ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.7,JULI, 2022


Diterima: 2022-05-27. Revisi: 28 -06- 2022 Accepted: 25-07-2022

KORELASI ADC VALUE DENGAN DERAJAT FAZEKAS PADA MRI KEPALA PASIEN DENGAN LEUKOARAIOSIS

Sumantri1, Bachtiar Murtala1, Junus Baan1, Andi Alfian2, Cahyono Kaelan3, Muhammad Ilyas1

1Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia 2Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia 3Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia1.

sumantrirad@gmail.com

ABSTRAK

Peranan MRI kepala sangat penting dalam penegakan leukoaraiosis dengan menggunakan derajat Fazekas, dimana ADC value juga berperan dalam mengenal impendansi air pada sel-sel akibat peningkatan ruang ekstraselular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan derajat Fazekas dengan ADC value pada pasien dengan Leukoaraiosis pada pemeriksaan MRI kepala.

Desain penelitian berupa retrospective cross-sectional dilakukan pada 140 pasien berumur di atas 40 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan menjalani pemeriksaan MRI kepala. Analisa karakteristik gambaran leukoaraiosis dilakukan pada sekuen T2-Flair untuk menentukan derajat Fazekas, sedangkan nilai ADC value ditentukan pada area white matter di periventrikel. Perbedaan proporsi ADC value berdasarkan derajat Fazekas diuji dengan uji spearman.

Hasil dari studi yang didapat menunjukan kenaikan nilai ADC value yang berbanding lurus dengan derajat Fazekas, semakin tinggi derajat Fazekas maka nilai dari ADC value di area white matter akan mendekati nilai ADC value pada CSF. Pada uji spearman terdapat korelasi yang bermakna antara derajat Fazekas dengan ADC value , dan memiliki kekuatan korelasi sangat kuat dan searah (p<0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah semakin tinggi derajat Fazekas maka semakin tinggi pula nilai ADC value dengan nilai maksimal yang mendekati nilai ADC Value dari CSF.

Kata kunci : MRI kepala, leukoaraiosis, Fazekas, ADC value

ABSTRACT

Magnetic Resonance Imaging (MRI) brain plays an important role in establishing diagnosis of leukoaraiosis using Fazekas score, where the ADC value also plays a role in recognizing the water impedance in cells due to increased extracellular space. This study aims to determine the relationship between Fazekas score and the ADC value in patients with leukoaraiosis on MRI head examination.

The study design was a retrospective cross-sectional study conducted on 140 patients aged over 40 years who met the inclusion criteria and underwent MRI head examination. Analysis of the leukoaraiosis characteristics was performed on the T2-flair sequence to determine the Fazekas score, while the ADC value was determined in the periventricular white matter area.The difference in the proportion of ADC value according to Fazekas score was tested with the Spearman test.

From the data obtained, it shows that the increase in the ADC value is directly proportional to the Fazekas score, the higher the Fazekas score affect the value of ADC value in the white matter area will approach the ADC value in the CSF. In the Spearman test there is a significant correlation between Fazekas score and the ADC value, which has very strong and unidirectional correlation (p<0.05). The conclusion of this study is that the higher the Fazekas score , the higher the ADC value with a maximum value that is close to the ADC Value of the CSF.

Keywords : MRI Brain, leukoaraiosis, Fazekas, ADC value.

PENDAHULUAN

Leukoaraiosis atau white matter hiperintensitymerupakan gambaran patologis pada white matter di otak manusia. Penyebab lesi ini dipercaya disebabkan karena adanya gangguan perfusi pada pembuluh darah arteriola yang mengalir ke struktur otak di bagian dalam. Implikasi klinis dari leukoaraiosis bervariasi dari

tidak bergejala sampai adanya gangguan neurologis. Temuan neuroimaging ini sangat berkaitan dengan usia lanjut dimana banyak terjadi infark lakuner meskipun tanpa gejala, dan dapat pula menimbulkan gejala klinis yang bervariasi dari derajat ringan sampai gejala yang dapat dirasakan oleh penderita.1,2

Beberapa studi community-based mengambarkan kelainan white matter lesion dapat saja timbul pada usia yang

KORELASI ADC VALUE DENGAN DERAJAT FAZEKAS PADA MRI KEPALA PASIEN DENGAN LEUKOARAIOSIS.. Sumantri1 , Bachtiar Murtala1, Junus Baan1, Andi Alfian2, Cahyono Kaelan3, Muhammad Ilyas1

lebih muda namun prevalensinya bertambah seiring dengan umur, dan dikatakan hampir semua orang usia lanjut memiliki kelainan ini , yang bervariasi dari small punctate hingga lesi konfluens yang besar. Pada studi Cerebral Abnormality in Migraine, and Epidemiological Risk Analysis study (CAMERA) mengatakan prevalensi dari white matter lesion dari penderita non-migraine meningkat dari angka 42% pada usia 30-40 tahun menjadi 70% pada usia 50-65 tahun. Penelitian dari Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) menemukan prevalensi white matters lesion angkanya cukup tinggi pada usia 55 tahun yaitu 88% dan 95% pada usia 65 tahun. Lesi yang lebih berat ditemukan sekitar 6,5% pada usia 55 tahun dan meningkat sebesar 19,5% pada usia 65 tahun. Studi Rotterdam Scan Study (RSS) menemukan pada rentang usia 60-90 tahun dapat ditemukan adanya white matter lesions pada 95% peserta dan derajat lesinya berbanding lurus dengan bertambahnya usia.3

Perubahan white matter pada area dengan leukoaraiosis muncul sebagai area atenuasi rendah (hypodense) pada CT atau area dengan high intensity pada sekuen T2-weighted atau T2Flair pada pemeriksaan MRI.4 Pemeriksaan MRI seyogyanya lebih sensitif daripada CT dalam mendeteksi lesi berukuran kecil. Pada pemeriksaan MRI, leukoaraiosis dievaluasi dengan menggunakan sekuens T2-weighted dan T2-FLAIR untuk menentukan derajat Fazekas.5 Pengunaan sekuen diffusion weighted imaging (DWI) dan apparent diffusion coefficient (ADC) lebih umum digunakan untuk mengidentifikasi stroke dan tumor otak, namun masih sedikit penelitian pengunaan ADC value dalam mengidentifikasi proses aging dari otak. Penelitian Lovblad menunjukan peningkatan ADC value pada area white matter dalam proses iskemik dan hipoksia otak seperti pada stroke dan leukoaraiosis.5-7 Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin melakukan penelitian ini untuk membuktikan korelasi ADC value terhadap derajat Fazekas pada leukoaraiosis berdasarkan pemeriksaan MRI kepala.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Biomedik pada Manusia, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, dimana dilakukan pengambilan data secara retrospektif dengan desain cross sectional. Penulis mengumpulkan data pasien yang menjalani MRI Kepala di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar dari bulan Januari 2020 sampai Agustus 2021 dan didapatkan 140 sampel (70 orang laki-laki dan 70 orang perempuan). Kriteria inklusi mencakup semua pasien yang berumur di atas 40 tahun yang menjalani MRI Kepala di Rumah Sakit Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien dengan hasil MRI Kepala dengan temuan adanya stroke pendarahan, massa/SOL pada otak, dan infeksi pada otak.

Alat mesin MRI yang digunakan adalah MRI 3.0 Tesla Signa GE dengan teknik pengambilan Scan dilakukan dengan mengambil

sekuen T2FLAIR dengan TE/TR 90-100/10000-15000 disusul dengan pengambilan sekuen DWI dengan b-value 1000 disertai sekuen ADC.

Analisis karakteristik gambaran MRI Kepala pasien dilakukan pada sekuens T2FLAIR dan sekuen ADC. Penulis mengevaluasi white matter lesion pada area white matter dan periventrikuler dan mengklasifikasinya dengan menggunakan derajat Fazekas. Pada sekuens ADC kami melakukan pengukuran pada area white matter di cornu anterior lobus frontalis bilateral, dengan meletakan pilihan measurement pada area lesi dengan intersection gap sebesar 1,5 mm, dengan kira-kira FOV 1,0 – 2,5 cm dengan batas maksimal area tidak lebih dari 6,25 cm2 hingga didapatkan nilai terendah, tertinggi, nilai tengah serta standar deviasi, kemudian pengukuran yang sama akan dilanjutkan pada cornu posterior lobus occipital bilateral.

Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir data penelitian, kemudian dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data, selanjutnya diolah menurut metode statistik yang sesuai. Hubungan antara Fazekas score dengan nilai ADC value diolah mengunakan uji korelasi Spearman. Pengolahan data akan menggunakan software Statistical Programme Social Science (SPSS) versi 26.0

HASIL

Tabel 1 menunjukkan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan masing-masing 70 sample (50%). Distribusi berdasarkan umur, terbanyak di kelompok umur 40-49 tahun sebesar 75 (53,6%), disusul kelompok umur 50-59 orang sebanyak 40 (28,6%), kemudian kelompok umur 60-69 tahun sebanyak 20 (14,3%) dan kelompok umur paling sedikit yaitu kelompok umur >70 tahun sebanyak 5 (3,5%) orang.

Tabel 1: Karakteristik Sampel

Variabel

n = 140

%

Jenis Kelamin

Laki-laki

70

50

Perempuan

70

50

Kelompok Umur

40-49 tahun

75

53,6

50-59 tahun

40

28,6

60-69 tahun

>70 tahun

20

14,3

5

3,6

Fazekas derajat 0 dan 1 paling banyak ditemukan pada kisaran usia 40-49 tahun. Sedangkan pada derajat 2, sampel terbanyak didapat pada kisaran usia 50-59 tahun, Pada derajat 3 didapatkan jumlah yang tidak jauh berbeda antara kisaran usia 50-69 tahun, hal ini dapat terlihat pada tabel 2. Pada uji Spearman didapatkan nilai p-value < 0,001 maka disimpulkan bahwa ada korelasi yang bermakna antara derajat Fazekas dengan usia, dan memiliki kekuatan korelasi sedang dan searah dengan nilai r 0,443.

KORELASI ADC VALUE DENGAN DERAJAT FAZEKAS PADA MRI KEPALA PASIEN DENGAN LEUKOARAIOSIS..

Tabel 2: Gambaran derajat Fazekas terhadap umur

Fazekas Score                     Nilai

0      1      2      3 Nilai P

Range

40-49 Tahun    46    23     42

50-59 Tahun     13     12     11      4 < 0,0010,443

60-69 Tahun      3      8      54

>70 Tahun        1      1      03

Spearman test. *Statistically significant(p<0,05)

Tabel 3: Gambaran ADC Value terhadap umur

Range Umur

ADC Value (10-4 mm/s2)

Nilai P

Nilai r

40-49 Tahun

8,68 + 1,52

50-59 Tahun

10,06 + 1,73

<0,001

0,569

60-69 Tahun

10,73 +1,79

> 70 Tahun

12,01 + 2,34

Spearman test. *Statistically significant(p<0,05)

Angka rerata ADC value pada usia 40-49 tahun sebesar 8,68 x 10-4 mm/s2 dengan simpang baku 1,52 (table 3). Dari penelitian ini didapatkan pada usia 50-59 tahun nilai rerata ADC value sebesar 10,06 x 10-4 mm/s2 dengan simpang baku 1,73. Angka tersebut meningkat pada rentang usia 6069 tahun dengan rerata 10,73 x 10-4 mm/s2 dengan simpang baku 1,79 dan nilai paling tinggi diperoleh pada usia di atas 70 tahun dengan nilai rerata 12,01 x 10-4 mm/s2. Pada uji korelasi Spearman didapatkan nilai p value < 0,001 maka disimpulkan bahwa ada korelasi yang bermakna antara rentang usia dengan ADC value, dan memiliki kekuatan korelasi kuat dan searah dengan nilai r 0,569.

Table 4: Hubungan Derajat Fazekas terhadap ADC Value

ADC Value (10-4 mm/s2)

Nilai P

Nilai r

Fazekas

0

7,86 + 0,44

1

9,74 + 0,55

<0,001

0,928

2

11,23 + 0,78

3

13,79 + 0,50

Spearman test. *Statistically significant(p<0,05)

Hubungan antara derajat Fazekas dengan ADC value dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai rata-rata ADC value pada Fazekas derajat 0 yaitu 7,86 x 10-4 mm/s2, angka tersebut meningkat pada derajat 1 dengan nilai rerata sebesar 9,74 x 10-4 mm/s2. Pada derajat 2 angka rerata dari ADC value sebesar 11,23 dan paling tinggi pada derajat 3 sebesar 10-4 mm/s2 seperti yang tergambar pada tabel 4. Pada uji Spearman didapatkan nilai p value <0,001 (<0,05) maka disimpulkan bahwa ada korelasi yang bermakna antara derajat Fazekas dengan ADC value, dan memiliki kekuatan korelasi sangat kuat dan searah dengan nilai r 0,983.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, menunjukan bahwa derajatFazekas 0 dan 1 terbanyak pada usia rentang 40-49 tahun, derajat 2 terbanyak pada usia 50-59 tahun, dan derajat 3 terbanyak pada rentang 5059 tahun dan 60-69 tahun. Pada uji Spearman didapatkan nilai p value < 0,001 (< 0,05) maka disimpulkan bahwa ada korelasi yang bermakna antara deraj,t Fazekas dengan usia, dan memiliki kekuatan korelasi sedang dan searah dengan nilai r 0,443. Pada rentang umur > 70 tahun jumlah derajat 3 lebih sedikit dari rentang umur 60-69 tahun dikarenakan sedikitnya jumlah sampel yang diperoleh pada rentang usia > 70 tahun dengan total sampel hanya 5 orang. Hal tersebut sesuai apa yang diterangkan oleh Grueter bahwa bertambahnya usia mungkin merupakan faktor risiko penting untuk pengembangan leukoaraiosis. Meskipun leukoaraiosis merupakan fenomena patologis, Grueber mengatakan bahwa kelainan ini merupakan bagian dari proses penuaan otak meskipun masih belum jelas pada usia berapa kelainan ini mulai berkembang. Beberapa peneliti mengatakan bawah kelainan dari white matter dapat muncul dari dekade ke-4 dan ke-5, dari hal tersebut meyakinkan bahwa leukoaraiosis adalah suatu temuan yang umum pada orang tua dan dapat bertambah keparahannya seiring bertambahnya usia.8-11

Penelitian ini juga memperlihatkan nilai ADC value berbanding lurus dengan usia, dengan uji korelasi Spearman didapatkan nilai p value < 0,001 (<0,05) maka disimpulkan bahwa ada korelasi yang bermakna antara rentang usia dengan ADC value, dan memiliki kekuatan korelasi kuat dan searah dengan nilai r 0,569 (tabel 3). Hal tersebut sesuai dengan penelitian oleh Helenius yang menunjukan peningkatan ADC value yang berbanding lurus dengan meningkatnya usia. Hal tersebut dihubungkan dengan proses aging dan menurunnya kepadatan sel terutama pada area periventrikel.11 Peningkatan ADC value pada area ventrikel kemungkinan akibat lower compliance dari kepadatan sel di area tersebut, yang mengakibatkan terjadinya pergerakan CSF menjadi pulsatil sampai turbulensi, sehingga dapat terukur dengan sekuens diffusion.12 Hal tersebut juga dikuatkan oleh Klimas bahwa seiring dengan bertambahnya usia maka terjadi penurunan volume dari otak dan terjadi penurunan neuron subcortical hingga ukuran sel tersebut akan menurun, yang kemudian berakibat pada peningkatan ruang ekstraselular khususnya di area periventrikel dari white matter.13

Gambaran yang diperoleh pada tabel 4 didapatkan nilai ADC value meningkat berbanding lurus dengan derajat Fazekas. Derajat 0 memiliki rerata ADC value 7,86 x 10-4 mm/s2 dan rerata pada derajat 3 sebesar 13,79 x 10-4 mm/s2. Pada uji Spearman didapatkan nilai p value < 0,001 (< 0,05) maka disimpulkan bahwa ada korelasi yang bermakna antara derajat Fazekas dengan ADC value, dan memiliki kekuatan korelasi sangat kuat dan searah dengan nilai r 0,983. Hal ini sesuai seperti yang dikatakan oleh Marek, Helen dan Ragini bahwa pada white matter lesions terjadi peningkatan ruang ekstraselular pada periventrikel white matter area dan dipicu oleh pergerakan CSF pulsatil sehingga terjadi turbulensi dari aliran CSF yang meningkat.14-17 Lesi pada periventrikel berupa leukoaraiosis tidak bisa disepelekan karena menunjukan adanya kerusakan pada sel-sel otak, meskipun sering tidak menimbulkan gejala namun merupakan penanda terjadinya proses aging pada otak.18

Sumantri1 , Bachtiar Murtala1, Junus Baan1, Andi Alfian2, Cahyono Kaelan3, Muhammad Ilyas1

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat korelasi bermakna antara derajat Fazekas dan peningkatan ADC value pada pasien dengan leukoaraiosis dimana semakin tinggi derajat leukoaraiosis, maka semakin tinggi pula ADC value pada white matter area di periventrikel. Lesi pada periventrikel berupa leukoaraiosis tidak bisa disepelekan karena menunjukan adanya kerusakan pada sel-sel otak, meskipun sering tidak menimbulkan gejala namun merupakan penanda terjadinya proses aging pada otak

UCAPAN TERIMA KASIH

Tidak diungkapkan

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Calli, Cem. Et al (2012). DWI findings of periventricular ischemic changes in patients with leukoaraiosis. Science direct 27 :381-386. Doi:10.1016/S0985-6111(03)00013-2

  • 2.    David Y., Robert Z., Robert G. Neuroradiology: The Requisites 3rd Edition. St. Louis, MO: Mosby. 2016

  • 3.    Van Swieten, J. C., Hijdra, A., Koudstaal, P. J., & van Gijn, J. (2013).Grading white matter lesions on CT and MRI: a simple scale.

  • 4.    Fazekas, F., Chawluk, J., Alavi, A., Hurtig, H.,  &

Zimmerman, R. (2014). MR signal abnormalities at 1.5 T in Alzheimer’s dementia and normal aging. American Journal of     Roentgenology,      149(2),      351–     356.

doi:10.2214/ajr.149.2.351

  • 5.    Lin, Q., et.al. (2017). Incidence and risk factors of leukoaraiosis from 4683 hospitalized patients. Medicine, 96(39), e7682. doi:10.1097/md.0000000000007682

  • 6.    Ferguson, K. J., Cvoro, V., MacLullich, A. M. J., Shenkin, S. D., Sandercock, P. A. G., Sakka, E., & Wardlaw, J. M. (2018). Visual Rating Scales of White  Matter

Hyperintensities and Atrophy: Comparison of Computed Tomography and Magnetic Resonance Imaging. Journal of Stroke and Cerebrovascular Diseases, 27(7), 1815–1821. doi:10.1016/j.jstrokecerebrovasdis.2018.02.028

  • 7.    Douglas J. G. (2016) Introduction to Clinical Neurology 5th Edition. Oxford University Press; ISBN-13:  978

0190467197

  • 8.    Grueber, B. E., & Schulz, U. G. (2015). Age-related cerebral white matter disease (leukoaraiosis): a review. Postgraduate Medical        Journal,        88(1036),        79–87.

doi:10.1136/postgradmedj-2011-130307

  • 9.    Guan, J., Yan, C., Gao, Q., Li, J., Wang, L., Hong, M., Ma, L. (2017). Analysis of risk factors in patients with leukoaraiosis.       Medicine,       96(8),       e6153.

doi:10.1097/md.0000000000006153

  • 10.    Harris, S., Kurniawan, M., Rasyid, A., Mesiano, T., & Hidayat, R. (2018). Cerebral small vessel disease in Indonesia: Lacunar infarction study from Indonesian Stroke Registry 2012–2014. SAGE Open Medicine, 6, 205031211878431. doi:10.1177/2050312118784312

  • 11.    Helenius, Johanna. Et al (2014). Diffusion-Weighted MR Imaging in Normal Human Brains in Various Age Groups. AJNR AM J Neuroradiol 23:194-199. Doi :00290/neuroradio/.26.4

  • 12.    Lovblad, K.O. et al. (2014). ADC mapping of the aging frontal lobes in mild cognitive impairment. Diagnostic Neuroradiology 46 :282-286.

  • 13.    Marek, M., Horyniecki, M., Frączek, M., & Kluczewska, E. (2018). Leukoaraiosis – new concepts and modern imaging. Polish Journal of Radiology, 83,    76–81.

doi:10.5114/pjr.2018.74344

  • 14.    Marek, M., Lanckoronski, M., Frączek, M., Sklinda, K., Kluczewska, E., Walecki, J. (2017). Leukoaraiosis and its correlation with a stroke. ECR 2017 / C-1525. Doi:

10.1594/ecr2017/C-1525

  • 15.    Singh, Ragini. (2017). Essence of ADC Values in Leukoaraiosis Imaging and Association of Leikoaraiosis with Cognitive Dysfunction. International Journal of Anatomy, Radiology and Surgery Vol-6 (3): RO57 - RO62. Doi :10.7869 /IJARS /2017 /25344:

  • 16.    Norden, A. G. V., de Laat, K. F., Gons, R. A., van Uden, I. W., van Dijk, E. J., van Oudheusden, L. J., de Leeuw, F.-E. (2012). Causes and consequences of cerebral small vessel disease. The RUN DMC study: a prospective cohort study. Study rationale and protocol. BMC Neurology, 11(1). doi:10.1186/1471-2377-11-29

  • 17.    Ropele, Stefan. Et al. (2019) Quantitation of Brain Tissue Changes Associated with White Matter Hyoerintensities by Diffusion-Weighted and Magnetization Transfer Imaging. Journal of Magnetic Resonance Imaging 29:268-274. Doi: 10.002/jmri.21580

  • 18.    Oz, Gullin. Magnetic Resonance of Degenerative Brain Disease. Minneapolis. Minnesota. Springer. 2016

  • 19.    Pantoni, L. (2016). Cerebral small vessel disease: from pathogenesis and clinical characteristics to therapeutic challenges. The  Lancet  Neurology, 9(7),  689–701.

doi:10.1016/s1474-4422(10)70104-6

  • 20.    Salat, D. H. (2014). Imaging small vessel - associated white matter changes in aging Neuroscience, 276 174–186 . Doi

:10.1016 / j.neuroscience. 2013.11.041

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i7.P15

87