ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.7,JULI, 2023

Iλ Idirectoryof OPEN ACCESS

I_√ <JΛAJ JOURNALS


Diterima: 2022-12-26 Revisi: 2023-03-30 Accepted: 25-06-2023

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DAN TINGKAT STRES TERHADAP KEJADIAN DISPEPSIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA ANGKATAN 2019

Aizar Vesa Prasetyo1, Yuliana Yuliana2, I Nyoman Mangku Karmaya2, I Nyoman Gede Wardana2

  • 1.    Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Udayana

  • 2.    Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran pencernaan yang sering dikeluhkan dan diderita masyarakat. Menurut WHO, prevalensi dispepsia di dunia sebesar 13-40% setiap tahun, sedangkan di Indonesia sendiri mencapai 40-50%. Mahasiswa cenderung mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan rutinitas yang sangat padat sehingga berakibat pada terjadinya stres dan kecenderungan untuk tidak menjaga pola makan, yang kemudian memicu munculnya gejala-gejala dispepsia. Meskipun tidak fatal, dispepsia pada mahasiswa dapat berdampak buruk pada kebiasaan belajar, kemampuan untuk berkonsentrasi, dan kinerja dalam ujian. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pola makan dan tingkat stres terhadap kejadian dispepsia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dan jumlah sampel 268 orang. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 75,4% responden mengalami gejala dispepsia. Ditemukan juga dari analisis bivariat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dan tingkat stres terhadap kejadian dispepsia (p<0,005) dan dari analisis multivariat terdapat pengaruh parsial yang signifikan antara tingkat stres dengan kejadian dispepsia (p<0,005). Dapat disimpulkan bahwa pola makan dan tingkat stres berhubungan dengan munculnya gejala dispepsia dan dapat dipertimbangkan sebagai faktor risiko dispepsia. Namun, hanya tingkat stres yang berpengaruh secara independen terhadap kejadian dispepsia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor risiko dari dispepsia.

Kata kunci : Dispepsia., pola makan., tingkat stres

ABSTRACT

Dyspepsia is one of the digestive tract disorders that is often complained of and suffered by the community. According to WHO, the prevalence of dyspepsia in the world is 13-40% every year, while in Indonesia it reaches 40-50%. Students tend to have difficulty in adapting to a very dense routine that results in stress and a tendency not to maintain a diet, which then triggers the emergence of symptoms of dyspepsia. While not fatal, dyspepsia in students can have a negative impact on study habits, ability to concentrate, and performance on exams. This study was conducted to determine the correlation between dietary habits and stress levels on the incidence of dyspepsia. This study is a descriptive study with a cross-sectional analytics approach with a total sample of 268. The analysis techniques used in this research were univariate, bivariate, and multivariate analysis. The results of this study showed that 75.4% of respondents experienced symptoms of dyspepsia. It was also found from the bivariate analysis that there was a significant correlation between dietary habit and stress levels on the incidence of dyspepsia (p<0.005) and from multivariate analysis there was a significant partial effect between stress levels and dyspepsia (p<0.005). It can be concluded that diet and stress levels are associated with the appearance of dyspepsia symptoms and can be considered risk factors for dyspepsia. However, only stress level had an independent effect on the incidence of dyspepsia. It is hoped that the results of this study can be a reference for further research on risk factors for dyspepsia..

Keywords : Dyspepsia., Dietary habit., stress levels

PENDAHULUAN

Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran pencernaan yang sering dikeluhkan dan diderita masyarakat. Gangguan ini juga secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan dapat terjadi secara berulang. Berdasarkan konsensus Rome III, gangguan ini terdiri dari empat gejala utama, yaitu begah setelah makan, cepat kekenyangan, rasa nyeri di epigastrium, dan rasa terbakar di epigastrium.1 Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

dispepsia, yaitu genetik, infeksi H. pylori, psikososial, dan pola makan.2 Prevalensi dispepsia sendiri cukup beragam, yaitu kurang dari 5% hingga lebih dari 40%, tergantung definisi yang digunakan dan karakteristik populasi yang diteliti seperti genetik, jenis kelamin, etnis, dan perbedaan budaya. Salah satu contohnya yaitu prevalensi dispepsia ditemukan lebih tinggi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki, yaitu 26% pada perempuan dan 24% pada laki-laki.3 Berdasarkan data WHO, kasus dispepsia di dunia mencapai 13-40% dari total populasi setiap tahun. Prevalensi dispepsia di beberapa negara ditemukan cukup tinggi seperti di

Amerika Serikat (23-25,8%), India (30,4%), dan China (23,3%). Di Indonesia sendiri, prevalensi dispepsia mencapai 40-50%. Diperkirakan pada tahun 2020, angka kejadian dispepsia meningkat dari 10 juta jiwa menjadi 28 juta jiwa.4,5 Dari Departemen Kesehatan RI Tahun 2015, angka kejadian dispepsia di Denpasar sebesar 46%.6

Dispepsia sering dialami oleh mahasiswa, terutama mahasiswa kedokteran. Pada mahasiswa kedokteran di salah satu universitas di India, prevalensi penderita dispepsia sebesar 18%,7 sedangkan penderita dispepsia yang merupakan mahasiswa kedokteran di Ajman, United Arab Emirates mencapai 43,8%.8 Mahasiswa ners di Korea Selatan juga dilaporkan sebanyak 65% mengalami gejala – gejala dyspepsia.9 Hasil prevalensi dispepsia pada mahasiswa fakultas kedokteran di tiga negara tersebut tidak jauh berbeda dengan prevalensi di Indonesia. Berdasarkan penelitian oleh Afifah, ditemukan 59,5% mahasiswa ilmu keperawatan di Yogyakarta mengalami dispepsia. Syahputra & Siregar juga menemukan dari studi yang telah dilakukan bahwa prevalensi dispepsia pada mahasiswa fakultas kedokteran di Medan mencapai 81,2%.6,10

Meskipun tidak fatal, dispepsia dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup yang substantial dan menimbulkan beban yang signifikan pada masyarakat.11 Penderita dispepsia cenderung memiliki tingkat absen kerja yang tinggi, produktivitas yang menurun, dan ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya kesehatan dibandingkan populasi umum. Pada mahasiswa, gejala yang berkaitan dengan dispepsia berdampak nyata pada kebiasaan belajar individu, kemampuan untuk berkonsentrasi atau menghadiri kelas, dan kinerja dalam ujian, sehingga berakibat buruk pada prestasi akademik mahasiswa 12

Mahasiswa cenderung mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan kedokteran yang kompetitif dan penuh tekanan, sehingga berakibat pada terjadinya stres, terutama pada mahasiswa di Fakultas Kedokteran.13 Rutinitas yang padat juga menyebabkan mahasiswa Fakultas Kedokteran tidak menjaga pola makan dengan menunda-nunda waktu makan dan tidak mengonsumsi makanan yang sehat.14

Pola makan yang buruk terdiri dari jeda makan yang lama dan konsumsi makanan/minuman iritatif seperti makanan berlemak, makanan pedas, minuman bersoda, serta makanan dengan karbohidrat tinggi dapat menyebabkan gangguan pada kerja sistem pencernaan dan mengiritasi lambung yang kemudian memicu gejala dyspepsia.15,16 Kondisi stres juga dapat menyebabkan terjadinya dispepsia dengan menyebabkan kerusakan pada sensory filtering dan descending modulatory system, menurunkan aktivitas perigenual ACC (pACC) dan amigdala yang merupakan area modulasi nyeri, serta mengakibatkan hypothalamus-pituitary-adrenal (HPA) axis hiperaktif.17,18 Hal ini juga telah dibuktikan pada beberapa studi, seperti studi oleh Marliyana yang menemukan terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan dan tingkat stres terhadap kejadian dispepsia di salah satu puskesmas kabupaten Lampung Utara. Penelitian oleh Muflih juga menemukan hasil yang sama pada pasien salah satu rumah sakit di Medan.19,20

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pola makan dan

tingkat stres terhadap kejadian dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Angkatan 2019.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui hubungan pola makan dan tingkat stres terhadap kejadian dispepsia. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kejadian dispepsia, pola makan, tingkat stres, dan karakteristik sampel berupa umur, jenis kelamin, dan program studi. Lokasi penelitian ini yaitu Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada bulan Agustus hingga Desember 2022. Penelitian ini dilakukan secara daring dengan pembagian kuesioner menggunakan google form.

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa aktif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2019 yang bersedia menjadi responden dengan jumlah total sampel 268 orang. Jumlah sampel minimal ini ditentukan menggunakan rumus Slovin. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling dan teknik analisis data yang dilakukan dalam peneitian ini adalah analisis univariat, bivariat, dan univariat. Penelitian ini sudah dinyatakan layak secara etik untuk dilaksanakan.

HASIL

Dalam studi ini, terdapat 268 partisipan dengan karakteristik subjek yang disajikan pada Tabel 1. disertai dengan gambaran kejadian dispepsia di setiap karakteristik.

Tabel 1. Karakteristik partisipan penelitian pada kejadian dispepsia

Variabel

n

(%)

Kejadian Dispepsia

Negatif

Positif

Jenis Kelamin

Laki-laki

98

28

70

(36,6)

(10,4)

(26,1)

Perempuan

170

38

132

(63,4)

(14,2)

(49,3)

Umur

≤21

138

39

99

(51,5)

(14,6)

(36,9)

>21

130

27

103

(48,5)

(10,1)

(38,4)

Prodi

PSSK

122

38

84

(45,5)

(14,2)

(31,3)

PSSKPN

25

5

20

(9,3)

(1,9)

(7,5)

PSSKM

40

9

31

(14,9)

(3,4)

(11,6)

PSSP

23

5

18

(8,6)

(1,9)

(6,7)

PSSKGPDG

30

7

23

(11,2)

(2,6)

(8,6)

PSSF

28

2

26

(10,4)

(0,7)

(9,7)

Berdasarkan Tabel 1., dapat dilihat bahwa karakteristik sebagian besar partisipan terdiri dari jenis kelamin perempuan (n = 170; 63,4%), dengan kelompok usia ≤21 tahun (n = 138; 51,5%). Partisipan penelitian ini merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Angkatan 2019 dari enam program studi, dengan frekuensi terbanyak pada pendidikan dokter (n = 122; 45,5%). Selain itu, tabel diatas menunjukan bahwa penderita dispepsia terbanyak pada jenis kelamin perempuan dan usia >21 tahun.

Dari studi ini, ditemukan bahwa sebagian besar subjek penelitian memiliki pola makan yang teratur (n = 234; 87,3%) dan cenderung mengonsumi makanan/minuman yang tidak iritatif (n = 253; 15%) (Tabel 2.).

Tabel 2. Gambaran pola makan

Pola Makan

N

%

Keteraturan makan

Teratur

234

87,3

Tidak teratur

34

12,7

Total

268

100

Makanan/minuman iritatif

Tidak iritatif          253

94,4

Iritatif                   15

5,6

Total                  268

100

Tabel 3. Gambaran tingkat stres

Tingkat Stres

N

%

Rendah

80

29,9

Sedang

168

62,7

Tinggi

20

7,5

Total

268

100

Hasil tingkat stres dengan kuesioner Perceived Stress Scale pada Tabel 3. menunjukkan kategori terbanyak pada tingkat stres adalah kategori sedang (n = 168; 62,7%) diikuti dengan kategori rendah (n = 80; 29,9%).

Tabel 4. Gambaran kejadian dispepsia

Kejadian Dispepsia

N

%

Negatif

66

24,6

Positif

202

75,4

Total

268

100

Hasil survei menggunakan kuesioner ROME III yang dipaparkan di Tabel 4., menunjukkan bahwa mayoritas subjek penelitian mengalami dispepsia (n = 202, 75,4%).

Tabel 5. Hubungan keteraturan makan dan makanan/minuman iritatif dengan kejadian dispepsia

Kejadian Dispepsia

Nilai p

Negatif

Positif

n

%

n

%

Keteraturan makan

Teratur

63

23,5

171

63,8

p = 0,022

Tidak teratur

3

1,1

31

11,6

Total

66

24,6

202

75,4

Makanan/

Tidak iritatif

66

24,6

187

69,8

p = 0,026

minuman iritatif

Iritatif

0

0,0

15

5,6

Total

66

24,6

202

75,4

Berdasarkan hasil analisis bivariat data penelitian menggunakan Pearson Chi Square dan Fisher Exact test, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p <

0,05) antara keteraturan makan dan makanan/minuman iritatif dengan kejadian dyspepsia (Tabel 5.).


Tabel 6. Hubungan tingkat stres dengan kejadian dispepsia

Kejadian Dispepsia

Nilai p

Negatif

Positif

n

%

n

%

Rendah

35

13,1

45

16,8

Tingkat stres           Sedang

29

10,8

139

51.9

p = 0,000

Tinggi

2

0,7

18

6,7

Total

66

24,6

202

75,4


Pada Tabel 6. juga telah disajikan hasil analisis data dengan Pearson Chi square terkait hubungan tingkat stres dengan kejadian dispepsia. Ditemukan nilai p < 0,05 yang menandakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan kejadian dispepsia.

Tabel 7. Pengaruh simultan keteraturan makan, makanan iritatif, dan tingkat stres terhadap kejadian dispepsia

Chi-Square        Nilai p

Step 1         30,331           0,000

Tabel 8. Pengaruh Parsial Keteraturan Makan dan Tingkat Stres terhadap Kejadian Dispepsia

Variabel

B

Sig.

Exp(B)

Keteraturan makan

-1,062

0,095

0,346

Makanan iritatif

-19,642

0,998

0,000

Tingkat stres

1,195

0,000

3,304

Dilakukan analisis multivariat dengan metode regresi logistik untuk menentukan apakah ada pengaruh simultan dan parsial antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil analisis multivariat telah disajikan pada Tabel 7. dan Tabel 8., yang mana terdapat pengaruh signifikan secara simultan keteraturan makan, makanan iritatif, dan tingkat stres terhadap kejadian dispepsia dikarenakan nilai p Chi-Square < 0,05 atau nilai Chi-Square hitung 30.331 > nilai Chi-Square tabel.

Ditemukan juga pengaruh parsial yang signifikan pada variabel tingkat stres terhadap kejadian dispepsia (p < 0,05), namun tidak ada pada variabel keteraturan makan dan makanan iritatif terhadap kejadian dispepsia (p > 0,05). Selain itu, didapatkan nilai Exp(B) atau odd ratio dari variabel tingkat stres sebesar 3,304, yang dapat diartikan bahwa mahasiswa dengan tingkat stres yang sedang hingga tinggi berisiko mengalami dispepsia 3,304 kali lebih tinggi dibandingkan tingkat stres yang rendah.

PEMBAHASAN

Hasil studi ini mengenai karakteristik responden menunjukkan bahwa penderita dispepsia terbanyak pada jenis kelamin perempuan dan usia >21 tahun. Hal ini sesuai dengan beberapa studi seperti studi oleh Arsyad yang menemukan bahwa sebagian besar subjek penelitian yang mengalami dispepsia fungsional berjenis kelamin perempuan (63%). Penelitian oleh Muya juga mendapatkan hasil yang serupa yaitu terdapat 38,1% kasus kekambuhan dispepsia pada jenis kelamin perempuan. Hasil ini kemungkinan disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor pola diet dan faktor hormonal. Perempuan cenderung melakukan diet untuk menjaga penampilan dengan memberi jeda makan yang terlalu panjang sehingga jadwal makan menjadi tidak teratur. Berdasarkan beberapa studi, hormon progesteron, estradiol, dan prolaktin dapat mempengaruhi kontratilitas otot polos dan memperlambat waktu transit makanan. 21,22

Pada studi ini, mayoritas mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana memiliki pola makan yang teratur dan cenderung mengonsumsi makanan iritatif. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Amir, dimana sebagian besar responden ditemukan memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan secara teratur (54%) dan tidak mengonsumsi makanan/minuman iritatif (53%).23 Ditemukan juga bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat stres kategori sedang. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan mayoritas mahasiswa mengalami sres sedang. Stres yang dialami mahasiswa dikarenakan adanya faktor internal yaitu kurangnya kemampuan untuk bisa memahami masalah dan faktor eksternal yaitu beban kuliah yang meningkat atau permasalahan di lingkungan keluarga/masyarakat. Mahasiswa tingkat akhir juga cenderung mengalami peningkatan stres dan burnout akibat dari keterlibatan jangka panjang dalam situasi penuh dengan tuntutan, salah satunya yaitu proses menyusun skripsi.24

Angka kejadian dispepsia pada penelitian cukup tinggi, yang mana hal ini serupa dengan hasil penelitian oleh Putri dan Irfan dengan subjek penelitian mahasiswa fakultas kedokteran, juga menemukan bahwa sebagian besar responden mengalami dispepsia (74,6% dan 73,3%). Hasil

yang serupa ini dikarenakan karakteristik responden yang sama yaitu mahasiswa, dimana mahasiswa memiliki aktivitas yang padat sehingga menimbulkan stres dan pola makan yang tidak baik, yang akhirnya meningkatkan risiko mengalami dispepsia.16,25

Dispepsia memiliki berbagai faktor risiko, diantaranya adalah pola makan dan tingkat stres Penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan antara keteraturan makan dan konsumsi makanan iritatif dengan kejadian dispepsia. Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya seperti penelitian oleh Fithriyana dan Hambali yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara keteraturan makan dan makanan/minuman iritatif dengan kejadian dispepsia (p < 0,000). Mekanisme yang menghubungkan keteraturan makan dengan dispepsia masih belum jelas, namun diduga bahwa jeda makan yang terlalu lama dapat menyebabkan pengosongan lambung yang lambat, gangguan pada akomodasi lambung, dan peningkatan sekresi asam lambung.16,26,27 Konsumsi makanan/minuman iritatif juga dapat meningkatkan risiko terjadinya dispepsia. Makanan pedas dapat menyebabkan iritasi pada mukosa lambung, minuman bersoda dapat melenturkan katup Lower Esophangeal Spinchter yang menyebabkan refluks asam lambung ke kerongkongan, dan kafein pada kopi dapat meningkatkan sekresi gastrin sehingga merangsang produksi asam lambung, yang berujung pada terjadinya peradangan pada lambung.24

Namun, terdapat juga beberapa studi yang memiliki hasil yang bertentangan dengan hasil studi ini, yaitu studi oleh Amir dan Jaber. Pada kedua studi ini, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara pola makan dan makanan/minuman iritatif dengan kejadian dispepsia. Hasil yang bertentangan ini kemungkinan dikarenakan terdapat perbedaan desain studi atau ukuran sampel, dan perbedaan teknik penilaian variabel pada setiap penelitian.8,23

Dari analisis data yang telah dilakukan juga ditemukan terdapat hubungan antara tingkat stres dengan kejadian dispepsia. Penelitian oleh Natu mendapatkan hasil yang serupa dengan penelitian ini, yaitu ada hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan dispepsia (p < 0,05). Mekanisme yang menghubungkan kedua variabel ini menggunakan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Stres akan memberikan respon ke hipotalamus, yang kemudian menghasilkan CRF, yang menstimulasi kelenjar hipofisis untuk menghasilkan ACTH dan menyebabkan sekresi hormon kortisol. Kortisol akan meningkatkan sekresi asam lambung dan menghambat produksi prostaglandin yang memiliki peran sebagai agen proteksi lambung, sehingga menyebabkan kerusakan pada mukosa lambung dan menimbulkan gejala dispepsia.28

Hasil analisis multivariat pada penelitian ini yang menunjukkan bahwa hanya tingkat stres yang memiliki pengaruh terhadap kejadian dispepsia secara independen didukung oleh penelitian multisenter oleh Talledo-Ulfe, yaitu terdapat pengaruh parsial yang signifikan antara variabel depresi dengan dispepsia, namun tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel pola makan

dengan dispepsia. Namun, studi oleh Susanti memiliki hasil yang sedikit berbeda, yang mana ditemukan hubungan secara independen yang signifikan antara pola makan dan tingkat stres dengan kejadian dispepsia.29,30

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa prevalensi dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2019 cukup tinggi, yaitu 202 dari 268 orang dan terdapat hubungan yang signifikan antara keteraturan makan, makanan/minuman iritatif, dan tingkat stres dengan kejadian dispepsia, namun hanya tingkat stres yang berpengaruh secara independen terhadap kejadian dispepsia.

  • 5.2 Saran

Penulis menyarankan agar responden dapat lebih menjaga pola makan dan mengatasi stres dengan mekanisme koping yang lebih baik untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan seperti dispepsia. Peneliti juga berharap hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya dan agar di penelitian-penelitian selanjutnya faktor-faktor risiko lain dari kejadian dispepsia lebih dipaparkan, seperti gangguan kesehatan mental lainnya (depresi dan kecemasan), riwayat penyakit pada sistem pencernaan, dan infeksi Helicobacter pylori. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih dalam lagi mengenai hubungan antara pola makan dan tingkat stres terhadap kejadian dispepsia dengan metode atau kriteria variabel yang lebih baik atau sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Oustamanolakis P, Tack J. Dyspepsia: Organic versus functional. J Clin Gastroenterol. 2012;46(3):175-190. doi:10.1097/MCG.0B013E318241B335

  • 2.    Talley NJ. Functional dyspepsia: new insights into pathogenesis and therapy. Korean J Intern Med. 2016;31(3):456. doi:10.3904/KJIM.2016.091

  • 3.    Ford AC, Talley NJ. Epidemiology of Dyspepsia. In: GI Epidemiology: Diseases and Clinical Methodology: Second Edition. John Wiley & Sons, Ltd; 2014:158171. doi:10.1002/9781118727072.CH15

  • 4.    Purnamasari L. Faktor Risiko, Klasifikasi, dan Terapi Sindrom Dispepsia. Cermin Dunia   Kedokt.

2017;44(12):870-873.

  • 5.    Sari A, Anggaraini RS, Prasetyo RB. Upaya Pencegahan Dispepsia Menggunakan Bahan Alami sebagai Obat Herbal serta Kegiatan Penanaman Toga (Tanaman Obat Keluarga) Kota Batam 2022. PUNDIMAS Publ Kegiat Abdimas. 2022;1(1):29-36. doi:10.37010/pnd.v1i1.549

  • 6.    Syahputra R, Siregar NP. Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional Pada Mahasiswa Fk Uisu Tahun 2020 Relationship Between the Level of Stress With the Event of

Functional Dyspepsia Syndrome in Fk Uisu Student 2020. J Kedokt Ibnu Nafis. 2021;10(2):101-109.

  • 7.    Basandra S, Bajaj D. Epidemiology of Dyspepsia and Irritable Bowel Syndrome (IBS) in Medical Students of Northern India. J Clin Diagn Res. 2014;8(12):JC13-6. doi:10.7860/JCDR/2014/10710.5318

  • 8.    Jaber N, Oudah M, Kowatli A, et al. Dietary and Lifestyle Factors Associated with Dyspepsia among Pre-clinical Medical Students in Ajman, United Arab Emirates. Cent Asian J Glob Heal. 2016;5(1):192. doi:10.5195/CAJGH.2016.192

  • 9.    Lee EY, Mun MS, Lee SH, Cho HSM. Perceived stress and gastrointestinal symptoms in nursing students in Korea: A cross-sectional survey. BMC Nurs. 2011;10:22. doi:10.1186/1472-6955-10-22

  • 10.    Afifah N. Hubungan Tingkat Stres Dan Pola Makan Dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Pada Mahasiswa Ilmu Keperawatan Semester Delapan Universitas Aisyiyah Yogyakarta. Published online 2018. http://digilib.unisayogya.ac.id/4393/1/naskah publikasi afifah-min.pdf

  • 11.  Tabibzadeh SA, Bordbar G, Ghasemi S, Namazi S.

Functional Dyspepsia (FD); Prevalence and Relationship with Psychological Disorders among Medical Sciences Students. J Res Med Dent Sci. 2018;6(1):161-168. doi:10.24896/jrmds.20186126

  • 12.    Li M, Lu B, Chu L, Zhou H, Chen MY. Prevalence and characteristics of dyspepsia among college students in Zhejiang province. World J Gastroenterol. 2014;20(13):3649-3654. doi:10.3748/wjg.v20.i13.3649

  • 13.    Kumar S, Bhukar JP. Stress level and coping strategies of college students. J Phys Educ Sport Manag. 2013;4(1):5-11. doi:10.5897/JPESM12.001

  • 14.    Cecil J, McHale C, Hart J, Laidlaw A. Behaviour and burnout in medical students. Med Educ Online. 2014;19(1):25209. doi:10.3402/meo.v19.25209

  • 15.    Göktaş Z, Köklü S, Dikmen D, et al. Nutritional habits in functional dyspepsia and its subgroups:  a

comparative study. Scand J Gastroenterol. 2016;51(8):903-907.

doi:10.3109/00365521.2016.1164238

  • 16.    Irfan W. Hubungan Pola Makan Dan Sindrom

Dispepsia Pada Mahasiswa Pre Klinik Fakultas

Kedokteran Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2019. Fak Kedokt UIN SYyarif Hidayatullah Jakarta. Published online 2019.

  • 17.    Darwin E, Murni AW, Nurdin AE. The Effect of Psychological Stress on Mucosal IL-6 and Helicobacter pylori Activity in Functional Dyspepsia. Acta Med  Indones.  2017;49(2):104. Accessed

November                16,               2021.

http://www.actamedindones.org/index.php/ijim/article/ view/181

  • 18.    Van Oudenhove L, Aziz Q. The role of psychosocial

factors and psychiatric disorders in functional dyspepsia. Nat Rev Gastroenterol Hepatol . 2013;10(3):158-167. doi:10.1038/nrgastro.2013.10

  • 19.    Marliyana, Andora N, Atikah SN. Hubungan Pola Makan Dan Stres Dengan Kejadian Dispepsia Di Puskesmas Blambangan Kecamatan Blambangan Pagar Kabupaten Lampung Utara Tahun 2018. J Ilmu Keperawatan          Indones.          2020;1(1).

http://jurnal.umitra.ac.id/index.php/jikpi/article/downlo ad/313/142

  • 20.    Muflih N. Hubungan Pola Makan Dan Tingkat Stres Dengan Kejadian Dispepsia Di Rumah Sakit Umum Sundari Medan Tahun 2019. Indones Trust Heal J. 2020;3(2):326-336. doi:10.37104/ithj.v3i2.56

  • 21.    Arsyad RP, Irmaini, Hidayaturrami. Hubungan Sindroma Dispepsia dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XI SMAN 4 Banda Aceh. J Ilm Mhs Kedokt Biomedis. 2019;4(1):36-42.

  • 22.    Muya Y, Murni AW, Herman RB. Karakteristik Penderita Dispepsia Fungsional yang Mengalami Kekambuhan di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang, Sumatera Barat Tahun 2011. J Kesehat        Andalas.        2015;4(2):490-496.

doi:10.25077/jka.v4i2.279

  • 23.    Amir UK, Asmara IGY, Cholidah R. Hubungan Diet Iritatif dan Ketidakteraturan Makan dengan Sindrom Dispepsia pada Remaja Santri Madrasah Aliyah Al-Aziziyah Putri Kapek Gunungsari Lombok Barat Nusa Tenggara Bara. Unram Med J. 2019;8(2):34-38.

doi:10.29303/jku.v8i2.341

  • 24.    Ambarwati PD, Pinilih SS, Astuti RT. Gambaran Tingkat Stres Mahasiswa. J Keperawatan Jiwa. 2019;5(1):40-47. doi:10.26714/jkj.5.1.2017.40-47

  • 25.    Putri AN, Maria I, Mulyadi D. Hubungan Karakteristik Individu, Pola Makan, Dan Stres Dengan Kejadian Dispepsia Pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Universitas Jambi. Joms. 2022;2(1):36-47.

  • 26.    Fithriyana R. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Pasien Di Willayah Kerja Puskesmas Bangkinang Kota. Prepotif J Kesehat Masy.                              2018;2(2):43-54.

https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/pre potif/article/view/79

  • 27.    Hambali J. Hubungan Antara Keteraturan Makan dan Makanan Iritatif dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Angkatan 2017-2018. J Fak Kedokt Univ Andalas 1. 2020;13. http://scholar.unand.ac.id/61716/2/2.      BAB      1

(Pendahuluan).pdf

  • 28.    Natu DL, Artawan IM, Trisno I, Rante SDT. Hubungan Tingkat Stres Dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Pada Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang. Cendana Med   J.   2022;23(1):1-7.

http://ejurnal.undana.ac.id/index.php/CMJ/article/view

/6819

  • 29.    Susanti A, Briawan D, Uripi V. Faktor Risiko Dispepsia pada Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). J Kedokt Indones. 2011;2(1):80-91.

  • 30.    Talledo-Ulfe L, Buitrago OD, Filorio Y, et al. Factors associated with functional dyspepsia among fast food workers at a shopping center in huancayo, Peru. Rev Colomb     Gastroenterol.     2018;33(4):404-410.

doi:10.22516/25007440.266

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i04

31