ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.4,APRIL, 2022

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Diterima: 2021-04-29 Revisi: 2021 -08- 07 Accepted: 2022-06-19

HUBUNGAN ANTARA LEUKOARAIOSIS DAN

ATROFI KORTIKAL GLOBAL PADA LANSIA

Ency Eveline1, Firman Parulian Sitanggang2, I Made Dwijaputra Ayusta2, I Wayan Gede Artawan Eka Putra3, Pande Putu Yuli Anandasari2, Ni Nyoman Margiani2

1,2 Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana - RSUP Sanglah Denpasar, Bali-Indonesia

3Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan (KMKP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali-Indonesia

Email: [email protected]

ABSTRAK

LATAR BELAKANG: Prevalens leukoaraiosis dan atrofi kortikal global (GCA) meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan apakah leukoaraiosis merupakan faktor risiko terjadinya GCA dan derajat leukoaraiosis berapakah yang berhubungan dengan kejadian GCA.

METODE: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional study dengan jumlah sampel 100 lansia yang berobat ke IGD RSUP Sanglah Denpasar dan melakukan CT-Scan kepala dengan indikasi apapun pada periode Juli 2021 hingga Januari 2022. Pemilihan sampel dilakukan secara simple random sampling menggunakan aplikasi random number generator.

HASIL: Rerata usia subjek didapatkan 71,7 ± 7,7 tahun, 59% berjenis kelamin perempuan, 52% memiliki riwayat hipertensi, 29% riwayat dislipidemia, dan 13% merokok. Mayoritas yaitu 72% subjek menderita leukoaraiosis dan 67% menderita atrofi. Uji perbandingan kejadian atrofi berdasarkan leukoaraiosis menunjukkan 80,6% lansia dengan leukoaraiosis menderita atrofi dengan prevalence ratio 2,5 dan nilai P<0,001. Lalu dilakukan analisis perbandingan proporsi yang membandingkan derajat leukoaraiosis dan skala atrofi dengan membuat tabulasi silang. Hasil uji linear by linear association didapatkan koefisien korelasi Spearman sebesar r=0,535 dengan nilai P<0,001 yang menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang antara derajat leukoaraiosis dan skala atrofi. Analisis multivariat menggunakan uji regresi Poisson menunjukkan adanya hubungan antara leukoaraiosis dan atrofi kortikal global setelah mengontrol variabel perancu by analysis dimana didapatkan hasil adjusted prevalence ratio sebesar 2,2 dengan nilai P=0,034.

SIMPULAN: Leukoaraiosis secara independen memberikan peluang terjadinya atrofi sebanyak 2,2 kali pada lansia. Derajat leukoaraiosis yang mulai berhubungan dengan kejadian atrofi adalah sejak derajat ringan.

Kata kunci: Leukoaraiosis., atrofi kortikal global., lansia.

ABSTRACT

BACKGROUND: The prevalence of leukoaraiosis and global cortical atrophy (GCA) increases with age. The purpose of our study was to determine if leukoaraiosis is a risk factor of GCA and the degree of leukoaraiosis that is associated with GCA occurence

METHOD: This is an analytic observational study with a cross sectional study design with a total sample of 100 elderly patients who went to emergency room in Sanglah General Hospital Denpasar and underwent brain CT-Scan with any indication in the period Juli 2021 to January 2022. The sampel was selected by simple random sampling using a random number generator application.

RESULT: Subjects has a mean age of 71,7 ± 7,7 years old, 59% were female, 52% had a history of hypertension, 29% had a history of dyslipidemia, and 13% smoked. Majority, 72% of the subjects had leukoaraiosis and 67% had atrophy. Comparative study of the incidence of GCA based on leukoaraiosis showed that 80.6% of the elderly with leukoaraiosis also had atrophy, with a prevalence ratio of 2.5 (P<0.001). Then comparative analysis of the proportions comparing the degree of leukoaraiosis and GCA scale was performed by making cross tabulation. The result of the linear by linear association study showed Spearman correlation coeffient of r=0.535 with P<0.001, indicating a positive correlation with moderate strength between degree of leukoaraiosis and GCA scale. Multivariate analysis using Poisson regression study showed a relationship between leukoaraiosis and GCA after controlling confounding variables by analysis, showing adjusted prevalence ratio of 2.2 (P=0.034).

CONCLUSION: Leukoaraiosis independently increase the chance of GCA occurence by 2.2 times in elderly. The degree of leukoaraiosis that began to be associated with the occurence of GCA was from a mild degree.

Keywords: Leukoaraiosis., global cortical atrophy., geriatric.

Pendahuluan

Populasi penduduk lansia diproyeksi akan terus meningkat dengan meningkatnya umur harapan hidup (UHH) di Indonesia menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%) pada tahun 2035. Peningkatan ini memberikan tantangan besar bagi kesehatan masyarakat untuk mengoptimalkan kualitas hidup para lansia. Proses penuaan pada otak meliputi perubahan struktural dan penurunan fungsi.

Leukoaraiosis merupakan kelainan pada substansia alba yang merupakan proses demyelinisasi diyakini disebabkan oleh gangguan perfusi akibat stenosis pada arteriol perforantes dan arteri thalamostriata. Selain proses hipoksia-iskemia, patofisiologi terjadinya leukoaraiosis lainnya termasuk kerusakan sawar darah otak dan disfungsi endotel.

Beberapa studi histopatologi pasien leukoaraiosis menunjukkan adanya degenerasi myelin, proliferasi astrogliosis, penebalan dengan degenerasi hyalin, dan fibrosis dinding pembuluh darah kecil.

Predileksi leukoaraiosis adalah pada periventrikel lateralis dan centrum semiovale bilateral. Gambaran khas leukoaraiosis pada CT-scan kepala adalah hipodensitas berukuran variasi, simetris, berbatas tidak tegas pada periventrikel lateralis bilateral, multifokal atau difus hingga subkortikal.21,22

Lesi hipodensitas multifokal dapat berkonfluens. Pada leukoaraiosis tipe punctata jarang progresif, namun pada lesi yang berkonfluens umumnya lebih progresif. Progresivitas leukoaraiosis dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif.28

Beberapa penelitian sebelumnya yang meneliti hubungan leukoaraiosis dan atrofi kortikal global menunjukkan hasil yang inkonsisten. Penelitian oleh De Guio, Marek, dan Lambert dkk menunjukkan ada hubungan, sedangkan penelitian oleh Nitkunan dkk menunjukkan tidak ada hubungan.

Metode

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Penelitian ini melibatkan 100 lansia yang berobat ke IGD RSUP Sanglah Denpasar yang melakukan pemeriksaan CT-Scan kepala atas indikasi apapun pada periode Juli 2021 hingga Januari 2022. Pemilihan sampel lalu dipilih

secara simple random sampling menggunakan aplikasi random number generator.

Untuk mendapatkan eligible sampel, diterapkan kriteria eksklusi yaitu perdarahan intrakranial, stroke iskemik luas, tumor cerebri, lesi infeksi cerebri yang menyebabkan efek massa, dan encephalomalacia.

Setiap eligible sampel lalu dilakukan evaluasi penilaian derajat leukoaraiosis dan skala atrofi kortikal global (GCA) pada pemeriksaan CT-scan kepala, dimana masing-masing dilakukan oleh satu orang spesialis radiologi yang sudah berpengalaman (>5 tahun) secara independent dan blind.

Penilaian derajat leukoaraiosis menggunakan klasifikasi Van Swieten yang menilai keterlibatan white matter aspek anterior dan posterior masing-masing diberikan skor 0-2, dengan skor total antara 0-4. Penilaian dilakukan pada 3 level CT-Scan yaitu pada level pleksus choroid, cella media, dan centrum semiovale. Diberikan skor 0 apabila normal, skor 1 keterlibatan parsial pada periventrikel lateralis, dan skor 2 apabila sudah meluas ke subkortikal.

Sedangkan penilaian skala atrofi kortikal global menggunakan klasifikasi Pasquier yang mengevaluasi dilatasi sulcus dan ventrikel secara kualitatif pada 13 regio cerebri, dimana skor akhir menggunakan skor tertinggi (GCA 0-3).

Regio yang dimaksud adalah regio frontal kanan (1), kiri (2), parieto-occipital kanan (3), kiri (4), temporal kanan (5), kiri (6), dengan dilatasi ventrikel pada regio frontal kanan (7), kiri (8), parieto-occipital kanan (9), kiri (10), temporal kanan (11), kiri (12) dan ventrikel III (13).

Skor GCA 0 diberikan apabila sulcus dan ventrikel normal, GCA 1 bila sulci terbuka dengan dilatasi ringan ventrikel, GCA 2 bila gyri mengecil dengan dilatasi sedang ventrikel, dan GCA 3 bila terdapat atrofi “knife blade” dengan dilatasi berat ventrikel.

Gambar 1. Derajat leukoaraiosis sedang dengan skor anterior 2 dan posterior 1 (total skor 3) sesuai skala Van Swieten, disertai skala atrofi kortikal global sedang (GCA2).

Hasil

Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik subjek pada penelitian ini dibagi menjadi karakteristik sosiodemografi yang terdiri dari usia, jenis kelamin, dan karakteristik klinis yang terdiri dari riwayat hipertensi, dislipidemia, dan kebiasaan merokok.

Rerata usia subjek adalah 71,1 + 7,7 tahun. Mayoritas yaitu 59% berjenis kelamin perempuan, 52% memiliki riwayat hipertensi, 29% meiliki riwayat dislipidemia, dan 13% memiliki kebiasaan merokok.

Tabel 2 menjelaskan jumlah lansia yang mengalami leukoaraiosis berdasarkan CT-scan kepala. Didapatkan 72 orang yang mengalami leukoaraiosis. Dari 72 orang tersebut, dibagi menjadi 30 orang leukoaraiosis derajat ringan, 21 orang ringan sedang, 16 orang sedang, dan 5 orang yang mengalami leukoaraiosis berat.

Tabel 1. Karakteristik sampel pasien

Tabel 2. Karakteristik sampel berdasarkan derajat leukoaraiosis

Variabel                     N=IOO

Leukoaraiosis

Tidak

28 (28%)

Ya

72 (72%)

Ringan

30 (30%)

Ringan sedang

21 (21%)

Sedang

16(16%)

Berat

5 (5%)

Tabel 3 menampilkan jumlah lansia yang mengalami atrofi kortikal global berdasarkan gambaran CT-Scan kepala. Dari hasil tersebut, didapatkan ada sebanyak 67 orang yang mengalami atrofi kortikal global. Dari 67 orang tersebut, dibagi menjadi 43 orang mengalami atrofi kortikal global ringan, 20 orang sedang, dan 4 orang berat.

Tabel 3. Karakteristik sampel berdasarkan skala atrofi kortikal global

Variabel                     N=IOO

Atrofi kortikal global

Tidak

33 (33%)

Ya

67 (67%)

Ringan

43 (43%)

Sedang

20 (20%)

Berat

4 (4%)

Perbandingan kejadian atrofi kortikal global berdasarkan leukoaraiosis

Hasil uji perbandingan kejadian atrofi kortikal global berdasarkan leukoaraiosis ditampilkan pada tabel 4. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada lansia yang mengalami leukoaraiosis, sebagian besar 58 dari 72 orang (80,6%) didapatkan juga mengalami atrofi kortikal global. Sedangkan pada yang tidak leukoaraiosis 9 dari 28 orang (32,1%) yang mengalami atrofi kortikal global.

Terdapat perbedaan proporsi terjadinya atrofi antara yang leukoaraiosis dan yang tidak, dengan prevalence ratio 2,5 (95% CI 1,446-4,344). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai P<0,001 (P<0,05) dengan confidence interval yang didak melampaui 1. Hal ini berarti bahwa ada hubungan antara leukoaraiosis dan atrofi kortikal global. Pada lansia dengan leukoaraiosis, peluang terjadinya atrofi kortikal global 2,5 kali dibandingkan dengan yang tidak.

Tabel 4. Distribusi atrofi kortikal global berdasarkan ada tidaknya leukoaraiosis

Variabel

Atrofi kortikal global

PR

95¾C1

Nilai p

Ya

Tidak

Leuko-araiosis

Ya

58

(80,6%)

14

(19,4%)

2,5

1,446

4.344

<0,001

Tidak

9 (32,1%)

19

(67,9%)

Setelah dilakukan tabulasi silang antara leukoaraiosis dan atrofi kortikal global, analisis perbandingan proporsi dilanjutkan dengan melakukan cross tabulasi derajat leukoaraiosis dengan skala atrofi kortikal global, sehingga mendapatkan hasil nilai yang lebih rinci kecenderungan hubungan di tiap derajat.

Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui pada lansia yang tidak mengalami leukoaraiosis, sebagian besar tidak mengalami atrofi kortikal global. Ada 9 orang yang mengalami atrofi kortikal global, terdistribusi pada 7 orang derajat ringan, 2 orang derajat sedang, dan tidak ada yang mengalami derajat berat. Pada lansia yang mengalami leukoaraiosis derajat ringan, sebagian besar juga mengalami atrofi kortikal global skala ringan. Pada leukoaraiosis derajat ringan sedang, terdistribusi juga mengalami atrofi kortikal global skala ringan sedang. Sedangkan pada yang leukoaraiosis derajat sedang berat, cenderung mengalami atrofi kortikal global skala sedang dan berat.

Berdasarkan hasil uji linear by linear association didapatkan nilai p <0,001 (p<0,05) dengan Spearman

korelasi koefisien sebesar r=0,535 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang antara derajat leukoaraiosis dan skala atrofi kortikal global. Semakin tinggi derajat leukoaraiosis berhubungan dengan skala atrofi kortikal global yang semakin berat.

Tabel 5. Distribusi skala atrofi kortikal global berdasarkan derajat leukoaraiosis.

SkalaAtrofikortikaIglobaI             r Nilai

--------------------------------- P Tidak Ringan Sedang Berat Koefisien atrofi                                      korelasi

Tidak 19        7        2 O 0,535<0,0

iX⅛ ι6≡> <≡ <7j%»≡

Ringan      8         20         1I

(26,7%)   (66,7%)   (3,3%)   (3,3%)

Ringan     4       9        80

sedang   <[9%>   (42j9%)   (38,1%)(0%)

Sedang     T        6        72

(6,3%)   (37,5%)   (43,8%)   (12,5%)

Berat 1121

(20%)    (20%)    (40%)    (20%)

Derajat Leuko-araiosis


Analisis pengaruh variabel perancu terhadap terjadinya atrofi kortikal global

Analisis multivariabel yang digunakan untuk menilai hubungan leukoaraiosis dan atrofi kortikal global setelah mengendalikan variabel perancu adalah uji regresi Poisson. Variabel yang dikendalikan adalah usia, jenis kelamin, hipertensi, dislipidemia, dan kebiasaan merokok. Pertimbangan digunakannya regresi Poisson untuk mendapatkan ukuran asosiasi yang konsisten dengan analisis bivariabel, berupa adjusted prevalence ratio.

Berdasarkan hasil uji regresi Poisson, didapatkan adjusted prevalence ratio hubungan leukoaraiosis dengan atrofi kortikal global adalah 2,2 (95%CI=1,062-4,534), dengan nilai P=0,034 (P<0,05) setelah mengendalikan perancu secara analisis. Hasil ini menunjukkan bahwa terbukti secara independen leukoaraiosis berhubungan dengan terjadinya atrofi kortikal global. Pada lansia dengan leukoaraiosis 2,2 kali berisiko mengalami atrofi kortikal global dibandingkan yang tidak leukoaraiosis.

Tabel 6. Perbandingan terjadinya atrofi kortikal global pada leukoaraiosis setelah mengontrol variabel perancu by analysis.

Variabel

Adjusted PR

95% CI

Nilai P

Leukoaraiosis

2,2

1,062-4,534

0,034

Usia

1,0

0,991-1,056

0,158

Jenis kelamin

1,2

0,724-2,126

0,432

Hipertensi

0,7

0,454-1,256

0,278

Dislipidemia

1.0

0,52501,886

0,987

Merokok

1,2

0,650-2,339

0,522

Pembahasan

Predileksi atrofi kortikal global terbukti lebih tinggi pada lansia berjenis kelamin perempuan yang berusia lebih dari 70 tahun. Temuan ini sesuai dengan literatur dimana prevalens leukoaraiosis dan atrofi kortikal global juga ditemukan lebih tinggi pada lansia perempuan. Lebih banyaknya subjek perempuan juga dapat menggambarkan demografi lansia di Indonesia, dimana lebih dari setengah lansia berusia 65-80 berjenis kelamin perempuan.

Sebagian besar subjek pada penelitian ini, yaitu sebesar 72% mengalami leukoaraiosis. Temuan ini lebih tinggi daripada prevalens leukoaraiosis pada literatur yaitu sebesar 55,9% pada usia 60-69 tahun menjadi 62,4% pada usia 70-79 tahun.20 Hal ini dapat disebabkan oleh lokasi pengambilan sampel yaitu unit gawat darurat RSUP Sanglah Denpasar, dimana mayoritas pasien memiliki diagnosis stroke iskemik.

Terdapat hubungan antara leukoaraiosis dan atrofi kortikal global baik dari baik yang dilakukan analisis dengan data nominal 2 kategori maupun dengan data ordinal sesuai dengan derajatnya, keduanya mengeluarkan hasil yang sejalan. Mayoritas subjek tanpa leukoaraiosis ditemukan juga tidak terjadi atrofi kortikal global. Atrofi kortikal global skala rendah mulai terjadi pada derajat leukoaraiosis ringan. Semakin meningkatnya derajat leukoaraiosis, semakin berat juga skala atrofi kortikal global. Hasil ini konsisten dengan beberapa penelitian sebelumnya.4,18,21,22

Simpulan

Terdapat hubungan antara leukoaraiosis dengan atrofi kortikal global pada pasien lansia. Pada lansia dengan leukoaraiosis 2,2 kali berisiko mengalami atrofi kortikal global dibandingkan dengan yang tidak. Kejadian atrofi kortikal global pada lansia yang leukoaraiosis 80,6% dan yang tidak 32,1%.

Derajat leukoaraiosis yang mulai berhubungan dengan kejadian atrofi kortikal global adalah sejak derajat ringan.

Pada lansia dengan leukoaraiosis derajat ringan, sebagian besar mengalami atrofi kortikal global skala ringan. Begitu juga pada yang leukoaraiosis derajat sedang berat, maka atrofi kortikal global juga terdistribusi pada skala sedang dan berat.

Saran

Pada lansia yang dilakukan pemeriksaan CT-scan kepala dengan indikasi apapun, agar selalu dinilai derajat leukoaraiosis supaya dapat dilakukan deteksi dini adanya atrofi dan memprediksi skala atrofi kortikal global.

Pada lansia yang ditemukan adanya leukoaraiosis terutama ringan sedang, dapat menunjukkan skala atrofi yang juga ringan sedang. Sehingga, penting dilakukan tatalaksana untuk pencegahan supaya atrofi kortikal global tidak bertambah berat. Pada lansia yang tidak ditemukan leukoaraiosis, sebagian besar juga menunjukkan tidak terjadi atrofi kortikal global. Sehingga dianjurkan dilakukan tatalaksana untuk mencegah terjadinya atrofi kortikal global. Pada lansia yang ditemukan leukoaraiosis berat berdasarkan CT-scan, belum dapat dipastikan skala atrofi kortikal globalnya juga berat. Sehingga, penting untuk dilakukan pemeriksaan kembali tanda dan gejala klinis agar dapat memastikan skala atrofi yang dialami.

Penelitian ini dapat menjadi dasar untuk dilakukannya penelitian lanjutan pada kelompok usia yang lebih muda agar dapat menskrining lebih awal terdapatnya leukoaraiosis, sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya atrofi kortikal global

Daftar Pustaka

  • 1.    Chen L, Carlton Jones A, Mair G, Patel R, Gontsarova A, Ganesalingam J, Math N, Dawson A, Aweid B, Cohen D, Mehta A, Wardlaw J, Rueckert D, dan Bentley P, 2018. Rapid Automated Quantification of Cerebral Leukoaraiosis on CT Images: A Multicenter Validation Study. Radiology, [online] 288(2), pp.573-581.

  • 2.    Chrzan R, Glen A, Bryll A, dan Urbanik A, 2019. Computed Tomography Assessment of Brain Atrophy in Centenarians. International Journal of Environmental Research and Public Health, [online] 16(19), p.3659.

  • 3.    Clinton B W, Steven T D, dan Scott E K, 2020. Etiology, clinical manifestations, and diagnosis of vascular dementia. [online] UpToDate. Diunduh dari: https://www.uptodate.com/contents/etiology-clinical-manifestations-and-diagnosis-of-vascular-dementia [diakses 8 April 2021]

  • 4.    De Guio F, Duering M, Fazekas F, De Leeuw F, Greenberg S, Pantoni L, Aghetti A, Smith E, Wardlaw J, dan Jouvent E, 2019. Brain atrophy in cerebral small vessel disease: Extent, consequences, technical limitations and perspective: The HARNESS initative. Journal of Cerebral Blood Flow & Metabolism, 40(2), pp.231-245.

  • 5.    Dunham C, Cook A, Paparodis A, dan Huang G, 2016. Practical one-dimensional measurements of age-related brain atrophy are validated by 3-dimensional values and clinical outcomes: a retrospective study. BMC Medical Imaging, 16(1).

  • 6.    Enzinger C, Fazekas F, Matthews PM, Ropele S, Schmidt H, Smith S, Schmidt R, 2005. Risk factors for progression of brain atrophy in aging: Six-year follow-up of normal subjects. Neurology, 64(10), 1704–1711. doi:10.1212/01.WNL.0000161871.83614

  • 7.    Ferguson K, Cvoro V, MacLullich A, Shenkin S, Sandercock P, Sakka E, dan Wardlaw J, 2018. Visual Rating Scales of White Matter Hyperintensities and Atrophy: Comparison of Computed Tomography and Magnetic Resonance Imaging. Journal of Stroke and Cerebrovascular Diseases, 27(7), pp.1815-1821.

  • 8.    Fotenos A, Snyder A, Girton L, Morris J, Buckner R, 2005. Normative estimates of cross-sectional and longitudinal brain volume decline in aging and AD.

Neurology, 64(6), pp.1032-1039

  • 9.    Francisca A, Hata KC, Betty MT, Carel FWP, Cornelia MD, Wiesje MF. 2020. Circulating metabolites are associated with brain atrophy and white matter hyperintensities. Alzheimer’s & Dementia 17(2) pp 205214. Doi: 10.1002/alz.12180

  • 10.    Frisoni G, Scheltens P, Galluzi S, Nobili F, Fox N, Robert P, Soininen H, Wahlund L, Waldemar G, Salmon E, 2002. Neuroimaging tools to rate regional atrophy, subcortical cerebrovascular disease, and regional cerebral blood flow and metabolism: consensus paper of the EADC. Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry, 74(10), pp.1371-1381.

  • 11.    Griffanti, L., Jenkinson, M., Suri, S., Zsoldos, E., Mahmood, A., Filippini, N., Sexton, C., Topiwala, A., Allan, C., Kivimäki, M., Singh-Manoux, A., Ebmeier, K., Mackay, C. and Zamboni, G., 2021. Classification and characterization of periventricular and deep white matter hyperintensities on MRI: A study in older adults.

  • 12.    Hadassa MJ, Majon M, Frank LV, Philip S, Koen LV, Willem PM, Yolanda VDG, Mirjam IG. 2013. JAMA Neurol.     2013;     70     (8):1046-1053.     doi:

10.1001/jamaneruol.2013.217.

disease [Diakses 18 April 2021]

  • 14.    Inzitari D, 2003. Leukoaraiosis. Stroke, 34(8), pp.2067-2071

  • 15.    Jeong E, Choi S, Lim J, Kwon H, Kim S, Koh H, Youm J, dan Song S, 2016. Effectiveness of Cortical Atrophy Scale and Indirect Indices of Brain Atrophy to Predict Chronic Subdural Hematoma in Older Patients. Korean Journal of Neurotrauma, 12(2), p.112

  • 16.    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia Masuki Periode Aging Population. 2021. . [online]                  Diunduh                  dari:

https://www.kemkes.go.id/article/view/19070500004/ind onesia-masuki-periode-aging-population.html [Diakses 10 Februari 2021].

  • 17.    Kern KC, Wright CB, Bergfifield KL, Fitzhugh MC, Chen K, Moeller JR, Nabizadeh N, Elkind MSV, Sacco RL, Stern Y, DeCarli CS, Alexander GE. 2017. Blood Pressure Control in Aging Predicts Cerebral Atrophy Related to Small-Vessel White Matter Lesions. Front Aging Neurosci.9:1-32. doi: 10.3389/fnagi.2017.001-32

  • 18.    Lambert, C., Benjamin, P., Zeestraten, E., Lawrence, A., Barrick, T. and Markus, H., 2016. Longitudinal

patterns of leukoaraiosis and brain atrophy in symptomatic small vessel disease. Brain, 139(4), pp.1136-1151.

  • 19.    Lemaitre H, Goldman A, Sambataro F, Verchinski B, Meyer-Lindenberg A, Weinberger D, dan Mattay V, 2012. Normal age-related brain morphometric changes: nonuniformity across cortical thickness, surface area and gray matter volume?. Neurobiology of Aging, 33(3), pp.617.e1-617.e9

  • 20.    Lin Q, Huang W, Ma Q, Lu C, Tong S, Ye J, Lin H, Gu L, Yi K, Cai L, Tzeng C, 2017. Incidence and risk factors of leukoaraiosis from 4683 hospitalized patients. Medicine, 96(39), p.e7682

  • 21.    Marek, M., Horyniecki, M., Frączek, M. and Kluczewska, E., 2018. Leukoaraiosis – new concepts and modern imaging. Polish Journal of Radiology, [online] 83, pp.76-81

  • 22.    Marek, M., Horyniecki, M., Karpe, J., Adamczyk-Sowa, M., Walecki, J. and Kluczewska, E., 2019. Relationship between stroke severity, extensity of leukoaraiosis, and brain atrophy in patients with ischaemic stroke. Polish Journal of Radiology, [online] 84, pp.80-85

  • 23.    Meese W, Kluge W, Grumme T, dan Hopfenmuller W, 1980. CT evaluation of the CSF spaces of healthy persons. Neuroradiology, 19(3), pp.131-136.

  • 24.    Mohd Taib N, Wan Abdullah W, Shuaib I, Yusoff M, Magosso E, Mat Isa S, Zaidin Samsudin A, 2021. Relationship between Volume of Leukoaraiosis Spot and Degree of Tissue Damage: A Quantitative Diffusion Tensor Imaging Study. 49(4), pp 793-800

  • 25.    Mortimer A, Likeman M, dan Lewis T, 2013. Neuroimaging in dementia: a practical guide. Practical Neurology, 13(2), pp.92-103.

  • 26.    Nitkuan A, Lanfranconi S, Charlton R, Barrick T, dan Markus H, 2011. Brain Atrophy and Cerebral Small Vessel Disease. Stroke, [online] 42(10, pp.133-138.

  • 27.    Pasquier F, Leys D, Weerts J, Mounier-Vehier F, Barkhof F, dan Scheltens P, 1996. Inter- and Intraobserver Reproducibility of Cerebral Atrophy Assessment on MRI Scans with Hemispheric Infarcts. European Neurology [online] 36(5), pp.268-272

  • 28.    Schmidt R, Petrovic K, Ropele S, Enzinger C, Fazekas F, 2007. Progression of Leukoaraiosis and Cognition. Stroke, 38(9), pp.2619-2625

  • 29.    Schwartz G.L, Fornage M, Mosley T, Turner S, 2005. Treatment of leukoaraiosis. Current Treatment Options in Cardiovascular Medicine, 7(3), pp. 173-177.

  • 30.    Szolnoki Z, 2007. Pathomechanism of Leukoaraiosis: A Molecular Bridge Between the Genetic, Biochemical, and Clinical Processes (a Mitochondrial Hypothesis). NeuroMolecular Medicine, 9(1), pp.21-34

  • 31.    Van Swieten J, Hijdra A, Koudstaal P, van Gijn J, 1990. Grading white matter lesions on CT and MRI: a simple scale. Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry, 53(12), pp.1080-1083

  • 32.    Vink E, de Groot M, Venkatraghavan V, Klein S, NiessenW, Ikram M, dan Vernooji M, 2018. Trajectories of imaging markers in brain aging: the Rotterdam Study. Neurobiology of Aging, 71, pp.32-40.

  • 33.    Wahlund, L., Barkhof, F., Fazekas, F., Bronge, L., Augustin, M., Sjögren, M., Wallin, A., Ader, H., Leys, D., Pantoni, L., Pasquier, F., Erkinjuntti, T. and Scheltens, P., 2001. A New Rating Scale for Age-Related White Matter Changes Applicable to MRI and CT. Stroke, [online] 32(6), pp.1318-1322

  • 34.    Yu, Z., Zheng, J., Guo, R., Ma, L., You, C. and Li, H., 2019. Prognostic significance of leukoaraiosis in intracerebral hemorrhage: A meta-analysis. Journal of the Neurological Sciences, 397, pp.34-41

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i06.P14

77