ABSTRAK
Latar Belakang: Hubungan antara hipertrofi konka inferior dengan sudut deviasi septum nasi merupakan fenomena yang telah diketahui. Deviasi septum nasi menggambarkan septum nasi yang tidak lurus dan cacat. Masih sangat terbatasnya studi yang melihat adanya keterkaitan antara hipertrofi konka inferior dan derajat deviasi septum nasi pada pasien deviasi septum nasi.
Tujuan: Menentukan hubungan antara hipertrofi konka inferior terhadap sudut deviasi septum nasi menggunakan modalitas CT scan. Metode: Penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional menggunakan data sekunder dengan menilai letak deviasi septum, derajat deviasi septum nasi, hipertrofi konka inferior berdasarkan offset lateral, lebar konka, lebar tulang dan lebar mukosa medial konka inferior menggunakan modalitas CT untuk melihat korelasi hipetrofi konka inferior terhadap derajat deviasi septum dan uji t-independet (nilai P < 0,05).
Hasil: Didapatkan 45 sampe berdasarkan kriteria inklusi. Sampel termuda yaitu 18 tahun dan usia tertua adalah 83 tahun dengan jumlah perempuan 18 orang (40%) dan jumlah laki-laki 27 orang (60%). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara letak deviasi terhadap derajat deviasi septum nasi dengan nilai p 0,138 (p > 0,05) serta tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertrofi konka inferior, baik pada pengukuran offset lateral, lebar konka inferior, lebar tulang konka inferior dan lebar mukosa medial pada anterior dan posterior terhadap sudut deviasi septum nasi (nilai p > 0,05).
Simpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara letak deviasi terhadap derajat deviasi septum nasi serta tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hipertrofi konka inferior, baik pada pengukuran offset lateral, lebar konka inferior, lebar tulang konka inferior dan lebar mukosa medial pada anterior dan posterior terhadap sudut deviasi septum nasi.
Kata Kunci: Hipertrofi Konka Inferior, Deviasi Septum Nasi, CT Scan
PENDAHULUAN
Obstruksi jalan napas adalah masalah yang menantang yang dapat muncul dari berbagai etiologi, yang meliputi kelainan struktural seperti deformitas septum hidung dan hipertrofi konka inferior.1 Deviasi septum nasi memainkan peran penting dalam gejala obstruksi nasal yang mengakibatkan sleep disordered breathing (SDB), penampilan estetika hidung, peningkatan resistensi hidung, dan terkadang dapat menyebabkan mendengkur.2,3,4,5 Deviasi septum nasi menggambarkan septum nasi yang tidak lurus dan cacat. Kelainan ini adalah kelainan yang umum dan dapat diamati pada 80% populasi.6
Pada tahun 1954, Lindahl menggambarkan deviasi septum nasi baik sebagai perkembangan atau kongenital, atau traumatis. Deviasi yang didapat secara kongenital sering berkembang selama masa pertumbuhan wajah tengah yang cepat dan dikaitkan dengan penurunan pertumbuhan wajah tengah dan predisposisi yang kuat untuk deviasi septum.7 Pada deviasi septum nasi kongenital biasanya halus, septum nasi dapat “berbentuk C” atau “berbentuk S” dengan kejadian lebih sering di septum anterior). Sedangkan pada deviasi septum nasi traumatis biasanya tidak teratur (ireguler), angulasi, dan kadang-kadang dislokasi.2
Untuk menentukan derajat deviasi septum nasi, dapat menggunakan CT scan, dengan cara menarik garis dari crista galli ke puncak hidung untuk menentukan garis tengah. Pengukuran ortogonal diambil dari garis tengah ke puncak deviasi septum hidung maksimal.1
Kemudian menilai sudut deviasi, yang dihitung dari garis tengah dan batas maksimal luar deviasi sehingga menghasilkan derajat deviasi septum. Derajat deviasi septum nasi dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu: ringan(<9°), sedang (9°-15°), dan berat (>15°).8
Letak deviasi septum juga dapat dinilai dengan membagi 10 segmen pada nasal septum dan diklasifikasikan menjadi 9 letak deviasi septum yang diukur pada bidang horizontal dan coronal.9
Pada pasien dengan sumbatan hidung dan deviasi septum, dapat ditemukan berbagai derajat hipertrofi konka inferior bersamaan atau kompensasi di sisi hidung yang berlawanan dengan deviasi septum mayor. Seperti pada penelitian Jha AK,dkk, didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang signifikan secara statistik (p<0,05) antara ketebalan konka total (hipertrofi konka inferior) dan sudut deviasi (derajat deviasi septum nasi). Korelasi yang signifikan secara statistik (p<0,05) juga diamati antara mukosa medial dan ketebalan tulang.10 Begitu juga dengan penelitian Tomblinson CM,dkk, dimana hipertrofi konka inferior berbanding lurus dengan derajat deviasi septum nasi.1
Computed Tomography (CT) adalah teknik non-invasif dalam menilai komposisi anatomi konka inferior dan digunakan untuk membantu dalam menentukan jenis pengurangan konka tergantung pada jenis hipertrofi, apakah mukosa, tulang, atau keduanya. Namun, tidak ada pengukuran objektif atau referensi untuk ukuran jalan napas normal di area yang berbeda, dan keputusannya tergantung pada evaluasi subjektif dari ahli bedah.11
Karena tidak ada definisi standar untuk hipertrofi konka inferior pada CT, pengukuran diperoleh untuk mendokumentasikan lebar konka inferior dan sejauh mana ia diproyeksikan ke dalam rongga hidung. Terdapat empat pengukuran konka nasalis inferior melalui CT Scan, yaitu:
- Offset lateral menunjukkan jarak transversal maksimum dari aspek paling medial tulang konka inferior ke dinding lateral hidung.
- Lebar ditentukan oleh lebar transversal maksimum dari pendulus konka inferior termasuk jaringan lunak dan tulang.
- Lebar tulang menunjukkan lebar transversal maksimum tulang konka inferior.
- Lebar mukosa medial adalah pengukuran melintang pada titik ketebalan jaringan lunak maksimal sepanjang aspek medial dari konka inferior. Agar konsisten, semua pengukuran ini dilakukan oleh ahli radiologi pada tingkat kompleks ostiomeatal pada gambar paling koronal posterior di mana ostium sinus maksilaris primer terlihat.1
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara hipertrofi konka inferior terhadap sudut deviasi septum nasi menggunakan modalitas CT scan.
Download
Last Updated on 28 Februari 2023