Characteristics of Tension-Type Headache among Nurse in Udayana University Hospital
on
JMU
Jurnal medika udayana ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.8,AGUSTUS, 2023
Diterima: 12-03-2023 Revisi: 02-05-2023 Accepted: 25-06-2023
KARAKTERISTIK NYERI KEPALA TIPE TEGANG PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS UDAYANA
Ni Putu Sista Ijya Savitri 1, Ida Ayu Sri Wijayanti2, Ketut Widyastuti3, Ida Ayu Sri Indrayani4 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang: Nyeri kepala merupakan keluhan yang paling sering dialami masyarakat di dunia dengan prevalensi tertinggi pada nyeri kepala tipe tegang. Perawat merupakan salah satu profesi yang memiliki risiko mengalami nyeri kepala tipe tegang karena dapat berpengaruh terhadap kinerja, biaya dan hasil pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik nyeri kepala tipe tegang pada perawat yang bertugas di rumah sakit. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif potong lintang (cross sectional) dengan teknik consequtive sampling yang melibatkan subjek sebanyak 89 orang perawat Rumah Sakit Universitas Udayana dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari isian kuesioner (google form) lalu dianalisis menggunakan SPSS 26. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi nyeri kepala tipe tegang pada perawat sebesar 46,1%. Berdasarkan karakteristik yang paling banyak ditemui pada perawat yaitu kelompok umur 26 – 35 tahun sebesar 80,5%, jenis kelamin perempuan sebesar 65,9%, kategori obesitas sebesar 39%, kategori tidak stres sebesar 95,1%, durasi tidur > 6 jam sebesar 58,5%, perawat shift sebesar 92,7%, perawat di ruang rawat inap sebesar 70,7%, dan masa kerja < 3 tahun sebesar 80,5%. Simpulan: Prevalensi nyeri kepala tipe tegang pada perawat adalah 46,1% dengan karakteristik terbanyak pada usia 26 – 35 tahun (masa dewasa awal), jenis kelamin perempuan, didominasi oleh kategori obesitas, kategori tidak stres, durasi tidur > 6 jam, dominan pada perawat shift, terbanyak pada perawat ruang rawat inap dan dengan masa kerja < 3 tahun.
Kata kunci : Nyeri kepala tipe tegang, karakteristik, perawat
ABSTRACT
Background: Headache is the most common complaint experienced by people in the world with the highest prevalence spesifically tension-type headache. Nurses are one of the professions with the risk of experiencing tension-type headache that can affect performance, costs, and work results. The purpose of this study was to determine the prevalence and characteristics of tension-type headache among nurses who work in the hospital. Method: This research is a cross-sectional descriptive study with consequtive sampling technique involving 89 nurses at Udayana University Hospital using primary data obtained from questionnaires (google form) and then analyzed by using SPSS 26. Results: The results showed that the prevalence of tension-type headache in nurses was 46.1%. Based on the most common characteristic in nurses, spesifically within the age of 26-35 years about 80.5%, female gender about 65.9%, obesity category about 39%, no stress category about 95.1%, sleep duration > 6 hours about 58.5%, shift nurses about 92.7%, nurses in inpatient room about 70.7%, and below 3 years duration of work about 80.5%. Conclusion: The prevalence of tension-type headache in nurses is 46.1% with the most characteristics at the age of 26-35 years (early adulthood), female gender, dominated by obesity category, no stress category, sleep duration > 6 hours, dominant in shift nurses, mostly in inpatient room nurses and below 3 years duration of work.
Keywords: Tension-type headache, characteristics, nurse
Nyeri kepala adalah salah satu keluhan yang paling umum ditemui pada dunia medis terutama di bidang neurologi.1 Gangguan nyeri kepala adalah masalah di seluruh dunia yang memengaruhi populasi dari segala umur, ras, tingkat pendapatan, dan wilayah geografis terlepas dari variasi regional. Menurut data dari WHO, secara global setengah sampai tiga perempat orang dewasa di dunia berumur 18-65 tahun pernah mengalami sakit kepala dalam setahun terakhir.2 Menurut International Headache Society (IHS), secara umum nyeri kepala dibagi menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder.3 Angka kejadian nyeri kepala primer sebesar 90% dan nyeri kepala sekunder sebesar 10%.4 Jenis nyeri kepala yang paling umum terjadi adalah nyeri kepala tipe tegang dengan angka perkiraan sebesar 40%, migren sebesar 10% dan nyeri kepala klaster sebesar 1 % dari total populasi orang dewasa di dunia.5 Berdasarkan Studi Global Burden of Disease, Injuries, and Risk Factors (GBD) tahun 2016, nyeri kepala muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat global yang utama. Prevalensi nyeri kepala tipe tegang di Indonesia lebih tinggi dibandingkan migren yaitu diperkirakan 25.000 - 27.000 per 100.000 populasi sedangkan migren 12.000 -13.000 per 100.000 populasi.6
Terdapat empat faktor yang paling sering menimbulkan nyeri kepala tipe tegang yaitu stres atau tekanan (tension), makan tidak tepat waktu, kelelahan, dan kurangnya waktu tidur.7 Menurut salah satu studi meta analisis didapatkan bahwa faktor pencetus nyeri kepala terbanyak adalah stres dan gangguan tidur.8 Pekerja sektor kesehatan merupakan salah satu sektor dengan prevalensi stres kerja paling tinggi.9 Perawat merupakan salah satu profesi dengan tingkat stres yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada perawat di Taiwan didapatkan bahwa adanya hubungan antara stres kerja yang tinggi pada perawat dengan kejadian nyeri kepala pada perawat.10 Bekerja di rumah sakit dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi karena tenaga kesehatan harus menghadapi kondisi medis yang tidak terduga, memiliki beban kerja yang berlebihan, dan jam kerja yang terpapar tingkat stres yang tinggi.11
Menurut penelitian di China Utara didapatkan prevalensi nyeri kepala primer pada perawat lebih tinggi dari populasi umum yaitu 45,3% vs. 23,8%. Menurut penelitian tersebut, disimpulkan bahwa faktor pekerjaan mengambil peran yang penting dalam munculnya nyeri kepala primer.12 Beban kerja yang berat, stres kerja, kerja dengan sistem shift, dan gangguan tidur dianggap menjadi penyebab risiko nyeri kepala lebih tinggi pada tenaga kesehatan. Secara umum, profesi perawat lebih rentan terhadap stres dan kelelahan karena perawat bertanggung jawab terhadap kehidupan pasien dan tindakan atau kurangnya tindakan perawat dapat berdampak serius pada pasien.13
Terdapat beberapa penelitian mengenai prevalensi nyeri kepala tipe tegang pada tenaga medis. Prevalensi nyeri kepala tipe tegang pada perawat di China Selatan sebesar 24,7%14, di China Utara sebesar 26,2 %12, dan di Taiwan sebesar 13,4%10. Data mengenai prevalensi nyeri kepala tipe tegang pada perawat di Indonesia masih sangat terbatas. Menurut penelitian yang dilakukan pada perawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo diperoleh prevalensi nyeri kepala tipe tegang sebesar 36,5%. Disabilitas akibat nyeri kepala memiliki efek nyata terhadap kinerja, biaya, dan hasil pekerjaan. Dampak dari nyeri kepala tipe tegang pada perawat adalah dapat menurunkan produktivitas kerja yang akan berpengaruh pada pemberian pelayanan kepada pasien dan hubungan intrapersonal, tidak masuk kerja karena nyeri kepala, dan biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan nyeri kepala.15
Rumah Sakit Universitas Udayana merupakan rumah sakit yang mulai beroperasi pada tahun 2013 dengan dibukanya pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum sebagai penyedia pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pada tahun 2018 Rumah Sakit Universitas Udayana meningkatkan status operasional menjadi Rumah Sakit Tipe C. Menurut data dari bagian kepegawaian Rumah Sakit Universitas Udayana, sebagian besar perawat Rumah Sakit Universitas Udayana berumur kurang dari 35 tahun. Menurut teori, dikatakan bahwa prevalensi nyeri kepala tipe tegang paling banyak dialami pada umur 20 – 40 tahun.16
Sudah banyak penelitian mengenai nyeri kepala tipe tegang pada berbagai golongan masyarakat namun penelitian yang dilakukan pada profesi tertentu khususnya perawat masih terbatas jumlahnya, padahal perawat merupakan salah satu pekerjaan yang rentan mengalami stres dan gangguan tidur yang merupakan faktor pencetus nyeri kepala terbanyak. Penelitian yang membahas mengenai karakteristik nyeri kepala tipe tegang pada perawat masih belum banyak dilakukan di Indonesia khususnya Bali, sehingga penting untuk dilakukan penelitian mengenai “Karakteristik Nyeri Kepala Tipe Tegang pada Perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana”.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan potong-lintang (cross sectional). Data yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh dari pengisian kuesioner yang disebarkan kepada responden melalui google form. Kuesioner pertama berisi karakteristik identitas responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, tempat bekerja, status shift kerja, dan masa kerja. Kuesioner kedua yaitu kuesioner nyeri kepala tipe tegang yang menanyakan riwayat nyeri kepala tipe tegang. Kuesioner ketiga yaitu kuesioner Depression, Anxiety and Stress Scale (DASS - 21). Kuesioner DASS – 21 yang digunakan pada penilitian ini merupakan bentuk singkat dari kuesioner DASS - 42 yang mencantumkan 7
pertanyaan (nomor 1,6,8,11,12,14,18) untuk menilai tingkat stres. Cara penilaian tingkat stres yaitu sesuai skor yang didapatkan, adapun intepretasi skornya adalah 0-14 = tidak stres dan ≥ 15 = stres. Kuesioner keempat yaitu kuesioner durasi tidur yang menanyakan mengenai rerata durasi tidur saat hari kerja dan hari libur. Data yang telah terkumpul dianalisis menggunakan SPSS 26.
Teknik pengumpulan sampel penelitian ini adalah consequtive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi meliputi perawat yang bekerja di Rumah Sakit Universitas Udayana yang menyatakan kesediaannya untuk terlibat dalam penelitian dengan mengisi dan menyetujui informed consent pada kuesioner. Kriteria ekslusi meliputi perawat yang memiliki riwayat trauma kepala atau leher, menderita demam karena infeksi sistemik maupun intrakranial, menderita masalah atau gangguan sekitar kepala (gigi geligi, sendi temporomandibular, leher, telinga, hidung, tenggorokan, mata), telah didiagnosis menderita tumor otak, penyakit autoimun, gangguan vaskular, sedang cuti kerja, tidak mengisi kuesioner secara lengkap
Penelitian berlangsung dari bulan Februari - Agustus 2021 dengan pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni 2021. Penelitian ini sudah diterima oleh Komisi Etik Penelitian FK Unud/RSUP Sanglah dengan “laik etik” nomor 428/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan 91 orang yang mengisi kuesioner dan 2 orang dieksklusi karena memiliki riwayat penyakit lain sehingga terdapat 89 orang yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian. Pada penelitian ini didapatkan 41 orang (46,1%) mengalami nyeri kepala tipe tegang. Seluruh subjek penelitian tersebut memiliki karakteristik yang berbeda – beda di setiap variabelnya yaitu berdasarkan jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh, tingkat stres, durasi tidur, tempat bekerja, status shift kerja dan masa kerja. Adapun hasil dari penelitian dilampirkan pada tabel berikut.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa perawat Rumah Sakit Universitas Udayana yang mengalami nyeri kepala tipe tegang yaitu sebanyak 41 orang (46,1%). Sedangkan, perawat Rumah Sakit Universitas Udayana yang tidak mengalami nyeri kepala tipe tegang yaitu sebanyak 48 orang (53,9%). Hasil penelitian mengenai prevalensi nyeri kepala tipe tegang pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Prevalensi Nyeri Kepala Tipe Tegang pada Perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana
Nyeri Kepala Frekuensi (n Persentase
Tipe Tegang = 89) (%)
Nyeri Kepala 41 46,1
Tipe Tegang
Tidak Nyeri 48 53,9
Kepala Tipe
Tegang
Hasil penelitian mengenai karakteristik nyeri kepala tipe tegang pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Nyeri Kepala Tipe Tegang pada Perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana
Variabel |
Frekuensi (n = 41) |
Persentase (%) |
Umur | ||
17 – 25 tahun (masa |
7 |
17,1 |
remaja akhir) | ||
26 – 35 tahun (masa |
33 |
80,5 |
dewasa awal) | ||
36 – 45 tahun (masa |
1 |
2,4 |
dewasa akhir) | ||
Jenis Kelamin | ||
Laki – laki |
14 |
34,1 |
Perempuan |
27 |
65,9 |
Indeks Massa Tubuh | ||
(IMT) | ||
Berat Badan |
(BB) 4 |
9,8 |
Kurang | ||
Normal |
13 |
31,7 |
Berat Badan (BB) Lebih 8 |
19,5 | |
Obesitas | ||
16 |
39 | |
Tingkat Stres | ||
Stres (score ≥ 15) |
2 |
4,9 |
Tidak stres (score 0 |
14) 39 |
95,1 |
Durasi Tidur | ||
≤ 6 jam |
17 |
41,5 |
> 6 jam |
24 |
58,5 |
Status Shift Kerja | ||
Shift |
38 |
92,7 |
Non shift |
3 |
7,3 |
Tempat Bekerja | ||
Instalasi Gawat Darurat 4 |
9,8 | |
(IGD) | ||
Rawat Inap |
29 |
70,7 |
Rawat Jalan |
2 |
4,9 |
Ruang Operasi |
5 |
12,2 |
Manajemen |
1 |
2,4 |
Masa Kerja | ||
< 3 tahun |
33 |
80,5 |
≥ 3 tahun |
8 |
19,5 |
3.3 Karakteristik |
Nyeri Kepala |
Tipe Tegang |
berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karakteristik nyeri kepala tipe tegang terbanyak berdasarkan umur yaitu pada kelompok umur 26 – 35 tahun (masa dewasa awal) sebanyak 33 orang (80,5%), sedangkan pada kelompok umur 17 – 25 tahun (masa remaja akhir) yaitu sebanyak 7 orang (17,1%). Nyeri kepala tipe tegang paling sedikit yaitu pada kelompok umur 36 - 45 tahun (masa dewasa akhir) sebanyak 1 orang (2,4%).
-
3.4 Karakteristik Nyeri Kepala Tipe Tegang berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karakteristik nyeri kepala tipe tegang terbanyak berdasarkan jenis kelamin yaitu pada perempuan sebanyak 27 orang (65,9%). Sementara penderita nyeri kepala tipe tegang pada laki – laki yaitu sebanyak 14 orang (34,1%).
-
3.5 Karakteristik Nyeri Kepala Tipe Tegang berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karakteristik nyeri kepala tipe tegang terbanyak berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) adalah pada perawat dengan IMT yang tergolong obesitas yaitu sebanyak 16 orang (39%). Sementara penderita nyeri kepala tipe tegang pada perawat yang tergolong ke dalam IMT normal sebanyak 13 orang (31,7%). Perawat dengan IMT yang tergolong berat badan (BB) lebih yaitu sebanyak 8 orang (19,5%) dan yang paling sedikit yaitu pada perawat yang tergolong BB kurang sebanyak 4 orang (9,8%).
-
3.6 Karakteristik Nyeri Kepala Tipe Tegang berdasarkan Tingkat Stres
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karakteristik nyeri kepala tipe tegang terbanyak berdasarkan tingkat stres yaitu pada perawat yang tergolong tidak stres sebanyak 39 orang (95,1%). Sementara perawat yang tergolong stres yaitu sebanyak 2 orang (4,9%).
-
3.7 Karakteristik Nyeri Kepala Tipe Tegang berdasarkan Durasi Tidur
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karakteristik nyeri kepala tipe tegang terbanyak yaitu pada perawat dengan durasi tidur > 6 jam yaitu sebanyak 24 orang (58,5%). Perawat yang mengalami nyeri kepala tipe tegang dan durasi tidur ≤ 6 jam yaitu sebanyak 17 orang (41,5%). 3.8 Karakteristik Nyeri Kepala Tipe Tegang
berdasarkan Status Shift Kerja
Menurut hasil penelitian didapatkan karakteristik nyeri kepala tipe tegang terbanyak berdasarkan status shift kerja yaitu pada perawat shift sebanyak 38 orang (92,7%). Sementara penderita nyeri kepala tipe tegang pada perawat non shift yaitu sebanyak 3 orang (7,3%).
-
3.9 Karakteristik Nyeri Kepala Tipe Tegang
berdasarkan Tempat Bekerja
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karakteristik nyeri kepala tipe tegang terbanyak berdasarkan tempat bekerja yaitu pada perawat yang bekerja di ruang rawat inap yaitu sebanyak 29 orang (70,7%) sedangkan perawat yang bekerja di ruang operasi yaitu sebanyak 5 orang (12,2%), ruang IGD sebanyak 4 orang (9,8%), ruang rawat jalan
sebanyak 2 orang (4,9%) dan yang paling sedikit pada perawat di ruang manajemen sebanyak 1 orang (2,4%).
-
3.10 Karakteristik Nyeri Kepala Tipe Tegang berdasarkan Masa Kerja
Menurut hasil penelitian didapatkan karakteristik nyeri kepala tipe tegang terbanyak berdasarkan masa kerja yaitu pada perawat dengan masa kerja < 3 tahun sebanyak 33 orang (80,5%). Sementara penderita nyeri kepala tipe tegang pada perawat dengan masa kerja yang lebih lama (≥ 3 tahun) yaitu sebanyak 8 orang (19,5%).
-
4. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana didapatkan bahwa prevalensi perawat yang mengalami nyeri kepala tipe tegang yaitu sebanyak 41 orang (46,1%). Hasil ini sedikit lebih tinggi dibandingkan penelitian Faisal dkk15 yang dilakukan pada perawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo yaitu prevalensi nyeri kepala tipe tegang pada perawat diperoleh sebesar 36,5%. Sedangkan dibandingkan dengan perawat yang mengalami nyeri kepala tipe tegang di luar Indonesia, prevalensi nyeri kepala tipe tegang pada perawat Rumah Sakit Universitas Udayana masih tergolong lebih tinggi yang dapat dilihat dari prevalensi nyeri kepala tipe tegang pada perawat di China Selatan sebesar 24,7% dan di China Utara sebesar 26,2 %.12,14 Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan pada populasi umum di Norwegia yang didapatkan bahwa prevalensi nyeri kepala tipe tegang selama 1 tahun terakhir adalah 43,1%.17 Prevalensi nyeri kepala tipe tegang pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang lain diperkirakan karena jumlah sampel yang digunakan lebih sedikit dibandingkan penelitian yang lain.
Distribusi karakteristik nyeri kepala tipe tegang berdasarkan umur pada perawat Rumah Sakit Universitas Udayana didominasi oleh kelompok umur 26 – 35 tahun (masa dewasa awal) yaitu sebanyak 33 orang (80,5%) diikuti dengan kelompok umur 17 – 25 tahun (masa remaja akhir) sebanyak 7 orang (17,1%) dan yang paling sedikit yaitu kelompok umur 36 – 45 tahun (masa dewasa akhir) yaitu sebanyak 1 orang (2,4%). Hasil ini sejalan dengan penelitian Jensen18 yang mengatakan bahwa onset nyeri kepala tipe tegang yaitu rata - rata pada rentang usia 25 – 30 tahun. Prevalensi nyeri kepala tipe tegang akan mencapai puncaknya pada usia 30 – 39 tahun dan prevalensinya akan menurun seiring dengan bertambahnya usia.18
Distribusi karakteristik nyeri kepala tipe tegang berdasarkan jenis kelamin pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 27 orang (65,9%) sedangkan distribusi nyeri kepala tipe tegang pada laki-laki yaitu sebesar 14 orang (34,1%). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Tai dkk19 di Malaysia yang didapatkan bahwa nyeri kepala tipe tegang lebih banyak dialami oleh perempuan
yaitu sebesar 71,2% dibandingkan laki – laki sebesar 28,8%. Penelitian yang dilakukan Lebedeva dkk20 juga mendapatkan hasil yang sama yaitu perempuan lebih berisiko 4,5 kali lebih tinggi mengalami nyeri kepala tipe tegang dibandingkan laki – laki (OR = 4,5 IK 95% 3,7 -5,3). Nyeri kepala tipe tegang lebih banyak dialami oleh perempuan dibandingkan laki – laki karena titik peka nyeri perempuan secara alami lebih banyak ditemukan dibandingkan laki – laki. Selain itu, perempuan lebih sensitif terhadap nyeri karena memiliki ambang batas nyeri yang lebih rendah dibandingkan laki – laki terutama pressure pain dan aktivasi modulasi analgesia yang berkurang pada perempuan.21 Fluktuasi hormon estrogen juga diyakini menjadi penyebab meningkatnya kadar prostaglandin dan menurunnya kadar serotonin sehingga akan menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh dasar arteri meningeal yang dapat menstimulasi sistem trigeminal sehingga dapat memicu timbulnya nyeri kepala tipe tegang pada perempuan.22
Distribusi karakteristik nyeri kepala tipe tegang berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana paling banyak dialami oleh perawat yang masuk ke dalam kategori obesitas yaitu sebanyak 16 orang (39%) dan paling sedikit yaitu pada perawat yang masuk ke dalam kategori berat badan (BB) kurang yaitu sebanyak 4 orang (9,8%). Hasil dari penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang dkk12 pada perawat di China Utara yang mendapatkan hasil bahwa prevalensi nyeri kepala tipe tegang bertambah seiring dengan pertambahan indeks massa tubuh (IMT). Pada penelitian Wang dkk12 didapatkan bahwa perawat dengan kategori obesitas memiliki risiko 1,9 kali lebih tinggi mengalami nyeri kepala tipe tegang dibandingkan perawat dengan kategori IMT normal (OR = 1,9 IK 95% 1,17 – 3,08 dengan p < 0,01). Kadar serotonin yang rendah dapat meningkatkan asupan makanan dan perkembangan obesitas yang dianggap mempunyai peran penting dalam nyeri kepala tipe tegang. Kadar dari beberapa mediator inflamasi seperti IL-1, IL-6 dan tumor necrosis factor (TNF-α) yang meningkat pada individu dengan obesitas, berkontribusi pada perkembangan nyeri kepala tipe tegang.12
Distribusi karakteristik nyeri kepala tipe tegang berdasarkan tingkat stres pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana paling banyak dialami oleh perawat yang masuk ke dalam kategori tidak stres (skor 0 – 14) yaitu sebanyak 39 orang (95,1%) sedangkan perawat yang termasuk ke dalam kategori stres yaitu sebanyak 2 orang (4,9%). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fahmi dkk23 yang didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan kejadian nyeri kepala primer dimana pada penelitian tersebut prevalensi nyeri kepala primer terbanyak adalah pada tipe nyeri kepala tipe tegang yaitu sebesar 65,2%. Pada penelitian Fahmi dkk23 didapatkan hasil bahwa responden yang tidak stres mempunyai kecenderungan 0,425 kali
mengalami nyeri kepala primer dibandingkan responden yang stress (OR 0,425 dan signifikan pada selang kepercayaan 95%). Stres dapat menjadi pencetus timbulnya nyeri kepala tipe tegang karena terjadi perubahan beberapa neurotransmiter terutama serotonin yang merupakan bagian dari biogenic amins yang berperan dalam timbulnya nyeri.23 Selain itu, stres juga dapat memperburuk jaringan myofasial yang sensitif sehingga dapat meningkatkan kontraksi otot yang dapat menyebabkan teraktivasinya titik pencetus nyeri kepala tipe tegang.24 Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Faisal dkk15 didapatkan hasil berbeda bahwa tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara nyeri kepala tipe tegang dengan stres kerja. Beban kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan stres pada perawat. Rendahnya tingkat stres pada perawat bisa disebabkan karena rendahnya beban kerja pada perawat. Salah satu penyebabnya karena antara jumlah petugas dan tugas perawat sebanding dengan jumlah rata – rata pasien, ditambah lagi pada tahun 2021 ini Rumah Sakit Universitas Udayana telah menambah jumlah perawat sehingga bisa menjadi salah satu faktor yang dapat meringankan beban kerja perawat.25 Menurut Ansori dan Martiana26 tingkat stres yang rendah juga bisa disebabkan karena peran perawat yang sudah berjalan dengan benar yaitu perawat sudah paham mengenai tugas dan tanggung jawab yang mereka kerjakan baik saat bertugas sendiri maupun saat berkolaborasi dengan rekan kerja yang lain.
Distribusi karakteristik nyeri kepala tipe tegang berdasarkan durasi tidur pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana paling banyak dialami oleh perawat dengan durasi tidur > 6 jam yaitu sebanyak 24 orang (58,5%) dibandingkan dengan perawat dengan durasi tidur ≤ 6 jam yaitu 17 orang (41,5%). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agririsky dan Adiputra27 pada perawat di ruang rawat inap anak RSUP Sanglah lebih banyak memiliki durasi tidur > 7 jam dan 6 – 7 jam (37,1% dan 45,7%) dibandingkan perawat yang memiliki durasi tidur 56 jam dan < 5 jam (10% dan 7,1%). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Oh dkk28 yang didapatkan hasil bahwa durasi tidur yang pendek (< 6 jam) memiliki hubungan yang signifikan dengan nyeri kepala tipe tegang (OR = 6,8 IK 95% 4,1 – 11,4). Hubungan antara gangguan tidur dengan nyeri kepala pada dasarnya karena memiliki struktur neuroanatomi dan mekanisme neurofisiologi yang hampir sama yaitu meliputi serotonin, hipotalamus dan melatonin. Melatonin adalah salah satu zat pengatur bangun tidur yang sangat berperan dalam proses terjadinya nyeri kepala. Kadar melatonin yang berkurang, selain membuat seseorang sulit untuk tidur juga dapat mengakibatkan penurunan ambang nyeri pada seseorang.29
Distribusi karakteristik nyeri kepala tipe tegang berdasarkan status shift kerja pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana paling banyak dialami oleh perawat shift yaitu sebanyak 38 orang (92,7%) dibandingkan perawat non shift yaitu sebanyak 3 orang (7,3%). Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Wang dkk12 yang mendapatkan hasil bahwa perawat dengan jumlah shift malam per bulan > 8 kali lebih tinggi kemungkinan mengalami nyeri kepala tipe tegang yaitu sebesar 35,5% dibandingkan perawat dengan jumlah shift malam per bulan ≤ 8 sebesar 28,1%. Selain itu juga perawat dengan jumlah shift malam per bulan > 8 memiliki risiko mengalami nyeri kepala tipe tegang 1,41 kali lebih tinggi dibandingkan perawat dengan jumlah shift malam per bulan ≤ 8.12 Penelitian yang dilakukan oleh Bjorvatn dkk30 di Norwegia mendapatkan hasil yang hampir sama juga yaitu perawat shift yang jumlah shift malamnya > 20 kali selama 1 tahun terakhir memiliki risiko mengalami nyeri kepala tipe tegang 1,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan perawat yang jumlah shift malamnya ≤ 20 selama 1 tahun terakhir (OR = 1,4 IK 95% 1,07 – 1,86). Menurut studi polisomnografi yang dilakukan oleh Engstrøm dkk29 didapatkan hasil bahwa penderita nyeri kepala tipe tegang membutuhkan lebih banyak waktu tidur dibandingkan kelompok kontrol yang sehat, sehingga pada perawat shift lebih tinggi risiko mengalami waktu tidur yang tidak cukup yang berkontribusi pada peningkatan sensitivitas nyeri pada nyeri kepala tipe tegang. Selain itu jumlah shift malam yang tinggi dapat meningkatkan gangguan tidur dan kelelahan kronis yang dapat menjadi pemicu munculnya nyeri kepala.12
Distribusi karakteristik nyeri kepala tipe tegang berdasarkan tempat bekerja pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana paling banyak dialami oleh perawat yang bekerja di ruang rawat inap yaitu sebanyak 29 orang (70,7%) dibandingkan dengan perawat di ruang operasi sebanyak 5 orang (12,2%), ruang IGD sebanyak 4 orang (9,8%), ruang rawat jalan sebanyak 2 orang (4,9%) dan ruang manajemen sebanyak 1 orang (2,4%). Menurut hasil penelitian ini, tempat bekerja dibagi menjadi 5 kelompok yaitu ruang rawat inap (di dalamnya mencakup perawat di ruang isolasi COVID – 19, ruang ICU dan ruang rawat inap itu sediri), ruang rawat jalan, IGD, ruang operasi dan ruang manajemen dengan hasil penelitian bahwa perawat di ruang rawat inap menempati urutan pertama dengan penderita nyeri kepala tipe tegang terbanyak (70,7%). Tingkat stres kerja berbeda – beda pada setiap ruangan di rumah sakit. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada perawat di Taiwan yang mendapatkan hasil bahwa adanya hubungan antara stres kerja yang tinggi pada perawat dengan kejadian nyeri kepala primer pada perawat.10 Menurut penelitian Oktari dkk31 pada perawat rumah sakit di era new normal didapatkan hasil bahwa perawat di ruang rawat inap (ruang isolasi COVID – 19, ICU dan rawat inap itu sendiri) mayoritas memiliki tingkat stres sedang – berat dibandingkan dengan perawat ruang UGD yang mayoritas memiliki tingkat stres ringan, dan perawat ruang operasi serta rawat jalan mayoritas memiliki tingkat stres sedang. Sistem shift kerja juga diperkirakan berpengaruh terhadap hasil penelitian karena didapatkan hasil bahwa perawat di ruang rawat jalan dan ruang manajemen yang paling sedikit mengalami nyeri kepala tipe
tegang karena berdasarkan hasil penelitian sebelumnya bahwa perawat yang memiliki jumlah shift kerja yang lebih banyak berisiko lebih tinggi mengalami nyeri kepala tipe tegang sedangkan perawat di ruang rawat jalan dan ruang manajemen tidak menjalankan sistem shift kerja sehingga itu yang diperkirakan menyebabkan prevalensi nyeri kepala tipe tegang perawat di ruang rawat jalan dan ruang manajemen paling sedikit.12
Distribusi karakteristik nyeri kepala tipe tegang berdasarkan masa kerja pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana paling banyak dialami oleh perawat dengan masa kerja < 3 tahun yaitu sebanyak 33 orang (80,5%) dibandingkan perawat dengan masa kerja ≥ 3 tahun yaitu sebanyak 8 orang (19,5%). Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan pada perawat di Taiwan bahwa perawat yang berusia muda dan pengalaman kerja yang masih kurang memiliki prevalensi nyeri kepala tipe tegang yang lebih tinggi karena berhubungan dengan tingkat stres yang tinggi yang merupakan salah satu pencetus nyeri kepala tipe tegang.10 Sehingga perawat dengan masa kerja baru memiliki risiko mengalami nyeri kepala tipe tegang lebih tinggi dibandingkan perawat dengan masa kerja lebih lama. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Faisal dkk15 mendapatkan hasil bahwa perawat dengan masa kerja 1 – 10 tahun memiliki risiko 14 kali lebih tinggi mengalami nyeri kepala tipe tegang dibandingkan perawat dengan masa kerja > 10 tahun. Perbedaan rentang masa kerja tersebut karena Rumah Sakit Universitas Udayana baru berdiri selama 8 tahun sehingga rentang masa kerja pada penelitian Faisal dkk15 tidak dapat digunakan pada penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa karakteristik nyeri kepala tipe tegang yang paling banyak ditemui pada perawat yaitu pada kelompok umur 26 – 35 tahun sebesar 33 orang (80,5%), jenis kelamin perempuan sebesar 27 orang (65,9%), kategori obesitas sebesar 16 orang (39%), kategori tidak stres sebesar 39 orang (95,1%), durasi tidur > 6 jam sebesar 24 orang (58,5%), perawat shift sebesar 38 orang (92,7%), perawat di ruang rawat inap sebesar 29 orang (70,7%), dan masa kerja < 3 tahun sebesar 33 orang (80,5%). Prevalensi nyeri kepala tipe tegang pada perawat di Rumah Sakit Universitas Udayana adalah 41 orang (46,1%)
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti diberikan yaitu perlu adanya penelitian analitik lanjutan untuk mengetahui hubungan antara masing – masing variabel umur, jenis kelamin, indeks massa tubuh, tingkat stres, kategori durasi tidur, status shift kerja, tempat bekerja, masa kerja dengan risiko terjadinya nyeri kepala tipe tegang. Diharapkan penelitian lebih lanjut tidak hanya dilaksanakan di Rumah Sakit Universitas Udayana saja tetapi dilaksanakan di beberapa rumah sakit lain agar mencerminkan data yang lebih reperesentatif pada suatu wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Rizzoli P & Mullally WJ. Headache. The American Journal of Medicine. 2018;131(1):17-24.
-
2. World Health Organization (WHO). Headache disorders [Internet]. 2016. [Cited 24 October 2020]. Available from : https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/headache-disorders.
-
3. Headache Classification Committee of the International Headache Society (IHS). The International Classification of Headache Disorders, 3rd edition. Cephalalgia. 2018;38(1):1–211.
-
4. Hidayati HB. Pendekatan Klinisi dalam Manajemen Nyeri Kepala. MNJ. 2016;2(2):89-97.
-
5. Haryani S, Tandy V, Vania A, Barus, J. Penatalaksanaan Nyeri Kepala Pada Layanan Primer. Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali. 2018;1(3): 80-90.
-
6. GBD 2016 Headache Collaborators. Global, Regional, and National Burden of Migraine and Tension-Type Headache, 1990-2016: A Systematic Analysis for The Global Burden of Disease Study 2016. Lancet Neurol. 2018;17(11):954-976.
-
7. Mukherjee A, Bhattacharyya KB, Singh G. 2018. IAN Textbook of Neurology. India : Jaypee. pp 24 – 30
-
8. Pellegrino ABW, Davis-Martin RE, Houle TT, Turner DP, Smitherman TA. Perceived Triggers Of Primary Headache Disorders: A Meta-Analysis. Cephalalgia. 2017;38(6):1188-1198.
-
9. ILO. 2016. Workplace Stress: A Collective Challenge. Geneva. Switzerland: ILO Publication.
-
10. Lin KC, Huang CC, Wu CC. Association Between Stress at Work and Primary Headache Among Nursing Staff in Taiwan: CME. Headache: The Journal of Head and Face Pain. 2007;47(4):576-584.
-
11. Wilkins K. Work Stress Among Health Care Providers. Health Rep. 2007;18:33–36
-
12. Wang Y, Xie J, Yang F, Wu S, Wang H, Zhang X, Liu H, Deng X, Yu S. The Prevalence Of Primary Headache Disorders And Their Associated Factors Among Nursing Staff In North China. The Journal of Headache and Pain. 2015;16(4):1-7
-
13. Koinis A, Giannou V, Drantaki V, Angelaina S, Stratou E, Saridi M. The Impact of Healthcare Workers Job Environment on Their Mental-emotional Health. Coping Strategies: The Case of a Local General Hospital. Health psychology research. 2015;3(1):1984.
-
14. Xie W, Li R, He M, Cui F, Sun T, Xiong J, Zhao D, Na W, Liu R., Yu S. Prevalence And Risk Factors Associated With Headache Amongst Medical Staff In South China. J Headache Pain. 2020;21(5):1-10.
-
15. Faisal M, Sitorus F, Dewati E, Herqutanto. TensionType Headache Pada Perawat Gilir Dan Non Gilir Di Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhinya. Neurona. 2012;29(4).
-
16. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2016. Panduan praktik klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia : 6-19
-
17. Hagen K, Åsberg AN, Uhlig BL. Tronvik E, Brenner E, Stjern M, Helde G, Gravdahl GB, Sand T. The epidemiology of headache disorders: a face-to-face interview of participants in HUNT4. J Headache Pain. 2018;19(1):1-6.
-
18. Jensen RH. Tension‐type headache–the normal and most prevalent headache. Headache: The Journal of Head and Face Pain. 2018;58(2): 339-345.
-
19. Tai MS, Yap JF, Goh CB. Dietary trigger factors of migraine and tension-type headache in a South East Asian country. Journal of pain research. 2018;11:1255–1261.
-
20. Lebedeva ER., Kobzeva NR, Gilev DV, Olesen J. Factors associated with primary headache according to diagnosis, sex, and social group. Headache: The Journal of Head and Face Pain. 2016;56(2):341-356.
-
21. Susanti R. Potential Gender Differences In
Pathophysiology Of Migraine And Tension Type Headache. Jurnal Human Care. 2020;5(2):539-544.
-
22. Wibisono Y. Kaitan Nyeri Kepala pada Wanita dengan Perubahan Kadar Hormon. Cermin Dunia Kedokteran. 2019;46(1):47-50.
-
23. Fahmi M, Sugiharto H, Azhar MB. Prevalensi dan faktor risiko nyeri kepala primer pada residen di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang. SRIWIJAYA JOURNAL OF MEDICINE. 2019;2(2):128-135.
-
24. Cathcart S, Anthony HW, Kurt L, Paul R. Stress and Tension Type Headache Mechanism. Cephalgia. 2010;30(10):1250 – 1267
-
25. Martyastuti NE, Isrofah I, Janah K. Hubungan Beban Kerja Dengan Tingkat Stres Perawat Ruang Intensive Care Unit dan Instalasi Gawat Darurat. J Kepemimp dan Manaj Keperawatan. 2019;2(1):9-15.
-
26. Ansori RR, & Martiana T. Hubungan faktor karakteristik individu dan kondisi pekerjaan terhadap stres kerja pada perawat gigi. The Indonesian Journal of Public Health. 2017;12(1):75-84.
-
27. Agririsky IAC, & Adiputra IN. Gambaran Kualitas Tidur Perawat dengan Shift Kerja di Ruang Rawat Inap Anak Rsup Sanglah Denpasar Tahun 2016. E-JURNAL MEDIKA. 2018;7(11):1-8.
-
28. Oh JH, Cho SJ, Kim WJ, Yang KI, Yun CH, Chu MK. Insufficient sleep in tension-type headache: a population study. Journal of Clinical Neurology. 2018;14(4):566-573.
-
29. Engstrom M, Hagen K, Bjork MH, Stovner LJ, Sand T. Sleep Quality and arousal and pain thresholds in tension type headache: A blinded controlled polysomnographic study. Cephalalgia. 2014;34(6):455-463.
-
30. Bjorvatn B, Pallesen S, Moen BE, Waage S, Kristoffersen ES. Migraine, tension-type headache and medication-overuse headache in a large population of
shift working nurses: a cross-sectional study in Norway. BMJ open. 2018; 8(11).
-
31. Oktari T, Nauli FA, Deli H. Gambaran Tingkat Stres Kerja Perawat Rumah Sakit pada Era New Normal. HEALTH CARE: JURNAL KESEHATAN. 2021;10(1):115-124.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i8.P12
83
Discussion and feedback