JMU

Jurnal medika udayana


ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.3,MARET, 2023

I—λ Idirectoryof ∕ ∖ OPEN ACCESS L> <^ι^∖^ JOURNALS


Diterima: 2023-01-22 Revisi: 2023-02-14 Accepted: 25-03-2023

HUBUNGAN ANTARA LAMA PEMBERIAN OBAT ANTI EPILEPSI DENGAN KADAR KALSIUM SERUM PADA ANAK PENDERITA EPILEPSI: SEBUAH STUDI CROSS SECTIONAL

Andi Utari Dwi Rahayu1, Hadia Angriani2, Bahrul Fikri2, Idham Jaya Gandha2, Ratna Dewi Artati2 1PPDS Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia 2Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/ RS Dr. Wahidin Sudirohusodo

e-mail: utaridwirahayu@gmail.com

ABSTRAK

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang paling umum di dunia, dan ditandai dengan kejang berulang yang tidak diprovokasi (serangan) yang dapat terjadi pada semua usia. Obat anti kejang merupakan terapi utama untuk epilepsi. Namun terdapat laporan bahwa obat anti kejang dalam jangka panjang dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium serum dan menyebabkan osteomalasia. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan di salah satu rumah sakit di Makassar mulai bulan Agustus 2022 sampai September 2022. Sampel penelitian merupakan pasien anak dengan epilepsi usia 1 tahun hingga 18 tahun yang berobat di poliklinik neurologi anak dan telah mendapatkan obat antiepilepsi (OAE). Pemeriksaan kadar kalsium serum dinilai. Subjek dikelompokkan berdasarkan lama penggunaan obat anti epilepsi. Analisis data menggunakan SPSS software v.24. Spearman-Rho Correlation Test digunakan untuk menilai korelasi kadar kalsium serum dengan lama pengobatan anak epilepsi. Penelitian ini terdiri dari 46 subjek. 28 subjek merupakan laki-laki (60,9%) dan 18 subjek perempuan (39,1%). Tedapat hubungan linier negative antara kadar kalsium serum dengan lama pengobatan pada pasien yang mendapatkan OAE jangka panjang. (p<0,001). Pengobatan OAE >24 bulan menyebabkan kadar kalsium serum semakin menurun (p=0,009). Sehingga pada peneletian ini dapat disimpulkan semakin lama pengobatan, maka kadar kalsium serum semakin menurun.

Kata Kunci: Epilepsi, Kalsium Serum, Obat Anti Epilepsi

ABSTRACT

Epilepsy is one of the most common neurological diseases in the world and is characterized by recurrent, unprovoked seizures (attacks) that can occur at any age. Anti-seizure drugs are commonly used to treat epilepsy. However, there are reports that long-term anti-seizure drugs can cause a decrease in blood calcium levels and cause osteomalacia. This research method uses a cross-sectional design. It was carried out at a hospital in Makassar from August 2022 to September 2022. The study sample was pediatric patients with epilepsy, aged 1 year to 18 years, who were treated at the pediatric neurology polyclinic and had received antiepileptic drugs (AED). An examination of serum calcium levels is being conducted. Subjects were grouped based on the duration of use of anti-epileptic drugs. Data analysis using SPSS software v.24. The Spearman-Rho Correlation Test was used to assess the correlation of serum calcium levels with the length of treatment for children with epilepsy. This study consists of 46 subjects. 28 subjects were male (60.9%) and 18 female subjects (39.1%). There is a negative linear relationship between serum calcium levels and length of treatment in patients who have long-term AED. (p<0.001). Treatment of AED >24 months causes serum calcium levels to decrease (p = 0.009). So, it could be concluded that the longer the treatment, the lower the serum calcium level.

Keywords: epilepsy, calcium serum, anti-epileptic drugs

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P06

  • 1.    PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu kondisi neurologis kronis serius yang paling umum, yang dapat menyerang seluruh usia, terutama pada anak-anak dan orang dewasa di atas usia 60 tahun. Hal ini ditandai dengan serangan epilepsi yang berulang dan tidak diprovokasi yang sangat bervariasi dalam presentasi klinisnya.1,2

Diperkirakan sekitar 50 juta orang di seluruh dunia menderita epilepsi, hampir 80% di antaranya tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada anak, insidens epilepsi paling tinggi didapatkan pada tahun pertama kehidupan. Lebih dari 5 juta kasus baru juga di diagnosis setiap tahunnya, dan diperkirakan akan terus meningkat. Epilepsi merupakan kondisi neurologis yang menyumbang lebih dari 0,5% dari total beban penyakit global.2

Obat anti epilepsi (OAE) merupakan terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan epileps. Sekitar 70% orang memberi respon terapi yang baik terhadap2. obat anti kejang. Studi berbasis populasi telah2.1 menunjukkan bahwa hampir dua pertiga anak dengan epilepsi mencapai bebas kejang selama lebih dari 3 sampai 5 tahun, dan hampir setengah dari pasien berhasil terbebas dari penggunaan obat anti kejang. Namun, terdapat banyak studi yang melaporkan bahwa penggunaan obat anti kejang dalam jangka panjang dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium darah yang akan berakibat pada berkurangnya densitas mineral tulang dan osteomalasia.3,4

Kalsium adalah salah satu mineral penting yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan berbagai proses fisiologis dalam tubuh anak, termasuk di antaranya pengaturan sekresi hormon, peran dalam kontraksi otot dan transmisi impuls saraf, fungsi sistem kekebalan tubuh, performa mental, dan perkembangan tulang. Populasi anak-anak mengalami peningkatan kebutuhan kalsium karena pertumbuhan yang cepat dan peningkatan massa tulang terjada di kelompok usia ini. Kecukupan kalsium pada anak dapat mencegah berbagai gangguan perkembangan, membantu meminimalkan masalah pertumbuhan, mencegah osteopenia dan osteoporosis di kemudian hari.5 Efek obat anti epilepsi (OAE) terhadap kalsium serum didapatkan melalui efek langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung dengan mengurangi kadar kalsitonin yang

  • 2.2    Pengumpulan Data                                  1.

Setelah mendapatkan persetujuan orang tua pasien, peneliti mencatat usia, jenis kelamin, status gizi dan lama penggunaan obat anti epilepsi. Kemudian dilakukan pengambilan darah untuk memeriksa kadar kalsium serum. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan SPSS software v.24.                                                               2.

  • 2.3    Kriteria Objektif

merupakan salah satu hormon regulator kalsium, yang pada keadaan normal berfungsi untuk mengurangi kalsium dalam darah. Namun, mekanisme yang mendasari kondisi ini belum jelas. Sementara, efek tidak langsung OAE terhadap kalsium yaitu melalui kurangnya vitamin D yang aktif yang merupakan faktor yang dibutuhkan dalam penyerapan kalsium di organ intestinal, peningkatan katabolisme estrogen, pengaktifan Vitamin D receptor (VDR), dan peningkatan kadar homosistein yang menyebabkan peningkatan aktivitas osteoklas (sel pada tulang yang berfungsi dalam resorpsi matriks tulang) sehingga menyebabkan defisiensi vitamin D.6

Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara lama penggunaan OAE terhadap kadar kalsium darah, dan juga menilai berapa lama penggunaan OAE yang dapat menyebabkan kadar kalsium darah pada pasien anak dengan epilepsi.

BAHAN DAN METODE

Desain Studi dan Partisipan

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional. Dilakukan mulai Agustus 2022 sampai September 2022. Sampel penelitian adalah anak dengan epilepsi usia 1 tahun hingga 18 tahun yang terdaftar di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yang berobat di poliklinik neurologi anak dan telah mendapatkan obat anti epilepsi. Cara pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling.

Kriteria inklusi yaitu anak penderita epilepsi usia 1 hingga 18 tahun yang mendapat obat anti epilepsi 3 bulan secara teratur di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo (rawat jalan) sejak Agustus 2022 sampai September 2022 dan orang tua mereka setuju untuk berpartisipasi dengan penelitian ini.

Kriteria eksklusi yaitu anak penderita epilepsi yang mendapatkan suplementasi kalsium dan atau vitamin D selama pengobatan, malnutrisi, mengalami gangguan hati kronik, gangguan saluran cerna, gangguan ginjal kronik, gangguan paratiroid, penyakit keganasan dan atau hipoalbuminemia.

Lama penggunaan obat anti epilepsi dihitung sejak pertama kali pasien minum obat anti epilepsi secara teratur sampai pasien menjadi sampel penelitian berdasarkan anamnesis orang tua. Penelitian kami hanya memasukkan lama penggunaan obat anti epilepsi lebih atau sama dengan 3 bulan.

Kadar kalsium serum diukur dengan metode kolorimetrik spektrofotometrik menggunakan alat ABX Pentra C400 dan reagen ABX Pentra Calcium AS CP. Pada usia 1-5 tahun,

nilai normal kadar kalsium serum adalah 9,4-10,8 mg/dL. Pada usia 6-20 tahun, nilai normal kadar kalsium serum adalah 9,4-10,2 mg/dL.7

  • 3.    Pembagian usia anak menurut World Health Organization (WHO) yakni 1-6 tahun, 7-12 tahun dan 13-18 tahun.8

  • 4.    Status gizi pada usia 5-18 tahun ditentukan berdasarkan parameter CDC-NCHS 2000. Obesitas, jika berat badan aktual dikali 100% dan dibagi berat badan ideal menurut tinggi badan aktual sesuai usia terletak diatas persentil 95 pada kurva IMT CDC; gizi lebih jika pada kurva IMT CDC3. diantara persentil 85 dan 95; gizi baik jika terletak pada 90110%; gizi kurang jika terletak antara 70-90%; gizi buruk jika terletak di <70%. Status gizi usia 1-<5 tahun ditentukan berdasarkan parameter WHO. Obesitas, jika berat badan menurut tinggi badan aktual terletak pada standar deviasi diatas +3 dan menggunakan grafik IMT WHO 2006 dengan kriteria Z score >+3; gizi lebih, jika terletak pada standar deviasi diatas +3 dan kriteria Z score >+2; gizi baik, jika terletak di antara standar deviasi -2 sampai +2; gizi kurang, jika terletak antara standar deviasi -2 sampai -3; gizi buruk, jika terletak pada standar deviasi dibawah -3.9,10

  • 2.4    Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, setiap tindakan dilakukan setelah pemberian informasi dan atas izin orang tua melalui informed consent. Penelitian ini dinyatakan memenuhi persyaratan etik untuk dilaksanakan oleh Komisi Etik Penelitian Biomedis pada Manusia, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

menggunakan uji Sapphiro-Wilk. Uji korelasi spearman digunakan pada penelitian ini karena data tidak berdistribusi normal. Data dilanjutkan dengan uji korelasi linier untuk menentukan kekuatan. nilai p <0,05 dianggap bermakna secara statistik. Jika nilai korelasi antara 0,8-1 maka korelasi sangat kuat; 0,6-0,7 maka korelasi kuat; 0,4-0,5 maka korelasi sedang; 0,2-0,3 maka korelasi lemah dan; 0-0,1 maka korelasi sangat lemah.

HASIL

  • 53 anak memenuhi kriteria inklusi, namun 7 anak dikeluarkan karena memiliki status gizi buruk, peningkatan enzim transaminase dan memiliki penyakit ginjal kronik. Sehingga, total sebanyak 46 anak yang mengikuti penelitian ini. (Gambar 1)

Karakteristik subjek disajikan pada tabel 1. Sebanyak 28 subjek (60,9%) berjenis kelamin laki-laki, sedangkan 18 subjek (39,1%) berjenis kelamin perempuan. Usia 1-6 tahun adalah yang terbanyak (23 subjek (50%)) dibandingkan dengan kelompok usia 7-12 tahun dan >12 tahun dengan masing-masing 17 subjek (37%) dan 6 subjek (13%). 37 subjek (80,4%) mendapatkan monoterapi obat anti epilepsi, sedangkan 9 subjek (19,6%) mendapatkan politerapi obat anti epilepsi. Rerata lama pemberian obat anti epilepsi yaitu 14,85 bulan, dengan rentang 3 bulan hingga 36 bulan. Rerata kadar kalsium serum pada seluruh subjek penelitian adalah 9,73 mg/dL dengan rentang 9,5 hingga 10,8 mg/dL.

  • 2.5    Analisis Data

Analisis data penelitian ini menggunakan SPSS versi 24.0.

Uji normalitas dilakukan terlebih dahulu pada data numerik


Gambar 1. Alur Penelitian

Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian

Karakteristik Sampel

Total (n=46)

Jenis Kelamin, n(%)

Laki – Laki

28 (60,9%)

Perempuan

18 (39,1%)

Umur (tahun),

Minimum-maksimum

1,0 – 17,42

1-6 tahun

23 (50%)

7-12 tahun

17 (37%)

>12 tahun

6 (13%)

Terapi OAE, n(%)

Monoterapi

37 (80,4%)

Politerapi

9 (19,6%)

Lama pemberian OAE (bulan)

Rerata (SD)

14,85 (8,52)

Median

15

Rentang

3 – 36

Kadar kalsium serum (mg/dl)

Rerata (SD)

Median

Minimum-maksimum

9,73 (0,62)

9,8

8,5 – 10,8

Tabel 2. Perbandingan Kadar Kalsium Serum Berdasarkan Jenis Kelamin, usia, dan Jenis Terapi pada Anak Epilepsi dengan Lama Pemberian OAE 3 bulan

Variabel

Kalsium Serum (mg/dL)

Nilai p

Rerata (SD)

Median

Rentang (Min-Max)

Jenis Kelamin

Laki-Laki

9,9 (0,57)

10

8,7-10,8

0,611*

Perempuan

9,46 (0,62)

9,6

8,5-10,6

Usia

1-6 tahun

9,79 (0,55)

9,90

8,6-10,8

0,746**

7-12 tahun

9,69 (0,70)

9,80

8,5-10,6

13-18 tahun

9,58 (0,74)

9,50

8,9-10,6

Jenis Terapi

Monoterapi

9,74 (0,62)

9,80

8,5-10,8

0,466*

Politerapi

9,69 (0,67)

10,00

8,8-10,6

**Uji T-Independent

**Uji ANOVA

Tabel 2. mendeskripsikan perbandingan kadar kalsium serum berdasarkan usia, jenis kelamin dan jenis terapi. Rerata kalsium serum pada kelompok laki-laki adalah 9,9 mg/dL dan pada kelompok perempuan adalah 9,46%, namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statisitik (p=0,611). Rerata kadar kalsium serum pada kelompok 1-6 tahun adalah 9,79

mg/dL, pada kelompok 7-12 tahun adalah 9,69 mg/dL dan pada kelompok 13-18 tahun adalah 9,58 mg/dL. Perbedaan tersebut juga tidak bermakna secara statistik (p=0,746). Rerata kadar kalsium serum pada kelompok monoterapi adalah 9,74 mg/dL dan pada kelompok politerapi adalah 9,69

mg/dL, namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik (p=0,468).

Hubungan antara kadar kalsium serum dengan lama pengobatan pada anak epilepsi dengan lama pemberian obat anti epilepsi 3 bulan disajikan pada tabel 3 dan gambar 2. Terdapat hubungan bermakna antara kadar kalsium serum dengan lama pengobatan (p<0,001) dengan nilai korelasi

sebesar -0,659, yaitu arah korelasi negatif dengan derajat korelasi kuat. Hubungan antara kadar kalsium serum dengan lama pengobatan pada anak epilepsi dengan lama pemberian obat anti epilepsi 3 bulan disajikan pada tabel 3 dan gambar 2. Terdapat hubungan bermakna antara kadar kalsium serum dengan lama pengobatan (p<0,001) dengan nilai korelasi sebesar -0,659, yaitu arah korelasi negatif dengan derajat korelasi kuat.

Tabel 3. Korelasi Kadar Kalsium Serum dengan Lama Pengobatan pada Anak Epilepsi dengan Lama Pemberian OAE3 bulan

Variabel

n

Nilai r

Nilai p

Lama Pengobatan (bulan) dan Kadar Kalsium Serum (mg/dl)

46

-0,659

<0,001***

*** Uji Spearmann

Gambar 2. Grafik Korelasi Lama Pemberian Obat Anti Epilepsi dengan Kadar Kalsium Serum pada Anak Penderita Epilepsi


Tabel 4 menunjukkan korelasi kadar kalsium serum dengan subgroup lama pengobatan pada anak epilepsi dengan lama pemberian obat anti epilepsi 3 bulan. Berdasarkan uji statistik korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar kalsium serum dengan subgrup lama pengobatan < 6 bulan, 6-12 bulan, dan 13-24 bulan dengan nilai p masing-masing 0,872, 0,587, dan 0,269 (p > 0,05) dengan nilai korelasi untuk subgrup lama pengobatan < 6 bulan adalah 0,076; arah korelasi positif dengan derajat

korelasi kuat, nilai korelasi untuk subgrup lama pengobatan 6-12 bulan adalah -0,184; arah korelasi negatif dengan derajat korelasi sangat lemah, nilai korelasi untuk subgrup lama pengobatan 13-24 bulan -0,24; arah korelasi negatif dengan derajat korelasi lemah. Terdapat hubungan bermakna antara kadar kalsium serum dengan subgrup lama pengobatan > 24 bulan dengan nilai p = 0,009 (p < 0,05) dengan nilai korelasi -0,9; arah korelasi negatif dengan derajat korelasi sangat kuat

Tabel 3. Korelasi Kadar Kalsium Serum dengan Subgrup Lama Pengobatan pada Anak Epilepsi dengan Lama Pemberian OAE 3 bulan

Variabel

n

Nilai r

Nilai p

Lama Pengobatan

< 6 bulan

7

0,076

0,872***

(bulan) dan Kadar

6-12 bulan

11

-0,184

0,587***

Kalsium Serum

13-24 bulan

2

-0,24

0,269***

(mg/dl)

> 24 bulan

5

-0,9

0,009***

*** Uji Spearmann

4.


PEMBAHASAN

Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling umum terlihat pada anak-anak. Studi berbasis populasi telah menunjukkan bahwa hampir dua pertiga anak dengan epilepsi mencapai bebas kejang selama lebih dari 3 sampai 5 tahun, dan hampir setengah dari semua pasien berhasil menghentikan pengobatan anti kejang. Namun, penggunaan obat anti-epilepsi telah lama dikaitkan dengan gangguan hematologi dan gangguan metabolisme tulang.11

Penelitian kami mencakup 46 pasien anak dengan epilepsi yang telah menggunakan obat anti epilepsi selama lebih atau sama dengan 3 bulan. Jenis kelamin laki-laki ditemukan lebih banyak (60,9%) dibandingkan perempuan. Hal ini sesuai dengan data World Health Organization (WHO) yang menunjukkan insidens dan prevalensi epilepsi sedikit lebih tinggi pada laki-laki dibanding pada perempuan dan sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Okamoto dkk yang menemukan bahwa jumlah penderita epilepsi pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Pada penelitian tersebut terdapat 58,6% penderita epilepsi anak laki-laki dan 41,6% anak perempuan.12 Penyebab kejadian epilepsi lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan belum ketahui. Namun diperkirakan perbedaan ini disebabkan oleh hormon yang memiliki hubungan dengan epilepsi. Perempuan memiliki 2 hormon seks yaitu estrogen dan progesteron, yang diperkirakan hormon tersebut dapat mempengaruhi ambang kejang sampai batas tertentu. Alasan lain adalah kejadian trauma kepala yang mungkin lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan, dimana kejadian trauma kepala merupakan salah satu faktor penyebab epilepsi.13

Hasil kami tidak didapatkan adanya hubungan bermakna jenis kelamin terhadap kadar kalsium. Sejalan dengan Koek dkk yang menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna kadar kalsium pada subjek laki-laki dan perempuan berusia 1- 17 tahun.14 Kadar kalsium serum pada pada kelompok usia anak belum banyak dipengaruhi oleh hormon terkait gender, kadar kalsium pada anak di usia pubertas dapat lebih rendah akibat peningkatan kadar hormon terkait gender yang menghambat pelepasan kalsium tulang ke dalam darah.15 Namun hal ini tidak ditemukan pada penelitian kami, kemungkinan karena jumlah subjek yang berada di usia pubertas hanya 13% dari seluruh populasi

penelitian serupa dengan hasil yang didapatkan pada penelitian Koek (2021).

Penelitian kami menunjukkan usia rata-rata anak dengan epilepsi adalah 5,96 tahun dan mayoritas merupakan anak-anak berusia 1-6 tahun. Hal ini sesuai dengan data WHO yang menunjukkan insidens epilepsi menurun pada akhir usia 10 tahun dan meningkat kembali pada orang-orang dewasa berusia 60 tahun ke atas. Penelitian oleh Aaberg menyebutkan bahwa insiden kumulatif memiliki peningkatan paling tajam di usia 1 tahun, kemudian meningkat secara bertahap menjadi 0,45% - 0,66% (IK 95% : 0,53%-0,78%) hingga usia 10 tahun.2,16

Hasil penelitian kami juga menunjukkan tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar kalsium berdasarkan kelompok umur, namun tetap terlihat kadar kalsium yang lebih tinggi didapatkan pada kelompok anak usia dengan yang lebih muda, dibandingkan dengan kelompok anak usia lebih tua. Hal tersebut sesuai dengan metabolisme kalsium yang meningkat pada anak dengan usia pubertas terkait kebutuhan pertubuhan, sehingga kadar kalsium kelompok anak usia pubertas cenderung lebih rendah dibandingkan kelompok usia yang lebih muda pada penelitian ini. Setelah usia lebih dari 50 tahun, keseimbangan kalsium juga menjadi negatif dan tulang lebih cenderung kehilangan kalsium.17

Dalam penelitian ini, hanya sembilan dari 46 subjek yang menerima OAE politerapi. Kombinasi tersebut umumnya antara OAE penginduksi enzim seperti fenobarbital, fenitoin dan karbamazepin yang digabungkan dengan non-penginduksi enzim seperti asam valproat. Penelitian Dabla dkk menemukan bahwa kadar kalsium pada subjek yang mendapatkan OAE politerapi lebih rendah dibandingkan pada subjek yang mendapatkan dual terapi dan monoterapi, serta subjek yang mendapatkan dual terapi memiliki kadar kalsium yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar kalsium pada subjek yang mendapatkan monoterapi (p = 0,000).18 Penelitian kami juga menunjukkan bahwa kadar kalsium pada pasien yang mendapatkan politerapi lebih rendah namun tidak signifikan (p = 0,468). Hal ini dapat disebabkan karena pada penelitian kami, pasien – pasien yang mendapatkan politerapi jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan pasien yang monoterapi dan juga durasi terapi yang acak antara pasien yang mendapatkan politerapi dan monoterapi. Hal ini juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Chidinma dkk karena subjek yang

mendapatkan politerapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pasien yang mendapatkan monoterapi.19

Hasil kami menemukan bahwa penggunaan OAE4. dalam jangka waktu panjang secara signifikan memiliki korelasi negatif kuat dengan konsentrasi serum kalsium (p<0,001). Artinya semakin lama penggunaan OAE, maka5. kadar kalsium serum semakin rendah. Sejalan dengan penelitian Sidhiarta et al. (2018) yang melaporkan adanya korelasi negatif antara durasi pemberian OAE dengan kadar kalsium serum pada anak epilepsi (r = -0,493; p = 0,006).20 Namun hasil kami bertentangan dengan penelitian Nevitt6. SJ,et al. (2018)., yang melaporkan kadar kalsium serum tidak berbeda secara signifikan pada subjek-subjek yang mendapatkan terapi OAE diantaranya asam valproat, oxcarbazepine, topiramate dan lamotrigine yang dipantau7. selama 1 tahun pertama terapi.21 Perbedaan ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan distribusi durasi terapi8. yang digunakan pada penelitian. Penelitian kami menunjukkan bahwa hanya durasi penggunaan OAE >24 bulan yang memiliki korelasi negative terhadap kadar9. kalsium (r = -0,9; p = 0,037).

Meskipun penelitian kami mungkin dapat membantu mengkonfirmasi hubungan antara lama penggunaan OAE10. terhadap kadar kalsium serum, namun penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan, antara lain jumlah sampel yang sedikit sehingga tidak dapat dilakukan analisis terpisah11. untuk setiap obat antiepilepsi yang digunakan dan data yang disajikan hanya memberikan gambaran mengenai hubungan kadar kalsium serum dengan lama pemberian obat antiepilepsi secara umum; dan tidak dilakukan pengukuran kadar fosfat dan hormon paratiroid yang dapat mempengaruhi metabolisme kalsium.                    12.

  • 5.    SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulannya, terdapat korelasi negatif antara lama penggunaan obat anti epilepsi terhadap kadar kalsium serum pada pasien anak dengan epilepsi. Lama penggunaan obat13. anti epilepsi > 24 bulan dapat menurunkan kadar kalsium serum pada pasien anak dengan epilepsi. Namun, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk menentukan waktu terjadinya penurunan14. kadar kalsium di bawah nilai normal sehingga tatalaksana dapat segera diberikan

DAFTAR PUSTAKA                        15.

  • 1.    Nelson S. Definition, Classification, and Burden of Epilepsi. Epilepsi - Updat Classif Etiol Instrum Diagnosis Treat. 2021;1–14.

  • 2.    WHO. Epilepsi: Report by the director - general. 2019;1(October):1–6.           Available           from:16.

https://apps.who.int/iris/handle/10665/355987

  • 3.    Hersi H, Saarinen JT, Raitanen J, Peltola J. Response to subsequent antiseizure medications after first antiseizure17.

medication failure in newly diagnosed epilepsi. Front Neurol. 2022;13.

Chaudhuri, Ray J. Association of 25-Hydroxyvitamin d deficiency in pediatric epileptic patients. Iran J Child Pediatr. 2017;11(2):48–56.

Tytusa, A., Wyszyńska, J., Yatsula, M., Nyankovskyy, S., Mazur, A., & Dereń, K. Deficiency of Daily Calcium and Vitamin D in Primary School Children in Lviv, Ukraine. International Journal of Environmental Research and Public Health, 2022;19(9):5429.

Hamed Sherifa A; Moussa Ehab M. M; Youssef Ahmad H; Abd ElHameed Mohammed A; NasrEldin Eman. Bone Status in Patients with Epilepsy: Relationship to Markers of Bone Remodeling. Frontiers in Neurology. 2014;5(142):1-7.

Moelyo A, Batubara J. Kalsium. Buku ajar endokrinologi anak. ke-2. 2018. p 477–82.

Balasundaram P, Avulakunta I. Human growth and development. StatPearls[Internet] [Internet]. 2022; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK567767/ Centers for disease control and prevention. CDC growth charts      [Internet].      2022.      Available      from:

https://www.cc.gov/growthcharts/cdc_charts.htm

WHO. Assessing and managing children at primary healthcare facilities to prevent overweight and obesity in the context of the double burden of malnutrition. WHO. 2017;

Leah M. Prevalence of disturbance in calcium metabolism among paediatric patients on longterm anticonvulsants at Moi Teaching and Referral Hospital. 2020. Available from: http://ir.mu.ac.ke:8080/xmlui/bitstream/handle/123456789/3 674/Dr         Leah         Moriasi          Gesare

2020.pdf?sequence=1&isAllowed=y %0A  %0A

Okamoto K, Fukuda M, Saito I, Horiuchi I, Okazawa T, Ishii E. Incidence of childhood epilepsi: A population-based study in rural Japan. Brain Dev [Internet]. 2018;40(10):904–8. Available                                          from:

https://doi.org/10.1016/j.braindev.2018.06.003

Fatmi KN, Roshinta D, Dewi L, In’am Ilmiawan M. The Relation of Duration of Epilepsi, Seizure Frequency and AED Adherence With Cognitive Function in Epilepsi Patients. J Nas Ilmu Kesehat . 2022;4(52): 2621–6507.

Koek WNH, Campos-Obando N, van der Eerden BCJ, de Rijke YB, Ikram MA, Uitterlinden AG, et al. Age-dependent sex differences in calcium and phosphate homeostasis. Endocr Connect. 2021;10(3):273–82.

Bansal N, Katz R, De Boer IH, Kestenbaum B, Siscovick DS, Hoofnagle AN, et al. Influence of estrogen therapy on calcium, phosphorus, and other regulatory hormones in postmenopausal women: The MESA study. J Clin Endocrinol Metab. 2013;98(12):4890–8.

Aaberg KM, Gunnes N, Bakken IJ, Soraas CL, Berntsen A, Magnus P, et al. Incidence and prevalence of childhood epilepsi: A nationwide cohort study. Pediatrics. 2017;139(5). Bouziani A, Saeid N, Benkirane H, Qandoussi L, Taboz Y, El Hamdouchi A, et al. Dietary Calcium Intake in Sample of

School Age Children in City of Rabat, Morocco. J Nutr20. Metab. 2018.

  • 18.    Dabla P, Sharma S, Puri V. Disturbed calcium-vitamin D metabolism in patients on anti-epileptic drugs. J Syst Integr Neurosci. 2020;6(2):1–3.

  • 19.    Chidinma C, Enameguolo YI, Achinike Daniel AE. Serum21. Calcium, Vitamin D3 and Bone Specific Alkaline Phosphatase Levels in Nigerian Children Treated with Antiepileptic Drugs: A Comparative Study. Int J Trop Dis Heal. 2022;43(3):69–78.

Gusti Lanang Sidiartha I, Gusti Ngurah Suarba I, Wati DK, Widyadharma E, Tjokorda M. Correlation between calcium serum levels and bone mineral density with duration of antiepileptic drugs uses in children with epilepsi. Biomed Pharmacol J. 2018;11(2):857–61.

Nevitt S, Marson A, Weston J, Smith C. Sodium valproate versus phenytoin monotherapy for epilepsi: an individual participant data review. Cochrane Database Syst Rev. 2018;2018(8)

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P06

39