Tatalaksana Awal Pasien Gagal Jantung Akut Akibat Penyakit Jantung Koroner di Ruang Emergency Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.8,AGUSTUS, 2023
DOAJ
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Diterima: 12-03-2023 Revisi: 02-05-2023 Accepted: 25-06-2023
TATALAKSANA AWAL PASIEN GAGAL JANTUNG AKUT AKIBAT PENYAKIT JANTUNG KORONER di RUANG EMERGENCY PELAYANAN JANTUNG TERPADU RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
Ni Komang Sri Adelia Cahya Ningrum1, Luh Oliva Saraswati Suastika2, I Made Putra Swi Antara2, I Wayan Wita2 1
Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
2
Instalasi Pelayanan Jantung Terpadu RSUP Sanglah/Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Gagal jantung akut adalah sindrom klinis dengan gejala kompleks yaitu nafas pendek tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktivitas. Gagal jantung akut sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit gagal jantung dengan keadaan arteri koroner menyempit disebabkan oleh penumpukan lapisan lemak pada dinding arteri koroner. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tatalaksana awal pasien gagal jantung akut akibat penyakit jantung koroner di Ruang Emergency Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan metode penelitian cross sectional pada sampel sebanyak 43 orang yang datang ke Ruang Emergency PJT RSUP Sanglah dengan diagnosa gagal jantung akut akibat penyakit jantung koroner pada tahun 2019-2020. Data yang telah didapat kemudian dianalisis menggunakan SPSS versi 24. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien berjenis kelamin laki-laki yaitu 30 orang (69,77%) dibandingkan wanita yaitu 13 orang (30,23%). Pasien gagal jantung akut akibat penyakit jantung koroner mayoritas datang ke Ruang Emergency dengan keluhan sesak nafas. Tatalaksana awal yang diberikan di Ruang Emergency meliputi Diuretik Furosemide intravena dengan range dosis 20-80 mg/IV (93,02%), Beta blocker (2,35%), Nitrogliserin (13,95%), Digoksin (13,95%), dan Dobutamine (30,23%). Sebagian besar pasien pada penelitian ini diberikan Furosemide sebagai tatalaksana awal sesuai dengan pedoman PERKI 2020 yang menyarankan pemberian Furosemide sebagai penanganan kongesti cairan pada gagal jantung akut. Beberapa pasien memerlukan dukungan inotropik seperti Dobutamine yang disesuaikan berdasarkan kriteria klinis pada tiap-tiap pasien. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada seluruh sampel penelitian (100%) meliputi pemeriksinaan elektrokardiogram (EKG) dan foto thoraks.
Kata Kunci: Gagal jantung akut, Penyakit jantung koroner, Tatalaksana awal
ABSTRACT
Acute heart failure is a clinical syndrome with a complex of symptoms that is typical shortness of breath at rest or during activity. Acute heart failure is mostly caused by coronary heart disease. Coronary heart disease is a heart failure disease with narrowed coronary arteries can be caused by the buildup of a layer of fat on the walls of the coronary arteries. The purpose of this study was to determine the initial management of patients with acute heart failure due to coronary heart disease in the Integrated Heart Service Emergency Room, Sanglah Hospital. This study is a descriptive study using a cross sectional research method on a sample of 43 people who came to the PJT Emergency Room at Sanglah Hospital with a diagnosis of acute heart failure due to coronary heart disease in 2019-2020. The data that has been obtained were then analyzed using SPSS version 24. The results showed that most of the patients 30 sample (69.77%) were male compared to women, there were 13 sample (30.23%). The majority of patients with acute heart failure due to coronary heart disease come to the
Emergency Room with complaints of shortness of breath. Initial treatment given in the Emergency Room included intravenous diuretic Furosemide with a dose range of 20-80 mg/IV (93.02%), Beta blockers (2.35%), Nitroglycerin (13.95%), Digoxin (13.95%), and Dobutamine (30.23%). Most of the patients in this study were given Furosemide as an initial treatment according to the PERKI 2020 guidelines which suggest the administration of Furosemide as a treatment for fluid congestion in acute heart failure. Some patients require inotropic support such as Dobutamine which is adjusted according to individual clinical criteria. Supporting examinations were carried out on all study samples (100%) including electrocardiogram (ECG) and chest X-ray examinations.
Keywords: Acute heart failure, Coronary heart disease, Initial management
PENDAHULUAN
Gagal jantung akut adalah sindrom klinis dengan gejala kompleks yaitu nafas pendek tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktivitas, tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki), adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung pada saat istrahat, hingga gejala syok kardiogenik1. Prevalensi gagal jantung di Indonesia adalah sebesar (0,03%). Gejala dari gagal jantung akut menghasilkan takikardia, takipnu, peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), hepatomegali, edema perifer, dyspnoea, dan curah jantung yang rendah. Gagal jantung akut dapat disebabkan karena gangguan pada beberapa aspek fungsi jantung seperti disfungsi miokard2. Gagal jantung akut dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu gagal jantung akut De Novo dan gagal jantung akut dekompensasi. Penyebab tersering pada gagal jantung akut adalah terjadinya hipertensi dengan gagal jantung diastolik atau hipervolum. Gagal jantung akut De Novo terjadi ketika adanya disfungsi miokard akut sehingga dapat menyebabkan penurunan perfusi perifer dan edema paru. Selain disfungsi miokard, gagal jantung akut dapat dipicu oleh ketidakmampuan kerja katup jantung. Berbeda dengan gagal jantung akut De Novo, pasien gagal jantung akut dekompensasi cenderung menunjukkan gejala retensi cairan (penambahan berat badan, dispnea saat aktivitas, ortopnea, dan edema) yang menjadi ciri disfungsi sistolik left ventricular (LV) akut5.
Parameter hemodinamik seperti tekanan darah dan perfusi perifer, fungsi ventrikel, fungsi pernapasan, fungsi organ akhir yang mendasari pada penyakit ini sangat bervariasi di seluruh spektrum presentasi sehingga pada pasien yang menderita gagal jantung akut harus mendapatkan penanganan cepat dan perawatan disesuaikan dengan masing-masing pasien karena gagal jantung akut dapat mengancam jiwa. Di negara maju, gagal jantung akut sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung koroner yaitu infark miokard akut, iskemia miokard, dan disfungsi sistolik ventrikel kiri3. Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit gagal jantung dengan keadaan arteri koroner menyempit yang dapat disebabkan oleh penumpukan lapisan lemak pada dinding arteri koroner yang dikenal sebagai plak. Plak terbentuk dari kelebihan kolestrol yang mengalir di dalam pembuluh darah. Arteri koroner berfungsi
untuk membawa oksigen ke otot jantung manusia. Apabila 75% aliran darah tersumbat pada arteri koroner maka kerja otot jantung akan semakin berat dan menyebabkan angina4. Penyakit jantung koroner termasuk salah satu penyebab pada dua pertiga pasien gagal jantung sedangkan hipertensi arteri ditemukan pada sekitar 70% pasien. Manajemen pengobatan tidak hanya terfokus pada kompromi hemodinamik namun juga pada reperfusi untuk mengembalikan fungsi kontraktil miokard5.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian adalah semua pasien pada populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien gagal jantung akut akibat penyakit jantung koroner yang mendapatkan tatalaksana awal di Ruang Emergency PJT RSUP Sanglah pada tahun 2019-2020.
Data yang terkumpul diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 43 sampel dengan variabel berupa usia, jenis kelamin, gejala gagal jantung akut, riwayat hipertensi, dan tatalaksana awal pasien gagal jantung akut akibat penyakit jantung koroner di Ruang Emergency PJT RSUP Sanglah Denpasar. Data yang telah terkumpul dianalisis menggunakan perangkat Statictical Package for the Social Science (SPSS).
HASIL
Hasil penelitian ini ditampilkan dalam bentuk tabel gambaran karakteristik subjek dan tabel hasil analisis tatalaksana awal pasien gagal jantung akut akibat penyakit jantung koroner di Ruang Emergency Pelayanan Jantung Terpadu RSUP Sanglah. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan adanya perbedaan usia, gejala, dan riwayat penyakit pada pasien untuk tatalaksana awal di Ruang Emergency.
Tabel 1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia
Pada variabel usia, rerata usia pasien dalam penelitian ini adalah 59,96 ± 8,87 tahun dengan proporsi kelompok usia yang didominasi oleh kelompok usia pasien ≥50 tahun sebanyak 37 orang (86,05%). Sedangkan untuk rentangan usia, sampel didominasi oleh rentangan usia 5059 tahun sebanyak 20 orang (46,05%). Berdasarkan jenis kelamin pasien, mayoritas sampel penelitian ini merupakan pasien laki-laki sebanyak 30 orang (69,77%). Karakteristik sampel berdasarkan usia dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas pasien datang dengan keluhan sesak napas mendadak sebanyak 40 orang (93,02%) sedangkan terdapat 2 pasien yang mengalami nyeri dada disertai dengan keluhan sesak napas dan 1 orang (2,35%) datang dengan keluhan mudah lelah tanpa disertai nyeri dada maupun sesak napas saat istirahat. Pasien yang datang dengan keluhan edema tungkai sebanyak 2 orang (4,65%) dan 1 orang (2,35%) datang dengan keluhan peningkatan JVP. Selanjutnya sebanyak 6 pasien (13,95%) memiliki riwayat hipertensi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Gejala dan Riwayat Penyakit
Gejala Gagal Jantung Akut |
n |
% |
Sesak Napas |
40 |
93,02 % |
Nyeri Dada |
2 |
4,65 % |
Edema Tungkai |
2 |
4,65 % |
Mudah Lelah |
1 |
2,35 % |
Peningkatan JVP |
1 |
2,35 % |
Riwayat Penyakit |
n |
% |
Hipertensi |
6 |
13,95 % |
Berdasarkan hasil penelitian terkait tatalaksana awal yang diberikan pada pasien gagal jantung akut, mayoritas pasien mendapatkan Diuretik Furosemide intravena di Ruang Emergency dengan jumlah 40 pasien (93,02%). Obat-obatan lain hanya diberikan pada pasien tertentu seperti Beta blocker pada 1 pasien (2,35%), Nitrogliserin intravena dan Digoksin intravena diberikan masing-masing pada 6 pasien (13,95%), serta pemberian Dobutamine pada 13 pasien (30,23%). Mayoritas pasien mendapatkan tatalaksana Furosemide bolus dengan range dosis 20-80 mg/IV. Selain Furosemide, terdapat Atenolol 100 mg diberikan pada 1 pasien. Pemberian Nitrogliserin intravena diberikan pada 6 pasien dengan range dosis 120160 mcg/menit dan pemberian Digoksin intravena diberikan pada 6 pasien dengan range dosis 0,5 mg/IV-0,25 mg/IV. Penggunaan obat inotropik di Ruang Emergency Sanglah yaitu Dobutamine diberikan pada 13 pasien dari jumlah 43 pasien dengan range dosis 5-15 mcg/kgBB/menit. Obat-obatan di Ruang Emergency sebagai tatalaksana awal gagal
Usia (rerata) |
n |
% |
<50 tahun |
6 |
13,95 % |
≥50 tahun |
37 |
86,05 % |
Rentangan Usia |
n |
% |
40-49 |
6 |
13,95 % |
50-59 |
20 |
46,05 % |
60-69 |
10 |
23,25 % |
70-79 |
6 |
13,95 % |
≥80 |
1 |
2,35 % |
jantung akut akibat penyakit jantung koroner dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tatalaksana Awal Gagal Jantung Akut di Ruang Emergency
Obat-obatan di Ruang Emergency |
n |
% |
Furosemide Intravena |
40 |
93,02 % |
Beta Blocker |
1 |
2,35 % |
Nitrogliserin Intravena |
6 |
13,95 % |
Digoksin Intravena |
6 |
13,95 % |
Dobutamin |
13 |
30,23 % |
Berdasarkan data hasil penelitian, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien gagal jantung akut di Ruang Emergency ditemukan bahwa keseluruhan pasien dengan jumlah 43 orang menjalani pemeriksaan foto thoraks dan EKG sebagai pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis gagal jantung akut. Pada pemeriksaan penunjang lainnya, dilakukan pemeriksaan kimia darah pada 39 orang (90,07%), pemeriksaan darah lengkap pada 37 orang (88,05%), pemeriksaan FH dilakukan pada 33 orang (76,74%), pemeriksaan AGD pada 13 orang (30,23%), pemeriksaan rapid antigen COVID-19 sebanyak 10 orang (23,26%), pemeriksaan cardiac markers dilakukan pada 3 orang (6,97%), pemeriksaan lipid profile dan procalcitonin masing-masing dilakukan pada 2 orang (4,65%) di Ruang Emergency. Pasien gagal jantung akut akibat penyakit jantung koroner mayoritas menjalani pemeriksaan EKG, foto thoraks, darah lengkap, pemeriksaan kimia darah, dan pemeriksaan FH dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pemeriksaan Penunjang Pasien Gagal Jantung Akut
Pemeriksaan n %
Penunjang
Foto Thoraks 43 100 %
EKG |
43 |
100 % |
Kimia Darah |
39 |
90,07 % |
Darah Lengkap |
37 |
88,05 % |
FH |
33 |
76,74 % |
AGD |
13 |
30,23 % |
Rapid Antigen |
10 |
23,26 % |
COVID-19 | ||
Cardiac Markers |
3 |
6,97 % |
Lipid Profile |
2 |
4,65 % |
Procalcitonin |
2 |
4,65 % |
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1 didapatkan bahwa didominasi oleh kelompok usia pasien ≥50 tahun sebanyak 37 orang (86,05%). Sedangkan untuk rentangan usia, sampel didominasi oleh rentangan usia 5059 tahun sebanyak 20 orang (46,05%). Berdasarkan jenis kelamin pasien, mayoritas sampel penelitian ini merupakan pasien laki-laki sebanyak 30 orang (69,77%). Sampel laki-laki dengan rentang usia 30 tahun sampai 80 tahun (rerata usia ≥50 tahun), sedangkan sampel perempuan dengan rentang usia berkisar 40 tahun sampai 76 tahun (rerata usia ≥57 tahun). Hal ini sebanding dengan studi yang dilakukan Framingham bahwa insiden gagal jantung pada laki-laki (per 1000 kejadian) meningkat pada usia 50-59 tahun, sedangkan wanita memiliki insiden gagal jantung yang relatif lebih rendah jika dibandingkan pada laki-laki karena pada wanita dipengaruhi oleh peranan hormon estrogen yang bersifat memproteksi dari berbagai penyakit kardiovaskular6.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas pasien gagal jantung akut akibat penyakit jantung koroner datang dengan keluhan sesak napas sehingga membutuhkan pertolongan dengan segera. Hal ini disebabkan oleh curah jantung yang tidak adekuat sehingga menyebabkan pasien mudah sesak napas7. Keluhan nyeri dada disertai sesak napas hanya dialami oleh 2 pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa nyeri dada sering dianggap sepele oleh pasien sebagai suatu kondisi yang akan sembuh dengan sendirinya dan pada pemeriksaan awal sering dialami tanpa gejala nyeri dada8. Berdasarkan keluhan lain, pada hasil penelitian ini beberapa pasien mengalami peningkatan JVP, edema tungkai, dan mudah lelah. Hal ini sebanding dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa edema tungkai termasuk kriteria minor Framingham dan keluhan mudah lelah pada pasien disebabkan akibat perfusi ke jaringan otot yang tidak adekuat9. Berdasarkan hasil penelitian mengenai riwayat penyakit, insiden gagal jantung meningkat pada penderita hipertensi dan merupakan faktor risiko utama pada gagal jantung. Hal ini sebanding dengan penelitian sebelumnya bahwa hipertensi menyebabkan hypertrophy sehingga terjadinya peningkatan penebalan dinding ruang jantung kemudian meningkatkan resiko gagal jantung9.
Pada Tabel 3 mengenai tatalaksana awal yang diberikan di Ruang Emergency pada pasien gagal jantung
akut akibat penyakit jantung koroner menunjukkan bahwa mayoritas pasien diberikan tatalaksana awal Furosemide bolus dengan range dosis 20-80 mg/IV. Hal ini sebanding dengan pedoman PERKI 2020, pasien gagal jantung akut yang disertai tanda-tanda kongesti, pemberian Diuretik merupakan terapi utama. Diuretik memiliki efek vasodilatasi serta bekerja dengan meningkatkan ekskresi garam dan air oleh ginjal sehingga memperbaiki preload dan afterload. Penggunaan Furosemide sebagian besar digunakan pada pasien gagal jantung karena dapat menghasilkan diuresis yang lebih intens dibandingkan Thiazide untuk mengurangi perburukan kondisi gagal jantung dan mengurangi risiko kematian1. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian Beta blocker diberikan pada 1 pasien dan sangat jarang digunakan pada pasien gagal jantung akut (2,35%). Hal ini sejalan dengan pedoman PERKI 2020 yaitu penggunaan Beta blocker pada pasien gagal jantung akut belum diuji pada pasien dengan kongesti. Beta blocker tidak menunjukkan manfaat pada subkelompok pasien gagal jantung akut dan pemberian Beta blocker harus dipertimbangkan pada pasien gagal jantung akut terutama pada pasien dengan denyut jantung tinggi. Pemberian Beta blocker pada pasien gagal jantung akut harus dimulai dengan hati-hati karena berpotensi memperburuk gagal jantung pada fase akut dan mulai diberikan setelah pasien stabil secara klinis1. Di Ruang Emergency, pemberian Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien gagal jantung akut dengan Hipertensi Emergency dan Hipertensi Grade I dengan range dosis 120-160 mcg/menit intravena. Hal ini sebanding dengan penelitian sebelumnya yakni pasien gagal jantung akut disertai tekanan darah tinggi diberikan Nitrogliserin dosis 5-200 mcg/menit10. Indikasi penggunaan Nitrogliserin dalam penelitian ini yaitu untuk menurunkan tekanan darah pada pasien yang datang dengan hipertensi. Kombinasi obat Furosemide dan Digoksin digunakan sebagai tatalaksana awal gagal jantung akut di Ruang Emergency karena pasien gagal jantung akut disertai hipertensi. Hal ini sebanding dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa kombinasi penggunaan obat Furosemide dan Digoksin hingga saat ini masih digunakan untuk terapi gagal jantung karena mekanisme farmakokinetik dari kombinasi kedua obat ini sangat cepat terutama pada pasien gagal jantung yang parah11. Terapi lain yang dapat diberikan pada pasien gagal jantung akut yaitu Dobutamine. Pasien gagal jantung akut yang datang ke Ruang Emergency dengan kondisi hipoperfusi dan adanya kongesti diberikan Dobutamine range dosis 5-15 mcg/kg/BB sebanyak 13 orang (30,23%). Hal ini tentunya sebanding dengan penelitian sebelumnya yang menyampaikan bahwa penggunaan Dobutamine dosis 5-15 mcg/kgBB/menit dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung. Indikasi pemberian Dobutamine yakni pada pasien dengan kondisi penurunan cardiac output dan penurunan tekanan darah12.
Berdasarkan hasil penelitian, pada Tabel 4 mengenai pemeriksaan penunjang pasien gagal jantung akut
menunjukkan bahwa pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis yaitu pemeriksaan foto thoraks, EKG, dan pemeriksaan laboratorium. Di Ruang Emergency, pemeriksaan foto thoraks dan pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh seluruh pasien dan pemeriksaan laboratorium disesuaikan berdasarkan gejala dan tanda klinis pasien. Hal ini sejalan dengan pedoman PERKI 2020 yaitu pemeriksaan EKG dilakukan pada seluruh pasien gagal jantung akut dan pemeriksaan foto thoraks dilakukan untuk membantu dalam menegakkan diagnosis serta untuk mendeteksi beberapa gejala seperti kardiomegali, efusi pleura, dan mendeteksi penyakit yang dapat memperberat sesak napas6. Di Ruang Emergency, mayoritas pasien menjalani pemeriksaan kimia darah (90,07%), pemeriksaan darah lengkap (88,05%) dan pemeriksaan FH (76,74%). Terdapat beberapa pemeriksaan lainnya meliputi pemeriksaan AGD (30,23%), cardiac marker (6,97%), dan lipid profile (4,65%) dijalani oleh beberapa pasien di Ruang Emergency PJT RSUP Sanglah. Hal ini sebanding dengan pedoman PERKI 2020 yaitu pada pasien gagal jantung akut dilakukan pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap yang terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, trombosit, dan leukosit serta pemeriksaan penunjang lainnya untuk pasien gagal jantung akut yaitu kreatinin, elektrolit, eGFR, glukosa, urinalisa, dan tes fungsi hepar6. Pemeriksaan laboratorium pada penyakit jantung koroner meliputi cardiac marker dan lipid profile2. Pemeriksaan Procalcitonin dilakukan pada 2 pasien (4,65%) sebagai pemeriksaan tambahan. Hal ini sebanding dengan penelitian sebelumnya bahwa pada pemeriksaan Procalcitonin, kadar Procalcitonin yang meningkat dapat digunakan sebagai indikator infeksi pada pasien usia lanjut13. Pasien dengan komorbid kardiovaskular mengalami peningkatan risiko terpapar dan komplikasi COVID-19. Pasien gagal jantung akut yang datang ke Ruang Emergency dicurigai COVID-19 dilakukan pemeriksaan Rapid Antigen COVID-19 untuk membantu dalam menegakkan diagnosis apabila pasien mengalami COVID-19. Hal ini sebanding dengan Pedoman Tatalaksana COVID- 19 yang mengatakan bahwa pasien gagal jantung akut yang dicurigai terpapar COVID-19 dilakukan pemeriksaan Rapid Antigen Covid 19 serta penilaian klinis, pengukuran suhu non kontak, dan pemeriksaan EKG14.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian Tatalaksana Awal Pasien Gagal Jantung Akut Akibat Penyakit Jantung Koroner di Ruang Emergency PJT RSUP Sanglah terhadap 43 sampel pasien didapatkan hasil bahwa pasien dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan pasien wanita. Berdasarkan kelompok usia, pasien gagal jantung akut yang datang ke Ruang Emergency didominasi oleh kelompok usia ≥50 tahun. Mayoritas pasien gagal jantung akut mendapatkan tatalaksana awal Furosemide injeksi bolus intravena dengan range dosis 20-80 mg/IV dan
beberapa pasien mendapatkan tatalaksana lain seperti Dobutamine dengan range dosis 5-15 mcg/kgBB/menit yang disesuaikan berdasarkan kriteria klinis pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan di Ruang Emergency untuk menegakkan diagnosis gagal jantung akut meliputi pemeriksaan EKG, pemeriksaan foto thoraks, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kimia darah, dan pemeriksaan FH. Adanya keterbatasan dalam penelitian ini yaitu sampel yang diteliti dengan jumlah sedikit sehingga diharapkan dapat dilakukan pada jumlah sampel lebih banyak untuk penelitian selanjutnya agar memperoleh hasil penelitian yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Ponikowski P. ESC Guidelines For The Diagnosis And Treatment Of Acute And Chronic Heart Failure: European Heart Journal. 2016;37:2129-2200
-
2. Siswanto B, Hersunarti N, Erwinanto, Barack R, Pratikto R, Nauli S. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. 2015;1-21
-
3. Overbaugh K. Acute Coronary Syndrome. 2009;109(5):43-47
-
4. Janardhana G. Patofisiologi Jantung Koroner. 2012;1-2
-
5. Kurmani S, Squire I. Acute Heart
Failure:Definition, Classification and Epidemiology: Current Heart Failure Reports. 2017;14(5): 385-392
-
6. Siswanto B, Hersunarti N, Erwinanto, Barack R, Pratikto R, Nauli S. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. 2020;40-108
-
7. Aritonang Y. Gambaran Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Gagal Jantung Fungsional Kelas II & III di Jakarta. 2019;6(1):4-6
-
8. Ridwan M, Yusni, Nurkhalis. Analisis
Karakteristik Nyeri Dada pada Pasien Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 2019;21
-
9. Dwiyanti F. A 50 Year Old Woman With Heart Failure With Type II Diabetes Mellitus and Hypertension As Risk Factors. 2014;3(1):161-163
-
10. Laksono S. Gagal Jantung Akut: Definisi, Patofisiologi, Gejala Klinis, dan Tatalaksana. 2018;45(4):310-312
-
11. Suharyani I. Evaluasi Penggunaan Kombinasi Obat Digoksin dan Furosemide. 2015;6(2):701-705
-
12. Perdhana F, Adriane P. Penanganan Perioperatif Pasien Dengan TOF dan Kardiomiopati Dilatatif Disertai Multiple Thrombus di Semua Ruang Jantung. 2017;9(1):17
-
13. Prashanti K. Gambaran Kejadian Infeksi Pada Usia Lanjut. 2019;3(1):88
-
14. Burhan E, Susanto A, Nasution S. Pedoman Tatalaksana COVID-19. 2020;81-82
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i8.P13
88
Discussion and feedback