JMU            ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.5,MEI, 2023


Jurnal medika udayana        I   I—I DIRECTORY OF

  • I                 OPEN ACCESS

∕ I_           JOURNALS

Diterima: 2022-12-15 Revisi: 2023-02-30 Accepted: 25-05-2023

PERSEPSI KEBISINGAN SEBAGAI PREDIKTOR PAJANAN KEBISINGAN PADA PEKERJA INDUSTRI PULP DI SUMETERA SELATAN, INDONESIA

Harun Alrasyid1, Mila Tejamaya2

  • 1,2 Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia Gedung C, Lantai 1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia

e-mail: [email protected] , [email protected]

ABSTRAK

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah penyakit akibat kerja yang paling umum di dunia. Diperkirakan 1,3 miliar orang menderita gangguan pendengaran akibat paparan kebisingan. Industri pulp merupakan industri manufaktur yang memiliki karakteristik dengan tingkat paparan kebisingan yang sangat tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tingkat paparan kebisingan pada pekerja industri pulp di Indonesia dengan membandingkan metode subjektif dan objektif dan menentukan kehandalan metode subjektif dalam melakukan prediksi pajanan sebenarnya. Sebuah studi cross-sectional dilakukan untuk menentukan tingkat pajanan kebisingan pekerja, mengukur persepsi kebisingan, mengevaluasi status pendengaran pekerja dari hasil MCU, dan menentukan hubungan antara tingkat paparan kebisingan, persepsi kebisingan dan status pendengaran. Penelitian ini melibatkan 138 pekerja dari berbagai Similar Exposure Groups (SEG). Tingkat kebisingan di area industri pulp diukur dengan integrated SLM, data persepsi kebisingan dikumpulkan melalui kuesioner dan status pendengaran diambil dari hasil Medical Check Up tahun 2022. Hasil penelitian menunjukkan kadar Leq1-minute berkisar antara 63,2 dBA hingga 100,65 dBA. Sekitar 19,6% pekerja menunjukkan audiogram abnormal dari hasil MCU. Terdapat hubungan yang signifikan antara status pendengaran dan tingkat paparan kebisingan pekerja dan terdapat hubungan signifikan antara persepsi kebisingan terhadap nilai Leq pajanan kebisingan. Persepsi kebisingan dapat digunakan sebagai alat ukur dalam screening menilai pajanan kebisingan.

Kata kunci : persepsi kebisingan., pekerja., industri pulp

ABSTRACT

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) is the most common occupational disease in the world. An estimated 1.3 billion people suffer hearing loss due to noise exposure. The pulp industry is a manufacturing industry that has characteristics with very high levels of noise exposure. The aim of this study was to determine the level of noise exposure among pulp industry workers in Indonesia by comparing subjective and objective methods and determining the reliability of the subjective method in predicting true exposure. A cross-sectional study was conducted to determine workers' noise exposure levels, measure noise perception, evaluate workers' hearing status from MCU results, and determine the relationship between noise exposure levels, hearing perception and hearing status. The study involved 138 workers from various Similar Exposure Groups (SEG). The noise level in the pulp industry area was measured with an integrated SLM, hearing perception data was collected through a given questionnaire and hearing status was taken from the results of the MCU in 2022. The results showed Leq levels at 8 hours of 63.2 dBA and 100.65 dBA. 19.6% workers showed abnormal audiogram from MCU results. There is a significant relationship between hearing status and the level of occupational noise exposure and there is a significant relationship between noise perception and the Leq noise exposure. Noise perception can be used as screening qualitative tool in assessing noise exposure.

Keywords : perceived noise., workers., pulp industry

PENDAHULUAN

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) atau gangguan pendengaran akibat bising merupakan penyakit akibat kerja yang paling umum diderita di dunia 1. Studi proyeksi dari World Health Organization, menunjukan bahwa jumlah penderita deafness & hearing loss (DHL) pada tahun 2018 mencapai 466 juta penduduk populasi dunia dengan prevalensi global mencapai 6,12 % yang tersebar di semua negara 2. Sekitar 16 % dari total gangguan pendengaran pada orang dewasa di dunia dikaitkan dengan kebisingan akibat pekerjaan 3. Diperkirakan 1,3 miliar orang menderita gangguan pendengaran akibat paparan kebisingan 4.

Paparan kebisingan di tempat kerja adalah faktor risiko paling umum kedua di tempat kerja, setelah cedera di tempat kerja. Paparan kebisingan berkontribusi 22% dari masalah kesehatan terkait tempat kerja. Sebuah studi dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) meneliti morbiditas di seluruh dunia akibat gangguan pendengaran akibat kebisingan (NIHL) dimana hasil menunjukan bahwa lebih dari 4 juta DALYs (disability adjusted life year) secara global terjadi akibat dari paparan kebisingan di tempat kerja, dengan tingkat yang bervariasi di berbagai wilayah, mulai dari 7% hingga 21% 3.

Trauma yang disebabkan oleh kebisingan dapat mengakibatkan dua jenis cedera pada telinga bagian dalam, tergantung pada intensitas dan durasi paparannya yaitu Temporary Threshold Shift (TTS) atau Permanent Threshold Shift (PTS). Kebisingan dapat mempengaruhi sistem pendengaran bagian dalam yaitu koklea terutama sel rambut dalam (inner hair cells) dan sel rambut luar (outer hair cells). Gangguan pendengaran akibat bising dapat dipengaruhi oleh cedera mekanik langsung, adanya produksi eksitotoksisitas glutamat yang menyebabkan kerusakan pada terminal pasca-sinaptik, sel – sel rambut luar dan dalam dan terdapat mekanisme lainnya yang melibatkan mediator radikal bebas, kekurangan mineral magnesium dan ion kalsium 5.

PT. XYZ adalah perusahaan pulp yang memiliki karakteristik kebisingan pajanan yang sangat bervariasi. Pajanan kebisingan di PT XYZ telah teridentifikasi. Pengukuran pajanan umum di lingkungan kerja (pathway) telah dilakukan oleh perusahaan dimana setiap area memiliki tingkat kebisingan yang berbeda. Semakin dekat dengan sumber kebisingan (seperti furnace, air fan system, boiler, blower, digester, chipping line dan sumber kebisingan lainnya) semakin tinggi tingkat kebisingannya. Tingkat kebisingan yang teridentifikasi hingga 114 dBA. Selain itu, belum pernah dilakukan evaluasi pajanan bising terhadap status pendengaran pekerja. Oleh karena itu, strategi untuk menilai pajanan kebisingan harus ditangani secara komprehensif. Data persepsi kebisingan dapat menawarkan strategi alternatif penilaian pajanan dan pelengkap selain pengukuran langsung dengan metrik Leq T. Studi ini mengevaluasi hubungan antara persepsi kebisingan terhadap nilai pajanan kebisingan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif analitik menggunakan rancangan cross sectional dengan uji hipotesis. Lokasi penelitian ini adalah di provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Adapun populasi penelitian adalah industri pulp yang berada di wilayah Sumatera Selatan di Indonesia. Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis estimasi proporsi untuk populasi finit 6.

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh besar sampel minimal adalah 127,30 dibulatkan menjadi 128 responden. Namun, mempertimbangkan kondisi di lapangan maka untuk menghindari adanya ketidaklengkapan responden dalam menyelesaikan kuesioner, besar sampel minimal menjadi 138 responden. Adapun kriteria inklusi dalam pengambilan sampel adalah responden merupakan karyawan PT. XYZ yang telah menyelesaikan medical check up tahun 2022 dan bersedia mengisi kuesioner online survei pajanan kebisingan hingga selesai. Penelitian ini dilaksanakan sejak Oktober 2022 hingga Desember 2022.

N Z(1-α∕ )2 P(1-P) n = -------—-------- (N-1) d2+Z(ι-α∕2)2 P(1-P)

(1)


dimana n didefinisikan sebagai besar sampel minimal yang dibutuhkan; Z1-α/2 adalah nilai z pada interval kepercayaan 1-α/2 uji hipotesis dilakukan dua arah (two tailed) (1,96); P adalah nilai proporsi gangguan pendengaran pada pekerja dari NIOSH (0,19); d menunjukan kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir (0,05) dan N merupakan besar populasi di industri pulp in PT XYZ (809). Pengukuran tingkat pajanan kebisingan secara kuantitatif menggunakan integrated sound level meter (merk 3M tipe SE-402) selanjutnya dilakukan perhitungan Leq dengan persamaan 2 untuk mendapatkan Leq1-menit. dilakukan pada setiap lokasi responden. Persamaan (2):

Γι spi

Leq,T= 10log[1 ∑ti %10^Γ        (2)

dimana Leq,τ adalah tingkat kebisingan equivalen (dBA), SPLi adalah tingkat kebisingan yang terukur oleh alat ukur; ti adalah waktu pengukuran for SPLi and T adalah total waktu pengukuran (menit/jam). Persepsi kebisingan diukur dengan menggunakan kuesioner mandiri yang dibagikan secara online kepada pekerja. Kuesioner terdiri dari empat bagian yaitu informed concent, karakteristik reponden, persepsi kebisingan dan gaya hidup serta riwayat penyakit responden. Survei terdiri dari enam item persepsi kebisingan terhadap intensitas, satu item persepsi kebisingan terhadap variabilitas, satu item persepsi kebisingan terhadap puncak kebisingan, dan dua item persepsi kebisingan terhadap dampak kesehatan dari pajanan kebisingan. Kuesioner ini diadopsi dari Neitzel, dkk, 2008 7 dengan hasil uji validitas dan realibilitas pada nilai Cronbach's Alpha 0,978 dan nilai r hitung lebih besar dari r tabel 0,1672.

Data survei dan hasil perhitungan Leq akan disatukan ke dalam Microsoft excel untuk selanjutnya dikonversi ke SPSS 20 untuk dianalisis lebih lanjut. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensial, data perhitungan Leq akan dikelompokan menjadi dua kategori berdasarkan cut off NAB 85 dBA sedangkan data untuk survei persepsi kebisingan akan dilakukan perhitungan total skor dan kemudian akan dikelompokan berdasarkan cut-off menggunakan metodeReceiver Operating Characteristic (ROC) dan Youden Index. Hasil MCU audiometri (hearing status) berdasarkan kuesioner mandiri, responden dikelompokan menjadi dua yaitu mengalami impairment (mengalami gangguan pendengaran pada telinga kanan atau telinga kiri atau keduanya) dan normal (tidak mengalami gangguan pada kedua telinga). Nilai sensitivitas dan spesifisitas persepsi kebisingan terhadap tingkat kebisingan sebagai true exposure akan dihitung untuk melihat kemampuan survei persepsi kebisingan dalam mengidentifikasi pajanan kebisingan yang sesungguhnya (≥ 85 dBA) secara kualitatif. Sensitivitas

TP dihitung dengan rumus------, dimana True Positive (TP)

adalah nilai tingkat kebisingan Leq ≥ 85 dBA, dan False Negative (FN) adalah nilai total skor persepsi kebisingan pada kategori rendah namun tingkat kebisingan Leq ≥ 85

TN

dBA. Spesifisitas dihitung dengan rumus       , dimana

True Negative (TN) adalah nilai tingkat kebisingan Leq < 85 dBA dan False Positive (FP adalah nilai total skor noise perceived pada kategori tinggi namun Noise Level Leq < 85 dBA. Selain itu Nilai Prediktif Negatif (NPN) dan Nilai Prediktif Positif (NPP) akan dihitung untuk melihat kemampuan prediksi survei persepsi kebisingan. Berikut rumus perhitungan sensitivitas, spesifisitas, NPN dan NPP noise perceived 7, 8. Nilai Prediktif Negatif (NPP)

TN

menggunakan rumus      dan Nilai Prediktif Positif (NPP)

TP menggunakan rumus     .

  • 1.    HASIL

Hasil penelitian menunjukan responden adalah berumur 42 ± 10,86 (SB) tahun dengan umur termuda adalah 23 tahun dan umur tertua adalah 57 tahun. Rerata masa kerja responden pada posisi saat ini adalah 15,07 ± 8,9 (SB) tahun dengan masa kerja paling rendah yaitu 1 tahun dan masa kerja terlama yaitu 25 tahun. Responden dalam studi ini, terdiri dari 83,8 % laki-laki dan 16,7 % perempuan. Responden

didominasi dari bagian dan yaitu sekitar 34,8 % dan 52,2 % secara berurutan dengan komposisi 60,1 % pekerja non-shift dan 39,9 % pekerja shift. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik

n

%

Jenis Kelamin

Laki-laki

115

83,3

Perempua

23

16,7

Status Pekerja Shift

55

39,9

Non-shift

83

60,1

Status Merokok

Ya

62

44,9

Tidak

Penyakit Komorbid

Ya

76

55,1

Tidak

71

51,4

67

48,6

Penggunaan APT

Ya

128

92,8

Tidak

20

7,2

Penggunaan Headphone

Yes

105

76,1

No

33

23,9

Riwayat Operasi Telinga

Ya

10

7,2

Tidak

128

92,8

Riwayat Infeksi Telinga

Ya

118

85,5

Tidak

20

14,5


Rerata (SB)

Umur, tahun                                                                                      42 (10,86)

Masa Kerja, tahun                                                                                       15,07 (8,9)

Responden yang memiliki kebiasaan menggunakan headphone atau headset sebanyak 76,1% dan berstatus perokok sebesar 44,9 %. Selain itu pekerja yang memiliki Riwayat penyakit (comorbidity) seperti hipertensi, hiperkolestrol dan penyakit pembuluh darah lainnya sebesar 51,6% dan memiliki riwayat infeksi telinga sebanyak 118 responden (85,5 %). Hasil survei persepsi kebisingan pada enam kelompok responden dapat dilihat pada tabel 2. Hasil ANOVA terhadap enam kelompok responden ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan total skor persepsi kebisingan diantara keenam kelompok pekerja (p value < 0,05) baik pada sub skala intensitas, variabilitas, puncak kebisingan maupun pada dampak kesehatan.

Pada diagram box plot Gambar 1 dan Gambar 2. Menunjukan bahwa sebaran data skor persepsi kebisingan pada keenam kelompok cukup bervariasi dan memiliki panjang whisker yang berbeda-beda. Terdapat beberapa outliers baik pada diagram persepsi kebisingan maupun diagram Leq noise level. Selanjutnya, pada uji statistik ChiSquare untuk mendeteksi hubungan antara pajanan kebisingan (Leq noise level) terhadap status pendengaran (hasil audiometri responden tahun 2022) menunjukan hubungan yang signifikan dengan p value 0,000 (< 0,05) dimana OR sebesar 19,78 dengan CI di populasi umum pada range 6,25 hingga 62,55.

Tabel 2. Uji ANOVA Skor Sub-Skala Persepsi Kebisingan Berdasarkan Kelompok Pekerjaan

Kelompok Pekerjaan

Intensitas               Variabilitas           Puncak kebisingan       Dampak Kesehatan

Rerata   SB     P    Rerata   SB     P    Rerata   SB     P    Rerata   SB    P

value                    value                   value                   value

Operasi & Produksi

Pemeliharaan

24,17   2,83            7,08    0,964            3,08    0,89            5,27    1,59

23,60   7,30             5,80     1,64             3,20    1,09             5,60    2,30

Administrasi

& Kantor HSE

8,04    1,90   0,000    3,10    3,10   0,000    1,03    0,16   0,000    0,62    0,62   0,000

21,0    2,16             6,00     0,00             3,25    0,95             6,50    1,29

QA/QC

Pergudangan

16,60   2,30            6,20    0,44             2,00    0,00            3,60    0,54

12,75   2,21             4,75     4,75              1,50    0,57             3,00    0,81

Gambar 1. Diagram Box Plot Skor Total Persepsi Kebisingan Berdasarkan Kelompok Pekerjaan


Gambar 2. Diagram Box Plot Tingkat Kebisingan Leq Berdasarkan Kelompok Pekerjaan


Tabel 3. Hubungan Kategori Tingkat Kebisingan dan Status Pendengaran

Kategori Tingkat Kebisingan

Status Pendengaran

Total

OR (IK95%)

P value

Gangguan

Normal

n

%

n

%

n

%

≥ 85 dBA

23

47,9%

25

52,1%

48

100%

19,78

0,000

< 85dBA

4

4,4%

86

95,6%

90

100%

(6,25-62,55)

Total

27

19,6%

111

89,4%

138

100%

Tabel 4. Nilai Indeks Youden dan Area Under Curve Skor Persepsi Kebisingan

Positive if Greater Than or Equal

Indeks   Area Under


Youden     Curve


a                    Sensitivitas Specifisitas

32,0000                   0,917          0,911         0,828        0,961

Gambar 3. Diagram Receiver Operating Curve Skor Perpsesi Kebisingan


Untuk melakukan cross-tabulation, skor persepsi kebisingan dikategorisasi terlebih dahulu, yaitu dengan menetapkan nilai cut off berdasarkan metode Receiver Operating Curve (ROC) dan Youden Index. Gambar 3 merupakan grafik ROC sebagai cut off skor persepsi kebisingan.

Dari hasil perhitungan ROC, maka cut of value untuk skor persepsi kebisingan adalah 32. Cut off value 32 adalah nilai terbaik dari tarik ulur antara sensitivitas dan spesifisitas sehingga menghasilkan nilai potong maksimal. Selain hasil dari ROC, berdasarkan perhitungan Youden Index (Sensitivitas – Spesifisitas -1), nilai cut off jatuh pada skor 32. Sehingga coding skor persepsi kebisingan menghasilkan dua kategori yaitu score high untuk skor Persepsi Kebisingan ≥

85 dBA (terpapar bahaya kebisingan) dan score low untuk skor persepsi kebisingan < 85 dBA (tidak terpapar bahaya kebisingan). Nilai Area Under Curve (AUC) pada perhitungan nilai cut off adalah 0,961 yang artinya kemampuan menduga peluang seseorang terpajan kebisingan sangat baik, Kemudian, didapatkan cross tabulation pada tabel 5.

Hasil cross tabulation menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara skor persepsi kebisingan dengan pajanan kebisingan sesungguhnya berdasarkan nilai pengukuran Leq (p value 0,000) dengan OR 18,19 (IK 6,94 – 47,6). Berikut ini adalah gambaran scatter plot skor persepsi kebisingan terhadap nilai pajanan kebisingan(dBA).

Tabel 5. Tabel Silang Kategori Tingkat Kebisingan dan Kategori Skor Persepsi Kebisingan

Kategori Persepsi Kebisingan

Kategori Tingkat Kebisingan

Total

OR (IK95%)

P value

≥ 85 dBA

< 85 dBA

n    %

n

0,000

n

%

18,19

0,000

Skor Tinggi

44   86,6%

8

15,4%

52

100%

(IK 6,94-47,6)

Skor Rendah

4    4,7 %

82

95,3%

86

100%

Total

48   34,8%

90

65,2%

138

100%

110


100

90

80

70

60


Diagram Scatter Plot Hubungan Skor Persepsi Kebisingan dengan Tingkat Kebisingan Leq (dBA)



50

0


10           20           30           40           50

60


Skor Persepsi Kebisingan

Gambar 4. Scatter-Plot Persepsi Kebisingan terhadap Tingkat Kebisingan Leq (dBA)

Table 6. Sensitivitas, Spesifisitas, NPV dan PPV dari Skor Persepsi Kebisingan

True

Positive (n)

False

Positive (n)

True

Negative (n)

False

Negative (n)

Persamaan

Hasil (%)

Sensitivitas

47

-

-

1

TP

TP + FN

97.9 %

Specifisitas

-

22

68

-

TN

TN + FP

75.5 %

NPV

-

-

68

1

TN

TN + FN

98.55 %

PPV

47

22

TP

68.11 %

TP+ FP

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa rerata responden memiliki masa kerja yang cukup lama yaitu 15 tahun sehingga lama pajanan sangat cukup untuk menunjukan manifestasi status kesehatan pendengaran. Berdasarkan data pada tabel 3, pekerja yang melaporkan terjadinya gangguan pendengaran sebanyak 19,6 %, hampir seperempat dari total responden penelitian. Proporsi ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan yang menunjukan bahwa proporsi gangguan pendengaran pada pekerja dengan berbagai latar belakang lokasi kerja adalah berkisar antara 15-26 % dari total sampel. Sebuah studi systematic review yang mengumpulkan penelitian-penelitian terkait prevalensi hearing loss di China menunjukan bahwa occupational NIHL mencapai 21,3% dari 71,865 pekerja di China 9. Di studi yang lain, sebanyak 23,3 % pekerja menunjukan hearing threshold shift dari total sampel

penelitian di tiga perusahan manufaktur suku cadang di Thailand 10 sedangkan kejadian hearing loss di pabrik tekstil di Myanmar dan pabrik pulp di Thailand menunjukan hasil yang cukup tinggi yaitu 25,7 % dan 26,09 % secara berurutan dari total sampel penelitian 11, 12.

Penelitian ini juga berfokus pada pengujian penilaian pajanan kebisingan dengan menggunakan survei persepsi kebisingan, Berdasarkan uji ANOVA (tabel 2) pada masing-masing item skala dari survei persepsi kebisingan menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok. Hal ini menunjukan bahwa setiap kelompok atau bagian memiliki nilai rerata skor yang berbeda-beda terlihat pada item skala intensitas, skala variabilitas, skala puncak kebisingan dan skala gangguan kesehatan.

Setiap bagian mempersepsikan bising dengan level subjektivitas masing-masing. Perbedaan ini disebabkan oleh tingkat kebisingan (noise level) dan jenis bising yang

berbeda, sehingga bising jenis intermitten dan impulsif akan dipersepsikan berbeda dengan jenis bising continuous 7. Hal ini disebabkan karena durasi singkat kebisingan impulsif tidak memungkinkan otot telinga tengah berkontraksi dan mengurangi masukan bunyi ke koklea sehingga karakteristik non-linearitas di koklea dapat berinteraksi dengan kebisingan untuk meningkatkan bahaya pendengaran 13. Studi lain menunjukan bahwa sensitivitas pendengaran berperan penting dalam mempersepsikan bising 14.

Berdasarkan penelitian, jika dilihat pada tabel 2, perbedaan yang sangat terlihat pada kelompok administrasi & kantor dengan rerata cukup jauh dari kelompok lainnya baik pada item skala intensitas, variabilitas, puncak kebisingan maupun gangguan kesehatan, Rerata kebisingan di area Administasi & Kantir berada pada rentang 63-70 dBA sehingga masih dibawah NAB, Selain itu area Administrasi & Kantor juga merupakan jenis kebisingan continuous yang tingkat variabilitas dan intensitasnya sangat rendah atau bisa dikatakan tenang tanpa adanya impulsivitas (tipe ini dikenal sebagai kebisingan gaussian). Beberapa studi menunjukan bahwa kebisingan di dalam ruangan rerata berkisar antara 46 hingga 58 dBA 15. Di dalam ruangan rumah sakit tingkat kebisingan Leq bervariasi mulai dari 37 hingga 88,6 dBA di siang hari 16. Kemudian untuk persepsi dampak kebisingan yang paling tinggi dirasakan oleh kelompok operasi produksi sedangkan persepsi terhadap dampak kesehatan dengan skor paling rendah adalah administrasi & kantor. Hal ini sejalan dengan penelitian mengenai hearing loss terhadap karakteristik kebisingan berupa gausian dan non-gaussian menunjukan bahwa kebisingan dengan tipe non-gausian (kebisingan kompleks seperti di area operasi & produksi) yang biasanya dihasilkan oleh mesin-mesin produksi pada operasional perusahaan memiliki dampak yang lebih signifikan dibandingkan dengan tipe kebisingan gaussian (steady state noise seperti di area kantor) 17.

Pajanan kebisingan pada kelompok pekerja menimbulkan gangguan pendengaran yang teridentifikasi dari hasil uji audiometri saat MCU. Hasil laporan mandiri MCU oleh responden menunjukan bahwa sebanyak 19,6 % mengalami gangguan pendengaran berupa penurunan ambang dengar. Hasil uji statistik menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara gangguan pendengaran dengan derajat kebisingan Leq (p value 0,000). Responden yang mengalami gangguan pendengaran baik pada telinga kanan maupun kiri sebanyak 4,3 %, sedangkan responden yang hanya mengalami gangguan telinga kanan adalah 5,1 % dan responden dengan gangguan telinga kiri sebanyak 10,1 % dari total responden. Berdasarkan hasil penelitian intensitas kebisingan sangat mempengaruhi kenaikan nilai ambang dengar telinga yang menyebabkan pergeseran ambang dengar baik sementara maupun permanen pada seseorang. Studi di Thalaind menunjukan bahwa prevalensi terjadinya hearing loss berbanding lurus dengan tingkat pajanan kebisingan 10. Studi di Tanzania yang mempelajari pajanan kebisingan pada kelompok kasus pekerja di industri peleburan baja dan besi (terpapar kebisingan per 8 jam kerja pada tingkatn LEX8hours 92 dBA) dan kontrol (terpapar kebisingan kerja pada tingkat LEX8hours tingkat 79,9 dBA) menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (t-test

p value 0,000) pada rerata ambang dengar pekerja di frekuensi 3000, 4000, dan 6000 Hz pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol 18. Selain itu jenis kebisingan juga memiliki peran besar dalam menentukan tingkat keparahan seseorang mengalami gangguan pendengaran. Kebisingan continuous atau intermitten (gaussian) akan berbeda dampaknya dengan kebisingan jenis kompleks (non-gaussian) 17. Hasil studi yang mempelajari struktur kebisingan temporal yang kaitannya dengan NIHL menunjukan bahwa jenis kebisingan memiliki struktur kebisingan temporal yang berbeda-beda yang dapat mengakselerasi terjadinya NIHL pada pekerja 19. Oleh karena itu tidak hanya intensitas bising tetapi energi bising yang dihasilkan dari adanya impulsivitas yang dinilai dari metrik kurtosis menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi agregasi NIHL 19.

Persepsi kebisingan memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat pajanan kebisingan dengan nilai OR yang cukup besar yaitu 19,78 kali lebih besar pada kelompok dengan pajanan kebisingan ≥ 85 dBA dibandingkan kelompok dengan pajanan kebisingan < 85 dBA. Selain itu diagram scatter plot menjelaskan secara data kontinyu bahwa skor persepsi kebisingan berbanding lurus dengan tingkat pajanan kebisingan dalam unit Leq. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian lainnya bahwa persepsi kebisingan (noise perceive) dapat dijadikan indikator dalam melakukan prediksi besaran pajanan kebisingan sesungguhnya pada sekelompok orang jika tidak dapat dilakukan pengukuran bising secara langsung 7, 20. Dalam bidang industrial hygiene, selain penggunaan job tittle sebagai dasar penentuan Similar Exposure Group (SEG) secara kualitatif, penggunaan skor persepsi kebisingan dapat menjadi sumber acuan dalam mendukung pengelompokan SEG secara kualitatif. Studi yang dilakukan untuk menilai sebuah kuesioner persepsi kebisingan (NEQ and 1-Minute Noise Screen) untuk mengukur Annual Noise Exposure (ANE) menunjukan hasil berdasarkan nilai area under ROC, jenis kuesioner persepsi kebisingan dapat digunakan untuk mengidentifikasi pekerja yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya NIHL 21.

Sebagai faktor pendukung analisis, nilai persepsi kebisingan berdasarkan perhitungan spesifisitas, sensitivitas, NPV dan PPV dilakukan untuk menunjukan bahwa skor persepsi kebisingan dapat menjadi prediktor dalam melihat pajanan kebisingan secara kualitatif. Dari hasil perhitungan di tabel 6, diketahui bahwa sensitivitas survei persepsi kebisingan adalah 97,9 % dan spesifisitas 75,5 %, Dari hasil ini dapat disimpulkan, survei persepsi kebisingan dapat mengklarifikasi pekerja dengan pajanan bahaya kebisingan sebenarnya (true exposure) pada kenyataannya adalah sekitar 97,9 %. Sedangkan, hasil survei persepsi kebisingan dapat mengkonfirmasi pekerja yang benar-benar tidak terpapar bahaya kebisingan sesuai hasil dan kenyataannya sebesar 75,5 %. Dari hasil ini menunjukan bahwa survei persepsi kebisingan adalah alat yang akurat dalam menilai pajanan kebisingan pada pekerja di industri pulp. Hasil studi lainnya menunjukan nilai sensitivitas kuesioner kebisingan bisa mencapai 91,7 % dan spesifisitasnya 83 % 21.

Kemudian untuk Nilai Prediktif Negatif (NPV) dan Nilai Prediktif Positif (PPV) menunjukan hasil Nilai Prediktif Negative lebih tinggi dari Nilai Prediktif Positif, Hasil ini menunjukkan bahwa hasil survei persepsi kebisingan dengan skor rendah dapat benar-benar memprediksi pekerja yang memiliki nilai pajanan kebisingan (Leq) < 85 dBA (dibawah NAB). Sedangkan nilai prediktif positif rendah menunjukan survei persepsi kebisingan dengan skor tinggi dapat memprediksi pekerja memiliki nilai pajanan kebisingan (Leq) ≥ 85 dBA cukup rendah, dengan kata lain banyak pekerja yg memiliki skor persepsi kebisingan tinggi berdasarkan hasil survei pajanan kebisingan, pada kenyataannya memiliki pajanan rendah < 85 dBA.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya adalah tingkat pajanan kebisingan diukur dengan menggunakan ukuran Leq-1 menit menggunakan SLM di setiap area lokasi kerja setiap kelompok. Responden yang berasal dari area kerja yang sama dan berdekatan, pengukuran hanya dilakukan satu kali saja dan diasumsikan sama. Penelitian ini tidak menggunakan noise dosimeter yang merupakan gold standar pengukuran dosis pajanan kebisingan. Variabel yang mempengaruhi respons reponden seperti sensitivitas pendengaran, umur dan lainnya tidak dianalisis dalam penelitian ini. Laporan hasil pemeriksaan audiometri menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh responden dengan melihat hasil MCU tahun 2022 tanpa adanya intervensi dari peneliti sehingga ada kemungkinan bias informasi pada saat mengisi status kesehatan pendengaran responden.

SIMPULAN DAN SARAN

Terdapat hubungan antara tingkat pajanan kebsisingan dengan status gangguan pendengaran pada pekerja. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara skor persepsi kebisingan dengan tingkat pajanan kebisingan sehingga nilai persepsi kebisingan dapat dijadikan sebagai prediktor secara kualitatif dalam menentukan pajanan kebisingan. Uji sensitivitas dan spesifisitas pada penelitian ini memberikan bukti yang cukup baik bahwa prediksi pajanan kebisingan dapat menggunakan survei persepsi kebisingan. Pengukuran persepsi kebisingan bukan merupakan gold standard namun dengan melakukan pengukuran persepsi kebisingan dapat melengkapi metrik pengukuran selain menggunaakan metrik pengukuran personal dan sampel area. Selain itu perlu dilakukan kajian lanjutan dalam skala yang lebih besar dan menggunakan pengukuran audiometri secara langsung untuk mengurangi bias informasi serta mempertimbangkan aspek personality trait yang dapat mempengaruhi aspek persepsi kebisingan responden.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT XYZ, kepada Program Studi Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan kepada Ibu Mila Tejamaya, S,Si, MOHS, PhD selaku dosen pembimbing akademik.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    WHO. WHO/ILO joint estimates of the work-related burden of disease and injury, 2000–2016: global monitoring report. WHO/ILO joint estimates of the work-related burden of disease and injury, 2000–2016: global monitoring report2021.

  • 2.    WHO. Addressing the rising prevalence of hearing loss. 2018.

  • 3.    Nelson DI, Nelson RY,  ConchaBarrientos  M,

Fingerhut M. The global burden of occupational noise induced hearing loss. American journal of industrial medicine. 2005;48(6):446-58.

  • 4.    Chen K-H, Su S-B, Chen K-T. An overview of occupational noise-induced hearing loss among workers: epidemiology, pathogenesis, and preventive measures. Environmental Health and Preventive Medicine. 2020;25(1):1-10.

  • 5.    Le T, Straatman L, Lea J, Westerberg B. Current insights in noise-induced hearing loss: a literature review of the underlying mechanism, pathophysiology, asymmetry, and management options. Journal of Otolaryngology - Head & Neck Surgery. 2017;46.

  • 6.    Lameshow S, Lwanga S. Sample size determination in health studies, a practical manual. Geneva: WHO. 1991.

  • 7.    Neitzel R, Daniell W, Sheppard L, Davies H, Seixas N. Comparison of perceived and quantitative measures of occupational noise exposure. Annals of occupational hygiene. 2009;53(1):41-54.

  • 8.    Johnson DL. Statistical tools for the comprehensive practice of industrial hygiene and environmental health sciences: John Wiley & Sons; 2017.

  • 9.    Zhou J, Shi Z, Zhou L, Hu Y, Zhang M. Occupational noise-induced hearing loss in China: a systematic review    and    meta-analysis.    BMJ    open.

2020;10(9):e039576.

  • 10.    Sriopas A, Chapman RS, Sutammasa S, Siriwong W. Occupational noiseinduced hearing loss in auto part factory workers in welding units in Thailand. Journal of occupational health. 2017;59(1):55-62.

  • 11.    Sakunkoo P, Kittikong P. Hearing Capacity, Noise Level Exposure and Health Effects in Workers of Pulp and Paper Plant, Khon Kaen Province. Environment Asia. 2019;12(3):151-8.

  • 12.    Zaw AK, Myat AM, Thandar M, Htun YM, Aung TH, Tun KM, et al. Assessment of noise exposure and hearing loss among workers in textile mill (Thamine), Myanmar: a cross-sectional study. Safety and Health at Work. 2020;11(2):199-206.

  • 13.    Davis RR, Clavier O. Impulsive noise: A brief review. Hearing Research. 2017;349:34-6.

  • 14.    Golmohammadi R, Darvishi E, Shafiee Motlagh M, Faradmal J. Role of individual and personality traits in occupational noise-induced psychological effects. Applied Acoustics. 2021;173:107699.

  • 15.    Appel-Meulenbroek R, Steps S, Wenmaekers R, Arentze T. Coping strategies and perceived productivity in open-plan offices with noise problems. Journal of Managerial Psychology. 2021;36(4):400-14.

  • 16.    de Lima Andrade E, da Cunha e Silva DC, de Lima EA, de Oliveira RA, Zannin PHT, Martins ACG. Environmental noise in hospitals: a systematic review. Environmental Science and Pollution Research. 2021;28:19629-42.

  • 17.    Shi Z, Zhou J, Huang Y, Hu Y, Zhou L, Shao Y, et al. Occupational hearing loss associated with nonGaussian noise: a systematic review and meta-analysis. Ear and Hearing. 2021;42(6):1472.

  • 18.    Nyarubeli IP, Tungu AM, Moen BE, Bråtveit M. Prevalence of noise-induced hearing loss among Tanzanian iron and steel workers: a cross-sectional study. International journal of environmental research and public health. 2019;16(8):1367.

  • 19.    Zhang M, Qiu W, Xie H, Xu X, Shi Z, Gao X, et al. Applying kurtosis as an indirect metric of noise temporal structure in the assessment of hearing loss associated with occupational complex noise exposure. Ear and Hearing. 2021;42(6):1782.

  • 20.    Neitzel RL, Andersson M, Andersson E. Comparison of multiple measures of noise exposure in paper mills. Annals of Occupational Hygiene. 2016;60(5):581-96.

  • 21.    Johnson TA, Cooper S, Stamper GC, Chertoff M. Noise exposure questionnaire: A tool for quantifying annual noise exposure. Journal of the American Academy of Audiology. 2017;28(01):014-35.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i5.P05

33