ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.7,JULI, 2022


Diterima: 2022-01-11. Revisi: 28 -05- 2022 Accepted: 25-07-2022

KARAKTERISTIK OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2020

Wilson Wijaya1, Agus Rudi Asthuta2, Sari Wulan Dwi Sutanegara2, I Putu Santhi Dewantara2 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Peradangan kronis pada telinga bagian tengah diikuti dengan adanya sekret yang keluar akibat perforasi membran timpani disebut otitis media supuratif kronik. OMSK menjadi faktor utama terjadinya gangguan pendengaran yang sebagian besar terjadi pada anak-anak. Secara nasional, didapatkan 3% dari 19.375 orang mengalami OMSK. Penelitian ini dilakukan di departemen THT-KL RSUP Sanglah dengan tujuan untuk dapat mendeskripsikan karakteristik OMSK melalui data rekam medis pada periode 1 Januari 2020 – 31 Desember 2020 dengan metode deskriptif retrospektif. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa rekam medis yang tersedia di Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah dengan cara total sampling dan kemudian diolah dengan SPSS. Hasil penelitian didapatkan 98 kasus OMSK di Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah Denpasar tahun 2020 yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kasus terbanyak terdapat pada perempuan dengan persentase 51%. Berdasarkan kelompok umur, kelompok umur 21-30 tahun menjadi kasus terbanyak dengan persentase 24,5%. Keluhan gejala klinis yang paling umum adalah otorrhea dengan persentase 95,9%. Berdasarkan tipenya, paling sering dijumpai kasus OMSK tipe tubotimpani dengan persentase 73,5%. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kasus OMSK di Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2020 paling sering terjadi di perempuan, dominan pada umur 21-30 tahun, gejala klinis terbanyak adalah otorrhea, dan tipe OMSK yang paling sering adalah tubotimpani.

Kata kunci : Karakteristik., otitis media supuratif kronik., otorrhea., tubotimpani

ABSTRACT

A chronic inflammation in middle ear with presence of perforated membrane and otorrhea is define as chronic suppurative otitis media (CSOM). CSOM is the main factor of hearing loss that usually occurs in children. In Indonesia, there are 3% out of 19,375 cases of CSOM occurred. This study was conducted to identify the characteristics of CSOM such as gender, age, clinical symptoms, and type of CSOM in ENT Polyclinic at RSUP Sanglah Denpasar in 2020. This study was conducted in RSUP Sanglah Denpasar in 2021 uses patients medical record data in the period of 1 January 2020 – 31 December 2020 with a retrospective descriptive method. Data that are available in Medical Record Installation at Sanglah General Hospital was collected with total sampling then processed by using SPSS. This study shows that 98 cases of CSOM that met the inclusion criteria at ENT Polyclinic Sanglah General Hospital in 2020. Most cases occurred in females with a percentage of 51%. Based on age group, dominantly occurred in 21-30 years old with a percentage of 24.5%. The most common clinical symptom was otorrhea with a percentage of 95.9%. Tubotympanic type was the most common CSOM type with a percentage of 73.5%. From this study can be concluded that CSOM at ENT Polyclinic Sanglah General Hospital Denpasar in 2020 mostly occurred in female, dominantly in the age group of 21-30 years, most common symptom was otorrhea, and most common type was tubotympanic type.

Keywords : Characteristic., chronic suppurative otitis media., otorrhea., tubotympanic

  • 1.    PENDAHULUAN

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) menjadi faktor utama terjadinya gangguan pendengaran yang sebagian besar terjadi pada anak-anak.1 Berdasarkan hasil survei di Indonesia yang dilakukan oleh departemen kesehatan Republik Indonesia pada 7 provinsi pada tahun 1993-1996 didapatkan hasil sebanyak 3% dari 19.375 anak dan dewasa terjangkit OMSK.2 Kemudian berdasarkan hasil survei dinyatakan bahwa angka kejadian OMSK di Indonesia berada di provinsi Bali sebanyak 36% dari 116 anak yang terdiagnosis OMSK di 6 provinsi.3 Tingginya prevalensi OMSK pada negara berkembang patut diwaspadai oleh masyarakat. Terdapat beberapa alasan mengapa di negara berkembang jumlah penderita OMSK cukup banyak. Kondisi sosial ekonomi masih rendah di negara berkembang, begitu juga dengan kesadaran masyarakat tentang kesehatan yang masih rendah sehingga banyak pasien yang tidak menuntaskan pengobatannya. Di sisi lain, pelayanan kesehatan yang masih buruk dan pendidikan orang tua yang masih rendah meningkatkan kemungkinan terjadinya OMSK.4 Oleh karena itu kecil kemungkinan bagi negara berkembang seperti Indonesia mengalami penurunan angka kejadian OMSK untuk beberapa tahun kedepan.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien OMSK di Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah Denpasar periode 1 Januari – 31 Desember 2020 yang kemudian dilakukan pendekatan secara deskriptif retrospektif crosssectional. Penelitian ini menggambarkan karakteristik pasien OMSK berdasarkan umur, jenis kelamin, gejala klinis, dan tipe OMSK melalui rekam medis. Pengambilan data dilakukan dengan cara total sampling yang dilakukan dengan menginklusikan seluruh data rekam medis pada tahun 2020 yang lengkap serta mengeksklusi data rekam medis yang tidak dapat terbaca dengan jelas.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai November 2021 dengan mengumpulkan data rekam medis pasien OMSK di Departemen THT-KL RSUP Sanglah Denpasar. Data yang diperoleh akan diproses dalam program SPSS dan dianalisis secara deskriptif dengan menghasilkan hasil berupa tabel dan narasi.

  • 3.    HASIL

Selama periode Januari hingga Desember 2020, dengan teknik total sampling serta penyesuaan terhadap kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan 98 pasien OMSK pada penelitian ini. Tabel 1. Distribusi jenis kelamin pada pasien OMSK di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUP Sanglah Denpasar pada 1 Januari 2020 – 31 Desember 2020

Jenis Kelamin

Frekuensi (N=98)

Persentase (%)

Laki-laki

48

49,0

Perempuan

50

51,0

Total

98

100,0

Berdasarkan

hasil penelitian pada tabel   1

berdasarkan jenis kelamin menunjukkan tidak terdapat

perbedaan yang jauh secara jenis kelamin. Tetapi perempuan lebih sering terjadi OMSK dibanding laki-laki dimana jumlahnya mencapai 50 orang (51,0%).

Tabel 2. Distribusi kelompok usia pada pasien OMSK di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUP Sanglah Denpasar pada 1 Januari 2020 – 31 Desember 2020

Kelompok Usia

Frekuensi (N=98)

Persentase (%)

0-1

1

1,0

1-10

2

2,0

11-20

11

11,2

21-30

24

24,5

31-40

20

20,4

41-50

23

23,5

51-59

13

13,3

>60

4

4,1

Total

98

100,0

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2, didapatkan kelompok usia 21-30 tahun paling dominan terjadi OMSK dengan mencapai 24 kasus (24,5%) dan paling jarang terjadi pada usia 0-1 tahun dengan jumlah 1 orang (1,0%).

Tabel 3. Distribusi gejala klinis pada pasien OMSK di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUP Sanglah Denpasar pada 1 Januari 2020 – 31 Desember 2020

Gejala Klinis

Frekuensi (N=98)

Persentase (%)

Otorrhea

94

95,9

Otalgia

40

40,8

Gangguan

Pendengaran

43

43,9

Vertigo

12

12,2

Pada tabel 3 menunjukkan hasil penelitian keluhan gejala klinis pasien OMSK. Seorang pasien OMSK dapat memiliki satu atau lebih gejala klinis yang dikeluhkan. Otorrhea menjadi gejala klinis paling sering terjadi pada pasien OMSK dengan jumlah 94 kasus (95,9%), diikuti dengan gangguan pendengaran dengan jumlah 43 kasus (43,9%), otalgia sebanyak 40 kasus (40,8%), dan vertigo mencapai 12 kasus (12,2%).

Tabel 4. Distribusi tipe OMSK pada pasien OMSK di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUP Sanglah Denpasar pada 1 Januari 2020 – 31 Desember 2020

Jenis Kelamin

Frekuensi (N=98)

Persentase (%)

Tubotimpani

72

73,5

Atikoantral

26

26,5

Total

98

100,0

Berdasarkan tabel 4, tipe OMSK terbanyak yang ditemukan pada pasien OMSK adalh tipe tubotimpani mencapai 72 kasus (73,5%) sedangkan tipe atikoantral mencapai 26 kasus (26,5%).

  • 4.    PEMBAHASAN

Berdasarkan Tabel 1, ditemukan bahwa kejadian OMSK di RSUP Sanglah Denpasar pada periode Januari 2020 – Desember 2020 lebih dominan pada perempuan dibanding laki-laki yaitu dengan jumlah kasus 50 orang (51,0%) pada perempuan dan jumlah kasus 48 orang (49,0%) pada laki-laki. Penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada periode Agustus 2018 – Juli 2019 juga

menunjukkan hasil yang sama dimana didapatkan kasus OMSK lebih banyak pada perempuan sejumlah 60,3% dari total sampel.5 Hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan pada periode Januari 2016 – Maret 2019 tidak sejalan dengan hasil penelitian ini. Didapatkan bahwa laki-laki lebih sering mengalami OMSK dengan jumlah proporsi mencapai 63,1%.6 Begitu juga dengan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2015 dengan persentase 51,1% pada laki-laki.7 Secara teori, didapatkan bahwa laki-laki lebih sering mengalami OMSK karena terpapar oleh kontaminan lingkungan akibat aktivitas di luar.8 Tetapi pada studi lain ditemukan bahwa penemuan laki-laki lebih sering mengalami OMSK adalah hal yang kebetulan. Pasien perempuan biasanya lebih sadar akan keluhan OMSK sehingga akan segera memeriksakan diri ke dokter dibandingkan dengan pasien laki-laki.9

Berdasarkan Tabel 2, ditemukan bahwa OMSK di RSUP Sanglah Denpasar pada periode Januari 2020 – Desember 2020 lebih sering terjadi pada usia 21-30 tahun dan lebih jarang terjadi pada usia 0-1 tahun. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang didapatkan di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2015. Dinyatakan bahwa usia 31-40 tahun paling sering mengalami OMSK.7 Hasil juga tidak sejalan dengan penelitian di RSUD Dr. H Chasan Boesoirie Ternate periode Januari 2019 – Juli 2019. Ditemukan kelompok usia 11-20 tahun merupakan kelompok yang paling sering mengalami OMSK.10 Secara umum, OMSK dapat terjadi pada semua kelompok usia. Biasanya sering ditemukan pada anak-anak dikarenakan tuba eustachius yang lebih pendek, mendatar, dan lebar dibanding dewasa. Pada pasien dewasa11, hal ini lebih sering terjadi karena terdapat riwayat otorrhea sejak kecil dan datang untuk memeriksakan diri ketika sudah dewasa.12

Berdasarkan Tabel 3, ditemukan bahwa gejala klinis yang paling sering dikeluhkan oleh pasien OMSK di Departemen THT-KL RSUP Sanglah Denpasar pada periode Januari 2020 – Desember 2020 adalah otorrhea sebanyak 94 kasus (95,9%) diikuti dengan gangguan pendengaran sebanyak 43 kasus (43,9%), otalgia sebanyak 40 kasus (40,8%) dan keluhan vertigo dengan 12 kasus (12,2%). Hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan pada periode Januari 2016 – Maret 2019 menunjukkan hasil sejalan dengan penelitian ini. Didapatkan kasus OMSK dengan keluhan otorrhea mencapai 48 kasus (36,9%).6 Sesuai juga dengan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar, didapatkan otorrhea menjadi keluhan yang paling dominan dialami oleh pasien OMSK.7 Begitu juga dengan hasil penelitian RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Agustus 2018 – Juli 2019 didapatkan keluhan yang paling banyak http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2022.V11.i7.P09

adalah otorrhea dengan 39 kasus (67,2%). Otorrhea menjadi gejala paling awal yang dikeluhkan sehingga pasien akan segera memeriksakan diri ke dokter sebelum mengalami progresifitas dari OMSK.12

Berdasarkan Tabel 4, ditemukan tipe OMSK di RSUP Sanglah Denpasar pada periode Januari 2020 – Desember 2020 adalah tipe tubotimpani dengan jumlah 72 kasus (73,5%) dan tipe atikoantral dengan jumlah 26 kasus (26,5%). Hasil penelitian serupa dilaporkan di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2016 – Maret 2019 dengan tipe tubotimpani sejumlah 83 pasien (63,8%).6 Hasil serupa ditemukan juga di RSUD Dr. Chasan Boesoirie pada periode Januari 2019 – Juli 2019 yang menemukan total 33 kasus OMSK merupakan tipe tubotimpani.10 Tipe tubotimpani lebih sering ditemukan karena terdapat perhatian serta kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit yang dialami, sehingga masyarakat akan sesegera mungkin memeriksakan diri ke dokter.13

  • 5. SIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian deskriptif pada pasien OMSK di RSUP Sanglah Denpasar pada periode Januari 2020 – Desember 2020 didapatkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, OMSK paling sering terjadi pada perempuan dengan total 50 kasus (51,0%). Berdasarkan kelompok usia, dominan terjadi pada usia 21-30 tahun dengan total 24 kasus (24,5%), distribusi gejala klinis ditemukan paling sering adalah otorrhea dengan jumlah 94 kasus (95,9%), dan distribusi berdasarkan tipe OMSK paling sering adalah tipe tubotimpani dengan jumlah 72 kasus (73,5%).

Peneliti menyarankan perlunya dilakukan penelitian analitik untuk mengetahui hubungan antara karakteristik dan OMSK serta penelitian deskriptif tambahan pada kejadian OMSK di RSUP Sanglah Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Metri Basavaraj C, Jyothi P. Chronic suppurative otitis media (CSOM): Etiological agents and antibiotic sensitivity pattern of the isolates. J Med. 2015.

  • 2.    World Health Organization. Chronic Suppurative Otitis Media - Burden of Illness and Management Options. WHO  Library   Cataloguing-in-Publication  Data:

2004:1-84.

  • 3.    Anggraeni, R., dkk. Otitis media in Indonesian Urban and Rural School Children. Pediatr Infect Dis J. 2014;33: 1010-1015.

  • 4.    Putra, A.A.B.R.D.A., dan Saputra, K.A.D. Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Periode Januari-Juni 2013. E-Jurnal Medika. 2016;5(12): 1-3.

  • 5.    Sari, D. R. HR. Karakteristiik Pasien Otitis Media Supuratif Kronik di Rumah Sakit Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Agustus 2018 – Juli 2019

(skripsi). Makassar: Universitas Hasanuddin. 2020.

  • 6.    Nainggolan, A.D.P. Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif Kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2016 – Maret 2019 (skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara. 2019.

Wilson Wijaya1, Agus Rudi Asthuta2, Sari Wulan Dwi Sutanegara2, I Putu Santhi Dewantara2

  • 7.  Khrisna, E. A. and Sudipta, I. M. Karakteristik Pasien

Otitis Media Supuratif Kronis di RSUP Sanglah Denpasar  Tahun 2015, jurnal Medika Udayana.

2019;8(8):7–11.

  • 8.    Laisitawati, A., Ghanie, A. and Suciati, T. Hubungan otitis media supuratif kronik dengan derajat gangguan pendengaran di Departemen THTKL RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 2014-2015. Majalah Kedokteran Sriwijaya. 2017;49(2):57-65.

  • 9.    Abraham, Z. S. et al. Prevalence and etiological agents for chronic suppurative otitis media in a tertiary hospital in Tanzania. BMC Research Notes. BioMed Central. 2019;12(1):1–6. doi: 10.1186/s13104-019-4483-x.

  • 10.    Umar, N. S., Pary, M. I. and Soesanty. Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H Chasan Boesoirie Periode Januari –Juli 2019. Kieraha Medical Journal. 2019;1(1):60–65.

  • 11.    Lubis, Y., Dharma, A., Chaidir, Z. and Fachrial, E. Profile of chronic suppurative otitis media patients with positive fungal culture in Medan, Indonesia, Journal of Chemical and Pharmaceutical Research. 2016;8(1): 2326.

  • 12.    Al-Maidin, N. L. Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Juli 2016 – Juni 2017 (skripsi). Makassar: Universitas Hasanuddin. 2017.

  • 13.    Malirmasele M dkk. Karakteristik Penderita Otitis media Supuratif Kronik di Klinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy Ambon Tahun 2012. Molucca Medica. 2014: 4(2);142-149.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i7.P09

55