ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.2,FEBRUARI, 2023


DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Diterima: 2021-06-01Revisi: 2022-12-30 Accepted: 25-02-2023

KARAKTERISTIK FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERUS PADA ANAK-ANAK DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 2017-2020

Km Junita Sari Nanda1, Kadek Ayu Candra Dewi2, Putu Feryawan Meregawa2, I Gusti Ngurah Wien Aryana2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Fraktur suprakondiler humerus merupakan fraktur ekstermitas atas yang umum terjadi pada anak-anak di seluruh dunia. Kasus fraktur suprakondiler humerus di Indonesia terutama di Bali cukup sering ditemukan namun data penelitian mengenai karakteristik fraktur ini masih terbatas. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak di RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan rancangan cross sectional. Sampel diambil melalui data rekam medis pasien di RSUP Sanglah Denpasar dari Agustus 2017 - Desember 2020. Dilakukan analisis data menggunakan software SPSS versi 26 untuk mendapatkan karakteristik fraktur suprakondiler humerus berdasarkan usia, jenis kelamin, klasifikasi, tatalaksana, waktu penanganan dan komplikasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa distribusi pasien yang sering datang yaitu pada kelompok anak-anak usia 5-9 tahun (56,9%) dengan berjenis kelamin laki-laki (73,8%). Klasifikasi yang banyak ditemukan pada penelitian ini yaitu fraktur Gartland tipe 3 (5,9%) dan diikuti oleh fraktur Gartland tipe 2 (29,2%). Sebagian besar pasien datang dan mendapatkan penanganan kurang dari 3 minggu setelah terjadinya fraktur (76,9%). Tatalaksana yang sering dilakukan yaitu secara operatif (90,8%). Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi seperti malunion (18,5%), sindrom kompartemen (1,5%) dan cedera saraf (1,5%). Fraktur Gartland tipe 3 sebagian besar terjadi pada anak dengan usia 5-9 tahun dikarenakan pada usia tersebut tulang anak masih dalam proses pematangan. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada anak laki-laki dikarenakan aktivitas fisik yang lebih tinggi. Dengan dilakukan penalataksanaan yang baik maka dapat mengurangi risiko komplikasi.

Kata kunci: Anak-anak, Fraktur Suprakondiler Humerus, Gartland

ABSTRACT

Supracondylar fracture of humerus is the most common upper extremity fracture in children worldwide. The number of cases in Indonesia, especially in Bali, are quite frequent, but the research data regarding this fracture is limited. Therefore, it is important to conduct this study to know the characteristics of supracondylar humerus fractures in children at Sanglah Hospital, Denpasar. Our study conducted crosssectional research with descriptive method. Samples were taken through medical records of patients at Sanglah Hospital Denpasar from August 2017 - December 2020. The data were analysed using SPSS version 26 software to obtain the characteristics of supracondylar humeral fractures based on age, gender, classification, management, time of management, and complications. The results is 5-9 years old group was the most common patient attending to hospital (56.9%) predominant with male gender (73.8%). Gartland fracture type 3 (56.9%) was the most common, followed by Gartland fracture type 2 (29.2%). Most of the patients came and received treatment less than 3 weeks after fracture (76.9%). Surgery was done in 90.8% cases. Several complications was malunion (18.5%), compartment syndrome (1.5%), and nerve injury (1.5%). The majority of Gartland type 3 fractures is in children 5-9 years old due to maturation still happened in this age group. Male gender was predominant due to more activity. Management must be handling properly to avoid complications.

Keywords: Children, Fracture Supracondylar Humerus, Gartland

PENDAHULUAN                                      proksimal troklea dan capitulum humeri.1 Fraktur ini paling

Fraktur suprakondiler humerus adalah jenis   umum terjadi pada kelompok anak-anak terutama anak

fraktur yang terletak di sepertiga distal humerus tepat di    laki-laki (60%) dibandingkan dengan anak perempuan

(40%).2 Hal ini dapat terjadi karena pada masa pertumbuhan di usia 4-10 tahun struktur tulang pada anak masih dalam proses osifikasi, dan daerah suprakondiler mengalami remodeling yang menyebabkan lebih tipis dengan korteks yang lebih ramping sehingga membuat daerah tersebut berisiko terjadinya suatu fraktur.3

Menurut beberapa ahli insiden tahunan dari fraktur ini diperkirakan mencapai 177,3 per 100.000 anak dengan rentangan kejadian di usia 5-7 tahun.4 Berdasarkan mekanisme cideranya fraktur suprakondiler humerus dapat di bagi menjadi fraktur dengan perpindahan secara posterior (ekstensi) dan fraktur dengan perpindahan fragmen secara anterior (fleksi).5

Berdasarkan tipe Gartland, fraktur suprakondiler humerus jenis ekstensi dibagi lagi menjadi fraktur tipe I (tidak terjadinya pergeseran), fraktur tipe II (diantara humerus dan kondilus lateral hanya mengalami perubahan sudut), fraktur tipe III (adanya pergeseran tanpa kontak kortikal), dan fraktur tipe IV (pergeseran pada fragmen dengan tidak ada kontak sama sekali).1 Fraktur suprakondiler humerus dapat ditangani dengan beberapa tindakan yaitu non-operatif seperti fisioterapi dan operatif seperti reduksi tertutup dan reduksi terbuka.

Dengan dilakukannya diagnosis dan penanganan yang tepat dapat mengurangi risiko terjadinya suatu komplikasi berupa komplikasi awal seperti cedera pembuluh darah, cedera saraf, sindrom kompartemen, pin migration, infeksi pin track dan komplikasi lanjut seperti malunion dan kekakuan siku.1,6 Berdasarkan penelitian yang ada diperkirakan pada pasien fraktur suprakondiler humerus di negara berkembang mengalami keterlambatan penanganan yaitu sebanyak 10-20%,7 hal ini disebabkan karena masyarakat lebih memilih melakukan pengobatan ke traditional bonesetter atau sulitnya transportasi yang menuju ke rumah sakit.8

Berdasarkan uraian tersebut, kasus fraktur suprakondiler humerus di Indonesia terutama di Bali cukup sering ditemukan namun data penelitian mengenai karakteristik fraktur ini masih terbatas. Hingga saat ini, di RSUP Sanglah Denpasar belum ada penelitian terbaru mengenai karakteristik fraktur suprakondiler humerus, sehingga dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan nantinya dapat mengetahui lebih banyak mengenai karakteristik fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak di RSUP Sanglah Denpasar.

BAHAN DAN METODE

Desain pada penelitian ini yaitu menggunakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian diambil dari populasi terjangkau baik yang tidak sedang menjalani perawatan maupun yang masih menjalani perawatan dengan metode consecutive sampling pada data sekunder di RSUP Sanglah Denpasar periode Agustus 2017 - Desember 2020.

Data yang terkumpul sudah memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi dan diambil menggunakan total sampling dengan variabel berupa usia, jenis kelamin, klasifikasi, waktu penanganan, tatalaksana dan komplikasi pada anak-anak dengan rentang usia 1-14 tahun. Data yang

terkumpul kemudian dianalisis menggunakan perangkat Statictical Package for the Social Science (SPSS). Analisis dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik pasien fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak.

HASIL

Total keseluruhan sampel yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu sejumlah 73 orang dan sampel yang memenuhi kriteria inklusi sejumlah 65 orang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien fraktur suprakondiler humerus pada anak - anak di RSUP Sanglah Denpasar paling banyak di temukan pada usia 5-9 tahun yaitu sebanyak 37 orang (5,9%) dengan rata-rata pada usia 7 tahun, diikuti oleh usia 10-14 tahun yaitu sebanyak 15 orang (23,1%) dan usia 1-4 tahun sebanyak 13 orang (20%) (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi Pasien Fraktur Suprakondiler Humerus pada Anak-Anak di RSUP Sanglah Denpasar 2017-2020 Berdasarkan Usia

Usia

Frekuensi (n=59)

Persentase (%)

1-4 tahun

13

20,0

5-9 tahun

37

56,9

10-14 tahun

15

23,1

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pasien yang mengalami fraktur suprakondiler humerus berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 48 orang (73,8%), sedangkan pada perempuan ditemukan sebanyak 17 orang (26,2%) yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Pasien Fraktur Suprakondiler Humerus pada Anak-Anak di RSUP Sanglah Denpasar 2017-2020 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Frekuensi (n=59)

Persentase (%)

Laki-Laki

48

73,8

Perempuan

17

26,2

Apabila ditinjau dari klasifikasi, pasien dengan fraktur suprakondiler humerus pada anak di RSUP Sanglah Denpasar mayoritasnya mengalami fraktur jenis ekstensi dengan Gartland tipe 3 yaitu sejumlah 37 orang (56,9%), diikuti oleh Gartland tipe 2 sebanyak 19 orang (29,2%). Selain itu ditemukan juga Gartland tipe 1 sejumlah 6 orang (9,2%) dan Gartland tipe 4 sejumlah 2 orang (3,1%). Sedangkan fraktur jenis fleksi paling sedikit ditemukan yaitu sejumlah 1 orang (1,5%) (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi Pasien Fraktur Suprakondiler Humerus pada Anak-Anak di RSUP Sanglah Denpasar 2017-2020 Berdasarkan Klasifikasi

Waktu Penanganan

Frekuensi (n=59)

Persentase (%)

< 3 minggu

50

76,9

≥ 3 minggu

15

23,1

Distribusi berdasarkan waktu penanganan yang disajikan pada Tabel 4 menunjukan bahwa pasien fraktur suprakondiler humerus di RSUP Sanglah Denpasar paling banyak datang dan mendapatkan penanganan awal dengan kisaran waktu < 3 minggu yaitu sebanyak 50 orang (76,9%). Namun masih terdapat juga yang datang dan mendapatkan penanganan dengan kisaran waktu ≥ 3 minggu yaitu sejumlah 15 orang (23,1%).

Tabel 4. Distribusi Pasien Fraktur Suprakondiler Humerus pada Anak-Anak di RSUP Sanglah Denpasar 2017-2020

Klasiflkasi

Frekuensi (n=59)

Persentase (%)

Kkksi

1

1,5

Efekwsi GQOlawd Xipe 1

6

9,2

Gaolawd Iipe 2

19

29,2

GaOlawd Iipe 3

37

56,9

GaOlawd, IiRe 4

2

3,1

Berdasarkan Waktu Penanganan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tatalaksana yang sering dilakukan di RSUP Sanglah

Denpasar pada pasien fraktur suprakondiler humerus yaitu secara operatif sebanyak 59 orang (90,8%), sedangkan tatalaksana non-operatif ditemukan lebih sedikit yaitu sejumlah 6 orang (9,2%) (Tabel 5).

Tabel 5. Distribusi Pasien Fraktur Suprakondiler Humerus pada Anak-Anak di RSUP Sanglah Denpasar 2017-2020 Berdasarkan Tatalaksana

Tatalaksana

Frekuensi (n=59)

Persentase (%)

Non-Operatif

6

9,2

Operatif

59

90,8

Distribusi berdasarkan komplikasi yang disajikan pada Tabel 6 menunjukan bahwa komplikasi yang sering ditemukan di RSUP Sanglah Denpasar yaitu komplikasi lanjut berupa malunion sebanyak 12 orang (18,5%), selain itu ditemukan juga komplikasi awal berupa cedera saraf dan sindrom kompartemen pada 1 orang (1,5%). Sementara pada komplikasi awal seperti cedera pembuluh darah, pin migration, infeksi pin track dan komlikasi lanjut seperti kekakukan siku tidak ditemukan.

Tabel 6. Distribusi Pasien Fraktur Suprakondiler Humerus pada Anak-Anak di RSUP Sanglah Denpasar 2017-2020

Berdasarkan Komplikasi

Variabel

Frekuensi (n=59)

Persentase (%)

Komplikasi Awal

Cedera Pembuluh Darah

0

0

Cedera Saraf

1

1,5

Sindrom Kompartemen

1

1,5

Pin Migration

0

0

Infeksi Pin Track

0

0

Komplikasi Lanjut Malunion

12

18,5

Kekakuan Siku

0

0

Tidak Ada

51

78,5

Pada Tabel 7 menunjukan bahwa hubungan komplikasi dengan waktu penanganan ditemukan bahwa komplikasi malunion paling banyak ditemukan pada pasien yang datang dan mendapatkan penangnan ≥ 3 minggu yaitu sejumlah 9 orang (75%), sedangkan pada pasien dengan waktu penanganan < 3 minggu yang disertai komplikasi malunion ditemukan lebih sedikit yaitu sejumlah 3 orang (25%). Selain itu ditemukan komlikasi cedera saraf dan sindrom kompartemen pada pasien dengan waktu penanganan < 3 minggu yaitu sejumlah 1 orang (1,5%).

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 8 menunjukan bahwan hubungan komplikasi berdasarkan klasifikasi ditemukan bahwa komplikasi malunion paling banyak terjadi pada jenis fraktur ekstensi dengan Gartland tipe 3 yaitu sejumlah 6 orang (50%), diikuti oleh Gartland tipe 2 sejumlah 5 orang (41,7%) dan Gartland tipe 1 sejumlah 1 orang (8,3%).

Tabel 7. Distribusi Komplikasi berdasarkan Waktu Penanganan pada Pasien Anak-Anak Fraktur Suprakondiler Humerus di RSUP Sanglah Denpasar periode 2017-2020

Variabel

< 3 minggu

≥ 3 minggu

n

%

n

%

Komplikasi Awal

Cedera Pembuluh Darah

0

0

0

0

Cedera Saraf

1

100

0

0

Sindrom Kompartemen

1

100

0

0

Pin Migration

0

0

0

0

Infeksi Pin Track

0

0

0

0

Komplikasi Lanjut

Malunion

3

25

9

75

Kekakuan Siku

0

0

0

0

Tidak Ada

45

88,2

6

11,8


Tabel 8. Distribusi Komplikasi berdasarkan Klasifikasi pada Pasien Anak-Anak Fraktur Suprakondiler Humerus di RSUP Sanglah Denpasar periode 2017-2020

Variabel

Fleksi

Gartland Tipe 1

Gartland Tipe 2

Gartland Tipe 3

Gartland Tipe 4

n

%

n

%

n

%

n

%

n

%

Komplikasi Awal

Cedera Pembuluh Darah

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Cedera Saraf

0

0

0

0

0

0

0

0

1

100

Sindrom Kompartemen

0

0

0

0

1

100

0

0

0

0

Pin Migration

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Infeksi Pin Track

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Komplikasi Lanjut Malunion

0

0

1

8,3

5

41,7

6

50

0

0

Kekakuan Siku

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Tidak Ada

1

2,0

5

9,8

13

25,5

31

60,8

1

2,0


PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1, kejadian fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak didapatkan paling banyak terjadi dengan rentang usia 5-9 tahun yaitu sebanyak 37 orang (56,9%) dengan rata-rata kejadian di usia 7 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang ada di India dengan jumlah pasien yaitu 263 orang yang mayoritas pasien fraktur suprakondiler humerus terjadi pada usia 5-8 tahun dengan rata-rata pada usia 7,9 tahun6. Hal tersebut dapat terjadi karena pada usia 4-10 tahun struktur tulang pada anak masih belum sempurna dan masih dalam proses pematangan. Pada anak usia 6 hingga 7 tahun daerah suprakondiler mengalami remodeling dan biasanya lebih tipis dengan korteks yang lebih ramping sehingga membuat daerah ini rawan terkena fraktur.3

Distribusi jenis kelamin pasien dengan fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak di RSUP Sanglah Denpasar yang tercantum pada Tabel 2 menunjukan bahwa anak laki-laki lebih sering mengalami fraktur ini dibandingkan dengan anak perempuan yaitu sebanyak 48 orang (73,8%). Penelitian ini memiliki kesesuaian dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa fraktur suprakondiler humerus sering terjadi pada anak laki-laki (60%) dibandingkan dengan anak perempuan (40%). Hal

ini disebabkan karena penggunaan aktivitas fisik pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan sehingga memiliki risiko lebih tinggi mengalami fraktur.2

Pada Tabel 3 menunjukan bahwa fraktur jenis ekstensi dengan Gartland tipe 3 merupakan klasifikasi yang sering ditemukan pada anak-anak fraktur suprakondiler humerus di RSUP Sanglah Denpasar yaitu sebanyak 37 orang (56,9%), sedangkan fraktur dengan posisi fleksi paling sedikit di temukan yaitu sebanyak 1 orang (1,5%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di India yaitu dari 263 orang terdapat 54,37% pasien fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak dalam posisi ekstensi dengan Gartland tipe 37. Hal ini disebabkan karena mekanisme cedera yang khas pada anak-anak adalah jatuh pada saat bermain dengan posisi telapak tangan sebagai penumpu untuk menahan jatuh sehingga saat salah satu siku di paksa untuk ekstensi, maka olecranon berfungsi sebagai titik tumpu dan memfokuskan tekanan pada humerus distal yang menyebabkan risiko lebih tinggi untuk terjadi fraktur.9

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4 mengenai waktu penanganan, di dapatkan bahwa pasien fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak di RSUP Sanglah Denpasar lebih banyak datang dan mendapatkan

penanganan dengan kurun waktu < 3 minggu yaitu

sebanyak 50 orang (76,9%).

Namun masih ada beberapa pasien yang terlambat mendapatkan penanganan dengan kurun waktu ≥ 3 minggu akibat masih kurangnya kesadaran orang tua terhadap anak atau lebih memilih untuk melakukan pengobatan tradisional bone setter terlebih dahulu. Pada 2-3 minggu pasca fraktur biasanya ditemukan adanya pembentukan soft callus, hal ini yang dapat menyebabkan terjadinya suatu komplikasi lanjut seperti malunion.10

Distribusi    tatalaksana    pasien    fraktur

suprakondiler humerus pada anak-anak di RSUP Sanglah Denpasar yang tercantum pada Tabel 5 menunjukan bahwa tatalaksana yang sering digunakan adalah operatif seperti Open Reduction Internal Fixation ataupun osteotomy pada pasien yang mengalami malunion yaitu sebanyak 59 orang (90,8%). Hal ini disebabkan karena pasien fraktur suprakondiler humerus di RSUP Sanglah Denpasar lebih banyak dalam kondisi fraktur ekstensi dengan Gartland tipe 3 yang membutuhkan tatalaksana secara operatif. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa tatalaksana operatif berupa reduksi tertutup atau terbuka merupakan standar emas dalam penanganan fraktur ini. Penelitian sebelumnya juga menunjukan bahwa hasil klinis dengan perawatan bedah pada fraktur ekstensi Gartland tipe 3 memberikan hasil yang memuaskan baik dari segi fungsional maupun kosmetik.11

Pada Tabel 6 menunjukan bahwa komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak pasien fraktur suprakondiler humerus di RSUP Sanglah Denpasar adalah malunion dengan tipe cubitus varus yaitu sebanyak 12 orang (18,5%) dan rata-rata merupakan pasien rujukan dari rumah sakit lain akibat penanganan yang kurang tepat atau keterlambatan penanganan akibat ketidaktahuan orang tua terhadap penyakit anaknya. Hal ini sejalan dengan Tabel 7 yang menunjukan bahwa di RSUP Sanglah Denpasar kejadian malunion lebih banyak terjadi pada pasien fraktur yang datang dan mendapatkan penanganan ≥ 3 minggu yaitu sebanyak 9 orang (12%). Selain itu malunion juga banyak di dapatkan pada fraktur ekstensi dengan Gartland tipe 3 yang ada pada Tabel 8 yaitu sebanyak 6 orang (50%). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa malunion adalah salah satu komplikasi yang sering terjadi terutama pada fraktur ekstensi Gartland tipe 3 yang biasanya di temukan dalam bentuk cubitus varus dengan insiden yang di laporkan yaitu 3% sampai 57%.12

SIMPULAN DAN SARAN

Fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2020 mayoritasnya berusia 5-9 tahun sebanyak 37 orang (56,9%) dan kebanyakan berjenis kelamin laki-laki yaitu 48 orang (73,8%). Berdasarkan klasifikasinya, pasien yang banyak ditemukan yaitu fraktur jenis ekstensi dengan Gartland tipe 3 yaitu sebanyak 37 orang (56,9%). Waktu penanganan yang diterima kebanyakan < 3 minggu yaitu sejumlah 50 orang (76,9%) dan tatalaksana yang sering http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2023.V12.i2.P07

dilakukan yaitu dengan operatif sebanyak 59 orang (90,8%). Komplikasi yang paling banyak ditemukan yaitu malunion yaitu sejumlah 12 orang (18,5%). Malunion ini banyak ditemukan pada Gartland tipe 3 sejumlah 6 orang (50%) dan pada pasien dengan waktu penanganan ≥ 3 minggu yaitu sejumlah 9 orang (75%). Adanya keterbatasan pada penelitian ini yang hanya dapat menggambarkan karakteristik fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak di RSUP Sanglah Denpasar periode 2017-2020, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti penelitian analitik untuk mencari hubungan antara masing-masing karakteristik yang ada pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Dabis J & Daly K. Supracondylar Fractures of the Humerus in Children. Review of Management and Controversies. Orthopedic & Muscular System. Orthop Muscular Syst. 2016;05(01):1-8.

  • 2.    Gowda PM & Mohammed M. A Study of Supracondylar Fractures of Humerus in Children by Open Reduction and Internal Fixation with Kirschner Wires. Indian Journal of Clinical Practice. 2014;25(6).

  • 3.    Brubacher JW & Dodds    SD. Pediatric

supracondylarfractures of the distal humerus. Current Reviews in Musculoskeletal Medicine.  Curr Rev

Musculoskelet Med. 2008;1(3-4):190–196.

  • 4.    Zorrilla S de Neira J, Prada-Cañizares, A, Marti-Ciruelos R, & Pretell-Mazzini J. Supracondylar humerusfractures in children: current concepts for management    and prognosis.    International

Orthopaedics. 2015; 39(11).

  • 5.    Nduaguba A & Flynn J. Supracondylar Humerus Fracture. The Pediatric Upper Extremity. Journal Springer. 2015(2);1121–1136.

  • 6.    Anjum R, Sharma V, Jindal R, Singh TP, & Rathee N. Epidemiologic pattern of paediatric supracondylar fractures of humerus in a teaching hospital of rural India: A prospective study of 263 cases. Chinese Journal of Traumatology. 2017;20(3), 158–160.

  • 7.    Eren A, Guven M, Erol B, & Cakar M. Delayed surgical treatment of supracondylar humerus fractures in children using a medial approach. Journal of Children’s Orthopaedics. 2008;2(1), 21–27.

  • 8.    Habiburrahman MF, Leonas R & Marwoto J. Karakteristik Fraktur Suprakondiler Humerus pada Anak di RSUP DR. Mohammad Hoesin Palembang Periode 2014-2017. Majalah Kedokteran Sriwijaya, Th.50. 2018;1(1)

  • 9.    Kumar V. Fracture Supracondylar Humerus: A Review. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2016

  • 10.    Shah RK, Rijal R, Kalawar RPS, Shrestha SR & Shah NK. Open Reduction and Internal Fixation of Displaced Supracondylar Fracture of Late Presentation in Children: A Preliminary Report. Advances in Orthopedic Surgery. 2016

  • 11.

  • 12.    Aslan A, Konya MN, Özdemir A, Yorgancigil H, Maralcan G & Uysal E. Open reduction and pinning for the treatment of Gartland extension type III supracondylar humeral fractures in children. Strategies in Trauma and Limb Reconstruction. 2014;9(2),79–88.

  • 13.    Azzam W, Catagni MA, Ayoub MA, El-Sayed M & Thabet AM. Early correction of malunited supracondylar humerus fractures in young children. Injury. Journal Elsevier. 2020

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i2.P07

39