Volume 15 No. 4: 540-544

Agustus 2023

DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i04.p06

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Profil Eritrosit Anjing Pelacak di Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor Kota Malang

(ERYTHROCYTE PROFILE OF DETECTION DOGS AT THE STATE POLICE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA MALANG CITY POLICE RESOR )

Lona Milena1*, Sri Kayati Widyastuti2, Anak Agung Sagung Kendran3

1Mahasiswa Program Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

2Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

3Laboratorium Patologi Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

*Email: lonamilena@student.unud.ac.id

Abstrak

Anjing pelacak merupakan salah satu hewan yang membantu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjaga dan mengamankan ketertiban negara Indonesia. Adapun tugas yang diberikan untuk anjing pelacak yaitu untuk menemukan bahan peledak, operasi pelacakan narkoba, operasi pengamanan dan mencari korban bencana alam seperti longsor hingga gempa bumi. Dikarenakan faktor lingkungan pekerjaan yang cukup ekstrim dan berat berpengaruh terhadap tingkat stress dari anjing pelacak itu sendiri, kondisi lingkungan sangat mempengaruhi gambaran nilai darah. Oleh karena itu diperlukan hasil pemeriksaan kesehatan profil eritrosit. Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional deskriptif. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh populasi anjing pelacak Polresta Kota Malang. Darah diambil kemudian diperiksa menggunakan mesin hematology analyzer dan kemudian dibandingkan dengan standar hematologi kemudian dianalisis. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa seluruh sampel menunjukkan anemia dengan hasil nilai pemeriksaan yang beragam, dan kemungkinan disebabkan oleh pakan yang kurang optimal dan air yang kurang bersih. Untuk itu, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan parasit, radiologi, dan kimia darah.

Kata kunci: Anjing pelacak; indeks eritrosit; hematologi; profil eritrosit

Abstract

The detection dog is one of the animals that assists the task of the Indonesian National Police in maintaining and securing the order of the Indonesian state. The tasks assigned to detection dogs are to find explosives, drug tracking operations, security operations and look for victims of natural disasters such as landslides to earthquakes. Due to environmental factors that are quite extreme and heavy affect the stress level of the bloodhound itself, environmental conditions greatly affect the picture of blood values. Therefore, the results of the health examination of the erythrocyte profile are needed. This research uses descriptive observational research method. The object used in this study was the entire population of Malang City Police's detection dogs. Blood was taken and then examined using a hematology analyzer machine and then compared with hematology standards and then analyzed. From the studies that have been done, it was concluded that all samples showed anemia with the results of various examination values, and are likely caused by poor quality feed and water. For this reason, it is necessary to carry out further examinations such as parasitic examinations, radiology, and blood chemistry.

Keywords: Detection dogs; erythrocyte profile; erythrocyte index; hematology

PENDAHULUAN

Selama berabad-abad, manusia dan anjing telah berbagi hubungan yang unik. Pada sekitar 150.000 tahun yang lalu, manusia (Homo sapiens) dan serigala (Canis lupus) bertemu dan berburu pakan di wilayah yang sama, dan karena banyaknya mangsa dan sedikitnya predator, hubungan manusia dan serigala menjadi situasi yang saling menguntungkan untuk kedua belah pihak (Horváth, 2015). Dalam kurun waktu, fisik dan perilaku serigala mengalami evolusi sampai menjadi anjing seperti sekarang. Selama proses domestikasi, manusia melakukan dominasi terhadap anjing sehingga anjing memilih untuk tinggal bersama manusia (Morey, 1994).

Sampai hari ini, anjing telah banyak digunakan untuk membantu pekerjaan manusia di seluruh dunia. Anjing juga dipekerjakan sebagai anjing militer, polisi, pencarian dan penyelamatan, pendeteksi (bom, obat terlarang, dan uang curian) (Zink et al., 2020). Anjing yang terpilih harus memiliki kualifikasi yang sesuai dengan pekerjaannya, penciuman yang tajam, penglihatan yang jelas, temperamen yang mudah diatur, dan kekuatan yang terkontrol (Anggayasti, 2007).

Penggunaan anjing dalam kerja kepolisian dimulai pada tahun 1959. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Panglima Angkatan Kepolisian Republik Indonesia No. 128/VII/1959 tanggal 04 Juli 1959, terbentuklah untuk yang pertama kali di Indonesia Satuan Anjing Pekerja yang bernama Brigade Anjing Polisi (BRIGAN) dipimpin oleh Ajun Komisaris Polisi R. Soedhono yang berkedudukan di Kelapa Dua Cimanggis Depok, sekarang berganti nama menjadi Direktorat Polisi Satwa dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal Polisi. Unit Polisi Satwa tidak hanya berada di ibu kota saja, melainkan di beberapa Provinsi di Indonesia. Salah satunya berada di Kepolisian Resor Kota Malang (Waluyo, 2021).

Dengan pekerjaan yang ekstrem ini, anjing polisi seringkali mengalami stres yang dapat berdampak pada kesehatan

secara fisik. Untuk mengetahui kesehatan anjing pekerja, dapat dilakukan pemeriksaan kesehatan yang rutin. Salah satu indikator yang menentukan anjing dalam keadaan sehat atau sakit adalah gambaran darah. Namun diperlukan parameter acuan dalam interpretasi hasil pemeriksaan darah. Parameter acuan yang digunakan harus bersumber dari hasil pengukuran nilai darah normal hewan sejenis dengan kondisi lingkungan yang sama, karena menurut (Hebels et al., 2013), kondisi lingkungan sangat mempengaruhi profil nilai darah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data mengenai profil eritrosit pada anjing pelacak di Kepolisian Resor Kota Malang serta hubungannya dengan faktor risiko penyakit yang sering dialami anjing pekerja, sehingga dapat meningkatkan wawasan peneliti dan menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan di kemudian hari sebagai ilmu dasar dan acuan untuk pengendalian dan pencegahan penyakit upaya mengoptimalisasi Kesehatan anjing pelacak.

METODE PENELITIAN

Objek Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan sampel berupa darah anjing pelacak yang dipelihara di Kepolisian Resor Kota Malang, dimana sampel yang diambil berjumlah 10 ekor, berumur 1-4 tahun, sudah divaksin dan rutin diberi obat cacing, serta sehat secara fisik.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini mengambil metode penelitian observasional deskriptif.

Variabel Yang Diamati

Adapun variabel penelitian yang diamati berjumlah tiga, yaitu: variabel bebas (darah anjing pelacak), variabel terikat (hematokrit, hemoglobin, red blood cell (RBC), mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCHC), variabel control (galur, pakan, air minum, lingkungan, dan perkandangan).

Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di Polresta Kota Malang. Praktikan merestrain anjing terlebih dahulu, lalu dilakukan pencukuran rambut di daerah vena saphena lateral dan situs dibersihkan dengan alkohol 70%. Selanjutnya darah diambil dengan menggunakan spuit 3 ml dengan bantuan wing needle. Sebelum darah dimasukkan ke dalam tabung EDTA, jarum dilepas dan ujung spuit ditempelkan ke dinding tabung EDTA. Darah lalu dihomogenkan dengan antikoagulan menggunakan teknik homogen angka 8. Darah akan dimasukkan ke dalam Veterinary Hematology Analyzer Rayto 7600. Pemeriksaan sampel darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Brawijaya.

Analisis Data

Data yang ditampilkan dalam tabel berupa hasil pengecekan sampel kemudian dibandingkan dengan standar hematologi kemudian dianalisis. Hasil penelitian kemudian dipaparkan secara deskriptif.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di Polresta Kota Malang, Jl. Jaksa Agung Suprapto No. 19, Samaan, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia 65112; Telp/Fax: (0341) 364211. Pemeriksaan sampel dilakukan di Rumah Sakit Hewan Universitas Brawijaya. Pengambilan sampel penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2022.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Penelitian mengenai profil eritrosit pada anjing pelacak di Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor Kota Malang dalam keadaan resting/beristirahat telah selesai dilakukan pada bulan April 2022. Sampel berjumlah 10 ekor anjing yang terdiri dari tiga ekor Labrador Retriever, tiga ekor German Shepherd, dan empat ekor Belgian Malinois. Sampel darah diperiksa menggunakan Veterinary Hematology

Analyzer Rayto 7600 dan hasilnya tertera di tabel di bawah ini:

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dari sepuluh ekor sampel ekor anjing, dua sampel menunjukkan anemia dengan hasil nilai sel darah merah dan Hb di bawah nilai normal, enam ekor sampel aniing nilai HCT di atas nilai normal dan dua ekor sampel menunjukkan HCT di atas nilai normal, sembilan sampel menunjukkan hasil MCHC di bawah nilai normal, satu ekor sampel menunjukkan hasil MCH di bawah nilai normal, dan tujuh sampel menunjukkan hasil MCV di rentang nilai normal.

Pembahasan

Red Blood Cell (RBC)

Berdasarkan tabel, didapatkan dua hasil sampel dengan eritrosit yang rendah (kisaran normal RBC pada anjing: 5.0-10.0 10^6/µL). Sementara, delapan ekor sampel lainnya masih dalam rentang normal. Eritrosit yang rendah dapat disebut dengan eritrositopenia. Eritrositopenia kemungkinan disebabkan oleh hilangnya darah secara berlebihan atau pendarahan, hemolisis eritrosit, dan rendahnya produksi eritrosit (Widyanti et al., 2018).

Hemoglobin (Hb)

Nilai hemoglobin (Hb) kisaran normal pada anjing berkisar antara 12.0-18.0 g/dL. Di dalam hasil penelitian ini, terdapat delapan ekor sampel yang mengalami penurunan Hb. Penurunan angka Hb dapat menandakan hewan mengalami anemia. Anemia adalah keadaan dimana jumlah RBC dan Hb mengalami penurunan (Herawati, 2015). Penurunan nilai Hb juga dilibatkan dengan defisiensi zat besi karena zat besi adalah salah satu komponen penting untuk pembentukan Hb. Zat besi dalam bentuk heme sangat penting untuk banyak fungsi metabolisme termasuk transportasi oksigen dalam hemoglobin.

Zat besi juga merupakan komponen dari beberapa enzim, termasuk sitokrom, yang diperlukan untuk pembangkitan energi dan metabolisme obat (Naigamwalla et al., 2012). Untuk penentuan dan diagnosa

anemia, diperlukan juga pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan mukosa, stamina anjing, dan presentase dehidrasi. Di dalam penelitian ini, seluruh sampel anjing mempunyai status fisik yang baik.

Hematokrit (HCT)

Di dalam tabel, dipaparkan bahwa satu ekor sampel mengalami peningkatan HCT dan dua ekor sampel mengalami penurunan HCT. Sementara, rentang nilai HCT pada anjing secara umum berkisar dari 24.045.0%. Hematokrit hampir selalu ada di hasil pemeriksaan darah lengkap sebagai bagian dari hitung darah lengkap, yang mengukur jumlah darah merah ,jumlah sel darah putih, jumlah total hemoglobin dalam darah (Kucukal, 2020).

Mean     Corpuscular     Hemoglobin

Concentration (MCHC)

Di dalam hasil penelitian ini, terdapat sepuluh ekor sampel yang mengalami penurunan MCHC. Kondisi MCHC yang menurun mengindikasikan sel darah merah yang kekurangan hemoglobin (Rahmawati, 2012). Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration yang rendah dapat menjadi indikasi anemia mikrositik hipokromik yang disebabkan oleh berkurangnya kadar zat besi di dalam tubuh (Urrechaga, 2009). Hal ini dapat disebabkan oleh kemungkinan pemberian pakan dan air yang belum optimal.

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

Pada hasil penelitian ini, terdapat sepuluh ekor sampel yang mengalami penurunan MCH, dan satu ekor sampel yang mengalami kenaikan, sementara nilai normal MCH pada anjing memiliki rentang 12,5-17,5 pg. Nilai MCH yang rendah dapat diasosiasikan dengan kekurangan zat besi di dalam tubuh (Goddard et al., 2011). Mean Corpuscular Volume (MCV)

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat sepuluh ekor sampel yang masih berada pada rentang nilai normal MCV, sementara hasil MCV normal berada pada rentang 39.0-55.0 fL. Nilai MCV yang meningkat dapat mengindikasikan pembesaran sel darah merah atau disebut anemia makrositik. Dua jenis anemia makrositik

adalah anemia megaloblastik yang mengarah ke defisiensi vitamin B12, asam folat, dan gangguan sintesis DNA (Tangkilisan et al., 2013). Jika nilai MCV meningkat, dapat mengindikasikan bahwa sel darah merah yang diproduksi terlalu cepat yang dapat disebabkan oleh pendarahan interna atau anemia, dan gizi dari pakan yang buruk.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dari sepuluh ekor sampel ekor anjing, dua sampel menunjukkan anemia dengan hasil nilai sel darah merah dan Hb di bawah nilai normal, enam ekor sampel aniing nilai HCT di atas nilai normal dan dua ekor sampel menunjukkan HCT di atas nilai normal, sembilan sampel menunjukkan hasil MCHC di bawah nilai normal, satu ekor sampel menunjukkan hasil MCH di bawah nilai normal, dan tujuh sampel menunjukkan hasil MCV di rentang nilai normal.

Saran

Perlu dilakukan uji lanjutan untuk mendukung hasil dari pemeriksaan darah merah pada anjing pelacak di Kepolisian Resor Kota Malang, seperti pemeriksaan parasit, radiologi, dan kimia darah.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih utamanya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Rumah Sakit Hewan Universitas Brawijaya yang telah memfasilitasi penelitian penulis serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anggayasti G. 2007. Profil hematologi anjing pelacak operasional ras labrador retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok. Universitas Institut Pertanian Bogor.

Goddard AL, Leisewitz MM, Christopher.

2008. Prognostic usefulness of blood

leukocyte changes in canine parvoviral enteritis. J. Vet. Internal Med. 22(2): 309-316.

Hebels DG, Georgiadis P, Keun HC, Athersuch TJ, Vineis P, Vermeulen R. 2013. Performance in omics analyses of blood samples in long-term storage: opportunities for the exploitation of existing biobanks in environmental health research. Environ. Health Perspectives. 121(4): 480-487.

Herawati N. 2015. Mengenal anemnia dan peranan erythropoietin. Biotrends. 4(1): 35-39.

Horváth O. 2015. Police dogs - servicing the security.

Kucukal E. 2020. Whole blood viscosity and red blood cell adhesion: potential biomarkers for targeted and curative therapies in Sickle Cell Disease. Am. J. Hematol. 95(11): 1246-1256.

Morey D. 1994. The early evolution of the domestic dog. Am. Sci. 82(4): 336-347.

Naigamwalla, Dinaz, Webb, Jinelle, Giger, Urs. 2012. Iron deficiency anemia. The Can. Vet. J. 53: 250-256.

Rahmawati T. 2012. Perbedaan pengaruh suplementasi besi oral dan parenteral terhadap profil darah tepi tikus putih (rattus norvegicuss) strain wistar hamil anemia. Diss. UNS (Sebelas Maret University).

Tangkilisan, Helena A, Debby R. 2016. Defisiensi asam folat. Sari Pediatri.

Urrechaga E. 2009. Red blood cell microcytosis and hypochromia in the differential diagnosis of iron deficiency and   βthalassaemia   trait. Int.   J.

Laboratory Hematol. 31(5): 528-534.

Waluyo B. 2021. Penggunaan anjing k9 dalam mengungkap tindak pidana penganiayaan. Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta.

Widyanti A, Suartha I, Erawan K, Anggreni L, Sudimartini L. 2018. Hemogram anjing penderita dermatitis kompleks. Indon. Med. Vet. 7(5): 576-587.

Zink, Chris, Schlehr, Marcia. 2020. Working dog structure: evaluation and relationship to function. Front. Vet. Sci. 7: 559055.

Tabel 1: Profil eritrosit anjing pelacak kepolisian Resor Kota Malang

Nama

Galur

RBC (10^6/µL)

Hb (g/dL)

HCT (%)

MCHC (g/dL)

MCH (pg)

MCV (fL)

Zerra

GS

7,62

12,5

54,1

23,1

16,4

70,9

Trudell

LR

4,69

6

32

18,7

12,8

68,3

Hipp

GS

4,26

4,9

29

16,9

11,5

68,2

Ruby

LR

6,67

10,2

46,7

21,8

15,3

70,1

Xena

BM

6,52

10,6

46,6

22,7

16,3

71,5

Angel

BM

5,56

9,2

38,4

24

16,6

69,1

Xarles

BM

6,43

10,2

45,2

22,6

15,9

70,4

Ed

BM

6,48

10,7

46,4

23,1

16,5

71,5

Xaviera

BM

7,95

14,4

59,9

24,9

18,1

72,9

Sola

LR

5,58

8,2

39

21

14,7

70

Standar

5.5-8.5

12.0-18.0

37.0-55.0

32.0-36.0

19.5-24.5

60.0-77.0

Keterangan: BM (Belgian Malinois), GS (German Shepherd), LS (Labrador Retriever)

544