ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.9,SEPTEMEBER, 2022


DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Diterima: 2022-07-05 Revisi: 2022-08-28 Accepted: 25-09-2022

KARAKTERISTIK AMBANG DENGAR PADA PEMAIN MUSIK DI GPT BAITHANI DENPASAR

Ketut Tadeus Max Nurcahya Pinatih, I Made Wiranadha

Departemen/KSM Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/

RSUP Sanglah Denpasar

Korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Penurunan pendengaran akibat bising atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah gangguan pendengaran akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama. Sifat ketulian dari gangguan pendengaran akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang tidak dapat diobati. Bermain musik merupakan salah satu faktor risiko penting yang dapat mengakibatkan gangguan pendengaran akibat bising di kalangan pemusik. Pemain musik di gereja rutin bermain musik untuk setiap acara ibadah di gereja tersebut. Oleh karena itu, peneliti ingin mengatahui ambang dengar dikalangan pemusik di GPT Baithani Denpasar.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan rancangan cross sectional, dengan mengambil data primer dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan audiometri. Sampel diambil dengan cara total sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 24 dan hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi yang kemudian dijabarkan secara deskriptif untuk menggambarkan karaktersitik subjek dan variabel penelitian.

Hasil: Penelitian ini melibatkan 18 orang sampel, semua berjenis kelamin laki-laki (100%). Rentang usia pemain musik antara 18 – 40 tahun, dan mereka sudah bermain musik lebih dari 5 tahun. Pemusik terdiri dari 5 instrumen yaitu keyboard sebanyak tiga orang (16.7%), bass enam orang (33.3%), gitar empat orang (22.2 %), drum empat orang (22.2 %), dan biola satu orang (5,5%). Kejadian NIHL didapatkan satu musisi dengan durasi bermain musik tujuh kali per minggu (5,6%), satu musisi enam kali per minggu (5,6%), dan satu musisi empat kali per minggu (5,6%).

Simpulan: Terdapat gangguan pendengaran derajat ringan yakni sebanyak tiga pemain musik (16,7%). Satu pemain musik terdapat gangguan pada telinga kiri, satu pemain musik terdapat gangguan di telinga kanan, dan satu pemain musik terdapat gangguan pada kedua telinga

Kata kunci: Noice Induce Hearing Loss (NIHL), musik

ABSTRACT

Background: Noise Induced Hearing Loss (NIHL) is hearing loss due to exposure to loud enough noise for a long period of time. The deafness characteristic of noise-induced hearing loss is that cochlear sensorineural deafness that cannot be treated. Playing music is one of the important risk factors that can lead to noise-induced hearing loss among musicians. Musicians in the church regularly play music for every worship event at the church. Therefore, researchers want to know the threshold of hearing among musicians at GPT Baithani Denpasar.

Methods: This study is a descriptive study using a cross sectional design, by taking primary data from history taking, physical examination and audiometric examination. Samples were taken by means of total sampling. Data analysis was carried out using the SPSS 24 program and the research results were presented in the form of tables and narratives which were then described descriptively to describe the characteristics of the subjects and research variables.

Result: This study involved 18 samples, all male (100%). The age range of music players is between 18-40 years, and they have been playing music for more than 5 years. Music players consist of 5 instruments, namely three keyboards (16.7%), six bass players (33.3%), four guitars (22.2%), four drums (22.2%), and one violin (5.5%). The incidence of NIHL found one musician with a duration of practice seven times per week (5.6%), one musician with a six times per week (5.6%), and one musician four times per week (5, 6%).

Conclusion: There is a mild degree of hearing loss as many as three music players (16.7%). One music player has interference in the left ear, one music player has interference in the right ear, and one music player has interference in both ears

Keywords: Noice Induce Hearing Loss (NIHL)., music

PENDAHULUAN

Penurunan pendengaran akibat bising atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah gangguan pendengaran akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.1 Paparan terhadap bising yang cukup keras tidak terbatas di lingkungan industri saja, namun dapat timbul dari aktivitas rekreasi seperti konser musik, arena hiburan, dan tempat hiburan malam2,3

Sifat ketulian dari gangguan pendengaran akibat bising adalah tuli sensorineural koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga.4 Penyakit ini tidak bisa diobati karena bersifat permanen, sehingga bila sangat mengganggu pasien akan memakai alat bantu dengar.5,6,7

Intensitas bising yang dihasilkan dari amplifier band pop/rock dapat mencapai 120-130 dB, pada pertunjukan orkestra 83-112 dB, dan pada jenis musik jazz, blues, country sebesar 80-101 dB. Musisi biasa berlatih atau show empat hingga delapan jam perhari dengan intensitas lebih dari 85 dB2,8,9

Bermain musik merupakan salah satu faktor risiko penting yang dapat mengakibatkan gangguan pendengaran akibat bising di kalangan pemusik.5,10 Gangguan pendengaran dapat menyebabkan disabilitas dan dapat mengurangi kualitas hidup. 11,12 Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai karakteristik gangguan pendengaran pada pemain music di GPT Baithani. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan rancangan cross sectional dengan mengambil data primer dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan audiometri pada pemusik di GPT Baithani Denpasar. Penelitian ini dilakukan di ruang studio GPT Baithani Denpasar pada bulan April – Juni 2021.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling. Sampel penelitian didapat seusai dengan kriteria inklusi yaitu bersedia menjadi subjek penelitian. Kriteria eksklusi yaitu pemusik yang sedang menderita radang akut pada telinga, hidung dan tenggorok, pernah mengalami cedera kepala, pernah menderita infeksi telinga tengah menahun atau penyakit telinga lain yang menyebabkan gangguan pendengaran secara menetap, riwayat menggunakan obat-obat ototoksik dalam waktu lebih dari 3 bulan secara terus menerus, pernah terpapar ledakan bom, dentuman atau letusan senjata api, kelainan anatomi pada daerah telinga, hidung dan tenggorok.

Definisi operasional variable terdiri dari jenis kelamin, rentang usia, durasi bermain musik, masa paparan dengan alat musik, serta derajat gangguan pendengaran (normal hingga sangat berat).

HASIL

Dari penelitian ini didapatkan 18 sampel, dimana berdasarkan jenis kelamin didapatkan laki-laki sebanyak 18 orang (100%) dan tidak terdapat perempuan (0%).

Rentang usia sampel antara 18 – 40 tahun, dimana seluruh sampel sudah bermusik di gereja (masa paparan) selama lebih dari 5 tahun.

Distribusi frekuensi personil band didapatkan pemain drum sebanyak empat orang (22,2 %), pemain gitar sebanyak empat orang (22,2%), pemain keyboard sebanyak tiga orang (16,7%), pemain bass sebanyak enam orang (33,3%) serta pemain biola sebanyak satu orang (5,5%). Kejadian NIHL pada masing-masing pemain musik dapat dilihat di (tabel 1)

Tabel 1 Distribusi pemain musik dengan audiometri

Pemain musik

Hasil Audiometri

Total

NIHL

Normal

Drum (102,4  –

1

3

4

110,7 dBA)

(5,6%)

(16,7%)

(22,2%)

Gitar (96,9    –

1

3

4

105,8 dBA)

(5,6%)

(16,7%)

(22,2%)

Keyboard (93,4 –

0

3

3

103,4 dBA)

(0 %)

(16,7%)

(16,7%)

Bass (94,5     –

1

5

6 (33,3%)

103 dBA)

(5,6%)

(27,8%)

Biola (92,3     –

0

1

1

99,8 dBA)

(0%)

(5,6 %)

(5,6%)

Total

3 (16,7%)

15 (83,3%)

18 (100%)

Durasi bermain musik perminggu mulai dari minimum satu kali perminggu hingga maksimum tujuh kali per minggu. Kejadian NIHL didapatkan satu musisi dengan durasi latihan tujuh kali per minggu (5,6%), satu musisi dengan durasi bermain musik enam kali per minggu (5,6%), dan satu musisi dengan durasi bermain musik empat kali per minggu (5,6%) (table 2).

Table 2 Distribusi durasi Latihan per minggu

Durasi

Latihan per minggu

Hasil Audiometri

Total

NIHL

Normal

Satu

0 (0%)

1 (5,6 %)

1 (5,6%)

Dua

0 (0%)

4 (22,2%)

4 (22,2%)

Tiga

0 (0%)

3 (16,7 %)

3 (16,7%)

Empat

1 (5,6%)

1 (5,6%)

2 (11,1%)

Lima

0 (0%)

4 (22,2%)

4 (22,2%)

Enam

1 (5,6 %)

0 (0%)

1 (5,6%)

Tujuh

1 (5,6%)

2 (11,1%)

3 (16,7%)

Total

3 (16,7%)

15 (83,3%)

18 (100%)

Data pada tabel 3 terdapat gangguan pendengaran derajat ringan yakni sebanyak tiga pemain musik (16,7%). Satu pemain musik terdapat gangguan pada telinga kiri, satu pemain musik terdapat gangguan di telinga kanan, dan satu pemain musik terdapat gangguan pada kedua telinga.

Tabel 3 Distribusi derajat gangguan pendengaran pada pemain musik

Derajat gangguan pendengaran

Telinga Kanan

Telinga Kiri

Frekuen si (n)

Presenta se (%)

Frekuen si (n)

Presenta se (%)

Normal ( 0-25 dB)

17

94,4

16

88,9

Ringan (25-40 dB)

1

5,6

2

11,1

Sedang (41-55 dB)

0

0

0

0

Sedang berat (56-70 dB)

0

0

0

0

Berat (71-90 dB)

0

0

0

0

Sangat berat (> 90 dB)

0

0

0

0

PEMBAHASAN

Bernyanyi serta bermain musik merupakan bagian dari ibadah umat Kristiani / Katolik. Dalam satu kali ibadah, yaitu setiap hari minggu, para pemain musik dapat bermain atau terpapar suara musik selama kurang lebih satu jam. Hal ini belum termasuk latihan yang mereka jalani sebelum hari minggu, dan sesi ibadah yang dilakukan hingga tiga kali per hari.

NIHL adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat menetap, mengenai satu atau dua telinga yang disebabkan oleh paparan bising yang terus menerus di lingkungan sekitarnya. Bising yang dihasilkan tidak terbatas di lingkungan kerja saja namun dapat timbul dari aktivitas rekreasi seperti konser musik, arena hiburan seperti Timezone, dan tempat hiburan malam. Bising yang ditimbulkan oleh paparan musik biasanya menyenangkan dan diinginkan oleh pendengarnya. Oleh karena itu, Vinaya dkk mengatakan bising karena musik disebut bising rekreasi.13

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan rancangan potong lintang. Pada penelitian ini didapatkan total 18 sampel dengan mayoritas subjek penelitian adalah laki-laki sebanyak 18 pemain musik (100%), sedangkan tidak ada pemain musik perempuan (0%). Hal ini sesuai dengan penelitian Vinaya dkk, yang menyatakan bahwa laki – laki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi daripada perempuan yang disebabkan oleh paparan musik.13

Pada penelitian ini, rentang usia sampel penelitian pada 18 sampai 40 tahun. Pemain musik yang mengalami penurunan pendengaran sebanyak tiga orang, yaitu di usia 27 tahun, 35 tahun, serta 36 tahun. Pada penelitian Phillips dkk,

prevalensi kejadian NIHL meningkat mengikuti usia pemain musik. Pada siswa pemusik, kejadian NIHL sebanyak 11%, namun pada mahasiwa pemusik, kejadian NIHL sebanyak 33%.14

Jenis alat musik yang dipakai pada penelitian ini yaitu Drum (98–105 dB), Gitar (94–100 dB), Keyboard (93–104 dB), Bass (92–101 dB), Biola (90–99 dB). Pada penelitian Habibi dkk, didapatkan amplitude alat musik drum 102–110 dB, gitar 96,9–105,8 dB, Keyboard 93,4–103,4, Bass 94,5– 103 dB. Pada penelitian Vinaya dkk, sebuah konser pop rock dapat mencapai 100 dB, dengan puncak tertinggi 120–130 dB. Teori yang ada, apabila intensitas suara 100 dB, hanya boleh didengar selama 15 menit per hari.13,15

Pada penelitian ini, durasi paparan alat musik terhadap para pemain musik cukup bervariatif. Dari 18 sampel penelitian, terdapat 4 pemain yang memang pekerjaannya adalah professional musician dimana mereka berlatih atau bermain musik setiap hari. Mereka bermusik sebagai pekerjaan utama sehari-hari. Selain tampil pada konser / acara pernikahan / mengiringi makan malam, dalam sehari mereka akan terpapar dengan suara musik sekitar 3-5 jam. Terdapat 5 pemain yang menjadikan bermusik sebagai pekerjaan sampingan, selain mempunyai pekerjaan tetap lain. Sisanya terdapat 9 pemain musik yang hanya bermain musik untuk refreshing atau dapat jadwal bermusik di Gereja.

Pada penelitian Susan dan Phillips, professional musician bermain musik 7 hari per minggu, dengan bermain 5,5 jam per hari. Untuk orang yang belajar menjadi pemusik, mereka berlatih setiap hari. 2-5 jam, ditambah bermain musik bersama 2-3 jam per hari.16

Pada penelitian ini, masa paparan musik pada para pemain musik sudah cukup lama. Semua pemusik bermain musik selama lebih dari lima tahun. Hal yang sama pada penelitian Gholamreza dkk, dimana pemusik yang diteliti yaitu sudah bermusik lebih dari 5 tahun, dengan rata-rata bermusik selama 12 tahun.17

Penelitian lain menjelaskan tentang paparan musik dengan intensitas tinggi dan masa waktu yang lama dapat menyebabkan beberapa gejala gangguan pendengaran seperti tinnitus, hiperakusis, distorsi, hingga persepsi frekuensi abnormal.18 Lain halnya dengan paparan musik tanpa amplifikasi suara serta intensitas suara rendah pada beberapa waktu mempunyai dampak positif pada pemusik.4

Pada penelitian ini, terdapat 3 pemain musik yang mengalami penurunan ambang dengar. Yang pertama yaitu pemain drum, mengalami gangguan dengar pada kedua telinga sampai derajat ringan. Hal ini mungkin disebabkan karena drum adalah alat musik yang impulsif, yang lebih berbahaya daripada bising yang stabil.4,5

Pemain lain yang mengalami penurunan pendengaran yaitu pemain gitar (telinga kanan) serta pemain bass (telinga kiri), dimana terjadi gangguan pendengaran derajat ringan. Hal ini sesuai dengan penelitian Tania dkk tahun 2014, dimana posisi pemain dengan pemain lain, dengan loudspeaker, atau dengan alat musiknya sendiri, mempengaruhi gangguan dengar. Formasi pemusik di

penelitian ini yaitu drum di tengah, bass di kanan, dan gitar di kiri.18

Cheryls dkk menyebutkan, kesadaran pemusik terhadap bahaya NIHL cukup rendah. Pemain musik professional biasanya tidak menggunakan alat pelindung pendengaran, dikarenakan ingin lebih merasakan atau menghayati alunan musiknya.12

Penelitian lain cukup berbanding terbalik, dimana dikatakan oleh Tania dkk tahun 2014, bising industri tidak bisa di bandingkan dengan bising musik.18 Bising industri pasti dapat membuat gangguan dengar, pada professional musician lebih banyak terjadi peningkatan sensitifitas pendengaran daripada penurunan pendengaran. Menurut Vinaya dkk, paparan musik yang tidak teramplifikasi dan intensitas rendah berefek “protective mechanism of sound conditioning”.13 Selain itu, mendengarkan musik yang menyenangkan berefek relaksasi, membuat pemusik lebih tahan dari paparan permainan musiknya.5,8

Pada penelitian ini, seluruh sampel tidak ada yang mempunyai keluhan pendengaran seperti penurunan pendengaran, hiperakusis, tinnitus, dan lain sebagainya. Pada penelitian Kahari dkk tahun 2003, dari 139 pemusik rock dan pop, 68 pemusik mengalami NIHL dan 102 orang mengalami gejala gangguan dengar seperti tinnitus, hiperakusis, dan distorsi.19

SIMPULAN

Dari penelitian ini didapatkan total 18 sampel dengan jumlah seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Rentang usia pemain musik antara 18–40 tahun. Jenis alat musik yang dipakai pada penelitian ini yaitu Drum (98–105 dB), Gitar (94–100 dB), Keyboard (93–104 dB), Bass (92–101 dB), Biola (90–99 dB). Durasi paparan alat musik terhadap para pemain musik bervariatif, tersering yaitu tujuh kali seminggu, hingga satu kali seminggu. Masa paparan musik para pemain musik yaitu lebih dari lima tahun.

Terdapat tiga pemain musik yang mengalami penurunan ambang dengar, yaitu pemain drum yang kemungkinan disebabkan karena alat musik yang mengeluarkan suara impulsif. Pemain gitar dan pemain bass yang mengalami penurunan ambang dengar juga dimungkinkan karena posisi bermain berada disebelah pemain drum.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada divisi Neurootologi Departemen/KSM Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Weber PC, Khariwala S. Anatomy and physiology of hearing. Dalam: Johnson JT, Rosen CA, penyunting. Bailey’s Head and neck SurgeryOtolaryngology. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins. 2014; h. 2253-73.

  • 2.    Gacek RR, Gacek MR. Anatomy of the auditory and vestibular systems. Dalam: Snow JB Jr, Ballenger JJ, penyunting. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. Edisi ke-6. Ontario: BC Decker Inc. 2003; h. 1-24.

  • 3.    Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddim J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ketujuh. Badan Penerbit FK UI. Jakarta. 2017; h.14-19

  • 4.    Kumar A, Mathew K, Alexander SA, Kiran C. Output sound pressure levels of personal music systems and their effect on hearing. Noise Health, UK,

  • 5.    Myung GK, Seok MH, Hyun JS, Young DK, Chang IC, Seung GY. Hearing threshold of Korean adolescents associated with the use of personal music players. Yonsei Med J. 2009;50(6).

  • 6.    Vogel I, Verschuure H, van der Ploeg CPB, Brug J, Raat H. Estimating adolescent risk for hearing loss based on data from a large school-based survey. American Journal of Public Health. 2010;100(6).

  • 7.    Tantana O. Hubungan antara jenis kelamin, intensitas bising, dan masa paparan dengan risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising gamelan bali pada mahasiswa fakultas seni pertunjukan. Denpasar: Universitas udayana; 2014; h.5-10

  • 8.    Feuerstein J, Chasin M. Noise exposure and issues in hearing. Dalam: Katz J, Medwetsky L, Burkard R, Hood LJ, penyunting. Handbook of Clinical Audiology. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2009; h.678-98.

  • 9.    Eryani YM, Wibowo CA, Saftarina F. Faktor resiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising. Medula. 2017: 7 (4); h.112–17.

  • 10.    Kim J. Analysis of factors affecting output levels and frequencies of MP3 players. Korean J Audiol. 2013;17.

  • 11.    BA, R. E. (2012). Observations from a Musician with Hearing Loss. Music Issue, h.179-182.

  • 12.    Cheryl Peters, J. T. Noise and Hearing Loss in Musicians. School of Occuoational and Environmental Hygiene. 2005; h.15-18

  • 13.    Vinaya KC, D. F. Music Exposure and Hearing Disorders, an Overview. Informa healthcare. 2010; h.54-64.

  • 14.    Phillips, S. V. Prevalence of noise-induced hearing loss in student musicians. International Journal of Audiology. 2010; h.309-316.

  • 15.    Habibi, K. H. Hubungan Lama Paparan Bising Terhadap Kejadian Noise Induce Hearing Loss pada Musisi. 2010; h.21-23

  • 16.    Susan L Phillips, S. M. (2015). Sound Level Measurement in Music Practice Rooms. Music Performance Research. 2015; h.15-20.

  • 17.    Gholamreza Pouryaghoub, R. M. Noise Induced Hearing Loss Among Professional Musicians. Journal of Occupational Health. 2017; h.33-37.

  • 18.    Tania Schink, G. K. Incidence and Relative Risk of Hearing Disorders in Professional Musicians. Occup Environ Med. 2014; h.5-10

  • 19.    Kim Kaharit Gunilla Zachau, Mats Eklof, Leif Sandsjo, Claes Mollen Assessment of Hearing and Hearing Disorders in Rock/Jazz Musicians. Goteborg: National Institute for Working Life/West, Department of Audiology, Goteborg University, 2003; h.20-25

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i9.P05

29