JMU

Jurnal medika udayana


ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.3,MARET, 2023

I—λ Idirectoryof ∕ ∖ OPEN ACCESS L> <^ι^∖^ JOURNALS


Diterima: 2023-01-15 Revisi: 2023-02-30 Accepted: 25-03-2023

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS GAS DARAH ARTERI ANTARA ALAT POINT OF CARE TESTING (POCT) DAN LABORATORY BLOOD GAS ANALYZER PASIEN PNEUMONIA

Gracia Dewi Indrawati1, St. Aizah Lawang2, Idham Jaya Ganda2, Syarifuddin Rauf2, Amiruddin L2, Jusli Aras2

1PPDS Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia 2Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/ RS Dr. Wahidin Sudirohusodo

e-mail: gracia.dewi.indrawati@gmail.com

ABSTRAK

Pneumonia masih menjadi masalah kesehatan baik dalam angka kesakitan maupun kematian. Analisis gas darah (AGD) merupakan pemeriksaan laboratorium yang memiliki peran penting dalam tatalaksana pasien pneumonia. Point of care testing (POCT) adalah alternatif alat pemeriksaan yang dapat mempersingkat waktu pemeriksaan. Tujuan penelitian ini untuk melihat perbandingan hasil AGD antara POCT dan laboratory blood gas analyzer(BGA) pasien pneumonia. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional yang dilakukan dari bulan oktober hingga Desember 2022 di Pediatric Intensive Care Unit(PICU) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Penelitian melibatkan 60 sampel AGD arteri yang akan diperiksa menggunakan POCT, setelah itu dilakukan pemeriksaan BGA. Hasil penelitian menunjukkan Terdapat hubungan signifikan untuk semua parameter AGD (pH, pCO2, pO2, HCO3) antara kedua alat (p=0,000). Kekuatan hubungan sangat kuat untuk pH (r=0,856), pCO2 (r=0,814) dan kuat untuk pO2 (r=0,718) dan HCO3 (r=0,716) antara kedua alat. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara hasil AGD arteri antara alat POCT dan BGA. Terdapat hubungan yang signifikan untuk semua parameter AGD arteri dengan korelasi sangat kuat. untuk pH, pCO2, dan korelsi kuat untuk pO2 dan HCO3 antara kedua alat.

Kata Kunci: point of care testing, laboratory blood gas analyzer, analisis gas darah arteri, pneumonia

ABSTRACT

Pneumonia is still a health problem, both in terms of morbidity and mortality. Blood gas analysis (BGA) is a laboratory examination that has an important role in the management of pneumonia patients. Point-of-care testing (POCT) is an alternative examination tool that can shorten examination time. The aim of this study was to compare the results of BGA between the POCT device and a laboratory blood gas analyzer (BGA tools) in pneumonia patients. This study used a cross-sectional study conducted from October to December 2022 at the Pediatric Intensive Care Unit (PICU) by Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. The study involved 60 samples of arterial BGA, which were examined using POCT, after which a BGA tools was carried out. The results showed that there is a significant relationship for all ABG parameters ((pH, pCO2, pO2, HCO3) between the two tools (p = 0.000). The strength of the relationship was very strong for pH (r = 0.856), pCO2 (r = 0.814), and strong for pO2 (r = 0.718) and HCO3 (r = 0.716) between the two devices. There was no significant difference in the results of arterial BGA between POCT and BGA tools. There is a significant relationship between the two tools for all arterial ABG parameters, with a very strong correlation for pH and pCO2 and strong correlations for pO2 and HCO3.

Keywords: point of care testing, laboratory blood gas analyzer, arterial blood gas analysis, pneumonia

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P05

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang dihubungkan dengan konsolidasi ruang alveoli. Pneumonia dapat menyebabkan elastisitas paru berkurang sehingga ventilasi paru menurun. Komplikasi yang sering muncul adalah gangguan asam basa.1 Pada pneumonia berat, terjadi gangguan pertukaran gas. Gambaran perubahan gas darah pada pneumonia dapat terlihat dalam analisis gas darah (AGD). Analisis gas darah arteri masih merupakan baku emas untuk menilai adekuasi oksigenasi dan ventilasi yang merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan gangguan oksigenasi dan asam basa. Selain itu, hasil AGD arteri juga dapat memperkirakan derajat keparahan penyakit, evaluasi hasil terapi, indikator terapi spesifik, maupun sebagai indikator prognosis pasien terkait morbiditas.2

Insiden pneumonia setiap tahun lebih dari 800.000 kematian anak dibawah lima tahun atau sekitar 2.200 anak setiap harinya.3 Berdasarkan sampel sistem registrasi Balitbangkes tahun 2016, lebih dari 800.000 anak di Indonesia mengalami kematian akibat pneumonia. Distress napas yang terjadi pada pasien pneumonia merupakan salah satu keluhan utama tersering anak yang memerlukan perawatan intensive PICU. Lebih kurang 5% dari kematian anak < 15 tahun dan 29% pada bayi disebabkan oleh proses gangguan pernapasan primer. Hal ini menyebabkan pentingnya melakukan tatalaksana secara cepat dan tepat dalam mencegah mortalitas dan morbitas penyakit pneumonia.4

Pemeriksaan AGD arteri yang menghasilkan hasil yang cepat, tepat dan akurat merupakan salah satu cara untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien pneumonia yang dirawat di RS. Alat pemeriksaan AGD laboratorium pusat yang digunakan RS Wahidin adalah alat laboratory blood gas analyzer (BGA). Hasil AGD arteri alat konvensional masih membutuhkan proses yang lama dimulai dari proses preanalitik, analitik dan pasca analitik. Studi klinis menyatakan hasil dari laboratorium pusat membutuhkan waktu 90 menit.5 Saat ini banyak beredar alat point-of-care testing (POCT) yang bertujuan untuk mempersingkat waktu pemeriksaan AGD. POCT merupakan alternatif metode pemeriksaan yang diharapkan dapat mengurangi turnaround time (TAT), ketersediaan data lebih cepat, serta mengurangi kesalahan praanalitik maupun pascaanalitik yang dapat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan. Selain itu, cara penggunaan alat umumnya mudah terutama pada anak dengan volume sampel yang dibutuhkan hanya sedikit, pemeriksaan dilakukan langsung didekat pasien, dan diagnosis serta tatalaksana terhadap pasien lebih cepat dilakukan. Pemeriksaan dapat dilakukan di ruangan yang sama tanpa harus membawa spesimen ke laboratorium. Pengambilan keputusan dan penentuan tatalaksana dapat dilakukan lebih cepat karena hasil pemeriksaan didapatkan segera. Analisis menggunakan alat POCT juga dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan selain petugas laboratorium. Alat POCT yang lebih kecil dibanding alat analisis gas darah yang ada di laboratorium juga

membuat alat ini lebih efisien tempat dan dapat dibawa kemanapun.6

Adanya alternatif alat pemeriksaan AGD POCT yang menghasilkan hasil lebih cepat dari alat AGD konvensional laboratorium pusat, melatarbelakangi pentingnya dilakukan penelitan untuk melihat perbandingan hasil AGD antara alat POCT dan BGA. Penelitian mengenai perbandingan hasil AGD antara alat POCT dan BGA masih sedikit dilakukan sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian ini. Penelitian dilakukan dengan membandingkan hasil pH, pCO2, PO2 dan HCO3 darah arteri antara alat POCT dan BGA pasien pneumonia. Penelitian ini belum pernah dilakukan di Sulawesi Selatan.

BAHAN DAN METODE

Desain Studi dan Partisipan

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode cross-sectional yang dilakukan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo pada bulan Oktober 2022 sampai Desember 2022. Populasi penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis pneumonia yang berusia 1 bulan sampai 18 tahun yang menjalani rawat inap di PICU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling. Kriteria inklusi adalah semua pasien pneumonia yang dirawat di PICU, usia 1 bulan sampai 18 tahun, bersedia menjadi sampel penelitian (mendapati izin dari pHpCO2, pO2, dan HCO3. Setelah seluruh data terkumpul, dilakukan analisis data. orang tua dan menandatangani persetujuan informed consent). Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien pneumonia yang disertai dengan gagal jantung, gagal ginjal, gizi buruk atau syok.

Pengumpulan Data

Semua pasien yang memenuhi kriteria penelitian selanjutnya dicatat nama, nomor register usia, jenis kelamin, berat badan, panjang badan/tinggi badan, status gizi dan tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, dan saturasi oksigen). Setiap subjek dilakukan pengambilan darah arteri untuk dilakukan penilaian analisis gas darah menggunakan alat POCT dan BGA. Hasil analisis gas darah terdiri dari nilai

Kriteria Objektif

Pneumonia: pada pemeriksaan didapatkan demam, batuk,

napas cepat, ronki nyaring, retraksi subcostal, sianosis dan disertai dengan adanya gambaran infitrat pada foto toraks. Disertai frekuensi napas cepat jika < 2bulan ≥ 60 kali/menit, 2-12 bulan ≥ 50 kali/menit dan 1-5 tahun ≥ 40 kali/menit. Retraksi subcostal positif jika ada terlihat tarikan dinding dada pada bagian bawah kosta. Retraksi subkostal negatif jika tidak terlihat adanya tarikan dinding dada pada bagian bawah kosta

  • 1.    pH: nilai normalnya adalah 7,35 – 7,45. Asidemia bila pH darah < 7,35. Alkalemia bila pH darah > 7,45

  • 2.    pO2: nilai normalnya adalah 80 – 100

mmHg. Hipoksemia bila nilai pO2 darah < 80 mmHg. Hiperoksemia bila nilai pO2 darah > 100 mmHg

  • 3.    pCO2: nilai normalnya adalah 35 – 45

mmHg. Hiperkapnea bila nilai pCO2 darah > 45 mmHg. Hipokapnea bila nilai pCO2 darah < 35 mmHg

  • 4.    HCO3: nilai normalnya adalah 22 – 26 mmol/l. Asidosis metabolik bila konsentrasi HCO3 < 22 mmol/l. Alkalosis metabolik bila konsentrasi HCO3 > 26 mmol/l

  • 5.    Gangguan asam basa campuran asidosis respiratorik dan asidosis metabolik: pH darah sangat rendah, pCO2 terlalu tinggi dan HCO3- terlalu rendah.

  • 6.    Gangguan asam basa campuran alkalosis respiratorik dan alkalosis metabolik: pH sangat tinggi, pCO2 terlalu rendah dan HCO3 terlalu tinggi.

  • 7.    Gangguan asam basa campuran alkalosis respiratorik dan asidosis metabolik: pH normal atau mendekati normal, pCO2 terlalu rendah dan HCO3 terlalu rendah.

Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, setiap tindakan dilakukan setelah pemberian informasi dan atas izin orang tua melalui informed consent. Penelitian ini dinyatakan memenuhi persyaratan etik untuk dilaksanakan oleh Komisi

Etik Penelitian Biomedis pada Manusia, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan nomor rekomendasi persetujuan etik 666/UN4.6.4.5.31/PP36/2022.

Analisis Data

Analisis data penelitian ini menggunakan SPSS versi 25.0. Uji univariat digunakan untuk menilai karakteristik sampel penelitian berupa frekuensi dan persentase. Uji bivariat digunakan untuk menilai perbandingan hasil AGD antara POCT dan BGA. Uji marginal homogeneity digunakan untuk melihat perbedaan antara hasil AGD menggunakan POCT dan BGA. Uji mc Nemar digunakan untuk menilai perbedaan antara hasil AGD (normal dan tidak normal) menggunakan POCT dan BGA. Sensitivitas dan spesifisitas juga dinilai pada penelitian ini. Uji korelasi spearman digunakan untuk menilai hubungan hasil AGD arteri antara alat POCT dan BGA Nilai p<0,05 dikatakan signifikan.

HASIL

Penelitian ini terdiri dari 60 sampel penelitian yang memenuhi kriteria-kriteria penelitian. Seluruh sampel dilakukan pengambilan darah arteri dan dilakukan pemeriksaan AGD menggunakan POCT segera sesudahnya diukur dengan BGA. Karakteristik subjek disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan jenis kelamin, pasien pneumonia berjenis kelamin laki-laki sebanyak 51 sampel (85%) dan perempuan sebanyak 9 sampel (15%). Berdasarkan usia, infant sebanyak 21 sampel (35,0%), toddler sebanyak 14 sampel (23,3%), school age sebanyak 13 sampel (21,7%) dan adolescent sebanyak 12 sampel (20%). Berdasarkan penyakit komorbid, pasien pneumonia dengan penyakit komorbid bedah sebanyak 8 sampel (13,3%) dan non bedah 52 sampel (86,7%)

Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian

Karakteristik

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

51

85,0

Perempuan

9

15,0

Usia

Infant (<1 tahun)

21

32,0

Toddler (1-5 tahun)

14

23,3

School Age (6-12 tahun)

13

21,7

Adolescent (13-18 tahun)

12

20,0

Penyakit Komorbid

Bedah

8

13,3

Non-bedah

52

86,7


Tabel 2. Perbandingan Hasil AGD antara Alat POCT dan BGA

Variabel

POCT

BGA

Nilai p

pH

Asidemia

17 (28,3%)

8 (13,3%)

0,002*

Normal

19 (31,7%)

23 (38,3%)

Alkalemia

24 (40,0%)

29 (48,4%)

pCO2

Hipokapnea

14 (23,3%)

17 (28,3%)

0,134*

Normal

18 (30,0%)

18 (30,0%)

Hiperkapnea

28 (46,7%)

25 (41,7%)

HCO3

Asidosis metabolik

8 (13,3%)

6 (10,0%)

0,841*

Normal

5 (8,3%)

8 (13,3%)

Alkalosis metabolik

47 (78,4%)

46 (76,6%)

pO2

0,001*

Hipoksemia

27 (45,0%)

10 (16,7%)

Normal

4 (6,7%)

11 (18,3%)

Hiperoksemia

29 (48,3%)

39 (65,0%)

*Uji Marginal Homogeneity


Tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada hasil pH dan pO2 antara pemeriksaan dengan alat POCT dan BGA dengan masing-masing nilai p 0,002 dan 0,001. Tabel 3 menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas alat pemeriksaan AGD. alat POCT memiliki sensitivitas 84% dan spesifisitas 57% untuk pH, sensitivitas 86% dan spesifisitas 67% untuk pCO2, sensitivitas 94% dan spesifisitas 25% untuk HCO3 dan sensitivitas 92% dan spesifisita 0% untuk pO2. Berdasarkan uji korelasi Spearman (Tabel 4) didapatkan nilai signifikansi bermakna dengan p = 0,000 (p<0,05) pada semua parameter AGD arteri (pH, pCO2, pO2 dan HCO3) alat POCT dan BGA. Nilai korelasi Spearman untuk pH arteri antara alat POCT dan BGA adalah r = 0,856 sehingga menunjukkan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi sangatkuat. Nilai korelasi Spearman untuk pCO2 arteri antara alat POCT dan BGA adalah r = 0,814 sehingga

menunjukkan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi sangat kuat. Nilai korelasi Spearman untuk pO2 arteri antara alat POCT dan BGA adalah r = 0,718 sehingga menunjukkan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat. Nilai korelasi Spearman untuk HCO3 arteri antara alat POCT dan BGA adalah r = 0,716 sehingga menunjukkan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat. Nilai signifikansi bermakna dengan arah korelasi positif dan kekuatan korelasi sangat kuat untuk pH dan pCO2 arteri antara alat POCT dan BGA. Sedangkan untuk pO2 dan HCO3 arteri alat POCT dan BGA didapatkan nilai signifikansi bermakna dengan arah korelasi positif dan kekuatan korelasi kuat.Hubungan hasil AGD arteri antara alat POCT dan BGA dapat terlihat pada grafik Scatter plot gambar 1 yang menunjukkan hubungan yang positif dan berbentuk linier.

Tabel 3. Sensitivitas dan Spesifisitas

POCT

BGA

Jumlah

Nilai p**

Sensitivitas

Spesifisitas

Tidak normal

Normal

pH

Tidak

31 (51,7%)

10 (16,6%)

41 (68,3%)

0,454

84%

57%

normal

Normal

6 (10,0%)

13 (21,7%)

19 (31,7%)

Jumlah pCO2

37 (61,7%)

23 (38,3%)

60 (100%)

Tidak

36 (60,0%)

6 (10,0%)

42 (70,0%)

1,000

86%

67%

normal

Normal

6 (10,0%)

12 (20,0%)

18 (30,0%)

Jumlah

HCO3

42 (70,0%)

18 (30,0%)

60 (100%)


Tidak

49 (81,7%)

6 (10,0%)

55 (91,7%)

0,508

94%

25%

normal

Normal

3 (5,0%)

2 (3,3%)

5 (8,3%)

Jumlah

52 (86,7%)

8 (13,3%)

60 (100%)

pO2

Tidak

45 (75,05)

11 (18,3%)

56 (93,3%)

0,118

92%

0%

normal

Normal

5 (6,7%)

0 (0%)

4 (6,7%)

Jumlah

49 (81,7%)

11 (18,3%)

60 (100%)

** Uji Mc Nemar


Tabel 4. Hubungan Hasil AGD Arteri antara POCT dan BGA Pasien Pneumonia

Variabel

n

Nilai r

Nilai p***

pH

60

0,856

0,000

pCO2

60

0,814

0,000

pO2

60

0,718

0,000

HCO3

60

0,716

0,000

*** Uji Korelasi Spearman


Gambar 1. Grafik Scatter Plot Hubungan Hasil AGD Arteri dengan menggunakan alat POCT dan BGA.


PEMBAHASAN

Keluhan utama yang sering ditemukan pada pasien pneumonia yang perlu perawatan medis adalah distress pernapasan. Distress pernapasan merupakan salah satu keluhan utama tersering yang ditemukan pada pasien pneumonia yang memerlukan perawatan medis. Berbagai cara dilakukan untuk melihat gambaran perubahan gas darah pada pasien pneumonia sehingga dapat memprediksi derajat keparahan dari pneumonia. Untuk menilai adekuasi oksigen http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P05

dan ventilasi, AGD arteri biasanya digunakan, dan merupakan pemeriksaan baku emas. Pada pneumonia, penting untuk menilai hal tersebut guna tatalaksana pneumonia yang tepat.2 AGD dapat dilakukan dengan perangkat genggam atau Point of care testing (POCT) dan perangkat benchtop atau laboratory blood gas analyzer (BGA). AGD dapat dilakukan lebih cepat jika menggunakan POCT. POCT memungkinkan analisis gas darah dilakukan lebih dekat dengan pasien dan hasilnya lebih cepat, sehingga 27

dapat lebih cepat mengambil keputusan dalam manajemen pasien.

Pada penelitian ini, berdasarkan usia sampel penderita pneumonia anak yang dirawat di PICU RS Wahidin, sampel terbanyak adalah kelompok infant (usia < 1 tahun) 21 sampel (35 %) dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Hal ini sesuai dengan WHO (2016), populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko kematian pada balita yang menderita pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada balita yang berusia 2 tahun. Hal ini dikarenakan kelompok usia < 2 tahun merupakan masa rentan bagi balita untuk dapat tertular penyakit pneumonia akibat daya tahan tubuh balita yang masih rendah dan sistem saluran napas yang belum berfungsi sempurna.7

Pada penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin, kelompok laki-laki (85%) lebih banyak daripada perempuan (15%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kaunang dkk (2016) yang melaporkan lebih banyak pasien anak yang menderita pneumonia di ruang perawatan intensif anak berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan. Berdasarkan buku pedoman pemberantasan penyakit ISPA untuk penanggulangan pneumonia pada anak balita, anak balita jenis kelamin laki- laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita jenis kelamin perempuan, hal ini disebabkan karena diameter paru-paru anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan anak perempuan.8

Berdasarkan uji marginal homogeneity, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil kategori pH antara alat POCT dan OCT (p=0,002). Meskipun demikian, alkalemia merupakan hasil yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini. Alkalemia lebih banyak terdeteksi oleh BGA. Adanya perbedaan hasil pemeriksaan pH arteri antara alat POCT dan BGA dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya faktor selisih waktu pemeriksaan. Hasil pemeriksaan pH akan menurun 0,02-0,03 unit pH setiap pada sampel yang disimpan di suhu 22oC. Begitu pula faktor apabila sampel terpapar gas darah akan terjadi peningkatan palsu atau penurunan pO2 hingga ~150 mmHg (20 kPa), dan mungkin penurunan pCO2 dan peningkatan pH karena kehilangan asam karbonat jika paparan udara diperpanjang. Alkalemia terjadi bila pH darah > 7,45 yang disebabkan meningkatnya ventilasi alveolar melebihi produksi CO2. Hal ini dapat terjadi pada alkalosis respiratorik, di mana terjadi penurunan pCO2 (hipokapnia) yang menyimpang, yang menyebabkan alkalemia. Dalam persamaan asam-basa, penurunan pCO2 (hipokapnia) memiliki dua konsekuensi yang berlawanan. Karena buffer jaringan, terjadi peningkatan pH dan penurunan HCO3 plasma dalam waktu dekat, namun ekskresi asam oleh ginjal dicegah dalam jangka panjang (setelah 6-72 jam), mengakibatkan penurunan konsentrasi HCO3 plasma. dan pH darah. Karena mortalitas meningkat

sebanding dengan derajat hipokapnia, adanya alkalosis respiratorik merupakan indikasi prognostik yang buruk.2

Berdasarkan hasil kategori pCO2, secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara hasil pCO2 arteri alat POCT dan BGA (p=0,314). Hiperkapnia adalah yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini, dan lebih banyak terdeteksi pada POCT. Pemeriksaan pCO2 merupakan pemeriksaan tekanan parsial karbondioksida dalam darah. Rentang normal pCO2 dalam darah ialah 35 hingga 45 mmHg. Kadar pCO2 meningkat pada asidosis respiratorik, dan menurun pada alkalosis respiratorik.9 Keadaan asidosis respiratorik terjadi akibat peningkatan abnormal pCO2 (hiperkapnia), sehingga terjadi asidemia, yang ditandai dengan pH gas darah < 7,35 dan peningkatan pCO2 primer hal ini disebabkan karena ventilasi alveolar yang tidak efektif. Pada pneumonia penyebab mendasar dari asidosis respiratorik adalah hipoventilasi alveoler, istilah yang sebenarnya sama dengan penumpukan CO2. Asidosis respiratorik merupakan kelanjutan dari keadaan alkalosis respiratorik yaitu bila pneumonia tidak ditangani secara adekuat maka otot-otot pernapasan tambahan menjadi kelelahan sehingga dapat terjadi hipoventilasi yang mengganggu pengeluaran CO2 yang mengakibatkan penumpukan CO2 dan peningkatan H2 CO, Penumpukan CO2 hampir selalu disebabkan oleh hambatan pada ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh produksi yang berlebihan akibat metabolisme yang meningkat.2,6

Pada penelitian ini, secara analisa statistik tidak terdapat perbedaan bermakna antara hasil kategori HCO3 alat POCT dan BGA dengan p = 0,841. Alkalosis paling banyak ditemukan pada penelitian ini dan paling banyak terdeteksi dengan alat POCT. Alkalosis metabolik bila konsentrasi HCO3 >26 mmol/l. Alkalosis metabolik terjadi pada pneumonia berat yang dapat disebabkan oleh kelebihan pemberian NaHCO, atau kompensasi tubuh yang berlebihan pada asidosis respiratorik.10

Hasil kategori pO2 arteri yang terbanyak adalah kategori hiperoksemia, dan paling banyak terdeteksi pada BGA. Secara analisa statistik terdapat perbedaan yang bermakna antara hasil kategori pO2 arteri alat POCT dan BGA dengan p=0,001. Adanya perbedaan hasil pemeriksaan pO2 arteri antara alat POCT dan BGA dapat disebabkan oleh adanya paparan udara bebas menyebabkan pO2 yang lebih tinggi 60 mmHg dari udara bebas. Paparan terhadap udara bebas dapat meningkatkan PO2 pada sampel darah pasien dengan pO2 darah kurang dari pO2 udara bebas.11-13 Efek tersebut akan semakin besar apabila sampel yang diperiksa memiliki kadar leukosit yang tinggi, misalnya pada pasien leukemia atau dengan penyakit lain yang meningkatkan jumlah leukosit secara signifikan. pO2 merupakan tekanan parsial oksigen dalam darah, yang menunjukkan kadar O2 yang terlarut dalam darah. Faktor lainnya pO2 akan meningkat secara signifikan dalam syrnge plastik apabila disimpan lebih dari 30 menit  pada suhu ruangan

dibandingkan langsung dianalisa.14 Tekanan parsial oksigen tersebut akan mempengaruhi jumlah O2 yang berdifusi 28

melewati membran alveolus paru. Pengukuran pO2 biasanya digunakan untuk menilai efektivitas terapi oksigen suplementer pada pasien.12 Kondisi hiperoksemia terjadi bila nilai pO2 > 100 mmHg. Hal ini bisa terjadi pada pasien yang diberikan terapi oksigen di PICU.

Gambaran gas darah pasien pneumonia yang dirawat inap biasanya berupa gambaran gas darah tidak normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Monita dkk (2015) yang menyatakan komplikasi tersering pneumonia adalah gangguan asam basa.1 Pada penelitian ini, dilakukan uji Mc Nemar untuk menilai perbandingan hasil AGD arteri (tidak normal dan normal) pasien pneumonia antara alat POCT dan BGA. Secara analisa statistik tidak terdapat perbedaan bermakna antara hasil pH arteri alat POCT dan BGA dengan nilai p = 0,454. Sensitivitas alat POCT terhadap nilai pH arteri pasien pneumonia adalah 84% yang berarti dari hasil pengukuran pH arteri oleh alat BGA sebanyak 37 sampel bernilai tidak normal, alat POCT dapat benar benar mengukur nilai tidak normal pH arteri sebanyak 31 sampel. Sedangkan untuk spesifisitas alat POCT terhadap nilai pH arteri pasien pneumonia adalah 57% yang berarti dari hasil pengukuran pH arteri oleh alat BGA sebanyak 23 sampel bernilai normal, alat POCT dapat benar benar mengukur pH arteri bernilai normal sebanyak 13 sampel.

Perbandingan hasil pCO2 arteri antara alat POCT dan BGA secara analisa statistik tidak terdapat perbedaan bermakna dengan nilai p = 1,000. Sensitivitas alat POCT terhadap nilai pCO2 arteri pasien pneumonia adalah 86% yang berarti dari hasil pengukuran pH arteri oleh alat BGA terdapat 42 sampel bernilai tidak normal, alat POCT dapat benar benar mengukur pCO2 arteri bernilai tidak normal sebanyak 36 sampel. Sedangkan untuk spesifisitas alat POCT terhadap nilai pH arteri pasien pneumonia adalah 67% yang berarti dari hasil pengukuran pCO2 oleh alat BGA terdapat 18 sampel bernilai normal, alat POCT dapat benar benar mengukur pCO2 arteri bernilai normal sebanyak 12 sampel.

Perbandingan hasil HCO3 arteri antara alat POCT dan BGA secara analisa statistik tidak terdapat perbedaan bermakna dengan nilai p = 0,508 (p>0,05). Sensitivitas alat POCT terhadap nilai HCO3 arteri pasien pneumonia adalah 94% yang berarti dari hasil pengukuran pH arteri oleh alat BGA terdapat 52 sampel bernilai tidak normal, alat POCT dapat benar benar mengukur HCO3 arteri bernilai tidak normal sebanyak 49 sampel. Sedangkan untuk spesifisitas alat POCT terhadap nilai HCO3 arteri pasien pneumonia adalah 25% yang berarti dari hasil pengukuran HCO3 oleh alat BGA terdapat 8 sampel bernilai normal, alat POCT dapat benar benar mengukur HCO3 arteri bernilai normal sebanyak 2 sampel.

Untuk hasil pO2 antara alat POCT dan BGA, secara analisa statistik tidak terdapat perbedaan bermakna dengan nilai p = 0,118. Sensitivitas alat POCT terhadap nilai pO2 arteri pasien pneumonia adalah 92% yang berarti dari hasil pengukuran pH arteri oleh alat BGA terdapat 49 sampel bernilai tidak normal, alat POCT dapat benar benar mengukur pO2 arteri bernilai tidak normal sebanyak 45 sampel. http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P05

Sedangkan untuk spesifisitas alat POCT terhadap nilai pH arteri pasien pneumonia adalah 0% yang berarti dari hasil pengukuran pO2 oleh alat BGA terdapat 11 sampel bernilai normal, alat POCT dapat benar benar mengukur pO2 arteri bernilai normal sebanyak 0 sampel.

Hubungan hasil AGD arteri antara alat POCT dan BGA secara analisa statistik sangat bermakna dengan p = 0,000 untuk semua parameter pH, pCO2, pO2 dan HCO3. Kekuatan korelasi sangat kuat (r ≥ 0,8) untuk parameter pH dan pCO2 arteri antara alat POCT dan BGA. Sedangkan untuk pO2 dan HCO3 arteri didapatkan kekuatan korelasi kuat (r 0,6-<0,8) antara alat POCT dan BGA. Penelitian sebelumnya oleh Indrasari dkk (2019) menggunakan i-STAT dan Nova pHox Plus L dengan total 100 sampel, uji korelasi menunjukkan nilai p < 0,05 dan r ≥ 0,8 untuk parameter pH, pCO2, dan pO2. Analisis ini menunjukkan korelasi yang sangat kuat dan bermakna pada hasil analisis gas darah antara alat POCT dan alat analisis gas darah laboratorium.15 Hal ini sesuai dengan penelitian lainnya oleh Liana dkk (2019) menggunakan alat i-STAT dan Nova pHox Ultra dengan total 42 sampel terdapat korelasi yang bermakna (p<0,05) dan hubungan sangat kuat (r≥0,8).16 Sebuah studi lainnya yang dilakukan oleh Boonlert dkk (2003) ditemukan adanya korelasi antara hasil pemeriksaan POCT analisis gas darah OPTI CCA dan OMNI 9 dengan alat analisis gas darah di rumah sakit (SP, RxL, CRT, san Cell Dyn) menunjukan adanya korelasi antara kedua hasil pemeriksaan.17 Pada penelitian yang dilakukan oleh Lukkonen dkk (2015) menggunakan alat POCT EPOC dengan laboratory blood gas analyzer Rapidlab RL1265 dan Rapid point RP500, ditemukan adanya hubungan antara hasil analisis gas darah menggunakan alat POCT EPOC dengan laboratory blood gas analyzer Rapidlab RL1265 dan Rapid point RP500.18

Berdasarkan grafik Scatter plot hubungan hasil AGD arteri antara alat POCT dan BGA menunjukkan hubungan yang positif dan berbentuk linier dengan pola menyerupai garis lurus. Hal ini menunjukkan jika terjadi penurunan nilai pH, PCO2, PO2 dan HCO3 alat POCT maka akan diikuti penurunan juga nilai pH, PCO2, PO2 dan HCO3 alat BGA. Begitu pula sebaliknya jika terjadi kenaikan pada nilai pH, PCO2, PO2 dan HCO3 alat POCT maka akan diikuti juga kenaikan nilai pH, PCO2, PO2 dan HCO3 pada alat BGA.

Dengan mengetahui perbandingan hasil AGD arteri antara alat POCT dan BGA, maka diharapkan POCT dapat digunakan untuk membantu menilai AGD arteri secara cepat diruangan intensif ataupun tempat emergensi lainnya, namun interpretasi terhadap hasil pemeriksaan harus tetap memperhatikan adanya kemungkinan perbedaan hasil dengan alat yang biasa digunakan di laboratorium pusat.

Kekuatan peneltian ini adalah sampel diambil pada pasien pneumonia yang dirawat di PICU RS Wahidin yang belum pernah dilakukan penelitian tentang hasil AGD arteri yang menggunakan alat POCT sebagai alternatif pemeriksaan AGD arteri dibandingkan dengan alat BGA yang dimiliki laboratorium pusat.Penggunaan POCT sudah dilakukan di ICU, ruang operasi, Instalansi Gawat Darurat, 29

ruang resusitasi dan mobil ambulance RS Wahidin namun belum ada data penelitian mengenai perbedaannya dengan alat konvensional yang dimiliki oleh laboratorium pusat RS Wahidin dalam hal ini penelitian tentang hasil AGD arteri.

Keterbatasan dari penelitian ini adalah jumlah populasi sampel yang masih sedikit. Penelitian ini tidak menyertakan berapa lama perbedaan waktu antara pemeriksaan alat POCT dan BGA, riwayat pengobatan pasien dan riwayat penggunaan jenis terapi oksigen yang digunakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulannya, tidak terdapat perbedaan bermakna hasil pH, pCO2, pO2 dan HCO3 arteri antara alat POCT dan BGA. Hubungan hasil AGD arteri antara alat POCT dan BGA menunjukkan nilai signifikansi bermakna dengan kekuatan korelasi sangat kuat dan arah korelasi positif untuk pH dan pCO2 arteri. Sedangkan untuk pO2 dan HCO3 arteri alat POCT dan BGA didapatkan nilai signifikansi bermakna dengan kekuatan korelasi kuat dan arah korelasi positif

Saran kami, penggunaan alat POCT dalam pemeriksaan AGD arteri tetap perlu memperhatikan adanya kemungkinan perbedaan hasil dengan alat BGA yang digunakan di laboratorium pusat. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk melihat perbandingan hasil AGD arteri alat POCT dan BGA. Penelitian mengenai perbandingan pemeriksaan AGD arteri antara alat POCT dan BGA sebaiknya dilakukan

dengan disertai berapa lama perbedaan waktu antara pemeriksaan alat POCT dan BGA, riwayat pengobatan

pasien dan riwayat penggunaan jenis terapi oksigen yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Monita, O., Yani, F. F., & Lestari, Y. Profil pasien pneumonia komunitas di bagian anak RSUP DR. M. Djamil Padang Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan Andalas,2015;4(1).

  • 2.    Yanda, S. Gambaran Analisis Gas Darah pada Distres Pernapasan. Sari Pediatri, 2016:4(3), 135-40.

  • 3.    UNICEF. Pneumonia in Children Statistics. 2021. Available               from               URL:

https://data.unicef.org/topic/child-health/pneumonia/

  • 4.    Balitbangkes. Riset Nasional Badan Litbangkes.2015. Available               from               URL:

https://www.litbang.kemkes.go.id/riset-nasional-badan-litbangkes/

  • 5.    Nichols, J. H., Christenson, R. H., Clarke, W., Gronowski, A., Hammett-Stabler, C.A., Jacobs, E., et al. Executive summary. The National Academy of Clinical Biochemistry Laboratory Medicine Practice Guideline: evidence-based practice for point-of-care testing. Clinica chimica acta, 2007;379(1-2), 14-28.

  • 6.    Patel, K., & Suh-Lailam, B.B. Implementation of point-of-care testing in a pediatric healthcare setting. Critical Reviews in Clinical Laboratory Sciences, 2017:1–8.

  • 7.    Kaunang, C. T., Runtunuwu, A. L., & Wahani, A. M. Gambaran karakteristik pneumonia pada anak yang dirawat di ruang perawatan intensif anak RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado periode 2013–2015.e-Clinic,2016: 4(2).

  • 8.    Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health Profile 2018]. 2019. Available from URL:

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/ profil-kesehatan- indonesia/Data-dan-

Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.pdf

  • 9.    Pagana, K.D, Pagana, TJ. Arterial blood gases. In: Pagana KD, Pagana TJ. Mosby’s manual of diagnostic and laboratory tests. 5th ed. St. Louis, Missouri: Elsevier;2014. p.109-18

  • 10.    Wilson, L.M.C. Gangguan asam-basa. Dalam Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1 Ed. 6 Jakarta:EGC;2006

  • 11.    Davis, M.D., Walsh, B.K., Sittig, S.E., Restrepo, R.D. AARC clinical practice guideline: blood gas analysis and hemoximetry. 2013. Respir Care;58(10):1694- 703

  • 12.    Scott MG, LeGrys VH, Hood JL. Electrolytes and blood gases. In: Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE, editors. Tietz fundamentals of clinical chemistry. 7th ed. St Louis: Saunders/Elsevier; 2015.p.412-29.

  • 13.    Sacks DB. Carbohydrates. In: Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE, editors. Tietz fundamentals of clinical chemistry. 7th ed. St Louis: Saunders/Elsevier; 2015.p.376-87

  • 14.    Thomas, P.K., Mullin, R.A., Hunter, J.A., Douce, F.H. Effects of syringe material, sample storage time, and temperature on blood gases and oxygen saturation in arterialized human blood samples. Respiratory Care,2006:51(7)

  • 15.    Indrasari, N.D., Jessica, P.W., Ninik, S. Comparison of point of care and central laboratory analyzers for blood gas and lactate measurements. 2019. DOI: 10.1002/jcla.22885

  • 16.    Liana, P., Haris, I.N., Hasyim, Y.E. Comparison of blood gas analysis between benchtop and handheld device. Int J Clin Pathol Med Lab. 2020

  • 17.    Boonlert, W., Lolekha, P. H., Kost, G. J., & Lolekha, S. Comparison of the Performance of Point-of-Care and Device Analyzers to Hospital Laboratory Instruments. Point of Care: The Journal of Near-Patient Testing & Technology,2003: 2(3):172-178. Available from URL: https://journals.lww.com/poctjournal/Abstract/2003/09 000/Comparison_o                              f_

the_Performance_of_Point_of_Care_and.4.aspx

  • 18.    Luukkonen, A. A. M., Lehto, T. M., Hedberg, P. S. M., & Vaskivuo, T. E. Evaluation of a hand-held blood gas analyzer for rapid determination of blood gases, electrolytes and metabolites in intensive care setting. Clinical Chemistry and Laboratory Medicine. 2016:54(4):585-594. Available from URL:

https://www.degruyter.com/view/j/cclm.2016.54.issue-

4/cclm-2015- 0592/cclm-2015-0592.xml

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P05

31