JMU

Jurnal medika udayana        ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.2,FEBRUARI, 2023



Diterima: 2022-12-27 Revisi: 2023-01-30 Accepted: 25-02-2023

KUALITAS HIDUP PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS YANG MENJALANI IRIGASI NASAL DI POLI THT-KL RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR BALI PERIODE FEBRUARI 2020 – APRIL 2021

Yovita Rury Bele Lengari1, Sari Wulan Dwi Sutanegara2, I Putu Santhi Dewantara3

  • 1.    Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2.    Bagian/SMF Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Rinosinusitis kronis merupakan masalah kesehatan yang memiliki dampak signifikan terhadap penurunan kualitas hidup penderita. Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2003, menyebutkan penyakit hidung dan sinusitis menempati urutan ke 25 dari 50 pola penyakit peringkat utama. Hal ini menunjukan bahwa angka kejadian rinosinusitis kronis di Indonesia masih tinggi. Irigasi nasal menjadi salah satu terapi yang dapat diberikan pada rinosinusitis kronis. Kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis dapat dinilai dengan Sino Nasal Outcome Test-22 (SNOT-22). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis yang menjalani irigasi nasal di Poli THT-KL Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Februari 2020 – April 2021 dan karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, dan keluhan utama. Desain penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan metode potong lintang pada 41 pasien. Data yang diperoleh berupa data sekunder data register pasien periode Februari 2020 – April 2021. Hasil penelitian menunjukan bahwa rinosinusitis kronis paling banyak terjadi pada kelompok usia 26-35 tahun (24,4%) dan banyak terjadi pada laki-laki (61%). Keluhan utama paling banyak terjadi yaitu hidung tersumbat (70%). Kualitas hidup 41 sampel pada penelitian ini adalah buruk (100%). Berdasarkan perbandingan total skor SNOT-22 sebelum dan setelah terapi irigasi nasal pada penderita rinosinusitis kronis didapatkan ada perbaikan kualitas hidup pasien setelah irigasi nasal walaupun berdasarkan kategori SNOT-22 masih termasuk buruk.

Kata kunci : Rinosinusitis kronis., kualitas hidup., SNOT-22

ABSTRACT

Chronic rhinosinusitis is a health problem which significant impact in quality of life. Based on data from Indonesia Government Health Departement 2003, where nasal and sinusitis disease were ranked 25th out of 50 patterns of major rangking diseases shows that the prevalence of chronic rhinosinusitis in Indonesia is still high. Nasal irrigation is one of the therapies for chronic rhinosinusitis. Quality of life of chronic rhinosinusitis patients was assessed by the Sino Nasal Outcome Test-22 (SNOT-22). The aim of this study is to find out about quality of life of chronic rhinosinusitis patients undergoing nasal irrigation in the ENT Departement Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Period February 2020 – April 2021 and its distribution based on age, sex, and major symptoms. This research was an observational descriptive with cross-sectional design of 41 patients. This study used secondary data from register data of chronic rhinosinusitis patients undergoing nasal irrigation in the ENT Departement Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar period February 2020 – April 2021. The results showed that chronic rhinosinusitis mostly found in group of age 26-35 years (24.4%) and male (61%). The most frequent complaint is nasal obstructive (70%) and quality of life of 41 sample in this study was poor (100%). Based on comparison of SNOT-22 scores between before and after nasal irrigation showed that was improved in quality of life after nasal irrigation even though based on the SNOT-22 the quality of life was still poor.

Keywords : chronic rhinosinusitis., quality of life., SNOT-22

PENDAHULUAN

Rinosinusitis kronis adalah suatu peradangan yang melibatkan mukosa nasal dan sinus paranasal.1 Rinosinusitis kronis menjadi salah satu jenis penyakit yang cukup sering dijumpai dikalangan masyarakat dan memiliki dampak terhadap menurunnya kualitas hidup, pengeluaran biaya kesehatan yang meningkat, dan penurunan produktivits kerja penderita.2,3 Kejadian rinosinusitis kronis tahun 2014 pada orang dewasa di Amerika Serikat mencapai 29,4 juta orang (12,3%). Berdasarkan data terbaru menunjukan penderita rinosinusitis kronis di Eropa diperkirakan sekitar 10-15%. Departemen Kesehatan RI 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus menempati urutan ke 25 dari 50 pola penyakit peringkat utama.4

American Academy of Otolaryngology-Head and neck Surgery Foundation menyarankan irigasi nasal sebagai salah satu terapi tambahan. Kualitas hidup pasien menjadi salah satu tujuan pengobatan rinosinusitis kronis. Irigasi nasal merupakan prosedur yang bertujuan mencuci rongga hidung sehingga sekret yang berlebihan di rongga hidung dan sinus dapat dikeluarkan.5,6, Efektivitas pengobatan penderita rinosinusitis kronis dapat dievaluasi dengan mengukur kualitas hidup.

Kualitas hidup menggambarkan persepsi subjektif dan individu mengenai kondisi fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan terkait aktivitas sehari-hari. Kualitas hidup yang meningkat menjadi salah satu indikator keberhasilan suatu intervensi kesehatan dan terapi. Sino Nasal Outcome Test 22 (SNOT-22) adalah alat ukur untuk menilai kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis.7,8

Melihat angka kejadian rinosinusitis kronis yang meningkat dari tahun ke tahun dan besarnya pengaruh rinosinusitis terhadap kualitas hidup penderitanya, maka penulis tertarik untuk mengetahui kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis yang menjalani irigasi nasal di Poli THT-KL RSUP Sanglah Denpasar.

  • 1.    BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metode cross-sectional. Sampel pada penelitian ini yaitu penderita rinosinusitis kronis yang menjalani irigasi nasal di Subdivisi Rinologi Poli Rwat Jalan THT-KL RSUP Sanglah Denpasar Periode Februari 2020- April 2021 yang dipilih secara total sampling. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu data register penderita rinosinusitis kronis yang telah menjalani irigasi nasal dan hasil kuesioner SNOT-22 di Divisi Rinologi Poli THT-KL RSUP Sanglah periode Februari 2020 – April 2021. Adapun kriteria eksklusinya yaitu data register penderita rinosinusitis kronis yang tidak lengkap, penderita rinosinusitis kronis yang telah menjalani tindakan bedah, dan penderita rinosinusitis kronis dengan tumor sinonasal.

Data yang diperoleh yaitu data sekunder berupa data register penderita rinosinusitis kronis di

Poli THT-KL RSUP Sanglah Denpasar yang berisikan informasi seperti usia, jenis kelamin, dan keluhan utama sebelum menjalani irigasi nasal dan hasil skor SNOT-22 untuk menilai kualitas hidup pasien. Hasil skor SNOT-22 diambil sebelum dan setelah 2 minggu pemberian irigasi nasal. Data kemudian diolah menggunakan SPSS ver.26 dan disajikan dalam bentuk tabel menggunakan program Microsoft excel dan word.

Penelitian ini telah mendapatkan izin dengan bukti kelaikan etik (ethical clearance) oleh Komisi Etik Penelitian FK Unud nomor:

257/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.

HASIL

Pada penelitian ini didapatkan jumlah total sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 41 data penderita rinosinusitis kronis yang menjalani irigasi nasal di Poli THT-KL RSUP Sanglah Denpasar periode Februari 2020 – April 2021.

Tabel 1. Distribusi data demografi sampel berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin

Jumlah (%)

Laki-laki

25 (61%)

Perempuan

16 (39%)

Total

41 (41%)

Pada tabel 1 menunjukan distribusi karakteristik berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan jenis kelamin menunjukan penderita rinosinusitis kronis dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dengan jumlah 25 (61%) dibandingkan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 16 orang (39%).

Tabel 2. Distribusi data demografi sampel berdasarkan usia

Usia (tahun)

Jumlah (%)

<15

1 (2,4%)

16-25

9 (22,0%)

26-35

10 (24,4%)

36-45

9 (22,0%)

46-55

6 (14,6%)

56-65

5 (12,2%)

>65

1 (2,4%)

Total

44 (100%)

Pada tabel 2 menyajikan distribusi data demografi berdasarkan usia. Berdasarkan usia, didapatkan kelompok usia paling banyak yaitu pada rentang usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 10 orang (24,4%). Kemudian diikuti dengan rentang usia 16-25 tahun dan 36-45 tahun sebanyak 9 (22,2%) orang pada masing-masing kelompok.

Tabel 3. Distribusi keluhan utama sebelum menjalani irigasi nasal

Gejala keluhan utama

Jumlah (%)

Hidung tersumbat

29 (70,7%)

Nasal discharge

5 (12,2%)

Nyeri pada area wajah

1 (2,4%)

Hidung tersumbat + nyeri kepala

4 (9,8%

Hidung tersumbat + nyeri pada telinga

1 (2,4%)

Nasal discharge + tenggorokan berlendir

1 (2,4%)

Total

41

Pada tabel 3 menyajikan distribusi keluhan utama sebelum menjalani irigasi. Berdasarkan data didapatkan gejala yang paling sering dikeluhkan yaitu hidung tersumbat sebanyak 29 pasien (70,7%), sedangkan gejala yang paling sedikit adalah nyeri pada wajah, hidung tersumbat disertai nyeri pada telinga, dan nasal discharge disertai tenggorokan berlendir sebanyak 1 (2,4%) penderita pada masing-masing kelompok.

Tabel 4. Distribusi keluhan utama berdasarkan kriteria mayor dan kriteria minor

Keluhan utama

Jumlah (%)

Kriteria Mayor

35 (85,4%)

Kriteria Mayor + Minor

6 (14,6%)

Total

41 (100%)

Pada tabel 4 menunjukan bahwa penderita rinosinusitis kronis paling sering mengalami keluhan pada kriteria mayor yaitu sebanyak 35 orang, sedangkan kriteria mayor disertai kriteria minor hanya dialami oleh 6 orang.

Tabel 5. Distribusi kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis yang menjalani irigasi nasal berdasarkan skor kuesioner SNOT-22

Kualitas hidup

Jumlah (%)

Baik

0 (0%)

Buruk

41 (100%)

Total

41 (100%)

Pada tabel 5 menyajikan distribusi kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis berdasarkan skor SNOT-22 menunjukan bahwa dari 41 sampel didapatkan total skor SNOT-22 yang memiliki kualitas hidup baik sebanyak 0 (0%) dan penderita dengan kualitas hidup buruk sebanyak 41 (100%).

Tabel 6. Perbandingan total skor SNOT-22 antara sebelum dan setelah terapi irigasi nasal pada penderita rinosinusitis kronis

N

Range

Skor terendah

Skor tertinggi

Rerata

Simpang Baku

Skor SNOT-22 Sebelum Terapi

41

48,00

8

56

24,4

14,2

Skor SNOT-22 Setelah Terapi

41

38,00

8

46

18,0

11,5

PEMBAHASAN

Pada tabel 6 menunjukan perbandingan total skor SNOT-22 sebelum dan setelah terapi irigasi nasal pada penderita rinosinusitis kronis. Total skor SNOT-22 sebelum diberikan terapi irigasi nasal didapatkan rerata 24,4 dengan nilai simpang baku sebesar 14,2 dan setelah diberikan terapi didapatkan rerata 18,0 dengan nilai simpang baku sebesar 11,5. Rentang skor SNOT-22 sebelum terapi yaitu 48,00 dan setelah terapi yaitu 38,00. Nilai maksimum sebelum terapi 56 dan setelah terapi 46, sedangkan nilai minimum sebelum terapi yaitu 8 dan setelah terapi 8.

Pada penelitian ini didapatkan penderita rinosinusitis kronis lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 orang (61%) dan perempuan hanya sebanyak 16 orang (39%) Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Hospital of Lithuanian University of Health Sciences Kauno Klinikos yang menunjukan bahwa proporsi laki-laki lebih banyak 59 orang dibandikan perempuan 52 orang.9 Penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan menunjukan bahwa rinosinusitis kronis dengan kultur jamur positif lebih banyak pada laki-laki yaitu 53,3% sedangkan perempuan hanya 46,7%.10 Selain itu, penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang menunjukan proporsi penderita rinosinusitis kronis

paling banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu 65 orang (65,7%) dan perempuan hanya 34 orang (34,3%).11 Tingginya kasus rinosinusitis kronis pada jenis kelamin laki-laki kemungkinan karena sebagian besar laki-laki cenderung memiliki kebiasaan merokok yang menjadi salah satu faktor risiko dari rinosinusitis kronis. Paparan asap tembakau memiliki peran aktif terhadap kejadian rinosinusitis kronis karena dapat mengakibatkan perubahan mukosa dan kerusakan silia dalam rongga hidung dan sinus paranasal.12,13

Berdasarkan distribusi usia didapatkan kelompok usia paling banyak pada rentang usia 26-35 tahun sebanyak 10 orang (24,4%). Kemudian diikuti dengan rentang usia 16-25 dan 36-45 sebanyak 9 (22,0%) orang pada masing-masing kelompok. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUP DR.M Djamil Padang menunjukan penderita rinosinusitis kronis terbanyak pada kelompok usia muda dan dewasa (15-49 tahun) sebanyak 39 kasus (61,9%).14 Penelitian yang dilakukan di RS Atma Jaya didapatkan jumlah kasus rinosinusitis kronis terbanyak pada rentang usia 18-35 tahun yaitu sebanyak 37 orang (50,68%).15 Shabrina AF pada penelitiannya menemukan bahwa proporsi rinosinusitis kronis terbanyak didapatkan pada kelompok usia 25-44 tahun (31,6%).16 Berdasarkan data yang telah dikumpulkan menunjukan bahwa rinosinusitis kronis lebih sering terjadi pada rentang usia dewasa muda. Tingginya kasus rinosinusitis kronis pada rentang usia tersebut kemungkinan dikarenakan usia dewasa muda lebih banyak beraktivitas diluar rumah sehingga lebih sering terpapar faktor risiko seperti alergen atau polutan sehingga dapat mengganggu produktifitas kerja yang menyebabkan penderita mencari pengobatan.17

Pada tabel 3 menunjukan distribusi keluhan utama sebelum menjalani irigasi nasal didapatkan bahwa dari 41 sampel didapatkan 29 pasien (70,7%) mengalami hidung tersumbat, 5 pasien (12,2%) mengalami nasal discharge, 1 pasien (2,4%) mengalami nyeri pada area wajah. Kemudian diikuti dengan keluhan hidung tersumbat disertai nyeri sebanyak 4 pasien 44 (9,8%), hidung tersumbat disertai nyeri pada telinga sebanyak 1 orang (2,4%), nasal discharge disertai tenggorokan berlendir sebanyak 1 orang (2,4%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Indriyani menunjukan bahwa hidung tersumbat (66,7%) menjadi keluhan utama yang paling banyak dijumpai pada penderita rinosinusitis kronis dengan kultur jamur positif.10 Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr.M Djamil Padang dimana didapatkan proporsi gejala yang paling sering dikeluhkan penderita rinosinusitis kronis adalah hidung tersumbat yaitu sebanyak 56 kasus (88,89%).14 Penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang menunjukan bahwa gejala mayor yang paling sering dikeluhkan yaitu hidung tersumbat (69,9%).18 Rinosinusitis kronis dapat terjadi karena adanya reaksi inflamasi yang menyebabkan edema pada sinus. Edema akan menyebabkan penyumbatan pada hidung dan mengakibatkan Kompleks Ostio-Meatal (KOM)

tertutup sehingga aliran mukus menjadi terhambat. Mukus yang menumpuk dironggga sinus menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, edema yang menyebabkan KOM tertutup sebagai awal timbulnya rinosinusitis kronis akan mengakibatkan gejala hidung tersumbat.19 Selain itu, obstruksi KOM juga dapat disebabkan oleh abnormalitas anatomi. Berdasarkan International European Position Paper of Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2020, hidung tersumbat menjadi gejala tersering yang dialami penderita rinosinusitis, dimana kemungkinan hidung tersumbat yang parah menjadi alasan penderita mencari pengobatan.20

Berdasarkan tabel 4 didapatkan sebanyak 35 sampel mengalami keluhan pada kriteria mayor sedangkan 6 sampel mengalami keluhan pada kriteria mayor disertai minor. Dilihat dari distribusi penyebaran dapat ditarik kesimpulan bahwa kriteria mayor berupa hidung tersumbat, nasal discharge, dan nyeri pada wajah menjadi keluhan utama terbanyak pada sampel yang diteliti. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang didapatkan bahwa gejala mayor paling sering dikeluhkan (69,9%) yaitu hidung tersumbat.18

Berdasarkan Konsensus International European Position Paper of Rhinosinusitis and Nasal Polyps, membagi gejala rinosinusitis kronis menjadi gejala mayor dan minor. Gejala mayor tersebut diantaranya adalah nyeri pada daerah muka, hidung buntu/obstruksi nasal/blockage pada KOM, nasal discharge, mengganggu fungsi penghidu (hiposmia), dan sekret purulen di rongga hidung. Gejala minor antara lain; demam, napas bau (halitosis), batuk, tenggorok berlendir, nyeri kepala, nyeri geraham, dan nyeri/tertekan pada telinga.21,22

Pada tabel 5 distribusi kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis berdasarkan skor kuesioner SNOT-22 menunjukan bahwa dari 41 total sampel penelitian, didapatkan total skor SNOT-22 yang memiliki kualitas hidup baik sebanyak 0 (0%), dan penderita dengan kualitas hidup buruk sebanyak 41 (100%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian di RSU Deli Serdang yang menujukan bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronis dengan kualitas hidup buruk sebanyak 44 (100%).23 Penelitian yang dilakukan di Mbarara Regional Referral Hospital Otolaryngology Clinic menunjukan pada penderita rinosinusitis kronis kualitas hidupnya hampir 9 kali lebih buruk dibandingkan pasien tanpa rinosinusitis kronis.24

Rinosinusitis kronis memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup penderitanya, meskipun rinosinusitis kronis tidak mengancam jiwa. Berdasarkan beberapa data yang didapatkan dimana menunjukan kualitas hidup penderita buruk dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti usia, penyakit penyerta, dan lingkungan. Keluhan beragam yang dialami penderita sehingga mempengaruhi produktivitas penderita juga berdampak pada penurunan kualitas hidup penderita. Selain itu, lamanya penderita

mencari pengobatan sejak muncul gejala juga kemungkinan dapat menjadi penyebab dari kualitas hidup yang buruk.

Pada tabel 6 dapat dilihat perbandingan total skor SNOT-22 sebelum dan setelah terapi irigasi nasal pada pasien rinosinusitis kronis. Total skor SNOT-22 sebelum diberikan terapi irigasi nasal didapatkan rerata 24,4 dengan nilai simpang baku sebesar 14,2 dan setelah diberikan terapi didapatkan rerata 18,0 dengan nilai simpang baku sebesar 11,5. Rentang Skor SNOT-22 sebelum terapi yaitu 48,00 dan setelah terapi yaitu 38,00. Nilai maksimum sebelum terapi yaitu 56 dan setelah terapi 46, sedangkan nilai minimum sebelum terapi yaitu 8 dan setelah terapi 8. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Provinsi NTB yang menunjukan bahwa irigasi nasal sebagai terapi tambahan dapat mendukung dalam memperbaiki kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis.25 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Hendradewi, dkk menunjukan bahwa terdapat perbaikan transport mukosiliar setelah pemberian terapi irigasi nasal.26

Berdasarkan hasil analisis univariat di dapatkan rerata skor SNOT-22 setelah irigasi nasal lebih rendah dari rerata skor SNOT-22 sebelum irigasi nasal. Hasil tersebut menandakan bahwa adanya perbaikan setelah pemberian terapi irigasi nasal meskipun termasuk dalam kategori buruk. Hal ini karena umumnya, kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis lebih rendah dibandingkan individu sehat. Oleh karena itu, diperlukan modalitas lain seperti tindakan pembedahan untuk memperbaiki kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis. Terapi pembedahan menjadi salah satu modalitas yang dapat memperbaiki kualitas hidup penderita. RSUP Sanglah merupakan Rumah Sakit rujukan dimana beberapa pasien kemungkinan datang dengan kasus yang cukup berat atau tidak mengalami perbaikan setelah mendapat terapi sebelumnya, sehingga sebagian besar memerlukan terapi pembedahan dalam memperbaiki kualitas hidup pasien.

  • 2.    SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis yang menjalani irigasi nasal di Poliklinik THT-KL Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar periode februari 2020 sampai april 2021 didapatkan 41 penderita rinosinusitis kronis. Berdasarkan distribusi jenis kelamin, penderita rinosinusitis kronis lebih banyak pada pasien laki-laki dengan jumlah 25 (61%). Berdasarkan kelompok usia, penderita rinosinusitis kronis lebih banyak pada rentang usia 26-35 tahun sebanyak 10 orang (24,4%). Keluhan utama sebelum menjalani irigasi nasal yang paling sering dijumpai pada penderita rinosinusitis kronis adalah hidung tersumbat dengan jumlah 29 orang (70,7%). Berdasarkan Skor SNOT-22, kualitas hidup 41 penderita rinosinusitis kronis yang menjalani irigasi nasal pada penelitian ini adalah buruk (100%). Berdasarkan perbandingan total skor SNOT-22 sebelum dan

setelah terapi irigasi nasal pada pasien rinosinusitis kronis didapatkan kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis mengalami perbaikan setelah irigasi nasal walaupun berdasarkan kategori SNOT-22 masih termasuk buruk.

Adapun saran untuk rumah sakit yaitu agar mengoptimalkan pelayanan kesehatan bagi penderita rinosinusitis kronis berupa edukasi karena dampak rinosinusitis yang cukup besar bagi kualitas hidup, sehingga perlu mendapat perhatian dari petugas kesehatan. Selain itu, saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian dengan mengambil sampel dari tahun yang berbeda sehingga jumlah pasien rinosinusitis kronis dari tahun ke tahun dapat dibandingkan. Selain itu, diharapkan untuk menambah variabel dan jumlah sampel yang akan digunakan untuk penelitian sehingga hasil penelitian lebih bervariasi. Penelitian menggunakan uji chi square perlu dilakukan untuk menilai signifikansi perbedaan skor SNOT-22 penderita rinosinusitis kronis antara sebelum pemberian terapi dan setelah pemberian terapi.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Desrosiers M, Evans GA, Keith PK, Wright ED, Kaplan A, et al. Canadian Clinical Practice Guidelines for Acute and Chronic Rhinosinusitis. Allergy, Asthma & Clinical Immunology. 2011; 7(2): 1-38.

  • 2.    Stevens WW, Lee RJ, Schleimer RP, Cohen NA. Chronic Rhinosinusitis Patogenesis. J Allergy Clin Immunol. 2015; 236(6): 1442- 1453.

  • 3.    Wang YH, Ku M, Sun H, et al. Efficacy of Nasal Irrigation in The Treatmentof Acute Sinusitis in Atopic Children. J of Microbiology, Immunology and Infection. 2014; 47: 63-69.

  • 4.    Mangunkusumo E, Soetjipto D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta: FKUI. 2008.

  • 5.    Rosenfeld RM, Piccirillo JF, Chandrasekhar SS, Brook I, Kumar KA, Kramper M, et al. Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis. OtolaryngologyHead and Neck Surgery. 2015; 152(2S): S1- S39.

  • 6.    Chong LY, Head K, Hopkins C, Philpott C, Glew S, Scadding G, Burton MJ, Schilder AGM.  Saline

Irigation for Chronic Rhinosinusitis. Cochrane Database of Systematic: Reviews. 2016.

  • 7.    Juanda IJ, Madiadipoera T, Ratunanda SS. Adaptasi budaya, alih Bahasa Indonesia, dan validasi Sino-Nasal Outcome Test (SNOT)- 22. MKB. 2017; 49(4): 267273.

  • 8.    Marambaia PP, Lima MG, Macario H, et al. Use of the Long-term Quality of Life Assessment in the Decision to Indicate Surgery in Patients with Chronic Rhinosinusitis. Braz J Otorhinolaryngol. 2018. https://doi.org/10.1016/j.bjorl.2013.03.011.

  • 9.    Vaitkus MJ, Vitkauskiene A, Simuntis R, et al. Chronic Rhinosinusitis with Nasal Pollyps: Age anf Disease

Severity Differences in the Levels of Inflammatory Markers. Medicina. 2018; 57(282): 1-11.

  • 10.    Indriyani S, Munir D, Rambe AYM. Proporsi Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronis dengan Kultur Jamur Positif. ORLI. 2016; 46(1): 26-35.

  • 11.    Ravantara CM, Magdi YL, Kasim BI. Prevalence of Chronic Rhinosinusitis in ENT Departement RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Period 2016-2018. Sriwijaya journal of medicine. 2020; 3(2): 183-193.

https://www.jurnalkedokteranunsri.id/index.php/Unsri MedJ/article/view/124.

  • 12.    Bachert C, Pawankar R, Zhang L, Bunnag C, Fokkens WJ, Hamilos DL, et al. ICON: Chronic hinosinusitis. World Allergy Organ J, 2014; 7(25): 1-28.

  • 13.    Christensen D. N. et al. A Systematic Review of the Association between Cigarette Smoke Exposure and Chronic Rhinosinusitis. Journal of American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2017;

158(5): 801-816.

  • 14.    Trihastuti H, Budiman BJ, Edison. Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3): 877-882.

  • 15.    Pramana K. Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronis Pada Orang Dewasa di Rumah Sakit Atma Jaya. 2016.

  • 16.    Shabrina AF. Gambaran dan Faktor Risiko Penderita Rinosinutisi Kronik di URJ THT-KL RSUD Dr. Soetomo              Surabaya.              2017.

http://repository.unair.ac.id/id/eprint/66407.

  • 17.    Sitinjak N, Sorimuda, Hiswani. Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan     Tahun     2011-2015.          2016.

http://Download.Garuda.Ristekdikti.Go.Id/Article.Php? Article=1424915&Val=4108&Title=Karakteristik%20p enderita%20rinosinusitis%20kronik%20di%20rumah% 20sakit%20santa%20elisabeth%20medan%20tahun%2 02011-2015.

  • 18.    Amelia NL, Zuleika P, Utama DS. Prevalensi Rinosinusitis Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hosein Palembang. Jurnal Kedokteran Sriwijaya. 2017; 49(2): 75-83.

  • 19.    Mangunkusumo, Endang dan Rifki, Nusjirwan. Sinusitis, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi kelima. FKUI. Jakarta. 2011.

  • 20.    Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. Jakarta Balai Penerbit FK UI. 2007.

  • 21.    Fokkens WJ, Lund VJ, Hopkins C, Hellings PW, Kern R, Reitsma S, et al. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2020. Rhinology. 2020; 29: 1-464.

  • 22.    Anselmo-Limaa E, Sakano E, Wilma T, Tamashiro E, Nunes AAA, Fernandes AM, Pereira EA. Rhinosinusitis: Evidence and Experience. A Summary. Braz J Otorhiolaryngol. 2015; 81(1): 8-11.

  • 23.    Indra PFC. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Rinosinusitis Kronis Berdasarkan Sino Nasal Outcome Test 22 di Rumah Sakit Umum Deli Serdang. 2019. http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/1159 Indra 2019.

  • 24.    Nyaiteera V, Nakku D, Nakasagga E, Llovet E, et al. 2018. The Burden of Chronic Rhinosinusitis and its Effect on Quality of Life Among 54 Patients Reattending an Otolaryngology Clinic in South Western. BMC Ear, Nose, and Throat Disorders. 2018; 18(10): 19.

  • 25.    Yuliani EA, Kadriyan H, Yudhanto D. EfektivitasIrigasi Nasal Dengan Larutan Salion Isotonis Terhadap Kualitas Hidup Pasien Rinosinusitis Kronis di RSUD Provinsi NTB. Jurnal Kedokteran. 2020; 9(3): 245-249.

  • 26.    Hendradewi S, Primadewi N, Shofiyati N. Perbedaan Transor Mukosiliar Pada Pemberian Larutan Garam Hiertonik dan Isotonik Penderita Rinosinusitis Kronis. Indonesia Journal of Otorhinolaryngology. 2016; 46(2): 121-128.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i2.P11

62