ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.9,SEPTEMEBER, 2022

I—,⅛ o λ  Idirectoryof

;      OPEN ACCESS

IJOURNALS


Diterima: 2022-03-29 Revisi: 2022-07-28 Accepted: 25-09-2022

GAMBARAN PENGETAHUAN DOKTER PPDS DI RSUP SANGLAH TERHADAP PENGISIAN KOLOM PENYEBAB KEMATIAN BERDASARKAN ICD-10 DAN PROSEDUR MEDIKOLEGAL PENERBITAN SERTIFIKAT KEMATIAN DI INDONESIA

Nadia Nathania1, Henky2, Ida Bagus Alit2, Kunthi Yulianti2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sertifikat kematian adalah salah satu dokumen terpenting yang dikeluarkan oleh tenaga kesehatan. Namun, di Indonesia, sertifikat tersebut seringkali tidak memenuhi standar WHO. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan residen RSUP Sanglah tentang cara pengisian kolom sebab kematian pada sertifikat kematian menurut ICD-10 dan prosedur medikolegal di Indonesia. Studi yang dilakukan merupakan studi deskriptif potong lintang melalui kuesioner online dan offline dan data yang dikumpulkan kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan analisis data dilakukan dengan analisis univariat. Dari total 196 responden, tidak ada responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 10,71% memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 89,29% memiliki tingkat pengetahuan kurang. Ketika setiap bagian kuesioner dinilai secara individual juga ditemukan bahwa hanya 10,71% responden yang menunjukkan tingkat pengetahuan teoritis yang baik dan tidak ada responden yang menunjukkan tingkat pengetahuan praktis yang baik dengan “kesalahan diagnosis” sebagai kesalahan yang paling sering ditemukan.

Kata kunci : Sertifikat Kematian., ICD-10., Pengetahuan Dokter

ABSTRACT

Death certificate is one of the most important documents issued by a healthcare professional. However in Indonesia, these certificates often do not meet WHO standards. This study aims to find out the current state of residents in Sanglah General Hospital’s level of knowledge on how to fill the cause of death column on the death certificate according to the ICD-10 and the medicolegal procedure in Indonesia. In order to do this, a cross sectional descriptive study via online and offline questionnaires and the collected data is then presented in tabular form and data analysis is carried out by univariate analysis. From a total of 196 respondents, none of the respondents had a good level of knowledge, while 10.71% had a sufficient level of knowledge, and 89.29% had a poor level of knowledge. When each part of the questionnaire was assessed individually, it was also found that only 10.71% of respondents showed a good level of theoretical knowledge and none showed a good level of practical knowledge with “misdiagnoses” as the most commonly found error.

Keywords : Death Certificate., ICD-10., Physician’s Knowledge

PENDAHULUAN

Melakukan pendataan adalah salah satu peran penting dari semua tenaga kesehatan. Meskipun begitu, peran ini seringkali tidak terlalu dianggap oleh orang-orang pada umumnya. Hal ini sangat disayangkan karena hasil pendataan yang dilakukan oleh tenaga-tenaga medis diperlukan dalam keperluan legal seperti dalam klaim asuransi dan merupakan sumber utama data angka kematian, angka harapan hidup, atau data statistik lainnya yang dapat menjadi acuan pemerintah dan peneliti dalam menentukan prioritas utama kebijakan-kebijakan baru dan hal apa saja yang perlu diteliti lebih lagi dalam bidang kesehatan.1

Statistik mortalitas merupakan salah satu luaran dari data-data dan data yang dipakai dalam penyusunan statistik mortalitas ini biasanya diperoleh dari sertifikat kematian yang diterbitkan oleh rumah sakit. Agar bisa memperoleh gambaran yang paling akurat mengenai bagaimana situasi kesehatan yang ada, tentunya sertifikat kesehatan yang ada harus diisi dengan selengkap dan seakurat mungkin sesuai dengan standar yang berlaku, terutama dalam pengisian kolom penyebab kematian.2

Seperti kebanyakan negara lainnya, Indonesia memakai format kolom penyebab kematian yang dibuat oleh World Health Organization (WHO) yang mana sertifikat kematian pada umumnya dibagi menjadi dua bagian. Bagian yang pertama berisikan penyakit-penyakit yang terlibat secara langsung dalam terjadinya kematian yang dilaporkan, sedangkan bagian kedua berisikan kondisi yang tidak secara langsung menyebabkan kematian tersebut tetapi juga berkontribusi dalam terjadinya kematian. Pada bagian pertama, penyebab kematian akan diurutkan berdasarkan hubungan sebab-akibatnya sehingga penyebab kematian ditulis di baris paling atas dan penyebab dasar kematian atau underlying cause of death di paling bawah. Pada sertifikat juga terdapat kolom untuk rentang waktu antara satu kondisi dengan kondisi selanjutnya.3

Demi mencapai hasil yang paling akurat, seorang dokter harus menguasai pengetahuan medis terlebih dahulu dan mengembangkan cara berpikir yang kritis agar bisa menentukan urutan yang tepat dan melihat benang merah antara kejadian-kejadian yang mengelilingi waktu kematian, sehingga dapat menemukan penyebab yang sebenarnya dari suatu kematian.

Selain itu diperlukan juga pengetahuan akan standar sertifikat kematian yang ada sehingga informasi yang dimuat dalam sertifikat kematian tersebut sesuai dengan yang diperlukan.3

Di Indonesia, pengisian kolom penyebab kematian masih belum dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Hingga saat ini, pelaporan data kematian masih belum memadai dan belum terstandar menurut International Classification of Diseases-10 atau ICD-10. Pernyataan ini didukung juga oleh sejumlah penelitian-penelitian lain di berbagai rumah sakit di Indonesia. Dalam penelitiannya, Nuryati dan Hidayat1 menemukan bahwa di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta penulisan kolom penyebab kematian masih belum mengikuti prinsip umum atau aturan 1, 2, dan 3 sesuai Buku Panduan Penentuan Kode Penyebab Kematian Menurut ICD-10. Penentuan kode penyebab dasar kematian hanya berdasarkan diagnosis dokter dan staf coding hanya mengkode diagnosis tanpa melakukan pemeriksaan kembali. Selain itu, 30,41% dari kematian yang diteliti memiliki urutan penyakit menuju kematian yang tidak tepat dan 20,47% dari kematian yang diteliti juga memiliki penyebab dasar kematian yang tidak akurat.

Di RSUP Sanglah juga ditemukan juga bahwa dari 1630 sertifikat penyebab kematian, 94,5% sudah diisi dengan lengkap dan 73,7% sudah diisi dengan tepat. Meskipun begitu, masih ada 72,9% sertifikat yang menggunakan singkatan dalam pengisian. Selain itu masih ada sertifikat penyebab kematian yang kondisinya tidak dijabarkan secara spesifik (13,7%), hanya menulis mekanisme kematian (23,3%), penggunaan kata “dugaan” dan “mungkin” (17,1%). Oleh sebab itu, secara keseluruhan hanya 2,58% dari 1630 sertifikat penyebab kematian yang diisi sesuai dengan prosedur ICD-10.4

Ada beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab dari ketidaktepatan sertifikat-sertifikat ini. Dalam penelitian mengenai ketidaktepatan penentuan kode penyebab dasar kematian di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga, dikatakan bahwa ketidaktepatan penentuan kode terjadi karena petugas menetapkan kode penyebab dasar kematian berdasarkan kode dari diagnosis utama yang ditulis dalam status pasien.5 Di lain pihak, pada Rumah Sakit Panti Rapih ditemukan bahwa kendalanya berada pada tidak adanya uraian tugas atau standar prosedur operasional yang mengatur, fasilitas yang belum lengkap untuk pelaksanaan coding, penulisan penyebab kematian yang salah, dan tidak ada evaluasi.1 Namun, pada RSUP Sanglah hal ini diperkirakan terjadi karena dokter-dokter yang bertugas di RSUP Sanglah masih belum sepenuhnya mengenal pedoman pengisian kolom kematian yang dibuat oleh WHO, namun hal ini masih belum dibuktikan.5

Penelitian mengenai tingkat pengetahuan dokter dalam mengisi sertifikat kematian masih minim di Indonesia. Hasil penemuan saat ini yang diperoleh melalui penelitian pada salah satu rumah sakit tersier di Bandung mengenai tingkat pengetahuan dokter dan keterampilan dokter dalam mengisi kolom penyebab kematian berdasarkan standar WHO menemukan bahwa hanya 58,1% dari dokter yang berpartisipasi dalam penelitian tersebut yang memahami bagaimana cara pengisian kolom penyebab kematian sesuai dengan standar WHO dan hanya 20,8% mampu mengisi penyebab kematian medis dengan benar dan lengkap pada soal ilustrasi kasus yang diberikan. Dari total 142 kesalahan penulisan penyebab kematian yang ditemukan, sebagian besar kesalahan (75,4%) terjadi pada penulisan kondisi akhir dimana masih banyak yang

mencantumkan gagal napas, henti napas, henti jantung, aritmia dan fibrilasi ventrikel.6

Banyaknya tingkat kesalahan yang ditemukan pada penulisan kolom penyebab kematian merupakan masalah yang harus segera dituntaskan karena kesalahan pada pemilihan penyebab dapat berdampak pada hasil data statistik mortalitas yang diperoleh. Pemilihan penyebab yang tidak tepat akan membuat data statistik mortalitas yang diperoleh juga tidak tepat sehingga kelak kebijakan yang dihasilkan berdasarkan data tersebut tidak akan mencerminkan kenyataan yang ada. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut tentang topik ini, khususnya mengenai tingkat pengetahuan dokter yang sedang menempuh program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di RSUP Sanglah terhadap pengisian kolom penyebab kematian berdasarkan ICD-10 dan prosedur medikolegal penerbitan sertifikat kematian di Indonesia.

BAHAN DAN METODE

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif potong lintang dengan melakukan penyebaran kuesioner yang dilakukan secara online dan offline kepada dokter-dokter yang sedang menempuh pendidikan dokter spesialis di RSUP Sanglah, denpasar, untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dokter PPDS di RSUP Sanglah akan pengisian kolom penyebab kematian sesuai ICD-10 dan prosedur medikolegal di Indonesia. Tingkat pengetahuan yang baik disini adalah dimana dokter memahami bagaimana cara mengisi kolom penyebab kematian berdasarkan ICD-10 dan prosedur medikolegal, dan juga mampu mengisi dengan tepat dan lengkap.

Sampel penelitian meliputi Dokter PPDS yang statusnya masih aktif pada saat penelitian berlangsung dan yang ada di program studi yang terlibat secara langsung dalam penulisan sertifikat kematian, yaitu Program Studi Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Paru, Bedah Saraf, Neurologi, Jantung dan Pembuluh Darah, Anestesiologi dan Reanimasi, dan Orthopaedi dan Traumatologi. Jumlah minimal sampel adalah 196 dengan menggunakan rumus Slovin. Setelah itu dilakukan penambahan sebanyak 10% untuk mengantisipasi dropout.

Kuesioner yang digunakan memiliki tiga bagian, yang mana bagian pertama berisikan identitas dan bagian kedua dan ketiga menilai tingkat pengetahuan. Tingkat pengetahuan dinilai dari beberapa aspek, yaitu pengetahuan secara teori mengenai cara pengisian kolom penyebab kematian dan penerbitan sertifikat kematian, ketepatan penyebab yang dipilih dan urutan penyebab tersebut, ketepatan urutan yang ditetapkan, ketepatan penulisan, dan kelengkapan penulisan. Pada bagian kedua, dikatakan bahwa tingkat pengetahuan secara teori sudah baik apabila bisa menjawab 78% atau lebih dari pertanyaan. Pada bagian ketiga jawaban responden akan dinilai ketepatan serta kelengkapannya. Responden dikatakan memiliki pengetahuan yang baik secara praktik apabila jumlah jawaban yang benar mencapai 78% atau lebih. Nilai cut off dipilih berdasarkan Pedoman Akademik Universitas Udayana Tahun 2019.7 Tingkat pengetahuan dikatakan baik apabila pada kedua bagian hasilnya benar, cukup bila hanya salah satu, dan kurang bila tidak ada. Kuesioner sudah

diuji validitasnya terlebih dahulu pada dokter PPDS dari Program Studi Ilmu Penyakit Anak.

Jawaban pada bagian ketiga kemudian dianalisis kembali untuk melihat kesalahan apa saja yang dapat ditemukan pada jawaban-jawaban responden. Kesalahan yang ditemukan dikelompokkan menjadi dua, yaitu kesalahan mayor dan minor. Kesalahan mayor mencakup tidak adanya penyebab setelah mekanisme kematian, diagnosis yang tidak spesifik, urutan yang tidak logis, salah diagnosis, dan rangkaian penyakit yang tidak beruhubungan. Kesalahan minor mencakup penggunaan singkatan, kata “mungkin” dan “dugaan”, penulisan lebih dari satu penyakit pada baris yang sama, dan pengulangan penyakit yang sudah ditulis sebelumnya pada baris lain.

Penyebaran kuesioner dilakukan setelah memperoleh izin dari komisi etik dengan laik etik 429/UN14.2.2.VII.14/LT/2021 dan berlangsung selama 6 bulan dari Juli 2021-Desember 2021. Setelah dikumpulkan kembali, jawaban kuesioner dianalisis secara univariat.

HASIL

Penelitian yang berlangsung dari bulan Juli hingga Desember 2021 ini diikuti oleh 196 dokter dari Prodi Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Paru, Bedah Saraf, Neurologi, Jantung dan Pembuluh Darah, Anestesiologi dan Reanimasi, serta Orthopaedi dan Traumatologi.

Di antara 196 responden, tidak ada yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik, 21 (10,71%) memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, dan 175 (89,29%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang buruk (tabel 1).

Tabel 1.     Klasifikasi tingkat pengetahuan partisipan

Tingkat pengetahuan

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Baik

0

0,00

Cukup

21

10,71

Kurang

175

89,29

Pada bagian kedua tabel 2, tingkat pengetahuan responden dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu baik dan kurang. Agar responden bisa mendapatkan hasil yang “baik” pada bagian kedua, dibutuhkan nilai setidaknya 78 pada kuesioner di bagian tersebut. Setelah skor dihitung, ditemukan bahwa dari skor 196 responden, 21 (35,20%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik secara teori sedangkan 175 (64,80%) responden lainnya memperoleh hasil yang kurang dengan nilai rata-rata 62,48, nilai tertinggi 90,33, dan nilai terendah 0. Kesalahan paling banyak ditemukan pada pertanyaan nomor 11 tentang penulisan “gagal napas” sebagai penyebab kematian dan nomor 8 tentang tipe penyebab kematian yang dituliskan pada baris Ia pada formulir keterangan penyebab kematian.

Tabel 2.

Hasil penilaian bagian 2

Hasil

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Baik

21

10,71

Kurang

175

89,29

Pada bagian ketiga (tabel 3) yang menilai tingkat pengetahuan secara praktis, semua responden memperoleh hasil yang kurang. Pada bagian ini diperoleh nilai rata-rata 1,53, nilai tertinggi 66,67, dan nilai terendah 0.

Tabel 3.

Hasil penilaian bagian 3

Hasil

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Baik

0

0,00

Kurang

196

100,00

Secara garis besar, kesalahan yang ditemukan pada bagian ketiga dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kesalahan mayor dan minor (tabel 4). Kesalahan mayor meliputi tidak adanya penyebab setelah mekanisme kematian, diagnosis yang tidak spesifik, urutan yang tidak logis, salah diagnosis, dan rangkaian penyakit yang tidak berhubungan. Kesalahan minor meliputi penggunaan singkatan, kata “mungkin” dan “dugaan”, penulisan lebih dari satu penyakit pada baris yang sama, dan pengulangan penyakit yang sudah ditulis sebelumnya pada baris lain. Dari seluruh jawaban pada bagian 3, ditemukan sebanyak 1020 kesalahan yang terdiri atas 740 (72,55%) kesalahan mayor dan 280 (27,45%) kesalahan minor.

Tabel 4. Distribusi kesalahan pada bagian 3

Hasil

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Total kesalahan

1020

100,00

Kesalahan Mayor

740

72,55

Mekanisme tanpa penyebab

11

1,08

Diagnosis yang tidak spesifik

277

27,16

Urutan yang tidak

88

8,63

logis

Salah diagnosis

339

33,24

Penyakit yang tidak saling berhubungan

25

2,45

Kesalahan Minor

280

27,45

Kata

2

0,20

mungkin/dugaan Penggunaan

171

16,76

singkatan

Lebih dari satu

53

5,20

penyakit pada satu baris

Penyakit yang ditulis lebih dari sekali

54

5,29

Kesalahan yang paling sering ditemukan pada bagian ini adalah kesalahan diagnosis yang mencakup 33,24% dari semua kesalahan pada bagian ini. Tipe kesalahan ini juga tipe kesalahan mayor yang paling banyak ditemukan dengan persentase sebesar

45,51%, diikuti oleh diagnosis yang tidak spesifik, seperti “henti jantung” dan henti “napas”, dengan persentase sebesar 37,43% (tabel 5). Dapat dilihat bahwa pada tabel 6 yang merepresentasikan distribusi kesalahan minor, tipe kesalahan minor yang paling banyak ditemukan adalah penggunaan singkatan (61,07%) dan penulisan ulang penyakit yang sudah dituliskan pada baris yang lain (19,29%). Interval yang biasanya ada pada bagian kedua tidak bisa diperiksa karena kuesioner yang dipakai disesuaikan dengan format yang ada di RSUP Sanglah.

Tabel 5. Distribusi kesalahan mayor

Kesalahan Mayor

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Total kesalahan

740

100,00

Mekanisme tanpa penyebab

11

1,49

Diagnosis yang tidak

277

37,43

spesifik

Urutan yang tidak

88

11,89

logis

Salah diagnosis

339

45,81

Penyakit yang tidak saling berhubungan

25

3,38

Tabel 6.     Distribusi kesalahan minor

Kesalahan bagian 3

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Total kesalahan

280

100,00

Kata mungkin/dugaan

2

0,71

Penggunaan singkatan

171

61,07

Lebih dari satu penyakit

53

18,93

pada satu baris

Penyakit yang ditulis

54

19,29

lebih dari sekali

1. PEMBAHASAN

Apabila sertifikat kematian merupakan salah satu penyumbang terbesar dari data statistik mortalitas kita sekarang, maka bisa dikatakan bahwa statistik mortalitas yang ada kini berada pada kondisi yang kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya akurasi pada sertifikat kematian, sumber utama dari sebagian besar data statistik mortalitas dunia, yang bisa kita lihat pada penelitian-penelitian yang sudah dilakukan oleh berbagai negara di dunia. Pokale dan Karmakar8, salah satunya, menemukan bahwa hanya 7% dari sertifikat kematian yang dianalisis terbebas dari kesalahan apapun. Alipour dan Payandeh9 bahkan menemukan bahwa 99,89% dari sertifikat yang mereka analisis memiliki setidaknya satu jenis kesalahan. Tren ketidakakuratan ini juga bisa ditemukan pada negara-negara lain seperti Korea, Bangladesh, Palestina, Arab, dan salah satunya juga Indonesia.5,10-12

Berdasarkan hasil yang sudah diperoleh, jumlah residen di RSUP Sanglah dengan tingkat pengetahuan akan penulisan sertifikat kematian masih sangat sedikit. Jika dilihat dari hasil pengisian kuesioner yang disebarkan pada penelitian ini, tidak ada yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik, 21 (10,71%)

memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, dan 175 (89,29%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang buruk.

Pada bagian kedua, responden diminta untuk menilai apakah pernyataan yang pada kuesioner benar atau salah. Pada bagian ini ditemukan bahwa 10,71% dari partisipan memiliki tingkat pengetahuan yang baik sedangkan 89,29% partisipan lainnya memperoleh hasil yang kurang. Hasil ini masih lebih sedikit dibandingkan dengan Windasari, Adibah dan Sayusman6 yang menemukan bahwa 58,1% dari respondennya memiliki tingkat pengetahuan yang baik dari segi teori dan penelitian Bishwalata, Devi, Erora, dan Akham13 yang menemukan bahwa hanya 26,3% dengan model penelitian yang serupa. Meskipun begitu, hal ini mungkin terjadi karena perbedaan cut-off point yang digunakan dalam kuesioner kedua penelitian ini.

Partisipan lebih banyak memiliki masalah dalam mengerjakan soal kasus yang terdapat pada bagian 3 dibandingkan bagian 2; semua partisipan memperoleh hasil yang kurang. Hasil ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil dari penelitian-penelitian dengan metode yang serupa. Sebagai contoh, pada penelitian Qaddumi, Nazzal, Yacoub dan Mansour14 yang melakukan penelitian dengan soal kasus saja memperoleh angka keberhasilan sebesar 40,6% dan dengan Windasari, Adibah dan Sayusman6 yang memperoleh angka keberhasilan sebesar 34,4%. Hal ini mungkin terjadi karena perbedaan pada tingkat kesulitan pada kuesioner yang digunakan pada penelitian ini.

Dalam analisis lebih lanjut yang dilakukan pada bagian 3, kesalahan yang terdapat pada jawaban responden telah dikategorikan menjadi dua, yaitu kesalahan mayor dan minor. Jika dibandingkan jumlah keduanya, didapatkan bahwa kesalahan mayor lebih banyak ditemui dibandingkan kesalahan minor pada penelitian ini dengan proporsi sebesar 72,55% dan 27,45% masing-masing. Hasil ini berbeda dengan penelitian lain yang serupa dimana kesalahan mayor yang ditemukan lebih sedikit dibandingkan dengan kesalahan minor.14 Hal ini dikarenakan oleh perbedaan persepsi akan kesalahan mayor dan minor antara kedua penelitian ini.

Kesalahan yang paling sering ditemukan pada bagian ini adalah kesalahan diagnosis yang mencakup 33,24% dari semua kesalahan pada bagian ini dan 45,51% dari kesalahan mayor yang ditemukan. Kesalahan diagnosis di sini mencakup kesalahan pemilihan diagnosis, tidak adanya diagnosis yang seharusnya ada, serta penempatan penyakit yang seharusnya pada bagian I ke bagian II dan sebaliknya. Kesalahan tipe ini cukup sering ditemui juga pada penelitian serupa dan pada praktik sehari-hari. Alipour dan Payandeh9 menemukan bahwa tidak adanya komorbiditas penting pada bagian kedua dapat ditemukan pada 90,8% dari sertifikat kematian yang dianalisis. Yoon, Kim, dan Lee10 juga menemukan kurangnya komorbiditas di bagian 2 adalah kesalahan terbanyak yang ditemukan pada sertifikat yang dianalisis. Aljerian12 bahkan menemukan bahwa pencantuman penyebab kematian yang salah atau tidak adanya penyebab kematian dapat ditemukan pada 100% dari sertifikat yang diteliti.

Kesalahan mayor lain yang juga sering ditemukan adalah penulisan diagnosis yang tidak spesifik atau tidak bisa diterima, seperti “henti jantung” dan “henti napas”, dengan persentase sebesar 37,43%. Selain itu tipe jawaban yang tidak spesifik yang sering ditemui pada bagian ini juga mencakup diagnosis seperti “infeksi” dan “multiorgan failure”. Jika dilihat pada bagian dua, pertanyaan mengenai penulisan “gagal napas” juga merupakan

pertanyaan dengan jumlah jawaban salah yang paling banyak dengan persentase sebesar 70,41%. Pertanyaan mengenai “henti jantung” dan “henti napas” memiliki tingkat kesalahan yang relatif tinggi dibandingkan pertanyaan lainnya dengan proporsi sebesar 40,82% dan 36,22% masing-masing. Penelitian yang serupa juga menemukan bahwa penulisan terminal events sebagai penyebab kematian pada 75,4% dari responden yang diteliti.6 Pada praktiknya, kesalahan ini juga merupakan salah satu kesalahan yang paling sering ditemui pada sertifikat kematian. Alipour dan Payandeh9 menemukan tipe kesalahan ini pada 56,3% dari sertifikat yang diteliti.

Tipe kesalahan minor yang paling banyak ditemukan adalah penggunaan singkatan yang mencakup hingga 61,07% dari kesalahan minor yang ditemukan dan 16,76% dari kesalahan yang ada di bagian 3. Penggunaan singkatan juga merupakan kesalahan minor terbanyak yang ditemui oleh Qaddumi, Nazzal, Yacoub dan Mansour14 dengan persentase sebesar 84.7% dan Hazard dkk11 juga menemukan kesalahan ini pada 50,7% dari sertifikat yang dianalisis. Namun, pada bagian 2, pertanyaan mengenai penggunaan singkatan pada sertifikat kematian dijawab dengan benar oleh 89,8% dari responden. Hal ini mungkin terjadi karena sifat penelitian yang berupa kuesioner simulasi, hasil mungkin bisa berbeda pada sertifikat yang sebenarnya.

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian ini masih salah satu dari sedikit penelitian di negara ini yang membahas ketidakakuratan sertifikat kematian dan pengetahuan dokter tentang cara pengisian sertifikat kematian sesuai dengan ICD-10 dan prosedur medikolegal di Indonesia. Penelitian ini juga merupakan salah satu dari sedikit penelitian yang tersedia sampai sekarang yang secara khusus telah menguji pengetahuan dokter dalam sertifikat kematian dengan metode seperti ini. Akan tetapi, penulis juga harus mengakui bahwa penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan ini mencakup sifat deskriptif dari penelitian ini sehingga ada atau tidak adanya korelasi antara faktor yang dinilai tidak bisa dianalisis, probabilitas tinggi bias karena perbedaan asal departemen residen yang mengikuti penelitian ini, perbedaan lama studi dan pengalaman praktik klinis dari responden, serta ketidakmampuan kami untuk mencantumkan departemen asal pada kuesioner penelitian karena alasan etis, ketidakmampuan untuk memastikan jenis pelatihan yang diterima responden baik dari segi penyelenggara, bentuk, hingga lama pelatihan, dan terakhir, karena penelitian berbasis kuesioner, yang sebagian dilakukan secara online juga, akan sulit untuk membedakan apakah pertanyaan-pertanyaan ini dijawab dengan sungguh-sungguh oleh responden atau tidak. Namun, penulis percaya bahwa penelitian ini masih berguna sebagai deskripsi umum dari keadaan kita saat ini.

  • 2.    SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, dokter yang menempuh pendidikan dokter spesialis di RSUP Sanglah masih memiliki tingkat pengetahuan yang kurang mengenai cara pengisian kolom penyebab kematian berdasarkan ICD-10 dan prosedur medikolegal penerbitan sertifikat kematian di Indonesia baik dari segi teori dan praktik. Hasil dari bagian kedua menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden tidak memiliki tingkat pengetahuan yang baik secara teori. Kesalahan paling banyak ditemukan pada pertanyaan tentang penulisan “gagal napas” sebagai penyebab kematian dan tentang tipe penyebab kematian

yang dituliskan pada baris Ia pada formulir keterangan penyebab kematian. Secara praktis responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang. Ditemukan juga pada penelitian ini bahwa kesalahan mayor lebih banyak ditemukan dibandingkan kesalahan minor, dimana kesalahan yang paling banyak ditemukan adalah kesalahan diagnosis.

Penulis berharap bahwa kedepannya penelitian ini bisa dikembangkan lagi dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak untuk meningkatkan validitas dari hasil yang ditemukan. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan pre-test dan post-test saat pelaksanaan pelatihan diikuti oleh follow-up setelah jangka waktu tertentu untuk melihat dampak dari pelatihan dengan lebih jelas. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter yang mengisi, misalnya riwayat pelatihan dan pengalaman.

  • 3.    KONFLIK KEPENTINGAN

Tidak ada.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Nuryati, Hidayat T. EVALUASI KETEPATAN KODE DIAGNOSIS PENYEBAB DASAR KEMATIAN BERDASARKAN ICD-10 DI RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia (JMIKI). 2014;2(1).82-89

  • 2.    McGivern L, Shulman L, Carney JK, Shapiro S, Bundock E. Death Certification Errors and the Effect on Mortality Statistics. Public Health Rep. 2017;132(6):669-675. doi:10.1177/0033354917736514

  • 3.    WHO. International statistical classification of diseases and related health problems, 10th revision, 5th ed, 2016.Geneva: World Health Organization: 2016. h.31-39.

  • 4.    Henky. ‘Gambaran pengisian kolom penyebab kematian pada sertifikat penyebab kematian di RSUP Sanglah Denpasar’,. 2018    49(3), pp. 372–375. doi:

10.15562/Medicina.v49i3.245.

  • 5.    Pratiwi, Eka Y. Ketepatan Penentuan Kode Penyebab Dasar Kematian Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga Triwulan IV Tahun 2010. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia (JMIKI). 2013;1(1).

  • 6.    Windasari N, Adibah N, Sayusman C. Gambaran Pengetahuan dan Keterampilan Dokter tentang Pengisian Penyebab Kematian Medis (Medical Cause of Death) Berdasarkan Standar ICD-10 di RS Tersier di Bandung. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019;8(2):325

  • 7.    Tim penyusun pedoman akademik universitas udayana tahun akademik 2019/2020  -. Pedoman Akademik

Universitas Udayana Tahun 2019. Universitas Udayana; 2019.

  • 8.    Pokale A, Karmarkar M D, Knowledge of Medical Certificate of Cause of Death amongst Doctors and Errors in Certification. Indian J Forensic Community Med 2016;3(3):156-162

  • 9.    Alipour J, Payandeh A. Common errors in reporting cause-of-death statement on death certificates: A systematic review and meta-analysis. J Forensic Leg Med. 2021;82:102220. doi:10.1016/j.jflm.2021.102220

  • 10.    Yoon, S., Kim, R. dan Lee, C.. Analysis of Death Certificate Errors of a University Hospital Emergency Room. Korean Journal of Legal Medicine, 2017. 41(3):61.

  • 11.    Hazard RH, Chowdhury HR, Adair T, et al. The quality of medical death certification of cause of death in hospitals in rural Bangladesh: impact of introducing the International Form of Medical Certificate of Cause of Death. BMC Health Serv Res. 2017;17(1):688. Published 2017 Oct 2. doi:10.1186/s12913-017-2628-y

  • 12.    Aljerian K. Death certificate errors in one Saudi Arabian hospital.      Death      Stud.      2019;43(5):311-315.

doi:10.1080/07481187.2018.1461712

  • 13.    Bishwalata R, Devi N, Erora K, Akham N. A cross-sectional study on the knowledge and practice of medical certification of cause of death among junior doctors in a tertiary hospital in North-East India. International Journal Of Community Medicine And Public Health. 2020;7(9):3659.

  • 14.    Qaddumi JAS, Nazzal Z, Yacoub A, Mansour M. Physicians' knowledge and practice on death certification in the North West Bank, Palestine: across sectional study. BMC Health Serv Res. 2018;18(1):8. Published 2018 Jan 8. doi:10.1186/s12913-017-2814-y

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i9.P02

12