ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.2,FEBRUARI, 2023


Diterima: 2022-06-01Revisi: 2022-12-30 Accepted: 25-02-2023

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG FAKTOR RISIKO HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI WILAYAH PUSKESMAS TEGALLALANG I, PROVINSI BALI

Gusti Ayu Putu Melisa Sinta Melenia Darmayani1, Ni Komang Ayu Kartika Sari2, Anak Agung Sagung Sawitri2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian mengenai tingkat pengetahuan tentang faktor risiko hipoglikemia atau kadar gula darah dibawah normal belum banyak dilakukan pada pasien diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus. Studi deskriptif cross sectional dilakukan pada pasien diabetes melitus berusia lebih dari 20 tahun yang tercatat di Puskesmas Tegalallang I dalam 1 tahun terakhir. Sampel penelitian diambil dengan sampling insidental pada 90 responden. Tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tentang faktor risiko hipoglikemia diukur dengan 10 pertanyaan, sedangkan karakteristik yang diukur adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, kondisi sosial-ekonomi,lama mengidap diabetes melitus, sumber informasi, dan pengalaman menderita hipoglikemia . Data dianalisis dengan menggunakan aplikasi statistik melalui analisis deskriptif dan tabulasi silang. Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagian responden memiliki pengetahuan yang baik (55,6%). Pengetahuan yang baik dimiliki oleh responden dengan karakteristik berusia muda dan dewasa muda (100%), perempuan (65,2%), berpendidikan terakhir SMA/SMU (87%) dan Sarjana (75%), dan berpenghasilan dibawah Rp. 2.600.000 (56,2%). Selain itu mayoritas pasien berpengetahuan baik memiliki karakteristik lama mengidap diabetes melitus dibawah 5 tahun (58,3%), menerima informasi dari anak (100%), dan pernah mengalami hipoglikemia (61,5%). Tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tentang faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus adalah mayoritas baik.

Kata kunci : pengetahuan., faktor risiko., hipoglikemia., diabetes melitus

ABSTRACT

The level of knowledge about risk factors for hypoglycemia or blood sugar levels below normal has not been researched widely in patients with diabetes mellitus. This study aims to determine the level of knowledge about risk factors for hypoglycemia in patients with diabetes mellitus. A cross-sectional descriptive study was conducted on patients with diabetes mellitus with aged more than 20 years at the Tegalallang I Public Health Center in the last 1 year. The research sample was taken by accidental sampling on 90 respondents. The knowledge level of diabetes mellitus patients about risk factors for hypoglycemia was measured by 10 questions, while the characteristics measured were age, gender, last education level, socio-economic conditions, duration of diabetes mellitus, sources of information, and experience suffering from hypoglycemia. Data were analyzed using statistical applications through descriptive analysis and cross tabulation. The results of this study found that most respondents have good knowledge (55.6%). Good knowledge is distributed on age 20-29 and 30-39 years old (100%), female (65.2%), having the last education of SMA/SMU (87%) and Bachelor (75%), and earning below Rp. 2,600,000 (56.2%). In addition, the majority of patients with good knowledge had the characteristics of having diabetes mellitus under 5 years (58.3%), received information from children (100%), and had experienced hypoglycemia before (61.5%). The knowledge level of patients with diabetes mellitus about risk factors for hypoglycemia in patients with diabetes mellitus is mostly good.

Keywords : knowledge., risk factor., hypoglycaemia., diabetes mellitus

PENDAHULUAN

Istilah hipoglikemia secara harfiah berarti "rendahnya kadar gula darah" Hal ini terjadi ketika kadar glukosa dalam darah berada <70 mg/dL.1 Kondisi hipoglikemia dapat membahayakan nyawa bagi yang mengalaminya meskipun tidak mengidap diabetes melitus. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh asupan insulin terutama dari agen hipoglikemik oral, asupan makanan yang terlalu sedikit, atau melakukan aktivitas fisik yang terlalu berlebihan.2

Studi sebelumnya menyatakan bahwa tingkat pengetahuan tentang faktor risiko hipoglikemia dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu usia, jenis kelamin, standar kehidupan dan durasi mengidap diabetes melitus.3,4 Tingkat pendidikan yang rendah juga mempengaruhi pengetahuan rendah terkait faktor risiko hipoglikemia, sebagaimana ditunjukkan studi sebelumnya.5

Di Indonesia, Provinsi Bali termasuk provinsi dengan jumlah penderita diabetes melitus tertinggi ke-18.6 Sedangkan di Bali, Gianyar menduduki posisi terbanyak ke-4 dengan pengidap diabetes melitus terbanyak di Bali.7 Pasien diabetes di Kabupaten Gianyar yang terdata mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar hanya berdasarkan estimasi tiap kabupaten yakni 74% sedangkan sisanya yaitu 26% diperkirakan belum mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.8 Kondisi ini bisa saja memicu adanya komplikasi, yang salah satunya adalah hipoglikemia. Desa Tegallalang di Kabupaten Gianyar memiliki jumlah pasien diabetes melitus yang cukup banyak yakni 536 penderita sehingga sesuai menjadi sasaran penelitian untuk topik ini.9

Hasil-hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan tentang faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus di Indonesia, khususnya di Provinsi Bali masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Dinas Kesehatan atau Puskesmas dalam melakukan intervensi pada pasien hipertensi serta untuk acuan penelitian selanjutnya.

  • 1.    HIPOGLIKEMIA

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa dalam darah berada <70 mg/dL. Kejadian hipoglikemia biasanya berkaitan dengan diabetes melitus, yaitu gangguan metabolik yang menyebabkan kadar glukosa darah tinggi 1. Upaya menurunkan kadar gula darah tinggi tersebut seringkali menyebabkan hipoglikemia (iatrogenik). Penyebab lain yang sering ditemukan adalah asupan makanan yang tidak adekuat, konsumsi alkohol berkepanjangan, interaksi obat, penyakit kronik seperti pada hati dan ginjal 10.

Gejala dan tanda hipoglikemia dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu autonom dan neuroglikopenia. Gejala hipoglikemia autonom meliputi berkeringat, jantung berdebar akibat peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung, dan tremor.10 Sedangkan gejala jenis neuroglikopenia cenderung lebih berat karena berkaitan

dengan otak yang meliputi cortical-blindness, hipotermia, kejang hingga koma.11,12

Penanganan hipoglikemia pada penderita diabetes melitus membutuhkan pengenalan dan perawatan yang cepat dan tepat, karena merupakan kegawatdaruratan medis yang dapatmenimbulkan risiko injury bahkan kematian akibat kerusakan organ atau otak.13

  • 2.    FAKTOR RISIKO HIPOGLIKEMIA PADA

    PASIEN DIABETES MELITUS

Faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama dan paling sering terjadi pada pasien diabetes melitus yaitu terapi insulin yang tidak tepat atau inadekuat. Misalnya karena dosis insulin yang terlalu berlebihan atau waktu penyuntikan insulin yang tidak sesuai dengan waktu makan atau olahraga.14 Sebuah studi melaporkan bahwa sekitar 90% pasien yang menerima terapi insulin memiliki pengalaman mengalami hipoglikemia.15 Asupan nutrisi sangat penting untuk mengontrol kadar glukosa darah pasien diabetes melitus.16 Namun pasien diabetes melitus cenderung tidak memperhatikan asupan nutrisi dan keteraturan waktu makan. Hal ini justru membahayakan karena dapat memicu risiko hipoglikemia yang lebih parah. Olahraga yang berlebihan dengan intensitas berat termasuk faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus dan paling sering dialami oleh pasien diabetes melitus tipe 1.14 Hal ini dikarenakan adanya peningkatan uptake glukosa atau penurunan glukosa endogenous saat olahraga berlebih.17 Faktor risiko selanjutnya yakni gagal ginjal (renal failure) menjadi faktor predisposisi utama pada hipoglikemia karena menginduksi perubahan-perubahan pada metabolisme glukosa dan insulin.18 Pasien diabetes melitus tipe 1 memiliki peluang lima kali lipat kemungkinan terjadinya hipoglikemia berat karena pada gagal ginjal terjadi penurunan degradasi insulin ke jaringan dan menurunnya klirens insulin.19,20 Hasil studi ditemukan bahwa sulfonilurea menginduksi pelepasan insulin yang tidak bergantung pada kadar glukosa darah sehingga hal ini meningkatkan risiko hipoglikemia.21 Sedangkan untuk obat golongan Meglitinide cenderung memberikan risiko hipoglikemia lebih tinggi apabila digunakan oleh pasien diabetes dengan gagal ginjal akut.22 Berikutnya yaitu hipoglikemia berulang menjadi faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus dimana ini sering terjadi pada pasien yang tidak sadar sudah mengalami hipoglikemia sehingga menyebabkan regulasi kontra glukosa yang russak dengan melemahkan respon epinefrin adrenoeduler dan menyebabkan kegagalan sistem otonom.23

BAHAN DAN METODE

Penelitian deskriptif ini menggunakan rancangan potong lintang yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tegallalang I pada bulan Februari hingga Juli 2021. Populasi target adalah seluruh pasien diabetes melitus dan populasi terjangkaunya adalah pasien diabetes melitus berusia dibawah 20 28

tahun yang tercatat atau terdaftar menderita diabetes melitus di Puskesmas Tegallalang I minimal setahun. Pasien yang menolak untuk mengisi kuesioner dieksklusi dari studi. Besar sampel ditentukan menggunakan rumus perhitungan satu proporsi, dengan alfa 5%, proporsi pengetahuan baik dari studi sebelumnya 63%,3 deviasi yang diharapkan 10%, sehingga diperoleh minimal 89 responden. Variabel yang diteliti adalah tingkat pengetahuan mengenai faktor risiko hipoglikemia dengan jumlah 10 soal pernyataan tentang faktor risiko hipoglikemia pada diabetes melitus dimana masing-masing jawaban benar diberikan nilai 1. Dari 10 item pernyataan, responden yang mampu menjawab benar dengan skor 1-4 termasuk kategori tingkat pengetahuan buruk, skor benar 56 termasuk kategori tingkat pengetahuan cukup baik, dan skor benar 7-10 termasuk kategori tingkat pengetahuan baik. Variabel karakteristik responden yang digali adalah usia, jenis kelamin, penghasilan keluarga perbulan, tingkat pendidikan, lama (tahun) mengidap diabetes melitus,

sumber informasi tentang hipoglikemia dan pengalaman mengalami hipoglikemia. Instrumen penelitian adalah kuesioner pengetahuan yang dibuat peneliti dan sudah dilakukan uji validitas dan reabilitas. Hasil uji validitas dan reabilitasnya dengan nilai rAlpha = 0,628 sehingga reliable. Analisis data berdasarkan variabel untuk dicari frekuensi, jumlah data, nilai maksimum, minimum, rata-rata, nilai tengah, serta melihat kerkaitan antar variabel menggunakan crosstab.

HASIL

Tabel 1 menunjukkan mayoritas responden studi berusia tua (43,3%), perempuan (51,1%), beralamat dari Desa Tegallalang (50%), tidak sekolah (58,9%), berpenghasilan dibawah UMR Kabupaten Gianyar (98,9%), telah mengidap diabetes melitus lebih dari sama dengan 5 tahun (60%), serta mendapatkan informasi dari dokter (78,9%).

Tabel 1.     Distribusi frekuensi karakteristik responden (n = 90)

Karakteritik

f

(%)

Usia

Muda (20-29 tahun)

2

2,2

Dewasa Muda (30-39 tahun)

11

12,2

Dewasa Tua (40-49 tahun)

21

23,3

Tua (50-59 tahun)

39

43,3

Lanjut (> 60 tahun)

17

18,9

Jenis kelamin

Laki-laki

44

48,9

Perempuan

46

51,1

Alamat

Desa Tegallalang

45

50

Desa Kedisan

31

34,4

Desa Kendran

14

15,6

Pendidikan

Tidak Sekolah

53

58,9

SD

17

18,9

SMP

1

1,1

SMA/SMU

15

16,7

Sarjana

4

4,4

Sosial ekonomi

< Rp. 2.600.000

89

98,9

>= Rp. 2.600.000

1

1,1

Lama mengidap diabetes melitus

< 5 tahun

36

40

>= 5 tahun

54

40

Sumber informasi terkait hipoglikemia

Dokter

71

78,9

Anak

1

1,1

Tidak

18

20

Tabel 2.

Kategori tingkat pengetahuan responden

Variabel pengetahuan

f

(%)

Item-item pernyataan

1.           Obat Diabetes dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia pada pasien

diabetes melitus.

72

80

2.

Penderita diabetes melitus dengan gagal ginjal berisiko untuk menderita hipoglikemia.

26

28,9

3.

Gejala hipoglikemia yang terjadi berulang kali pada pasien diabetes melitus dapat diabaikan saja.

51

56,7

4.

Terlambat makan sangat dianjurkan agar kadar gula darah tetap normal.

76

84,4

5.           Pada pasien diabetes melitus tidak boleh mengkonsumsi sumber karbohidrat      7482,2

(misal: Nasi, Jagung, kentang, Roti, Ubi, dll).

6.            Diet ketat harus dibarengi dengan olahraga berat perlu dilakukan oleh pasien       5662,2

diabetes melitus setiap hari.

7.           Pasien diabetes melitus perlu melakukan pemeriksaan gula darah rutin baik di      8594,4

rumah atau di pelayanan kesehatan (Puskesmas).

8.           Pada orang diabetes, dianjurkan untuk melakukan olahraga demi mengontrol      6167,8

gula darah agar senantiasa normal.

9.

Nutrisi yang dikonsumsi pada orang diabetes harus cukup agar tercegah dari risiko hipoglikemia.

54

60

10.

Menggunakan insulin dengan kadar yang tidak tepat mencetuskan hipoglikemia.

47

52,2

Kategori pengetahuan

f

(%)

1

Pengetahuan Baik

50

55,6

2.

Pengetahuan Cukup Baik

25

27,8

3.

Pengetahuan Buruk

15

16,7

Dalam penelitian ini, nilai rerata atau mean digunakan sebagai cut of point. Dari data kuesioner didapatkan nilai rata-rata atau mean 7 sehingga apabila dimasukkan ke kategori tingkat pengetahuan, skor 7 masuk ke dalam skor tingkat pengetahuan baik (7-10). Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik (55,6%), sebagian kecil memiliki pengetahuan buruk (16,7%) dan sisanya memiliki pengetahuan yang cukup baik (27,8%). Berdasarkan hasil data Tabel 3, tingkat pengetahuan responden baik paling banyak pada usia muda (20-29 tahun) dan dewasa muda

(30-39 tahun) yaitu 100%, perempuan mendominasi tingkat pengetahuan yang baik (65,2%) dibanding laki-laki (45,4%), sedangkan dengan tingkat pendidikan responden tamat SMA/SMU (87%) dan Sarjana (75%), responden dengan penghasilan dibawah UMR Kabupaten Gianyar (56,2%), responden yang mengidap diabetes dibawah 5 tahun cenderung memiliki pengetahuan baik (58,3%), sumber informasi berasal dari anak (100%), dan pernah mengalami hipoglikemia (61,5%).

Tabel 3. Distribusi tingkat pengetahuan responden

Karakteritik

Baik N(%)

Cukup baik N(%)

Buruk N(%)

Usia

Muda (20-29 tahun)

2(100%)

0

0

Dewasa Muda (30-39 tahun)

11(100%)

0

0

Dewasa Tua (40-49 tahun)

15(71,4%)

5(23,8%)

1(4,8%)

Tua (50-59 tahun)

17(43,6%)

13(33,3%)

9(23,1%)

Lanjut (> 60 tahun)

5(29,4%)

7(41,2%)

5(29,4%)

Jenis kelamin

Laki-laki

20(45,4%)

16(36,4%)

8(18,2%)

Perempuan

30(65,2%)

9(19,6%)

7(15,2%)

Tingkat pendidikan

Tidak Sekolah

27(51%)

17(32%)

9(17%)

SD

7(41,2%)

4(23,5%)

6(35,3%)

SMP

0

1(100%)

0

SMA/SMU

13(87%)

2(13%)

0

Sarjana

3(75%)

1(25%)

0

Sosial-ekonomi

< Rp. 2.600.000

50(56,2%)

24(27%)

15(16,9%)

>= Rp. 2.600.000

0

1(100%)

0

Lama mengidap diabetes melitus

<5 tahun

21(58,3%)

10(27,8%)

5(13,9%)

>=5 tahun

29(53,7%)

15(27,8%)

10(18,5%)

Sumber informasi terkait hipoglikemia

Dokter

47(66,2%)

14(19,7%)

10(14,1%)

Anak

1(100%)

0

0

Tidak ada

2(11,1%)

11(61,1%)

5(27,8%)

Pengalaman mengalami hipoglikemia

Pernah mengalami hipoglikemia

16(61,5%)

7(27%)

3(11,5%)

Tidak pernah mengalami hipoglikemia

34(53%)

18(28%)

12(19%)


PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, proporsi responden lebih banyak memiliki pengetahuan yang baik terkait faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus yakni sebanyak 55,6 persen. Hasil ini lebih kecil dibandingkan dengan proporsi pengetahuan baik terkait faktor risiko hipoglikemia pada penelitian sebelumnya yakni sebanyak 66,1 persen24. Responden sebanyak 94 persen tahu bahwa dirinya harus melakukan pemeriksaan gula darah rutin baik di rumah atau di pelayanan kesehatan (Puskesmas) untuk melakukan kontrol gula darah. Responden juga cenderung tahu bahwa pasien diabetes tidak boleh sampai terlambat makan karena hal ini akan mempengaruhi kadar gula darah, yang mana bisa jatuh pada episode hipoglikemia.

Semua (100%) responden usia muda dan dewasa muda memiliki pengetahuan yang baik. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya di India yang menemukan responden usia lanjut memiliki tingkat pengetahuan baik yang lebih

besar dibandingkan dengan responden usia muda.3 Tingkat pengetahuan baik pada perempuan (65,2%) lebih tinggi dari responden laki-laki. Hasil ini sejalan dengan penelitian di India dan Afrika Utara yang menyebutkan wanita lebih banyak memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan pria.3,4

Responden dengan pendidikan tamat SMA/SMU sebanyak 87 persen dan tamat Sarjana sebanyak 75 persen memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pendidikan

tinggi menyebabkan pasien cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang baik (adekuat) terkait faktor risiko hipoglikemia.3

Kemudian penelitian lainnya menyebutkan bahwa pasien diabetes melitus dengan pendidikan dasar memiliki pengetahuan yang cukup baik hingga baik, namun tetap lebih banyak yang memiliki pengetahuan buruk.4

Sebanyak 56,2% responden berpenghasilan dibawah UMR Kabupaten Gianyar tahun 2021. memiliki pengetahuan baik. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Madani dkk4 yang mendapatkan bahwa responden dengan status ekonomi rendah cenderung memiliki pengetahuan yang buruk. Mayoritas responden berasal dari Desa Tegallalang yang bergantung pada sektor pariwisata, sedangkan sektor tersebut sedang mengalami kelesuan pada masa pandemi COVID-19 sehingga hal ini mungkin mempengaruhi penghasilan responden.

Reponden dengan lama mengidap diabetes melitus selama kurang dari 5 tahun lebih banyak memiliki pengetahuan baik yakni sebesar 58,3 persen. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian lain di Afrika Utara yang menyebutkan bahwa pasien dengan lama mengidap diabetes 1-2,5 tahun memiliki pengetahuan yang buruk mengenai faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus.4 Lama mengidap diabetes yang lebih dari 5 tahun bisa saja terkait dengan usia yang lebih tua, dimana usia tua cenderung lebih pasif dalam pencarian informasi. Hal ini menjelaskan mengapa lebih singkat mengidap diabetes cenderung lebih baik pengetahuannya.

Penelitian ini menemukan bahwa mayoritas responden berpengetahuan baik mendapatkan informasi tentang diabetes dari anak (100%) dan dari dokter (66,2%). Anak memiliki peran penting dalam mengingatkan orang tua tentang penyakit yang diderita orang tuanya. Oleh sebab itu, anak memiliki potensi untuk diberikan edukasi oleh petugas kesehatan agar dapat membantu dalam menyalurkan informasi kepada orang tuanya terutama yang menderita diabetes melitus. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang diberikan terkait bagaimana memilih makanan dan penggunaan obat diabetes yang baik agar nantinya tidak terjadi suatu komplikasi salah satunya yang paling sering yaitu hipoglikemia.

Dalam meningkatkan pengetahuan pasien diabetes melitus, Puskesmas Tegallalang I melakukan berbagai upaya seperti memberikan penyuluhan melalui pemutaran video di ruang tunggu puskesmas, serta edukasi masyarakat pada kegiatan yoga. Pada temuan hasil studi, didapatkan bahwa responden usia tua cenderung memiliki pengetahuan yang buruk sehingga dapat berikan edukasi pula untuk keluarga seperti anak untuk mengembangkan media KIE yang ramah lansia. Dalam studi juga disebutkan bahwa anak memiliki peran penting dalam memberikan informasi sehingga KIE melalui anak ini kemungkinan besar berpengaruh untuk menjangkau para lansia yang kurang aktif dalam pencarian informasi terkait diabetes melitus khususnya faktor risiko hipoglikemia pada diabetes melitus.

Meskipun dalam penelitian ini ditemukan bahwa tingkat pengetahuan yang mayoritas baik tentang faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus, namun tetap perlu dilakukan upaya untuk lebih menggencarkan lagi pemberian informasi kepada pasien diabetes melitus terutama tentang faktor risiko terkena hipoglikemia. Oleh

karena itu, diharapkan nantinya semakin banyak penyuluhan maupun penyebaran informasi melalui brosur, spanduk, serta media sosial tentang faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Tegallalang I.

  • 3.    SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tentang faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus adalah sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik. Usia muda dan dewasa muda, perempuan, pendidikan tamat SMA/SMU dan Sarjana, penghasilan keluarga perbulan dibawah Rp. 2.600.000, lama mengidap kurang dari 5 tahun, sumber informasi dari anak, dan pernah mengalami hipoglikemia sebelumnya berpengetahuan baik tentang faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus.

Penelitian selanjutnya secara analitik diperlukan untuk mengetahui hubungan terkait tingkat pengetahuan dengan karakteristik sosiodemografi responden, lama mengidap, sumber informasi terkait hipoglikemia, dan pengalaman mengalami hipoglikemia sebelumnya. Puskesmas diharapkan dapat meberikan informasi secara khusus tentang faktor risiko hipoglikemia pada pasien diabetes melitus baik melalui penyuluhan, saat pemberian KIE, dan pada platform digital lain yang digunakan sebagai media promosi kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Jain R, Jain P, et al. “A review on treatment and prevention of diabetes mellitus.” Int J Curr Pharm Res [Internet].     2016;8:16–8.     Available     from:

https://innovareacademics.in/journals/index.php/ijcpr/a rticle/view/13360

  • 2.    Smeltzer SC, Bare BG, et al. “Brunner and suddarth’s textbook of medical surgical nursing 10th edition.” Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins; 2008.

  • 3.    Thenmozhi P, Vijayalakshmi M. “Knowledge on hypoglycemia among patients with diabetes mellitus.” Asian J Pharm Clin Res [Internet]. 2018;11(1):236–9. Available                                     from:

https://www.researchgate.net/publication/322438902_ Knowledge_on_hypoglycemia_among_patients_with_ diabetes_mellitus

  • 4.    Madani AM, Mahmoud AN, et al. “Assessing knowledge of hypoglycemia symptoms among type 2 diabetic patients using insulin, khartoum, sudan.” Pharmacol Pharm. 2019;10(01):21.

  • 5.    Durán-Nah JJ, Rodríguez-Morales A, et al. “Risk factors associated with symptomatic hypoglycemia in type 2 diabetes mellitus patients.” Rev Investig Clin. 2008;60(6):451–8.

  • 6.    Riskesdas. “Laporan nasional riskesdas 2018.” In: Riset Kesehatan Dasar. 2018.

  • 7.    Riskesdas. “Laporan provinsi bali 2018.” In: Riset Kesehatan Dasar. 2018.

  • 8.    Dinkes Bali. “Profil kesehatan provinsi bali 2018.” In: Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2018.

  • 9.    Dinkes Gianyar. “Profil kesehatan kabupaten gianyar 2020.” In: Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. Kabupaten Gianyar; 2020.

  • 10.    Aman Mansyur AM. “Hipoglikemia dalam praktik sehari-hari.” Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin. Makassar; 2018. h204.

  • 11.    PERKENI. “Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia.” Pb. Perkeni. 2015.

  • 12.    Yale J-F, Paty B, et al. “Hypoglycemia.” Can J diabetes. 2018;42:S104–8.

  • 13.    Suastika K, Budhiarta A, et al. “Bali endocrine update (beu xiv).” 2017. 51–264 p.

  • 14.    Kalra S, Mukherjee JJ, et al. “Hypoglycemia: the neglected complication.” Indian J Endocrinol Metab. 2013;17(5):819.

  • 15.    Thenmozhi P. “Hypoglycemia: essential clinical guidelines.” In: Blood Glucose Levels. IntechOpen; 2019.

  • 16.    Heti NI, Usman RD, et al. “Penerapan manajemen nutrisi untuk mengontrol glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 di rsu bahteramas provinsi sulawesi tenggara.” Poltekkes Kemenkes Kendari; 2018.

  • 17.    Basu R, Johnson ML, et al. “Exercise, hypoglycemia, and type 1 diabetes.” Mary Ann Liebert, Inc. 140 Huguenot Street, 3rd Floor New Rochelle, NY 10801 USA; 2014.

  • 18.    Arem R. “Hypoglycemia associated with renal failure.” Endocrinol Metab Clin North Am. 1989;18(1):103–21.

  • 19.    Alsahli M, Gerich JE. “Hypoglycemia in patients with diabetes and renal disease.” J Clin Med. 2015;4(5):948–64.

  • 20.    Pratiwi C, Mokoagow MI, et al. “The risk factors of inpatient hypoglycemia:  a systematic review.”

Heliyon. 2020;6(5):e03913.

  • 21.    Sola D, Rossi L, et al. “Sulfonylureas and their use in clinical practice.” Arch Med Sci AMS. 2015;11(4):840.

  • 22.    Wu P-C, Wu V-C, et al. “Meglitinides increase the risk of hypoglycemia in diabetic patients with advanced chronic kidney disease: a nationwide, population-based study.” Oncotarget. 2017;8(44):78086.

  • 23.    Yun J-S, Ko S-H. “Risk factors and adverse outcomes of severe hypoglycemia in type 2 diabetes mellitus.” Diabetes Metab J. 2016;40(6):423–32.

  • 24.    Shriraam V, Mahadevan S, et al. “Knowledge of hypoglycemia and its associated factors among type 2 diabetes mellitus patients in a tertiary care hospital in south india.” Indian J Endocrinol Metab. 2015;19(3):378.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i2.P06

33