 (0,15%). Nilai rata-rata hedonik terhadap tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 dengan nilai 6,40. Nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan P1 dengan nilai 5,07.

Isnaini (2016) melaporkan bahwa penambahan glukomanan menaikkan nilai skor tekstur karena kemampuannya dalam membentuk gel, tergantung dengan penciptaan struktur double helix antar molekul. Semakin banyak penciptaan double helix maka intensitas gel akan semakin bertambah dan mengakibatkan meningkatnya tekstur produk. Tekstur jelly drink juga akan bertambah rapuh apabila penambahan konsentrasi glukomanan yang diberikan semakin sedikit. Achayadi dkk,

(2018) menyatakan bahwa semakin sedikit penambahan konsentrasi gelling agent, maka semakin lemah gel yang terbentuk, sehingga saat di hisap tekstur dari jelly drink tidak terasa.

Daya Hisap

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi glukomanan pada jelly drink wedang jahe berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hedonik daya hisap jelly drink wedang jahe. Tabel 2 memperlihatkan nilai rata-rata hedonik daya hisap jelly drink wedang jahe berkisar antara 6,20 – 4,70 dengan kriteria biasa – suka. Nilai rata-rata hedonik terhadap daya hisap mengalami peningkatan sampai perlakuan P3 (0,10%) dan mengalami penurunan setelahnya sampai perlakuan P5 (0,15%). Nilai rata-rata hedonik terhadap tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 dengan nilai 6,20. Nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan P5 dengan nilai 4,70.

Daya hisap menyatakan tingkat kemudahan dikonsumsi dengan sedotan. Nilai kesukaan terhadap daya hisap jelly drink wedang jahe dengan penambahan konsentrasi glukomanan sebesar P3 (0,10%) lebih disukai oleh panelis. Kesukaan panelis menurun pada penambahan jelly drink P5 : 0,15% (agak suka). Hal ini dikarnakan jelly drink semakin sulit untuk dihisap, diduga akibat memiliki tekstur yang lebih padat. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian dari Gani dkk, (2014) bahwa pemberian gelling

agent yang terlalu banyak menjadikan gel terlalu kaku, sehingga susah untuk dihisap dan memerlukan usaha untuk menghisap gelnya.

Kemudahan ditelan

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi glukomanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kemudahan ditelan jelly drink wedang jahe. Tabel 2 memperlihatkan nilai rata-rata tekstur kemudahan ditelan jelly drink wedang jahe berkisar antara 6,07 – 4,73 dengan kriteria suka – biasa. Nilai rata-rata hedonik terhadap kemudahan ditelan tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 dengan nilai 6,07. Nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan P5 dengan nilai 4,73. Mutu kemudahan ditelan jelly drink wedang jahe dipengaruhi oleh konsentrasi glukomanan karena semakin bertambah konsentrasi glukomanan maka semakin susah jelly drink untuk ditelan, karena menurut Hapzari (2011) peningkatan konsentrasi yang diberikan menyebabkan konsistensi semakin kental dan semakin susah untuk ditelan karena karagenan dan glukomanan berperan sebagai agen pembentuk gel.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi glukomanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penerimaan keseluruhan jelly drink wedang jahe. Tabel 2 memperlihatkan penerimaan keseluruhan jelly drink wedang

jahe berkisar antara 6,27 – 3,93 dengan kriteria suka – agak tidak suka, dan terdapat peningkatan penerimaan keseluruhan terhadap jelly drink wedang jahe dengan penambahan konsentrasi glukomanan. Nilai rata-rata hedonik terhadap penerimaan keseluruhan tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 dengan nilai 6,27. Nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan P5 dengan nilai 3,93.

KESIMPULAN

Penambahan        glukomanan

berpengaruh nyata terhadap nilai sineresis, total padatan terlarut, kadar serat pangan dan rasa, tekstur, daya hisap, kemudahan ditelan dan penerimaan keseluruhan dari jelly drink wedang jahe. Penambahan glukomanan 0,10% mampu menghasilkan karakteristik jelly drink wedang jahe dengan karakteristik terbaik yaitu sineresis 3,91%, total padatan terlarut 4,1%, serat pangan sebesar 6,46%, rasa, kemudahan ditelan, tekstur, daya hisap, dan penerimaan keseluruhan disukai.

DAFTAR PUSTAKA

Achayadi, N. S., Taufik, Y., & Selviana, S. (2018). Pengaruh konsentrasi karagenan dan gula pasir terhadap karakteristik minuman jelly black mulberry (Morus Nigra L) (Publikasi No 123020011.) [Thesis,      Bandung:      Universitas

Pasundan].

Artikel_123020011.pdf(unpas.ac.id).

Alonso-Sande, M., Teijeiro-Osorio, D., Remuñán-López, C., & Alonso, M. J. (2009). Glucomannan, a promising polysaccharide for biopharmaceutical purposes. European Journal of

Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 72(2), 453–462.

AOAC. (2012). Association of Official Analytical Chemists. The  analytical

methods. Washington (DC): Benjamin Franklin Station.

Arini, L. N. (2010). Kajian perbedaan proporsi karagenan dan konjac serta konsentrasi sukrosa terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik jelly drink jambu biji merah. [Unpublish Undergraduate Thesis]. Widya Mandala Catholic University.

Azizah, N. H. (2012). Pembuatan permen jelly dari karagenan dan konjak dengan aplikasi prebiotik xilo-oligosakarida. [Thesis, Bogor: Institut Pertanian Bogor]. Pembuatan Permen Jelly dari Karagenan dan Konjak dengan Aplikasi Prebiotik Xilo-Oligosakarida (ipb.ac.id).

Darsana, P. W., Yusasrini, N. L. A., & Suter, I. K. (2019). Pengaruh konsentrasi konyaku terhadap sifat fisik, kimia dan sensori jelly drink air kelapa muda. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian, 4(1), 9–15.

Edy, S., & Ajo, A. (2020). Pengolahan jahe instan sebagai minuman herbal di masa pandemik covid-19. Jurnal Ekonomi, Sosial Dan Humaniora, 02(03), 177–183.

Ekafitri, R., Kumalasari, R., & Desnilasari, D. (2016). Pengaruh jenis dan konsentrasi hidrokoloid terhadap mutu minuman jeli mix pepaya (Carica Papaya) dan nanas (Ananas Comosus). Jurnal Penelitian Pasca Panen Pertanian, 13(3), 115–124.

Gani, Y. F., Indarto, T., Suseno, P., &

Surjoseputro, S. (2014). Perbedaan konsentrasi karagenan terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik jelly drink rosela-sirsak. Jurnal Teknologi Pangan Dan Gizi, 13(2), 87–93.

Hapzari, A. P. (2011). Formulasi dan karakteristik minuman fungsional fruity jelly yogurt berbasis kappa karaginan sebagai sumber serat pangan (Publication No. 1458). [Thesis. Institut Pertanian Bogor]. Formulasi dan karakterisasi minuman fungsional fruity jelly yogurt berbasis kappa karaginan sebagai sumber serat pangan (ipb.ac.id).

Hasanah, N., Hidayah, I. N., & Muflihati, I. (2019). Karakteristik jelly drink seledri dengan variasi konsentrasi karagenan dan agar. Journal of Food and Culinary, 2(1),

17.

https://doi.org/10.12928/jfc.v2i1.1436

Hartati, Fadjar & Djauhari, Arlin. (2017). Pengembangan produk jelly drink temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) sebagai pangan fungsional. Heuristic.           14.           10(16).

http://dx.doi.org/10.30996/he.v14i02.11 75

Isnaini, M. H. (2016). Pembuatan permen jelly dari limbah biji carica (Carica Pubescens) dengan berbagai konsentrasi karagenan.      Skripsi.      Semarang:

Universitas Semarang.

Kurnia, F., Arlin, H., & Djauhari, B. (2017). Pengembangan produk jelly drink temulawak  (Curcuma  Xanthorrhiza

Roxb.) sebagai pangan fungsional. Jurnal Teknik Industri HEURISTIC, 14(2), 107– 122.

Mahirdini, S.,  & Afifah, D. N. (2016).

Pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung porang    (Amorphophallus

Oncopphyllus) terhadap kadar protein, serat pangan, lemak, dan tingkat penerimaan biskuit. Jurnal Gizi Indonesia, 5(1), 42–49.

Olidia. (2021). Lima Resep Wedang Jahe untuk     Hangatkan     Hari     ini.

Https://Food.Detik.Com/Info-Kuliner/d-5346636/5-Resep-Wedang-Jahe-Untuk-Hangatkan-Badan-Pagi-Ini.

Penroj, P., Mitchell, J. R., Hill, S. E., & Ganjanagunchorn, W. (2005). Effect of konjac glucomannan deacetylation on the properties of gels formed from mixtures of kappa carrageenan and konjac glucomannan. Carbohydrate Polymers, 59(3), 367–376.

Phillips, G. O., & Williams, P. A. (2009). Handbook of hydrocolloids. Elsevier. ebook: Woodhead Publishing [Online]. Available: Handbook of Hydrocolloids | ScienceDirect. Accesed: Februari 13, 2023.

Piccone, P., Rastelli, S., & Pittia, P. (2011). Aroma release and sensory perception of fruit candies model systems. Procedia Food Science, 1, 1509–1515.

Putra, Y. P., Adiguna, G. S., Nugroho, T. S., & Masi, A. (2021). Karakterisasi mutu fisik dan organoleptik jelly drink berbasis rumput laut (Eucheuma cottonii) dan buah mangrove pidada (Sonneratia caseolaris). Manfish Journal, 2(01), 1-7.

Sari, V. M., Haryati, S., & Putri, A. S. (2018). Variasi konsentrasi karagenan pada pembuatan jelly drink mangga pakel (Mangifera foetida) terhadap sifat fisikokimia dan uji organoleptik. [skripsi]. Universitas Semarang.

Sharif, M. K., Butt, M. S., Sharif, H. R., & Nasir, M. (2017). Sensory evaluation and consumer acceptability. Handbook of Food Science and Technology, 361–386.

Sinoma, K. N., & Hutabarat, N. D. M. R. (2021). Red ginger wedang to strengthen immune system against covid-19 of children living in an orphanage. Abdimas Talenta, 6(1), 60–67.

Sinurat, E., Sediadi, B., & Utomo, B. (2006). Sifat fungsional formula kappa dan iota karaginan dengan gum. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (Vol. 1, Issue 1).

Suci, O., Rahmawati, H., Utari, D. S., Herdiana, N., & Inke, L. A. (2021).

Pengaruh penambahan tepung porang pada proses pembuatan mi ikan patin sebagai gelling  agent.  Fisheries of

Wallacea Journal, 2(2), 2021.

Sugiarso, A., & Choirun Nisa, F. (2015). Pembuatan minuman jeli murbei (Morus Alba L.) dengan pemanfaatan tepung porang  (A.Muelleri  Blume)  sebagai

pensubtitusi karagenan. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 3(2), 443-452

Sulastri, Y., Widyasari, R., Abbas Zaini, M., Arif Nasrullah, P., Nofrida, R.,  &

Nasrullah, A. (2018). Pengaruh penambahan stabilizer alami berbasis

umbi lokal untuk peningkatan sifat fisik dan kimia es krim buah naga merah (Hylocereus Polyrhizus Sp.). Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, 3(1), 298–306.

Sunyoto, R. K., Suseno, T. I. P., & Utomo, A. R. (2017). Pengaruh konsentrasi agar batang terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik selai murbei hitam (Morus nigra L.) lembaran. Journal of Food Technology and Nutrition, 16(1), 1–7.

Taha, S., Soad, Mehriz, H. T., & Hanafy, A. M. (2014). Quality characteristics of ice milk prepared with combined stabilizers and emulsifiers blends. International Food Research Journal (Vol. 21, Issue 4).

Tako, M., & Nakamura, S. (1988). Synergistic interaction between mannanin aqueous media1. Biol. Chem (Vol. 52, Issue 4).

Widjanarko, S. B. (2016). Pangan darurat (food    bars)    berenergi     tinggi

menggunakan tepung komposit (tepung gaplek, tepung kedelai, tepung terigu) dan tepung porang   (Amorphallus

oncophyllus)   atau konjac flour.

www.simonbwidjanarko.wordpress.com. (Accessed November 13, 2022)

WIPO. (2002). Jelly fruit drink. Http://Wipo.Int. (Accessed November 12, 2022)

Yuwono, S. S.,  & Susanto, T. (1998).

Pengujian fisik pangan. Malang: Universitas Brawijaya.

881