Dampak Pengembangan Wisata Selancar Terhadap Kondisi Lingkungan dan Sosial Budaya Masyarakat Lokal di Pantai Suluban
on
JMRT, Volume 6 No 1 Tahun 2023, Halaman: 78-80
JMRT
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)
Dampak Pengembangan Wisata Selancar Terhadap Kondisi Lingkungan dan Sosial Budaya Masyarakat Lokal di Pantai Suluban
Esa Riandy Cardiasa*, and Jefry Ivandonny Wahyu Gustib
aPoliteknik Negeri Banyuwangi, Banyuwangi, Indonesia
bDinas Kebudayaan dan Pariwisata Pandeglang, Pandeglang, Indonesia
*Corresponding author, e-mail: [email protected]
ARTICLE INFO
ABSTRACT
Article history:
Received: 13 Mei 2023
Received in revised form: 30 Agustus 2022
Accepted: 20 Desember 2022
Available online: 28 Februari 2023
Keywords:
Environmental Impact;
Marine Tourism;
Socio-cultural Impact;
Tourism Development;
Suluban Beach;
Surfing
Suluban is one of the coastal tourist attractions, categorized as one of the best surfing locations in the world by CNN Travel. Suluban, better known by international travelers as Uluwatu, is located in Pecatu Village, District of South Kuta, Badung regency. This study aimed to determine the impact of the development of surfing in an environmentally and socio-cultural local community in Suluban. This study was designed using a quantitative approach, where the study was conducted in Suluban beach. Data were collected through questionnaires distributed to 63 local communities in Suluban. The data were analyzed quantitatively using the Likert scale. The impact of the development of surfing can be seen from the two variables, environment, and socio-cultural variables. Each variable can be divided into negative impact (load) and positive impact (benefit). From these results, the respondents did not expressly state that they feel a negative impact both on the environment and socio-cultural. As for the variables that positively impact the environment and socio-cultural, respondents said they think about it. This illustrates that local communities in the region perceive, they argue if during the development of surfing in Suluban beach has several positive impacts (benefits) both in terms of socio-cultural and environmental; as to the negative effects (load), they are more neutral inclined to think that indicates there may be other factors not examined in this study in addition to the development of surfing that cause a negative impact and the socio-cultural environment in the region. The dominant impact is felt on the public perception of the local variable negative impact environment is declining agricultural area, while in the variable positive impact (benefit) environment is increasing the physical preservation of the coastal area. Furthermore, the perceived dominant impact on public perception of local communities in the variable negative impact is the change in the socio-cultural livelihood. In contrast, the variable positive impact (benefit) is the increasing socio-cultural foreign language skills.
2023 JMRT. All rights reserved.
Kemaritiman adalah sumber penghidupan banyak orang di berbagai negara yang berbeda dan telah menjadi pilar yang kuat dari perekonomian banyak negara (Attri, 2018). Hal ini memberikan peluang terhadap pengembangan wisata bahari yang ada di indonesia. Pulau Bali menduduki sepuluh besar pulau wisata terbaik dunia versi Travel and Leisure sejak 2009 sampai 2021. Hal tersebut tentu sangat mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan dan sampai saat ini menjadikan Bali sebagai daya tarik wisata yang populer dan menjadi pilihan wisatawan untuk berlibur. Salah satu daya tarik wisata di Kabupaten Badung yang banyak diminati oleh wisatawan adalah Pantai Suluban (Uluwatu). Sesuai dengan diungkapkan oleh Asisten Deputi Pengembangan Pemasaran Kementerian Pariwisata (2019), tiga lokasi surfing di Indonesia yang dikategorikan dalam 20 tempat surfing terbaik di dunia salah satunya adalah Pantai Uluwatu.
Berkembangnya infrastruktur, fasilitas dan atraksi di bidang pariwisata akan mengubah keaslian dari sebuah lingkungan juga tingkat perhatian terhadap lingkungan pun menjadi berkurang
(Wall dan Mathieson, 2006). Sejalan dengan pernyataan tersebut, sampai saat ini, sampah masih menjadi permasalahan utama bagi lingkungan di daya tarik wisata Pantai Suluban. Pada penelitian yang dilakukan oleh tim CI (Conservation International) berkolaborasi dengan Center for Surf Research dan San Diego State University, dari 43 peserta penelitian, hampir seluruhnya membicarakan mengenai berbagai tantangan lingkungan yang dihadapi Pantai Suluban (Margules et al., 2014).
Kegiatan pariwisata mampu mempengaruhi struktur populasi, transformasi struktur mata pencaharian, tata nilai dan pola pikir masyarakat, serta masalah untuk masyarakat lokal diantaranya terlalu padatnya wisatawan, kemacetan lalu lintas, penggunaan infrastruktur berlebihan, kehilangan kegunaan dan manfaat sosial tanah, perubahan desain arsitektur, kejahatan terhadap wisatawan dan oleh wisatawan (Richardson dan Fluker, 2004). Sejalan dengan pernyataan tersebut, selama tiga tahun terakhir terdapat peningkatan kriminalitas di Desa Pecatu. Hal ini memberikan indikasi bahwa keberadaan pariwisata telah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi fenomena tersebut. Melihat pesatnya perkembangan pariwisata di Pantai Suluban, namun di sisi lain,
terdapat beberapa fenomena sosial-budaya dan lingkungan yang terjadi sehingga peneliti merasa perlu untuk mengukur dampak sosial-budaya dan lingkungan yang ditimbulkan atas keberadaan pariwisata bahari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pengembangan wisata selancar terhadap kondisi lingkungan dan sosial budaya masyarakat lokal di Pantai Suluban.
Pengambilan data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Analisa deskriptif adalah teknik analisa yang membeikan informasi hanya mengenai data yang diamati dan tidak bertujuan menguji hipotesis serta menarik kesimpulan yang digeneralisasikan terhadap populasi (Purwanto dan Sulistyastuti, 2007). Metode analisa data adalah analisis kualitatif dengan menggunakan metode Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2005) dilakukan secara interaktif melalui proses reduksi data, penyajian data, serta verifikasi dan penarikan kesimpulan. Untuk mengukur nilai rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh keberadaan pariwisata di Pantai Suluban dilihat dari aspek lingkungan dan sosial budaya. Data dampak-dampak dijabarkan secara kualitatif dengan menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian, gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti yang selanjutnya disebut dengan variabel penelitian (Riduwan dan Sunarto, 2012).
Menggunakan teknik stratified random sampling terpilih sebanyak 63 orang responden tokoh-tokoh masyarakat, tokoh pariwisata, tokoh NGO, dan pelaku industri pariwisata yang ada di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Kuesioner dengan skala likert berderajat lima, dan pedoman wawancara digunakan sebagai intsrumen pengumpul data, serta dilakukan wawancara terstruktur. Kuesioner terlebih dahulu disebarkan sebanyak 30 untuk dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada tiap itemnya guna mengetahui kelayakan instrumen penelitian.
Unit analisis dalam penelitian ini yakni anggota masyarakat lokal yang berada di Desa Pecatu. Seluruh responden merupakan warga asli dari desa tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dari 93,6 persen responden penelitian sudah tinggal sejak lahir di Desa Pecatu. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa responden sudah mengenal dengan baik desa maupun masyarakatnya, sehinga dianggap mampu menjelaskan tentang kondisi wilayah dan dampak-dampak positif maupun negatif dari perkembangan pariwisata di wilayahnya. Dari sisi tingkat pendidikan, responden sebagian besar tamatan SMA (36,5 %), selanjutnya diikuti berturut-turut oleh mereka yang berpendidikan Diploma dan Sarjana (17,5 %), SD (14,3 %), SMP (12,7 %), sisanya tidak tamat SD (1,67 %).
Tingkat pendidikan responden yang relatif tinggi tersebut, dapat mempengaruhi cara berfikir maupun cara bertindak dalam merespon berbagai dampak dari perkembangan pariwisata. Responden yang mendominasi pengisisan kuesioner berjenis kelamin laki-laki (71,4 %) dan yang berjenis kelamin perempuan (28,6 %). Usia mereka sebagaian besar 26-33 dan 34-41 tahun (27 %), lalu diikuti oleh mereka yang berusia 42-49 tahun (22,2 %), usia 18-25 dan 50-56 tahun (9,5 %), hanya sedikit yang berusia >56 tahun (4,8 %). Gambaran ini menunjukkan tentang besarnya peran generasi muda sebagai tokoh masyarakat dalam pengembangan pariwisata. Sebagian besar dari responden
penelitian ini bekerja sebagai pengusaha fasilitas/pengelola usaha pariwisata (39,7 %), pegawai restoran/warung (15,9 %), pegawai penginapan (14,3 %), pelatih selancar (6,3 %), PNS/TNI (3,2 %), dan lain-lain (17,5 %). Hal ini memberikan gambaran responden adalah mereka yang terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata khususnya pariwisata bahari.
Hasil uji kelayakan instrumen pada variabel dampak negatif sosial budaya menyatakan bahwa seluruh item yang digunakan dalam riset ini valid dan reliabel, terkecuali item SB1 (kriminalitas cenderung meningkat) memiliki nilai koreksi item-total dikoreksi bernilai 0,250. SB2 (prostitusi cenderung berkembang) memiliki nilai koreksi item-total dikoreksi bernilai 0,044. SB4 (tata bangunan tradisional memudar secara perlahan) memiliki nilai koreksi item-total dikoreksi bernilai 0,226 yang mana nilai tersebut kurang dari 0,30. Berdasarkan pertimbangan besarnya nilai alpha cronbach, jika SB1 tetap dipertahankan yakni 0,693 dibandingkan jika item ini dieliminasi, nilai alpha cronbach menjadi 0,687 sehingga item SB1 masih bisa dilakukan analisis pada tahapan berikutnya. Pada variabel dampak positif sosial budaya menyatakan bahwa seluruh item yang digunakan dalam riset ini valid dan reliabel.
Terkait hasil uji kelayakan instrumen pada variabel dampak negatif lingkungan menyatakan bahwa seluruh item yang digunakan dalam riset ini valid dan reliabel, terkecuali item L2 (pengembangan wisata bahari/selancar mengakibatkan menurunnya kenyamanan hidup) memiliki nilai koreksi item-total dikoreksi 0,153. Sehingga pernyataan L2 harus dieliminasi/dihapus yang akan menyebabkan nilai alpha cronbach meningkat dari 0,777 menjadi 0,803. Pada variabel dampak positif lingkungan menyatakan bahwa seluruh item yang digunakan dalam riset ini valid dan reliabel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden tidak menyatakan secara tegas dampak negatif yang mereka rasakan baik di bidang lingkungan dan sosial-budaya. Sedangkan untuk variabel dampak positif lingkungan dan sosial-budaya, responden menyatakan mereka merasakannya. Hal ini menggambarkan jika masyarakat lokal di wilayahnya mempersepsikan, mereka berpendapat jika selama ini pengembangan wisata selancar di Pantai Suluban telah memberikan berbagai dampak positif (manfaat) baik itu dari sisi lingkungan dan sosial-budaya.
Dampak yang dominan dirasakan atas persepsi masyarakat lokal pada variabel dampak positif lingkungan adalah meningkatnya pelestarian fisik pantai dan laut yang mendapatkan nilai rata-rata tertinggi dengan jumlah 3.85 (setuju). Masyarakat bersama wisatawan yang berkunjung di Pantai Suluban secara swadaya aktif mengadakan kegiatan untuk menjaga kelestarian lingkungan seperti bersih-bersih pantai bersama yang rutin diadakan seminggu sekali. Hal ini merupakan hasil dari program yang diselenggarakan oleh lembaga desa maupun lembaga swadaya masyarakat, salah satunya contoh nyatanya oleh Project Clean Uluwatu. Berdasarkan wawancara dengan project manager PCU, masyarakat lokal dan wisatawan sangat antusias dengan program beach clean up. Beberapa organisasi lokal pun ikut mendonasikan dana demi keberlanjutan PCU dalam memelihara dan melestarikan daya tarik wisata Pantai Suluban.
Indikator pada variabel dampak negatif (beban) lingkungan adalah menurunnya luas areal pertanian karena dikonversi menjadi tempat usaha pariwisata, usaha pendukung pariwisata dan perumahan yang mendapatkan nilai rata-rata tertinggi dengan jumlah 3.85 (setuju). Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Organisasi Warung Suluban, masyarakat mulai menyewakan/mengontrakkan dan bahkan menjual lahan perkebunan mereka karena harga yang ditawarkan sangat tinggi dengan rata-rata lama sewa/kontrak sekitar 30-50 tahun. Namun, masih ada beberapa masyarakat yang masih mempertahankan
tanah dan masih mengolah tanah pertaniannya. Masyarakat juga merasa khawatir dengan jumlah pajak yang kian lama kian meningkat padahal di tanah mereka tidak ada bangunan, oleh sebab itu mereka memilih menyewakan dan menjual tanah guna menghindari beban pajak yang sangat mahal.
Selanjutnya, dampak yang dominan dirasakan atas persepsi masyarakat masyarakat lokal pada variabel dampak negatif (beban) sosial-budaya adalah perubahan mata pencaharian masyarakat (berkurangnya nelayan dan petani rumput laut) yang mendapatkan nilai rata-rata tertinggi dengan jumlah 3,82 (setuju). Selain bermatapencaharian sebagai petani lahan kering dan peternak, sebagian besar masyarakat Desa Pecatu mencari peruntungan dari adanya kegiatan pariwisata dengan membuka warung makan/cafe, homestay, laundry, toko suvenir, dll. Berdasarkan wawancara dengan perbekel Desa Decatu yang berpendapat bahwa memang benar masyarakat beralih bekerja di bidang pariwisata seperti membuka warung makan, homestay, travel agent dan bekerja di hotel dan restoran yang terdapat di dalam dan di luar Desa Pecatu, namun, sebagian dari mereka juga masih mengolah lahan/kebun serta beternak sapi dan babi.
Indikator pada variabel dampak positif (manfaat) sosial-budaya adalah meningkatnya kemampuan berbahasa asing yang mendapatkan nilai rata-rata tertinggi dengan jumlah 3,94 (setuju). Mereka sangat merasakan adanya peningkatan kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa asing khususnya bahasa inggris. Dengan kemajuan jaman dan didukung pendidikan yang mulai meningkat, kini anak-anak di Desa Pecatu pun sudah bisa dan berani berkomunikasi dengan wisatawan asing. Berdasarkan wawancara dengan sekretaris Desa Pecatu, berpendapat bahwa meningkatnya kemampuan berbahasa asing masyarakat lokal dikarenakan dalam bidang industri pariwisata, berkomunikasi menggunakan bahasa asing, bahkan sejak usia dini adalah sangat penting, karena selain untuk mempromosikan barang/jasa yang kita jual kepada wisatawan, juga menunjukkan bahwa masyarakat telah siap menghadapi perkembangan pariwisata tersebut.
Pengembangan wisata selancar di Pantai Suluban berdampak positif bagi masyarakat lokal di Pantai Suluban yakni meningkatnya pelestarian lingkungan fisik pantai dan laut. Pengembangan wisata selancar di Pantai Suluban juga mengakibatkan adanya beban yang harus dihadapi masyarakat lokal yaitu menurunnya luas areal pertanian karena dikonversi menjadi tempat usaha dan pendukung pariwisata serta perumahan. Pengembangan wisata selancar di Pantai Suluban juga berdampak positif yaitu peningkatan kemampuan berbahasa asing, sementara beban sosial-budaya yang harus ditanggung oleh masyarakat lokal yakni perubahan mata pencaharian masyarakat yang menyebabkan berkurangnya nelayan dan petani rumput laut. Seiring perkembangan pariwisata di Desa Pecatu, masyarakat beralih mencari pekerjaan di bidang pariwisata seperti membuka travel agent, penginapan, restoran/warung serta jasa-jasa lain. Perlahan-lahan mereka mulai mengontrakkan bahkan menjual tanah atau lahan pertaniannya karena pendapatan di sektor pariwisata lebih baik daripada bertani.
Daftar Pustaka
Attri, V.N. 2018. The Role of Marine Tourism in Iora: The Pathways A Head. Tourism Experts Meeting for the Establishment of the IORA Core Group on Tourism. Durban, South Africa
Margules, Mustika, T.P., & Ponting, J. (2014). Kajian Pengeluaran Langsung (Direct Expenditure) dalam Hubungannya dengan Kontribusi Jasa Ekosistem terhadap Perekonomian Lokal di Uluwatu, Bali, Indonesia. Laporan Penelitian. Bali: Conservation International Indonesia.
Purwanto, E. A. dan Sulistyastuti, D. R. 2007. Metode Penelitian Kualitatif Untuk Administrasi Publik dan Masalah-masalah Sosial. Yogyakarta: Gava Media.
Richardson, J. I dan Fluker, M. 2004. Understanding and Managing Tourism. Australia: Person Education Australia, NSW Australia
Riduwan dan Sunarto, H. 2012. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Wall, G. and Mathieson, A. (2006). Tourism: Change, Impacts, and Opportunities. Pearson Education: London.
80
Discussion and feedback