PREVALENSI APENDISITIS AKUT BERDASARKAN POSISI ANATOMIS APENDIKS VERMIFORMIS, USIA, DAN JENIS KELAMIN DI RUMAH SAKIT STELLA MARIS MAKASSAR PERIODE 2018-2020
on
JMU
Jurnal medika udayana
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.8,AGUSTUS, 2023
I—λ Idirectoryof OPEN ACCESS
I_√ <JΛAJ JOURNALS
Diterima: 2022-12-10 Revisi: 2023-05-30 Accepted: 25-07-2023
PREVALENSI APENDISITIS AKUT BERDASARKAN POSISI ANATOMIS APENDIKS VERMIFORMIS, USIA, DAN JENIS KELAMIN DI RUMAH SAKIT STELLA MARIS MAKASSAR PERIODE 2018-2020
Alden Jiraldi Akemah1, Yuliana2, I Nyoman Mangku Karmaya2, I Nyoman Gede Wardana2
-
1. Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
-
2. Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Latar belakang: Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks vermiformis yang merupakan kasus kegawatdaruratan abdomen dan menjadi salah satu penyebab nyeri akut abdomen yang paling umum. Keterlambatan dalam penegakan diagnosis dan tindakan apendektomi dapat mengarah ke perforasi dan subsequent abscess pada apendiks. Kemudian perforasi dapat menyebabkan peritonitis bahkan sepsis. Apendiks vermiformis merupakan bagian dari saluran pencernaan yang memiliki struktur menyerupai cacing dan terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Pangkal apendiks terhubung langsung dengan sekum, namun bagian kepala apendiks dapat dikategorikan menjadi tujuh variasi, yaitu retrocecal, pelvic, post-ileal, subcecal, pre-ileal, paracecal dan ectopic. Tujuan: Untuk menghitung prevalensi kasus apendisitis akut berdasarkan posisi anatomis apendiks vermiformis, usia, dan jenis kelamin di Rumah Sakit Stella Maris Makassar tahun 2018-2020. Metode: Desain penelitian merupakan studi deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Pemilihan sampel dari populasi dilakukan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen penelitian menggunakan data sekunder berupa rekam medis dan dokumentasi rekaman tindakan operasi apendektomi menggunakan prosedur laparoskopi/minimal invasif. Data sampel disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus apendisitis akut di Rumah Sakit Stella Maris Makassar pada tahun 20182020 paling banyak terjadi pada kelompok dewasa muda (25-44 tahun) sebesar 32,1%, pada laki-laki sebesar 58,5%, dan pada posisi apendiks retrocecal sebesar 24,5%. Kesimpulan: Kasus apendisitis akut di Rumah Sakit Stella Maris Makassar tahun 2018-2020 terjadi paling banyak pada laki-laki dewasa muda dengan posisi apendiks retrocecal.
Kata kunci : Apendiks vermiformis, Prevalensi, Apendisitis akut
ABSTRACT
Background: Acute appendicitis is an inflammation of the vermiform appendix, which is an emergency case of the abdomen and one of the most general causes of acute abdominal pain. A delay in establishing the diagnosis and appendectomy surgery may lead to perforation and subsequent abscess of the appendix. Then, the perforation may cause peritonitis and even sepsis. The vermiform appendix is part of the digestive tract that has a worm-like structure and is located in the right lower quadrant of the abdomen. The base of the appendix is directly attached to the cecum, but the head of the appendix can be categorized into seven variations, namely retrocecal, pelvic, post-ileal, subcecal, pre-ileal, paracecal and ectopic. Objective: To determine the prevalence of acute appendicitis cases based on the anatomical position of the vermiform appendix, age, and gender at Stella Maris Hospital Makassar in 2018-2020. Method: The research design was a descriptive study using a cross-sectional approach. The selection of samples from the population was in accordance with the inclusion and exclusion criteria. The research used secondary data in the form of documentation of appendectomy surgery records using laparoscopic/minimally invasive procedure and medical records. The sample data is presented in the form of a frequency distribution table. Result: The study results showed that cases of acute appendicitis at the Stella Maris Hospital Makassar in 2018-2020 mostly occurred in the young adult group (25-44 years) by 32.1%, in men by 58.5%, and in the retrocecal position of the appendix by 24.5%. Conclusion: Cases of acute appendicitis in Stella Maris Hospital Makassar mostly occured in young adult men with the retrocecal position of the appendix.
Keywords : Vermiform Appendix, Prevalence, Acute Appendicitis
PENDAHULUAN
Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks vermiformis. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab nyeri akut abdomen yang paling umum. Secara global, jumlah kasus apendisitis yang tidak terdiagnosis adalah sebesar 259 juta kasus pada laki-laki dan 160 juta kasus pada perempuan. Kejadian apendisitis akut di negara maju lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara berkembang. Di Amerika Serikat, apendisitis akut diderita oleh 7% dari populasinya dengan angka kejadian 1,1 kasus tiap 1.000 orang per tahun. Di Asia Tenggara, Indonesia memiliki angka kejadian tertinggi dengan 24,9 kasus tiap 10.000 orang, diikuti oleh Filipina sebesar 0,022% dan Vietnam sebesar 0,02%.1-2 Jumlah orang yang dilaporkan menderita apendisitis di Indonesia adalah sebanyak 596.132 orang dengan persentase 3,36% di tahun 2009, dan mencapai 621.435 orang dengan persentase 3,53% pada tahun 2010.3
Kemudian, jika dilihat dari faktor usia, angka kejadian tertinggi terdapat pada kelompok yang berusia 20-30 tahun, lalu jumlah kasus menurun pada kelompok usia yang lebih tua. Selain itu, tingkat kasus antara laki-laki dengan perempuan umumnya sebanding, dengan risiko seseorang baik laki-laki maupun perempuan mengalami apendisitis selama masa hidupnya sebesar 7-8%.1 Namun, angka kejadian pada laki-laki lebih tinggi pada rentang usia 20-30 tahun.4
Apendiks vermiformis adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Apendiks vermiformis memiliki struktur menyerupai cacing dan muncul selama masa embriologis dari dinding posteromedial sekum, dengan posisi sekitar 2 cm di bawah ileocecal valve.5-6 Penelitian komprehensif yang pertama kali dilakukan terhadap posisi apendiks diselesaikan oleh Gladstone dan Wakeley pada tahun 1924 dengan meneliti 3000 sampel dari hasil pembedahan anatomis. Sebelumnya, penulis-penulis lain telah menyatakan bahwa sebagian besar dari apendiks pada manusia terletak secara anterior dan menggantung di atas pelvic brim.6
Meskipun demikian, apendiks juga terkadang memiliki variasi tertentu yang disebabkan akibat adanya penekanan (total suppression). Bagian proksimal dari apendiks terhubung langsung dengan sekum, akan tetapi bagian kepala apendiks dapat ditemukan dalam posisi anatomis yang berbeda-beda. Keberagaman posisi anatomis tersebut dikategorikan menjadi tujuh variasi, yaitu retrocecal, pelvic, post-ileal, subcecal, pre-ileal, paracecal dan ectopic.7 Menurut beberapa studi, posisi anatomis apendiks dapat dipengaruhi oleh usia, ras, jenis kelamin, letak geografis suatu daerah, serta pola makan.8
Penegakan diagnosis apendisitis akut secara umum dilakukan melalui pemeriksaan medis dan evaluasi klinis, serta pemeriksaan penunjang laboratorium seperti pemeriksaan leukosit dan protein C-reaktif serta pemeriksaan radiologi melalui ultrasonografi (USG), CT scan, dan MRI.9-10 Informasi akurat mengenai posisi anatomis apendiks dapat meningkatkan prognosis dari apendisitis akut.8 Apabila diagnosis klinis sudah jelas, maka satu-satunya tindakan yang paling tepat dalam menangani apendisitis akut adalah operasi apendektomi.4
Apendisitis akut dianggap sebagai kasus kegawatdaruratan abdomen sehingga memerlukan tindakan operasi apendektomi
darurat untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi. Keterlambatan dalam penegakan diagnosisnya dan penanganannya sejak pertama kalinya muncul gejala dapat mengarah ke perforasi dan subsequent abscess pada apendiks. Secara umum, risiko perforasi meningkat sebanyak 2% setiap jamnya jika operasi apendektomi terlambat dilakukan.11 Pada pasien anak-anak, keterlambatan operasi yang melebihi 9 jam sejak dilakukannya CT Scan meningkatkan risiko perforasi sebesar 6 kali lipat.12 Jika ditinjau dari patogenesisnya, obstruksi lumen apendiks oleh fekalit akan meningkatkan tekanan intralumen melebihi tekanan perfusi sehingga menyebabkan cedera iskemik, dimana hal ini akan mendorong pertumbuhan bakteri dan memicu respon peradangan. Jika terjadi perforasi, bakteri dapat masuk ke rongga abdomen dan menyebabkan peritonitis atau bahkan sepsis.13-14 Angka mortalitas apendisitis akut nonperforasi kurang dari 1%, namun pada apendisitis akut perforasi mencapai 5%.15-16
Penulis hendak menelusuri dan menghitung prevalensi apendisitis akut berdasarkan letak posisi anatomis apendiks vermiformis, usia dan jenis kelamin di Rumah Sakit Stella Maris Makassar periode 2018-2020.
APENDIKS VERMIFORMIS
Apendiks merupakan organ silindris yang menyerupai cacing dan berpangkal di sekum, dengan panjang rata-rata 9 cm (kisaran 2-20 cm) (Ghorbani et al., 2014).8 Lumen apendiks sempit di bagian proksimal lalu melebar di bagian distal. Namun sebaliknya, apendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya kemudian menyempit ke arah ujungnya. Kondisi anatomis inilah yang mungkin menjadi penyebab dari rendahnya angka kejadian apendisitis pada usia bayi.4
Variasi posisi apendiks berkaitan dengan perkembangan sekum. Dalam masa perkembangan embrio, apendiks bersama dengan sekum berasal dari midgut. Saat terjadi pemanjangan kolon, sekum dan apendiks mengalami rotasi ke arah medial dan turun ke fossa iliaka kanan. Apendiks kemudian terdorong ke berbagai variasi arah menjauhi sekum.5,17,18
Namun, terlepas dari berbagai variasi posisi apendiks, bagian proksimalnya selalu dapat ditemukan pada titik temu/konvergensi dari ketiga taenia coli, yaitu taenia libera, taenia mesocolica, dan taenia omentalis. Oleh sebab itu, titik tersebut dimanfaatkan oleh dokter bedah untuk menemukan dan mengidentifikasi letak apendiks saat melakukan tindakan apendektomi.5 Apendiks dapat memiliki letak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks dapat bergerak pada letak intraperitoneal, dan mesoapendiks penggantungnya yang mempengaruhi ruang gerak tersebut. Sedangkan letak retroperitoneal berarti apendiks terletak di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Berdasarkan variasi tersebut, posisi apendiks dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:
Tabel 1. Variasi posisi apendiks vermiformis7
Posisi |
Keterangan |
Retrocecal |
Apendiks mengarah ke atas di belakang sekum, atau di tepi lateral kolon asendens. |
Pelvic |
Apendiks mengarah ke bawah, di atas otot psoas mayor, dan ujungnya melewati pinggir atas dari pelvis. |
Post-ileal |
Bagian distal apendiks berada di posterosuperior dari ileum terminalis. |
Subcecal |
Apendiks berada di bawah sekum |
Pre-ileal |
Bagian distal apendiks terletak dalam posisi anterosuperior terhadap ileum terminalis. |
Paracecal |
Apendiks terletak lateral terhadap sekum dan kolon asendens. |
Ectopic |
Posisi-posisi yang tidak sesuai dengan posisi apapun di atas. |
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis 10 (T10), sesuai dengan dermatom umbilikus. Oleh sebab itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Suplai darah/vaskularisasi apendiks berasal dari arteri apendikularis, yang merupakan cabang terminal dari arteri ileosekal. Apabila arteri ini mengalami penyumbatan, misalnya akibat trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren. Saluran limfe dari apendiks mengalir ke nodus limfatikus ileokolik, kemudian berlanjut hingga bermuara di nodus limfatikus mesenterika superior.4
Gambar 1. Variasi posisi apendiks berdasarkan penelitian pada 377 mayat.7
APENDISITIS AKUT
Pasien yang menderita apendisitis akut pada umumnya mengalami gejala khas, yaitu nyeri tumpul dan samar-samar berupa nyeri viseral yang menyebar di daerah epigastrium mengitari bagian umbilikus. Nafsu makan pasien juga dapat menurun akibat adanya gejala mual dan muntah. Setelah beberapa jam, nyeri akan terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen, tepatnya pada titik McBurney. Pasien akan mengalami nyeri tekan, nyeri lepas, serta defans muskular setempat di titik
McBurney. Nyeri di titik McBurney ini merupakan nyeri somatik, sehingga nyeri akan terasa lebih tajam. Kemudian, gejala apendisitis juga dapat berupa konstipasi. Namun, konsumsi obat pencahar sangat berbahaya karena dapat mempermudah terjadinya perforasi. Selain itu, biasanya pasien juga dapat mengeluh sakit perut saat berjalan atau batuk, jika terdapat perangsangan peritoneum.4
Gambar 2. Letak titik McBurney19
HUBUNGAN KLINIS POSISI ANATOMIS APENDIKS DENGAN APENDISITIS AKUT
Pemeriksaan fisik akan menunjukkan:
-
1. Adanya defans muskular dan nyeri tekan pada titik McBurney, yang terletak 4-5 sentimeter dari spina iliaka anterior superior (SIAS) jika sebuah garis lurus ditarik ke arah umbilikus.5,20
-
2. Rovsing’s Sign: Nyeri pada kuadran kanan bawah perut ketika dilakukan palpasi pada kuadran kiri bawah perut, lalu penekanan dilepaskan secara perlahan.20-21
-
3. Dunphy’s Sign: perut menjadi semakin nyeri ketika pasien batuk.20
Namun, tidak semua pasien apendisitis mengalami gejala klasik ini. Perbedaan posisi apendiks merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan lokasi nyeri. Sebagai contoh, pasien-pasien yang memiliki posisi apendiks retrocecal dan pelvic sering kali tidak mengalami nyeri saat dilakukan palpasi pada titik McBurney.21
Dokter dapat mendeteksi pasien dengan apendisitis retrocecal dengan adanya nyeri tekan yang terletak pada pertengahan kosta ke-12 dan spina iliaka posterior superior (SIPS).22 Kemudian, pemeriksaan psoas sign juga dilakukan. Dokter meminta pasien berbaring dalam posisi lateral dekubitus sinistra, lalu melakukan pemeriksaan manuver gerakan ekstensi pasif dan rotasi eksternal pada panggul kanan. Pasien akan merasa nyeri akibat gerakan tersebut. Hal ini terjadi karena otot psoas mayor dekstra mengalami iritasi akibat apendiks retrocecal yang meradang, kemudian manuver ekstensi pasif kaki kanan akan meregangkan otot tersebut sehingga berakibat pada nyeri. Oleh sebab itu, pasien akan cenderung memfleksikan panggul kanannya agar otot psoas mayor dekstra memendek dan meredakan nyeri.5,20
Pasien dengan apendisitis pelvic dapat dideteksi melalui pemeriksaan obturator sign. Pemeriksaan dilakukan dengan gerakan fleksi pasif pada panggul dan lutut kanan pasien, dilanjutkan dengan rotasi internal pada panggul kanan. Manuver
ini akan meregangkan otot obturator internus dekstra sehingga menyebabkan nyeri akibat iritasi otot tersebut oleh apendisitis pelvic.23
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan dengan desain studi deskriptif yang menggunakan pendekatan cross-sectional (potong lintang) untuk mengetahui jumlah dan perbandingan kejadian apendisitis akut berdasarkan usia, jenis kelamin, dan setiap jenis posisi anatomis apendiks vermiformis pada pasien di RS Stella Maris Makassar tahun 2018-2020. Instrumen penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu berupa dokumentasi screenshot dari rekaman tindakan operasi apendektomi menggunakan prosedur laparoskopi/minimal invasif, dan data pada rekam medis pasien yang terdapat di RS Stella Maris Makassar. Screenshot diambil melalui hasil rekaman langsung dari kamera laparoskopi yang digunakan selama prosedur berlangsung. Pengambilan data tersebut sudah disetujui oleh pasien saat penyampaian informed consent pratindakan operasi, dan setiap pasien juga memperoleh hasil rekaman tindakan yang mereka masing-masing telah jalani.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling, sehingga seluruh subjek yang memenuhi kriteria inklusi selama periode penelitian dijadikan sebagai sampel. Adapun jumlah sampel minimal ditentukan berdasarkan rumus Cochran berikut.
Z2Pfl - P)
Keterangan:
-
n = jumlah sampel minimal
Z = nilai z-score 1,96 untuk tingkat kepercayaan sebesar 95%
P = Proporsi kejadian apendisitis akut 3,53%.3
d = nilai galat pendugaan (margin of error) yang masih dapat diterima (0,05)
Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel minimal yang harus diteliti adalah sebagai berikut.
1,962.0,0353(1- 0,0353)
n = 52,32 orang ≈ 53 orang
Pelaksanaan penelitian ini telah diberi persetujuan oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor izin 1698/UN14.2.2.VII.14/LT/2022. Semua data penelitian yang telah dikumpulkan diolah sesuai variabel yang diteliti, yaitu usia, jenis kelamin, dan jenis posisi anatomis apendiks vermiformis. Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan narasi yang dikelompokkan berdasarkan variabel dan tujuan penelitian.
HASIL
Penderita apendisitis akut di Rumah Sakit Stella Maris Makassar tahun 2018-2020 yang dijadikan sebagai populasi terjangkau sebanyak 61 orang. Namun, karena 8 orang memiliki catatan rekam medis dan/atau hasil rekaman tindakan apendektominya tidak lengkap, maka yang menjadi sampel sebanyak 53 orang. Pengambilan data sampel diolah menggunakan software Microsoft Excel untuk mendapatkan karakteristik penderita apendisitis akut berdasarkan posisi anatomis apendiks vermiformis, usia, dan jenis kelamin.
Usia pasien mengikuti usia saat pertama kali datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Stella Maris Makassar lalu ditegakkan diagnosis apendisitis akut. Usia tersebut tercantum pada rekam medis pasien, yang dibagi menjadi lima kelompok usia berdasarkan klasifikasi usia WHO.
-
1. Anak-anak : 0-14 tahun
-
2. Remaja (adolescents) :15-24 tahun
-
3. Dewasa muda (young adults) :25-44 tahun
-
4. Dewasa paruh baya (middle-aged adults):44-60 tahun
-
5. Lanjut usia : > 60 tahun
Karakteristik sampel berupa jenis kelamin, usia, dan posisi anatomis apendiks vermiformis disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Penderita Apendisitis Akut di Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2018-2020
Total Tahun | |
Variabel |
2018 2019 2020 n % n % n % n % |
Jenis Kelamin Laki-laki |
31 58,5 7 13,2 15 28,3 9 17,0 |
Perempuan |
22 41,5 9 17,0 11 20,8 2 3,7 |
Usia 0-14 tahun (Anak-anak) 15-24 tahun (Remaja) |
14 26,4 3 5,7 9 17,0 2 3,7 12 22,7 2 3,7 8 15,1 2 3,7 |
25-44 tahun
(Dewasa muda) |
17 |
32,1 |
9 |
17,0 |
3 |
5,7 |
5 |
9,5 |
45-60 tahun (Dewasa paruh baya) |
8 |
15,1 |
2 |
3,7 |
4 |
7,5 |
2 |
3,7 |
>60 (Lanjut usia) |
2 |
3,7 |
- |
- |
2 |
3,7 |
- |
- |
Posisi Apendiks Retrocecal |
13 |
24,5 |
8 |
15,1 |
1 |
1,9 |
4 |
7,5 |
Pelvic |
12 |
22,6 |
2 |
3,7 |
7 |
13,3 |
3 |
5,7 |
Post-ileal |
10 |
18,8 |
1 |
1,9 |
8 |
15,1 |
1 |
1,9 |
Subcecal |
5 |
9,4 |
1 |
1,9 |
3 |
5,7 |
1 |
1,9 |
Pre-ileal |
6 |
11,3 |
- |
- |
6 |
11,3 |
- |
- |
Paracecal |
6 |
11,3 |
3 |
5,7 |
1 |
1,9 |
2 |
3,7 |
Ectopic |
1 |
1,9 |
1 |
1,9 |
- |
- |
- |
sebanyak 31 orang (58,5%), dan pada posisi apendiks
Berdasarkan Tabel 2, apendisitis akut paling banyak retrocecal sebanyak 13 orang (24,5%).
terjadi pada kelompok dewasa muda (25-44 tahun) sebanyak
17 orang (32,1%), pada laki-laki
Tabel 3. Distribusi Posisi Anatomis Apendiks Vermiformis Penderita Apendisitis Akut berdasarkan Usia di RS Stella Maris Makassar tahun 2018-2020
Posisi Anatomis Apendiks Vermiformis |
Usia (tahun) | |||||||||||
0-14 |
15-24 |
25-44 |
45-60 |
>60 |
Total | |||||||
(n) |
(%) |
(n) |
(%) |
(n) |
(%) |
(n) |
(%) |
(n) |
(%) |
(n) |
(%) | |
Retrocecal |
2 |
3,7 |
4 |
7,5 |
6 |
11,3 |
1 |
1,9 |
- |
- |
13 |
24,5 |
Pelvic |
4 |
7,5 |
2 |
3,7 |
4 |
7,5 |
2 |
3,7 |
- |
- |
12 |
22,6 |
Post-ileal |
3 |
5,7 |
2 |
3,7 |
3 |
5,7 |
1 |
1,9 |
1 |
1,9 |
10 |
18,8 |
Subcecal |
- |
- |
2 |
3,7 |
1 |
1,9 |
1 |
1,9 |
1 |
1,9 |
5 |
9,4 |
Pre-ileal |
3 |
5,7 |
1 |
1,9 |
- |
- |
2 |
3,7 |
- |
- |
6 |
11,3 |
Paracecal |
2 |
3,7 |
1 |
1,9 |
2 |
3,7 |
1 |
1,9 |
- |
- |
6 |
11,3 |
Ectopic |
- |
- |
- |
- |
1 |
1,9 |
- |
- |
- |
- |
1 |
1,9 |
Total |
14 |
26,4 |
12 |
22,6 |
17 |
32,1 |
8 |
15,1 |
2 |
3,8 |
53 |
100,0 |
Hasil pada Tabel 3 menunjukkan bahwa penderita apendisitis akut dewasa muda (25-44 tahun) paling banyak
ditemukan dengan posisi apendiks retrocecal dengan jumlah 6 orang (11,3%).
Tabel 4. Distribusi Posisi Anatomis Apendiks Vermiformis Penderita Apendisitis Akut berdasarkan Jenis Kelamin di RS Stella Maris Makassar tahun 2018-2020
Posisi Anatomis Apendiks Vermiformis |
Jenis Kelamin | ||||||
(n) |
Laki-laki (%) |
(n) |
Perempuan (%) |
(n) |
Total |
(%) | |
Retrocecal |
8 |
15,1 |
5 |
9,4 |
13 |
24,5 | |
Pelvic |
9 |
17,0 |
3 |
5,7 |
12 |
22,6 | |
Post-ileal |
4 |
7,5 |
6 |
11,3 |
10 |
18,8 | |
Subcecal |
2 |
3,7 |
3 |
5,7 |
5 |
9,4 | |
Pre-ileal |
5 |
9,5 |
1 |
1,9 |
6 |
11,3 | |
Paracecal |
3 |
5,7 |
3 |
5,7 |
6 |
11,3 | |
Ectopic |
0 |
0,0 |
1 |
1,9 |
1 |
1,9 | |
Total |
31 |
58,5 |
22 |
41,5 |
53 |
100,0 |
Hasil pada Tabel 4 menunjukkan bahwa penderita apendisitis akut laki-laki paling banyak memiliki posisi apendiks pelvic dengan jumlah sebanyak 9 orang (17%).
Sedangkan penderita apendisitis akut perempuan paling banyak memiliki posisi apendiks post-ileal dengan jumlah sebanyak 6 orang (11,3%).
Tabel 5. Distribusi Usia Penderita Apendisitis Akut berdasarkan Jenis Kelamin di RS Stella Maris Makassar tahun 20182020
Usia |
Jenis Kelamin | |||||
Laki-laki |
Perempuan |
Total | ||||
(n) |
(%) |
(n) |
(%) |
(n) |
(%) | |
0 – 14 (Anak-anak) |
9 |
17,0 |
5 |
9,5 |
14 |
26,4 |
15 – 24 (Remaja) |
6 |
11,3 |
6 |
11,3 |
12 |
22,6 |
25 – 44 (Dewasa muda) |
11 |
20,7 |
6 |
11,3 |
17 |
32,1 |
45 – 60 (Dewasa paruh baya) |
5 |
9,5 |
3 |
5,7 |
8 |
15,1 |
>60 (Lanjut usia) |
0 |
0,0 |
2 |
3,7 |
2 |
3,8 |
Total |
31 |
58,5 |
22 |
41,5 |
53 |
100,0 |
Hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa penderita apendisitis akut yang paling banyak adalah laki-laki pada kelompok usia dewasa muda dengan jumlah 11 orang (20,7%). Laki-laki juga merupakan penderita apendisitis
akut yang paling banyak pada kelompok usia anak-anak dan dewasa paruh baya dengan jumlah masing-masing 9 orang (17%) dan 5 orang (9,5%).
Tabel 6. Distribusi Posisi Anatomis Apendiks Vermiformis Penderita Apendisitis Akut berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin di RS Stella Maris Makassar tahun 2018-2020
Usia (tahun) dan |
Posisi Anatomis Apendiks Vermiformis | |||||||
RetrocecaI |
PeIvic |
Post-Heal Subcecal Pre- Paracecal ileal |
Ectopic |
Total | ||||
Jenis Kelamin (L/P) |
(n) |
(%) |
(n) |
(%) |
(n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) |
(n) |
(%) |
(n) (%) |
O- |
L |
2 |
3,7 |
2 |
3,7 |
2 |
3,7 |
- |
- |
3 |
5,7 |
- |
- |
- |
- |
9 |
17,0 |
14 |
P |
- |
- |
2 |
3,7 |
1 |
1,9 |
- |
- |
- |
- |
2 |
3,7 |
- |
- |
5 |
9,5 |
15 - |
L |
2 |
3,7 |
2 |
3,7 |
- |
- |
2 |
3,7 |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
6 |
11,3 |
24 |
P |
2 |
3,7 |
- |
- |
2 |
3,7 |
1 |
1,9 |
1 |
1,9 |
1 |
1,9 |
- |
- |
6 |
11,3 |
25 - |
L |
4 |
7,5 |
3 |
5,7 |
2 |
3,7 |
- |
- |
- |
- |
2 |
3,7 |
- |
- |
11 |
20,7 |
44 |
P |
2 |
3,7 |
1 |
1,9 |
1 |
1,9 |
1 |
1,9 |
- |
- |
- |
- |
1 |
1,9 |
6 |
11,3 |
45 - |
L |
- |
- |
2 |
3,7 |
- |
- |
- |
- |
2 |
3,7 |
1 |
1,9 |
- |
- |
5 |
9,5 |
60 |
P |
1 |
1,9 |
- |
- |
1 |
1,9 |
1 |
1,9 |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
3 |
5,7 |
>60 |
L |
- |
0 |
0,0 | |||||||||||||
P |
- |
- |
- |
- |
1 |
1,9 |
1 |
1,9 |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
2 |
3,7 | |
Total |
13 |
24,5 |
12 |
22,6 |
10 |
18,8 |
5 |
9,4 |
6 |
11,3 |
6 |
11,3 |
1 |
1,9 |
53 |
100,0 |
Hasil pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kasus apendisitis akut terbanyak di Rumah Sakit Stella Maris Makassar tahun 2018-2020 adalah laki-laki pada kelompok usia dewasa muda (25-44 tahun) dengan posisi apendiks retrocecal dengan jumlah sebanyak 4 orang (7,5%).
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh lebih banyak penderita apendisitis akut yang berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 31 orang (58,5%) dibandingkan perempuan dengan jumlah 22 orang (41,5%). Kemudian, kelompok usia yang paling banyak mengalami apendisitis akut adalah dewasa muda dengan jumlah 17 orang (32,1%), dengan rentang usia 25-44 tahun mengikuti pedoman WHO. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarla,24 dimana dari jumlah sampel 69 pasien yang menjalani operasi apendektomi, 44 orang (63,8%) merupakan laki-laki dan 25 orang (36,2%) merupakan perempuan. Dalam penelitian tersebut, usia pasien terbanyak juga berasal dari kelompok usia 20-30 tahun, sebanyak 27 orang (39,1%).24
Hasil serupa juga ditemukan pada studi gambaran histopatologi yang dilakukan oleh Fransisca,25 dimana 379 dari 723 sampel penelitian tersebut (52,4%) adalah laki-laki. Namun,
kelompok usia yang mendominasi dalam penelitian ini adalah remaja akhir (17-25 tahun) dengan jumlah 212 orang (29,3%).25
Berdasarkan studi oleh Parmar18 pada 100 orang yang menjalani operasi apendektomi, 62 orang (62%) merupakan laki-laki dan 38 orang (38%) merupakan perempuan. Pada hasil penelitiannya ditemukan posisi apendiks retrocecal pada 66 orang (66%), pelvic pada 27 orang (27%), post-ileal pada 3 orang (3%), subcecal pada 2 orang (2%), paracecal dan pre-ileal masing-masing 1 orang (1%), dan tidak ditemukan posisi ectopic. Hasil penelitian penulis saat ini sejalan dengan hasil tersebut dan juga dengan hasil penelitian Ajmani & Ajmani,26 Bakheit dan Warille,27 Buschard,28 Delic,29 Ojeifo,30 Shah dan Shah,31 dan Wakeley,32 dimana posisi retrocecal juga ditemukan terbanyak yaitu pada 13 orang (24,5%). Hasil ini juga konsisten terhadap range (jangkauan) temuan posisi retrocecal pada beberapa penelitian tersebut, yaitu 18-65%.
Di sisi lain, penelitian terdahulu oleh Liertz,33 Peterson,34 dan Waas,35 menemukan posisi pelvic yang lebih banyak dibandingkan dari retrocecal. Sehingga, posisi retrocecal dan pelvic merupakan posisi yang paling sering ditemukan secara konsisten dibandingkan dengan posisi-posisi lain.18 Temuan penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Prevalensi posisi apendiks berdasarkan beberapa penelitian terdahulu.18, 26-38
Referensi |
n |
Retrocecal |
Pelvic |
Post- Pre- Ueal Ueal |
Paracecal |
Subcecal |
Ectopic |
Ajmani & Ajmam7 19S3 (India) |
1:0 |
58% |
23% |
10% 2% |
- |
- | |
Bakheit & Warille1 1999 (Sudan) |
60 |
58,3% |
21,7% |
11,7% |
11,7% |
- |
- |
Buschard. 1973 |
1-1 |
56,7% |
33,4% |
7,8% |
- |
2,1% |
- |
Collins, 1932 Collins, 1963 |
4.680 40.000 |
20,21% 25,95% |
7,9% 70,72% 1,24% (apendiks letak antenor) 74,05% (apendiks terletak anterior terhadap sekum) | ||||
Dehc, 2002 (Kroasia) |
50 |
52% |
32% |
10% |
Sc-C |
- |
- |
Liertz, 1909 (Jerman) |
2.092 |
35% |
42,1% |
13,9% |
- |
9% |
- |
Ojeifo, 1989 (Nigeria) |
548 |
45,07% |
25% |
14,78% 1,82% |
6,39% |
2,37% |
4,74% |
Parmar, 2017 (India) |
100 |
66% |
27% |
3% 1% |
1% |
2% |
- |
Peterson, 1934 (Finlandia) |
373 |
31% |
42,2% |
26,8% |
- |
- |
- |
Shah & Shah, 1945 (India) |
405 |
61,2% |
3,7% |
26,9% |
5,4% |
- |
- |
Smith, 1911 (AmerikaSerikat) |
882 |
24,2% |
19,4% |
50,9% |
2,9% |
- |
- |
Waas, 1960 (Afrika Selatan) |
103 |
26,7% |
58% |
28% |
5% |
- |
- |
Wakeley, 1933 (Inesris Raya) |
10.000 |
65,28% |
31,01% |
0,4% 1% |
- |
2,26% |
0,05% |
Penelitian mi |
53 |
24,5% |
22,6% |
18,8% 11,3% |
11,3% |
9,4% |
1,9% |
Saat dikategorikan berdasarkan kelompok usia, hasil penelitian menunjukkan posisi terbanyak yang ditemukan adalah retrocecal pada kelompok usia dewasa muda (25-44 tahun) dengan jumlah 6 orang (11,3%). Kemudian, saat dikategorikan berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian menunjukkan posisi yang paling banyak ditemukan pada laki-laki adalah pelvic, sebanyak 9 orang (17,0%), dan yang paling banyak ditemukan pada perempuan adalah post-ileal, sebanyak 6 orang (11,3%). Terakhir, saat dikelompokkan berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin, hasil penelitian menunjukkan posisi terbanyak yang ditemukan adalah retrocecal pada laki-laki dalam kelompok usia dewasa muda (25-44 tahun) dengan jumlah 4 orang (7,5%).
Posisi retrocecal terjadi karena dalam masa perkembangan embrio, apendiks dapat menekuk ke belakang sekum selama proses turunnya sekum ke fossa iliaka kanan, kemudian terfiksasi akibat berlangsungnya perkembangan lapisan peritoneum. Kemudian, posisi pre-ileal dan post-ileal terjadi jika dinding kanan sekum mengalami pertumbuhan lanjutan atau terdapat torsi yang kuat dari sekum dan kolon asendens, sehingga menyebabkan pergeseran arah pangkal apendiks ke ileocecal junction.
Di sisi lain, tingginya frekuensi temuan apendiks pelvic dihubungkan dengan adanya lipatan genito-mesenterikus, yang merupakan lipatan peritoneum yang membentang secara vertikal dari sisi posterior ileum terminalis ke annulus inguinalis profundus atau ke ovarium kanan pada wanita. Apendiks cenderung menekuk ke arah cavum pelvis akibat letaknya yang dekat dari lipatan tersebut.18 Selain itu, hambatan pada aliran sekret/lendir di muara apendiks berperan dalam patogenesis apendisitis akut menurut Sjamsuhidajat dan de Jong.4 Hal tersebut paling mungkin terjadi pada posisi apendiks pelvic. Sebab saat
apendiks mengarah ke bawah, aliran balik dari apendiks ke sekum sulit terjadi akibat dukungan gravitasi, sehingga penumpukan sekret dapat terjadi di sana.
Secara klinis, posisi apendiks yang bervariasi dapat mempengaruhi tanda dan gejala yang dialami oleh penderita apendisitis akut. Hasil penelitian ini menunjukkan cukup banyak kasus apendisitis akut dengan posisi-posisi apendiks yang berbeda-beda. Sehingga, meskipun suatu kasus nyeri akut abdomen disertai dengan gejala-gejala atipikal, apendisitis akut harus tetap dipertimbangkan sebagai salah satu diagnosis banding.
Misalnya, apendisitis pada posisi pelvic dapat menyentuh dinding vesika urinaria dan ureter, sehingga dapat menunjukkan gejala perkemihan. Kemudian, apendisitis pada posisi post-ileal dan pre-ileal dapat memicu gambaran diare yang mirip dengan gastroenteritis. Posisi subcecal terletak secara intraperitoneal secara menyeluruh, sehingga dapat menyebabkan peritonitis generalisata dan sangat rentan terhadap komplikasi. Dan apendisitis pada posisi retrocecal dapat memicu peradangan pada otot psoas mayor dan menyebabkan nyeri punggung bawah, dan nyeri saat ekstensi panggul.5,18,20
SIMPULAN
Kasus apendisitis akut di Rumah Sakit Stella Maris Makassar tahun 2018-2020 terjadi paling banyak pada laki-laki dewasa muda dengan posisi apendiks retrocecal.
SARAN
Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah perlunya dilakukan penelitian yang bersifat analitik untuk mencari hubungan variasi posisi anatomis apendiks vermiformis, terutama yang letaknya tersembunyi seperti retrocecal dan subcecal, dengan kejadian perforasi dan peritonitis, yang
merupakan progresivitas dan komplikasi umum pada kasus apendisitis akut.
Selain itu, bisa ditambahkan temuan gejala klinis yang menyertai nyeri akut abdomen seperti gejala perkemihan, diare, nyeri punggung bawah, nyeri ekstensi panggul sebagai variabel untuk mengetahui distribusi karakteristik gejala dari kasus apendisitis akut pada setiap variasi posisi anatomis apendiks vermiformis.
Kemudian, meskipun belum ada cara pasti yang terbukti mencegah terjadinya apendisitis akut, jumlah kasusnya lebih sedikit ditemukan pada orang-orang yang banyak mengonsumsi makanan kaya serat seperti biji-bijian utuh, buah segar, dan sayur-mayur. Oleh sebab itu, penulis menyarankan untuk mengikuti pola makan tersebut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dosen-dosen Pembimbing di Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Pasien-pasien yang telah bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Kheru A, Sudiadnyani NP, Lestari P. Perbedaan Jumlah Leukosit Pasien Apendisitis Akut Dan Perforasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 2022;161–7.
-
2. Wijaya W, Eranto M, Alfarisi R. Perbandingan Jumlah Leukosit Darah Pada Pasien Appendisitis Akut Dengan Appendisitis Perforasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 2020;11(1): 341–6.
-
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2010.
-
4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010; h. 755–62.
-
5. Hodge BD, Kashyap S, Khorasani-Zadeh A. Anatomy, Abdomen and Pelvis, Appendix. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022.
-
6. Standing S, Ellis H, Healy JC, Johnson D, Williams A, Collins P. Alimentary System. 39th edition. New York, NY, USA: Churchill Livingstone; 2005. Gray's anatomy; pp. 1189–1190.
-
7. de Souza S, da Costa S, de Souza I. 2015. Vermiform appendix: positions and length – a study of 377 cases and literature review. Journal of Coloproctology. 2015;35(4): 212–6.
-
8. Ghorbani A, Forouzesh M, Kazemifar AM. Variation in anatomical position of vermiform appendix among Iranian population: An old issue which has not lost its importance. Anatomy Research International. 2014;2014:1–4.
-
9. Mostbeck G, Adam EJ, Nielsen MB, Claudon M, Clevert D, Nicolau C, et al. How to diagnose acute appendicitis: Ultrasound first. Insights into Imaging. 2016;7(2):255–63.
-
10. Shogilev D, Duus N, Odom S, Shapiro N. Diagnosing appendicitis: Evidence-based review of the Diagnostic Approach in 2014. Western Journal of Emergency Medicine. 2014;15(7):859–71.
-
11. Lastunen K, Leppäniemi A, Mentula P. Perforation rate after a diagnosis of uncomplicated appendicitis on CT. BJS Open. 2021;5(1).
-
12. Bonadio W, Brazg J, Telt N, Pe M, Doss F, Dancy L, et al. Impact of in-hospital timing to appendectomy on perforation rates in children with appendicitis. The Journal of Emergency Medicine. 2015;49(5):597–604.
-
13. Childers CP, Dworsky JQ, Maggard-Gibbons M, Russell MM. The contemporary appendectomy for acute uncomplicated appendicitis in adults. Surgery. 2019;165(3):593–601.
-
14. Kong VY, Sartorius B, Clarke DL. Acute appendicitis in the developing world is a morbid disease. The Annals of The Royal College of Surgeons of England. 2015;97(5):390–5.
-
15. Wong C, Naqvi S. Appendicular perforation at the base of the Caecum, a rare operative challenge in acute appendicitis, a literature review. World Journal of Emergency Surgery. 2011;6(1):36.
-
16. Dogra BB. Acute appendicitis: Common surgical emergency. Medical Journal of Dr DY Patil University. 2014;7(6):749.
-
17. Deshmukh S, Verde F, Johnson PT, Fishman EK, Macura KJ. Anatomical variants and pathologies of the Vermix. Emergency Radiology. 2014;21(5):543–52.
-
18. Parmar PD, Dave J, Vekariya M et al. Study of variations in position of appendix in 100 operated case of appendicitis. Int J Health Sci Res. 2017; 7(5):42–6.
-
19. Sellars, H. and Boorman, P., 2017. Acute
appendicitis. Surgery (Oxford). 2017; 35(8):432–8.
-
20. Jones MW, Lopez RA, Deppen JG. Appendicitis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021.
-
21. Fasen G, Schirmer B, Hedrick TL. Appendix. Shackelford's Surgery of the Alimentary Tract, 2 Volume Set. 2019;:1951–8.
-
22. Coran A, Caldamone A, Adzick N, Krummel T, Laberge J, Shamberger R. Pediatric Surgery, 2-Volume Set. 7th ed. Philadelphia: Mosby; 2012; pp.1255-1263.
-
23. McGee S. Evidence-based physical diagnosis. 3rd edition. Philadelphia, Pa.: Elsevier; 2012. Saunders; pp.441-452.
-
24. Sarla GS. Acute Appendicitis: Age, Sex and Seasonal Variation. Journal of Medical Science And clinical Research. 2018;6(6):262–4.
-
25. Fransisca C, Gotra IM, Mahastuti NM. Karakteristik pasien dengan gambaran histopatologi apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2015-2017. Jurnal Medika Udayana, 2019; 8(7).
-
26. Ajmani ML, Ajmani K. The position and arterial supply of vermiform appendix. Anat Anz. 1983;153:369–74.
-
27. Bakheit MA, Warille AA. Anomalies of the vermiform appendix and prevalence of acute appendicitis in Khartoum. East African Medical Journal.
1999;76(6):338–340.
-
28. Buschard K, Kjaeldgaard A. Investigation and analysis of the position, fixation, length and embryology of the vermiform appendix. ActaChir Scan. 1973;139:293–8.
-
29. Delić J, Savković A, Isaković E. Varijacije u polozaju i mjestu nastanka appendix vermiformis [Variations in the position and point of origin of the vermiform appendix]. Medicinski arhiv. 2002;56(1):5–8.
-
30. Ojeifo JO, Ejiwunmi AB, Iklaki J. The position of the vermiform appendix in Nigerians with a review of the literature. West Afr J Med. 1989;8:198–204.
-
31. Shah MA, Shah M. The position of the vermiform appendix. The Indian medical gazette. 1945;80(10):494.
-
32. Wakeley CPG. The position of the vermiform appendix as ascertained by analysis of 10,000 cases. J Anat. 1933;67:277–83.
-
33. Liertz R. Über die Lage des Wurmfortsatzes Arch klin Chir. 1909;89:59-96.
-
34. Peterson L. Beitrag zur Kenntnis des Ilium Terminale Fixatum und Ileus Ilei Terminalis Fixati. Acta Chirurgica Scandinavica. 1934;32:105-16.
-
35. Waas MJ. 1959. The position of the vermiform appendix. Med Press. 1959;242:382–3.
-
36. Collins DC. The length and positions of the vermiform appendix – a study of 4,680 specimens. Ann Surg. 1932; 96:1044–8.
-
37. Collins DC. 1963. 71,000 Human Appendix Specimens. A Finl Report, Summarizing Forty Years' Study. American Journal of Proctology. 1963;14:265– 81.
-
38. Smith GM. A statistical review of the variations in the anatomic positions of the Caecum and the Processus vermiformis in the infant. The Anatomical Record. 1911;5(12):549–56.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i8.P01
10
Discussion and feedback