Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF OLEH IBU BEKERJA DI KOTA DENPASAR

Made Ayu Puspa Dewi*1, Luh Mira Puspita1, Ni Luh Putu Eva Yanti1 1Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Ibu yang aktif bekerja sebagian besar mengalami hambatan dalam menyusui bayinya. Beberapa hambatan dalam pemberian ASI oleh ibu bekerja yaitu durasi bekerja yang terlalu lama, kesempatan memerah ASI di tempat kerja yang minim akibat tidak tersedianya fasilitas menyusui seperti bilik laktasi, serta pengetahuan ibu bekerja yang kurang mengenai manajemen laktasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif oleh ibu bekerja di Kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif korelatif dengan rancangan cross sectional dan teknik purposive sampling. Pengambilan data dilakukan pada 97 responden yang berkunjung di Puskesmas 1 Denpasar Utara, Puskesmas 1 Denpasar Timur, Puskesmas 2 Denpasar Barat, dan Puskesmas 2 Denpasar Selatan. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner pengetahuan, ketersediaan fasilitas laktasi di tempat kerja, dan dukungan suami. Analisis data menggunakan uji eta dan coefficient contingency. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan usia (p=0,08), jumlah paritas (p=0,132), jenis kelamin bayi (p=0,501), status sosial ekonomi (p=0,111), jenis pekerjaan ibu (p=0,70), pengetahuan (p=0,338), ketersediaan fasilitas laktasi (p=0,3), dukungan suami (0,180) dengan pemberian ASI eksklusif. Sedangkan jarak (0,019) dan durasi kerja (0,044) berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif (p<0,05). Kesimpulannya terdapat hubungan antara jarak dan durasi bekerja dengan pemberian ASI eksklusif oleh ibu bekerja di Kota Denpasar. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu bekerja mengenai manajemen ASI perah sehingga pemberian ASI eksklusif berhasil dicapai.

Kata kunci: ibu bekerja, keberhasilan ASI eksklusif, manajemen laktasi

ABSTRACT

A working mother is frequently facing barriers in breastfeeding their babies. Several barriers in breastfeeding faced by the working mothers are the long duration of work, the lack of opportunities and support provided by the workplace for mothers to do the breast milk due to the unavailability of breastfeeding facilities such as lactation rooms, and the lack of knowledge of working mothers regarding lactation management. This study aims to determine the factors associated with the success of exclusive breastfeeding by working mothers in Denpasar City. This study was quantitative correlative research by using a cross-sectional design and purposive sampling technique. Data collection was carried out on 97 respondents who visited Puskesmas 1 Denpasar Utara, Puskesmas 1 Denpasar Timur, Puskesmas 2 Denpasar Barat, and Puskesmas 2 Denpasar Selatan. Data collection used knowledge, availability of lactation facilities at work, and husband's support questionnaires. The eta test and contingency coefficient were used for the data analysis. The results showed that there was no correlation between age (p=0,08), parity (p=0,132), baby's gender (p=0,501), socioeconomic status (p=0,111), type of mother's occupation (p=0,70), knowledge (p=0,338), availability of lactation facilities (p=0,3), and husband's support (p=0,180) with exclusive breastfeeding. However, distance (0,019) and duration of work (p=0,044) were associated with exclusive breastfeeding (p<0,05). In conclusion, there is a relationship between distance and duration of work seem as predictors of exclusive breastfeeding by working mothers in Denpasar City. It is expected to increase knowledge of working mothers about the management of expressed breast milk, thus the exclusive breastfeeding can be achieved.

Keywords: lactation management, successful exclusive breastfeeding, working mothers

PENDAHULUAN

Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi dengan kandungan gizi terbaik yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Jauhari, Fitriani, & Bustami, 2018). Menurut Kementerian Kesehatan RI (2019), ASI yang diberikan kepada bayi tanpa menambahkan ataupun mengganti dengan makanan atau minuman lain, kecuali obat, vitamin, dan mineral sejak bayi lahir sampai usia enam bulan disebut ASI eksklusif.

Berdasarkan data tahun 2019, pneumonia (15,9%) dan diare (12,1%) merupakan penyebab utama kematian bayi akibat penyakit infeksi karena rendahnya pemberian ASI eksklusif (Kemenkes RI, 2020). Pemberian ASI eksklusif terbukti dapat mengurangi hingga 13% angka kematian balita (Kemenkes RI, 2019). Kajian global “The Lancet Breastfeeding Series” dalam Kemenkes RI (2018) menunjukkan bahwa angka kematian bayi yang mendapat ASI eksklusif akibat infeksi pada bayi berusia kurang dari 3 bulan menurun 88%

World Health Organization (2016) menunjukkan cakupan rata-rata pemberian ASI eksklusif di dunia hanya 38%. Menurut World Breastfeeding Trends Initiative (2020), Indonesia menempati peringkat 66 dari 98 negara dengan ibu yang melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Provinsi Bali secara nasional menempati urutan tertinggi kesepuluh dengan cakupan bayi mendapat ASI eksklusif sebesar 71,71% pada tahun 2019 (Kemenkes RI, 2020). Cakupan pemberian ASI eksklusif di Kota Denpasar saat ini masih menempati urutan terendah dibandingkan kabupaten lainnya di Bali (Dinkes Kota Denpasar, 2019).

ASI eksklusif penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, namun praktik pemberian ASI eksklusif relatif rendah. Keberhasilan ASI eksklusif dipengaruhi faktor internal seperti pendidikan ibu, pengetahuan ibu, sikap dan perilaku ibu, faktor fisik serta emosional ibu. Sedangkan faktor

eksternalnya antara lain ibu bekerja, jam kerja ibu, dukungan suami, dukungan tempat kerja, pemberian makanan pralaktal, dan pemberian susu formula (Yuniarti, Fitri, & Darussyamsu, 2018).

Mekuria dan Edris (2015) menyatakan bahwa ibu yang menganggur 1,98 kali lebih mungkin untuk menyusui secara eksklusif dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Menurut Kemenkes RI (2015), beberapa hambatan dalam pemberian ASI oleh ibu bekerja yaitu durasi bekerja yang terlalu lama, kesempatan untuk memerah ASI di tempat kerja yang minim akibat tidak tersedianya fasilitas menyusui seperti bilik laktasi, serta pengetahuan ibu bekerja yang kurang mengenai manajemen laktasi. Kurangnya dukungan mengenai kebijakan maternitas di tempat bekerja seperti tidak adanya penyediaan ruang laktasi, istirahat menyusui dan jam kerja yang tidak fleksibel menjadi faktor yang menghambat kelancaran ibu bekerja dalam memberikan ASI eksklusif (Nkrumah et al., 2020).

Manajemen laktasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh ibu bekerja agar tetap dapat memberikan ASI tanpa perlu berhenti bekerja (Dinkes Kota Denpasar, 2018). Di masa pandemi COVID-19, pemerintah menerapkan pembatasan aktivitas untuk masyarakat yang menyebabkan sebagian besar pekerjaan dilakukan dari rumah, termasuk bagi ibu bekerja (GTPPC, 2020). Jarak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif oleh ibu bekerja. Adanya pandemi mengharuskan ibu bekerja dari rumah sehingga ibu memiliki lebih banyak waktu bersama bayinya dan memungkinkan pemberian ASI eksklusif dapat dilakukan.

Menurut Badan Pusat Statistik (2020), Kota Denpasar memiliki jumlah penduduk bekerja tertinggi di Provinsi Bali. Ibu yang aktif bekerja mayoritas mengalami hambatan dalam menyusui. Hambatan tersebut berupa stres psikologis akibat bekerja yang terlalu lama,

sedikitnya waktu pelekatan saat menyusui, fasilitas menyusui yang kurang memadai, kurangnya dukungan menyusui dari atasan dan rekan kerja maupun pengetahuan ibu bekerja yang kurang mengenai manajemen laktasi. Waktu cuti melahirkan yang singkat juga merupakan faktor penghambat keberhasilan ASI eksklusif (Sari, 2016).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelatif menggunakan pendekatan cross sectional. Variabel yang dikaji dalam penelitian ini yaitu usia ibu, jumlah paritas, jenis kelamin bayi, jenis pekerjaan ibu, status sosial ekonomi, jarak rumah ke tempat bekerja, durasi bekerja, pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif, ketersediaan fasilitas laktasi di tempat kerja, dan dukungan suami terhadap menyusui eksklusif oleh ibu bekerja di Kota Denpasar.

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang sedang menyusui dan bekerja di Kota Denpasar. Sampel penelitian berjumlah 97 orang yang dipilih dengan metode nonprobability sampling. Kriteria inklusi penelitian yaitu ibu yang bekerja di Kota Denpasar, ibu yang memiliki bayi usia 6-24 bulan, dan memiliki smartphone dengan koneksi internet. Ibu yang memiliki kontraindikasi menyusui seperti HIV, TB aktif, dan hepatitis B atau mengonsumsi obat-obatan yang memberikan efek samping merugikan bagi bayi, dan ibu yang memiliki bayi dengan kelainan bawaan digolongkan sebagai kriteria eksklusi.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu kuesioner secara langsung dan kuesioner melalui link google form. Kuesioner terdiri dari aspek pengetahuan, ketersediaan fasilitas laktasi,

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

Dalam mencapai keberhasilan pemberian ASI eksklusif oleh ibu bekerja di Kota Denpasar, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait faktor apa saja yang berhubungan dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif oleh ibu bekerja di wilayah Kota Denpasar.

dan dukungan suami. Hasil uji reliabilitas didapatkan bahwa item reliabel dengan Alpha Cronbach (α = 0,644; 0, 642, 0,841, α > 0,60).

Penelitian ini telah memperoleh izin dan surat keterangan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian FK Unud/RSUP Sanglah dengan nomor surat keterangan layak etik 1201/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.

Analisis univariat data kategorik meliputi jenis kelamin bayi, status sosial ekonomi, jenis pekerjaan ibu, jarak rumah ke tempat kerja dan durasi bekerja ibu, pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif, ketersediaan fasilitas laktasi di tempat kerja, dukungan suami, dan pemberian ASI eksklusif disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Data numerik seperti usia ibu dan jumlah paritas disajikan dalam bentuk tendensi sentral.

Analisis bivariat untuk menganalisis hubungan variabel yang berskala nominal (jenis kelamin bayi, jenis pekerjaan ibu) dengan nominal (pemberian ASI eksklusif) menggunakan uji koefisien kontingensi. Sedangkan variabel berskala ordinal (pengetahuan ibu, ketersediaan fasilitas laktasi di tempat kerja, dukungan suami, status sosial ekonomi, jarak tempat kerja ke rumah, durasi bekerja) dan variabel berskala rasio (usia ibu dan jumlah paritas) dengan nominal (pemberian ASI eksklusif) digunakan uji eta.

Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian Faktor Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif oleh Ibu Bekerja di

Kota Denpasar pada Juni 2021 (n=97)

Variabel

Mean ± SD

Min - Max

95% CI

Usia Responden (tahun)

29,42 ± 4,732

21 - 41

28,47; 30,38

Jumlah Paritas

1,64 ± 0,766

1 - 4

1,48; 1,79

Variabel

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Jenis Kelamin Bayi

Laki-laki

56

57,7

Perempuan

41

42,3

Status Sosial Ekonomi

Rendah (<2.770.300)

40

41,2

Tinggi (2.770.300)

57

58,8

Jenis Pekerjaan Ibu

Nonformal

32

33,0

Formal

65

67,0

Jarak Tempat kerja ke Rumah

≤2 km

45

46,4

>2 km

52

53,6

Durasi Bekerja

≤7 jam

54

55,7

>7 jam

43

44,3

Pengetahuan Ibu

Kurang

39

40,2

Cukup

23

23,7

Baik

35

36,1

Ketersediaan Fasilitas Laktasi di Tempat

Kerja

Tidak Tersedia

49

50,5

Tersedia

48

49,5

Dukungan Suami

Kurang Mendukung

51

52,6

Mendukung

46

47,4

Pemberian ASI Eksklusif

Tidak Eksklusif

25

25,8

Eksklusif

72

74,2


Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata responden berada pada usia 29 tahun dan rata-rata jumlah paritas responden yaitu 2 kali. Status sosial ekonomi responden berada pada kategori tinggi sebanyak 57 (58,8%) responden bekerja di sektor formal 65 (67,0%), jarak rumah ibu ke tempat kerja >2 km sebanyak 52 orang (53,6%), durasi bekerja ibu ≤7 jam sebanyak 54 (55,7%). Hasil analisis

menggambarkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang ASI eksklusif yaitu 39 (40,2%), tempat ibu bekerja tidak menyediakan fasilitas laktasi di tempat kerja yaitu 49 (50,5%), dan ibu menyusui kurang mendapatkan dukungan suami dalam memberikan ASI eksklusif sebanyak 51 (52,6%).

Tabel 2. Hasil Analisis Hubungan antara Usia dengan Pemberian ASI Eksklusif oleh Ibu Bekerja di Kota Denpasar pada Juni 2021 (n=97)

Uji Koefisien Kontingensi

Variabel

Nilai p

Usia Ibu

Pemberian ASI Eksklusif

0,080

Jumlah Paritas

Pemberian ASI Eksklusif

0,132

Uji Korelasi Eta

Jenis Kelamin Bayi Pemberian ASI Eksklusif

0,501

Status Sosial Ekonomi

Pemberian ASI Eksklusif

0,111

Jenis Pekerjaan Ibu Pemberian ASI Eksklusif

0,70

Jarak Tempat Kerja ke rumah Pemberian ASI Eksklusif

0,019

Durasi Kerja

Pemberian ASI Eksklusif

0,044

Pengetahuan Ibu

Pemberian ASI Eksklusif

0,338

Ketersediaan Fasilitas Laktasi di Tempat Kerja Pemberian ASI Eksklusif

0,300

Dukungan Suami

Pemberian ASI Eksklusif

0,182


Tabel 2 menampilkan hasil korelasi antara variabel usia ibu, jumlah paritas, jenis kelamin bayi, status sosial ekonomi, jenis pekerjaan, jarak, durasi kerja, pengetahuan ibu, ketersediaan fasilitas laktasi di tempat kerja, dan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan uji koefisien kontingensi, variabel usia ibu dan jumlah paritas tidak memiliki korelasi dengan pemberian ASI

eksklusif. Berdasarkan uji eta, variabel jenis kelamin bayi, status sosial ekonomi, jenis pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, ketersediaan fasilitas laktasi di tempat kerja, dukungan suami juga tidak memiliki korelasi dengan pemberian ASI eksklusif. Sedangkan jarak tempat kerja ke rumah dan durasi ibu bekerja memiliki korelasi dengan menyusui eksklusif.

PEMBAHASAN

Kemampuan ibu dalam menyusui eksklusif bisa saja dilakukan oleh ibu yang berada di rentang usia berapapun. Berdasarkan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI dalam Rahmawati dan Wahyuningati, 2020), kemampuan menyusui seorang ibu tidak dipengaruhi usia, melainkan frekuensi ibu menyusui bayi. Meskipun tidak dalam rentang usia subur, namun apabila ibu mengingat prinsip produksi ASI yaitu semakin sering menyusui maka produksi ASI juga akan meningkat. Frekuensi isapan bayi akan mempengaruhi produksi hormon prolaktin dan hormon oksitosin yang memegang peranan penting dalam produksi ASI.

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita dengan usia gestasi lebih dari 24 minggu (BKKBN, 2006; Winnson, 2008). Pengetahuan ibu dalam menyusui dapat dipengaruhi oleh jumlah anak. Hal ini karena ibu dianggap memiliki lebih banyak pengalaman dalam menyusui, sehingga ibu yang mempunyai anak banyak akan memberikan ASI eksklusif (Putri, Utami, & Soemardini, 2019). Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa ibu yang pernah melahirkan lebih dari satu kali (multipara), namun tidak memberikan ASI eksklusif. Hal ini dapat disebabkan karena ibu tidak menyusui sejak memiliki anak pertama akibat ASI

tidak keluar, sehingga hal serupa juga dilakukan kepada anak selanjutnya. Selain itu waktu cuti kerja yang singkat juga menyebabkan ibu tidak dapat menyusui bayinya secara eksklusif. Terdapat juga ibu yang melahirkan satu kali (primipara) namun memberikan ASI eksklusif (Utami, Abdullah, & Sarake, 2014).

Pemberian ASI berdasarkan jenis kelamin tidak memiliki keterkaitan satu sama lain. Bayi berjenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk memperoleh ASI eksklusif dari ibunya. Hal ini dikarenakan baik bayi laki-laki maupun perempuan sama-sama membutuhkan kandungan gizi yang terkandung di dalam ASI untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan bayi (Nur Asih dalam Febriyanti dan Dewi, 2019).

Status sosial ekonomi yaitu tinggi rendahnya prestise yang dimiliki oleh individu berdasarkan kedudukannya dalam suatu lingkungan masyarakat menurut pekerjaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Taluke, Lesawengen & Suwu, 2021). Status sosial ekonomi tinggi maupun rendah tetap bisa memberikan ASI eksklusif dan juga sebaliknya. Keluarga dengan pendapatan rendah paling banyak tidak menyusui eksklusif. Hal ini berkaitan dengan ketidakmampuan membeli makanan yang bergizi selama masa kehamilan, sehingga pada saat melahirkan ASI menjadi sulit keluar. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar ibu dengan status ekonomi tinggi menyusui eksklusif. Meskipun demikian, tidak ditemukan hubungan status sosial ekonomi dengan pemberian ASI eksklusif.

Pekerjaan yaitu kewajiban yang dimiliki oleh seseorang yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari (Koba et al., 2019). Pemerintah telah menetapkan peraturan untuk mendukung pemberian ASI di tempat kerja. Ibu bekerja berhak mendapatkan durasi cuti melahirkan selama 12 minggu. Empat minggu pertama diambil sebelum ibu melahirkan, sehingga ibu hanya dapat mendampingi bayinya selama dua bulan

sebelum kembali bekerja. Upaya yang berbeda dilakukan antara ibu yang bekerja di sektor formal dan nonformal untuk dapat menyusui eksklusif. Ibu yang bekerja di sektor nonformal dapat bekerja kembali setelah umur anak lebih dari enam bulan bahkan dapat membawa anak saat bekerja. Sehingga ibu yang bekerja di sektor nonformal masih dapat menyusui setiap saat (Kurniasih, 2020).

Jarak yang ditempuh ibu dari rumah ke tempat kerja sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif. Tempat kerja yang jauh dari rumah tidak memungkinkan ibu untuk pulang menyusui bayinya dengan waktu istirahat yang singkat (Utari, 2015). Haryani (2014) menemukan bahwa ibu dengan jarak rumah yang jauh dari tempat kerja menyebabkan menyusui eksklusif menjadi terhambat. Fatimah (2013) juga menyatakan bahwa jarak yang cukup jauh merupakan alasan ibu memberikan susu formula. Maryuni (2016) juga menyebutkan bahwa faktor jarak yang jauh membutuhkan waktu perjalanan yang lama untuk ibu dapat kembali ke tempat bekerja. Jarak rumah yang dekat memungkinkan ibu untuk pulang menyusui bayinya.

ILO (International Labour Organization) telah mengeluarkan peraturan untuk mendukung pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja melalui Konvensi Internasional No. 183 tahun 2000 tentang Konvensi Perlindungan Maternitas. Bekerja merupakan aktivitas yang melelahkan karena menyita banyak waktu dan tenaga termasuk bagi ibu bekerja yang sedang menyusui. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kehidupan ibu dalam mengurus keluarga termasuk menyusui bayinya. Semakin lama ibu menghabiskan waktu bekerja, semakin sedikit juga waktu yang didapatkan bayi untuk menyusu eksklusif.

Pengetahuan dan pemahaman ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif mempengaruhi keputusan ibu yang bekerja untuk tetap menyusui eksklusif. Namun, tidak semua ibu yang berpengetahuan baik

akan mudah untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga pada ibu dengan pengetahuan kurang, bisa jadi memberikan ASI bisa juga tidak. Ibu dengan pengetahuan kurang cenderung mengikuti saran baik dari siapapun (Ramli, 2020).

Ibu bekerja kesulitan melakukan pekerjaan dan kewajiban menyusui secara bersamaan dikarenakan belum tersedianya fasilitas menyusui di tempat bekerja (Dun-Dery & Laar, 2016). Setelah kembali bekerja, ibu harus mengeluarkan ASI di tempatnya bekerja agar bayinya tetap dapat mendapatkan ASI di rumah. Saat ibu jauh dari bayinya, ibu perlu menyediakan ASI perah agar pasokan ASI tetap lancar dan mencegah payudara membengkak, kebocoran ASI dan tersumbatnya payudara (Marliana, 2019). Selain itu, ibu yang kembali bekerja setelah masa cutinya selesai mempunyai tantangan dalam melanjutkan     menyusui     sehingga

membutuhkan dukungan dari tempat kerjanya. Dukungan dapat berupa perhatian dari pimpinan, rekan kerja

SIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jarak tempat kerja ke rumah dan durasi ibu bekerja berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di Kota Denpasar, sedangkan antara usia ibu, jumlah paritas, jenis

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. (2006). Deteksi Dini Komplikasi

Persalinan. Jakarta : BKKBN.

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2019). Profil Kesehatan Provinsi Bali.

Dun-Dery, E. J., & Laar, A. K. (2016). Exclusive breastfeeding     among     city-dwelling

professional working mothers in ghana. International          breastfeeding

journal, 11(1), 23.

Erlani, N. K. A. T., Seriani, L., & Ariastuti, L. P. Perilaku pemberian ASI eksklusif pada wanita pekerja tenaga kesehatan rumah sakit umum pusat sanglah. E-Jurnal Medika Udayana, 9(6), 70-78.

GTPPC. (2020). Gugus Tugas Percepatan

Penanganan Covid-19 Infografis Covid-19.

Haryani. (2014). Alasan Tidak Diberikan Asi

maupun penyediaan fasilitas laktasi (menyusui) di tempat kerja.

Dukungan suami sangat penting untuk ibu dalam merawat bayinya. Hal ini karena melahirkan merupakan proses biologis yang berat sehingga ibu membutuhkan perhatian dan dukungan (Erlani, Seriani, & Ariastuti, 2020). Faktor tersebut dapat menguatkan sesorang untuk berperilaku. Dukungan suami akan menimbulkan rasa percaya diri sehingga ibu akan lebih termotivasi untuk menyusui (Sriraman & Kellams, 2016). Sebagai orang terdekat ibu, peran suami diharapkan dapat menjadi lebih peka terhadap perubahan kondisi baik secara fisik maupun psikis ibu sehingga ibu dapat merasa diperhatikan dan tidak merasa sendirian. Adanya dukungan suami dapat memberikan ketenangan psikologis pada ibu, meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri ibu untuk terus menyusui. Bila ibu merasa nyaman, sekresi hormon yang bertanggung jawab terhadap produksi dan pengeluaran ASI pun dapat meningkat.

kelamin bayi, sosial ekonomi, jenis pekerjaan ibu, pengetahuan    ibu,

ketersediaan    fasilitas laktasi, dan

dukungan suami tidak terdapat hubungan dengan pemberian ASI eksklusif oleh ibu bekerja di Kota Denpasar.

Eksklusif Oleh Ibu Bekerja di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat.

ILO (2006). Kovensi-konvensi ILO tentang kesetaraan gender di dunia kerja. https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/ @asia/@ro-bangkok/@ilo-

jakarta/documents/publication/wcms_12204 5.pdf.

Jauhari, I., Fitriani, R.,  & Bustami. (2018).

Perlindungan Hak Anak Terhadap Pemberian Air Susu Ibu (ASI). Yogyakarta: Deepublish.

Kementerian  Kesehatan Republik Indonesia.

(2018). Pedoman Pekan ASI Sedunia (PAS) Tahun 2018: menyusui sebagai dasar kehidupan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020) Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2019. Jakarta:   Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

Koba, E. R., Rompas, S. S., & Kallo, V. D. (2019). Hubungan  jenis pekerjaan ibu dengan

pemberian asi pada bayi di puskesmas ranomuut                manado. Jurnal

Keperawatan, 7(1).

Marliana, Y. (2019). Pengaruh dukungan suami dan dukungan atasan terhadap keberhasilan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif pada ibu bekerja di Wilayah Kerja Upt Blud Puskesmas Tanjung Karang Tahun 2016. Jurnal Kedokteran, 3(2), 585-594.

Mekuria, G., & Edris, M. (2015). Exclusive

breastfeeding and associated factors among mothers in Debre Markos, Northwest Ethiopia:          a          cross-sectional

study. International           breastfeeding

journal, 10(1), 1.

Putri, R., Utami, A. R., Soemardini. (2019). Pengaruh dukungan suami dan status pekerjaan ibu terhadap pola menyusui bayi usia 0-3 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciptomulyo Kota Malang. Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, 7(1), 47-6

Rahmawati, A., & Wahyuningati, N. (2020). Tipe eksklusifitas pemberian asi berdasarkan paritas dan usia ibu menyusui. Jurnal Citra Keperawatan, 8(2), 71-78.

Sriraman NK & Kellams A (2016). Breastfeeding: What are the barriers? Why women struggle to achieve their goals. J Women’s Health, 25 (7): 714–22.

Utami, N. T., Abdullah, T., & Sarake, M. (2014). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Birobuli. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Utari, (2015). Pengalaman Ibu Pekerja yang tidak Memberikan ASI Eksklusif pada Anak di Mojosongo Surakarta. Stikes Kusua Husada Surakarta.

World Health Organization. (2016). Pekan ASI sedunia.

Yuniarti, E., Fitri, R., & Darussyamsu, R. (2018). Exclusive breastfeeding management for worker mother in Universitas Negeri Padang. Pelita Eksakta, 2(1), 2-6.

Volume 11, Nomor 2, April 2023

61