PREVALENSI DAN GAMBARAN FAKTOR RISIKO PEDICULOSIS CAPITIS PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 11 DAUH PURI, PROVINSI BALI
on
![](https://jurnal.harianregional.com/media/78784-1.jpg)
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.10,OKTOBER, 2021
![](https://jurnal.harianregional.com/media/78784-2.jpg)
Diterima: 2020-12-17 Revisi: 2021-09-30 Accepted: 01-10-2021
PREVALENSI DAN GAMBARAN FAKTOR RISIKO PEDICULOSIS CAPITIS PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 11 DAUH PURI, PROVINSI BALI
I Gusti Agung Ayu Chintya Cahyarini1, I Kadek Swastika2, I Made Sudarmaja2 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang: Pediculosis capitis telah menjadi masalah kesehatan pada masyarakat terutama anak sekolah di seluruh dunia. Tujuan: Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui angka kejadian pediculosis capitis serta faktor risiko yang mempengaruhinya di SD Negeri 11 Dauh Puri. Metode: Sebanyak 144 siswa SD Negeri 11 Dauh Puri berusia 6-13 tahun dilakukan pemeriksaan kutu kepala pada bulan April-Mei 2019 menggunakan rancangan studi potong-lintang analitik. Data diambil menggunakan kuesioner dan siswa dinyatakan positif terinfestasi pediculosis capitis apabila didapatkan telur kutu atau kutu pada kulit kepala atau rambut siswa. Hasil penelitian dianalisis dengan program SPSS mengunakan uji chi-square dan regresi logistik. Hasil: Dari 144 siswa yang diperiksa, sebanyak 62 siswa (43,1%) terinfestasi kutu kepala dan ditemukan tingkat infestasi pada siswa perempuan lebih tinggi (60,2%) dibandingkan siswa laki-laki (19,7%). Hubungan signifikan ditemukan pada beberapa faktor risiko seperti jenis kelamin (p=<0,001), panjang rambut (p=<0,001), dan kontak dengan orang yang terinfestasi (p<0,05) terhadap kejadian pediculosis capitis. Faktor risiko yang memiliki hubungan tidak signifikan terhadap kejadian pediculosis capitis yaitu frekuensi cuci rambut, tingkat pendidikan orang tua, kebiasaan tidur bersama, jumlah anggota keluarga, dan jumlah saudara kandung (p>0,05). Hasil multivariat regresi logistik biner mendapatkan bahwa jenis kelamin perempuan (OR=6,28, IK95% =2,89-13,69) berhubungan dengan pediculosis capitis. Kesimpulan: Penelitian ini mengindikasikan bahwa kejadian pediculosis capitis ditemukan masih tinggi pada SD Negeri 11 Dauh Puri. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pediculosis capitis penting diketahui untuk menurunkan angka kejadian dan mencegah infestasi.
Kata Kunci: Prevalensi, faktor risiko, pediculosis capitis.
ABSTRACT
Background: Pediculosis capitis has become a public health issue impacting especially schoolchildren in the world. Aim: The purpose of this study was to determine the prevalence of pediculosis capitis and its risk factors in SD Negeri 11 Dauh Puri. Method: A total of 144 children in SD Negeri 11 Dauh Puri aged 6-13 years old were examined for head lice which conducted in April-May 2019 using cross-sectional analytic method. The collection of data was by questionnaire and student was considered as a positive infestation if there were nits or live lice found on the scalp or hair of student. Data were analyzed by SPSS using chi-square and logistic regression analysis. Result: Out of 144 schoolchildren screened, 62 students (43.1%) were infested by head lice and girls have higher infestation rate (60.2%) than boys (19.7%). There are significant correlation between factors e.g. gender (p=<0.001), length of hair (p=<0.001), and history of contacts with person who infested (p<0.05) with pediculosis capitis. Risk factors that have no significant correlation with pediculosis capitis were frequency of washing hair, level of parent’s education, sleep together, number of family members, and number of siblings (p>0.05).
Result of binary logistic regression analysis showed that female gender (OR=6.28, 95% CI= 2.89-13.69) was associated with pediculosis capitis. Conclusion: This study indicate that pediculosis capitis remains a health
problem in SD Negeri 11 Dauh Puri. Risk factors that influence the infestation of pediculosis capitis are important to be known to decrease the number of prevalence and prevent infestation.
Keywords: Prevalence, risk factors, pediculosis capitis.
PENDAHULUAN
Pediculosis capitis (infestasi kutu kepala) merupakan penyakit yang umum ditemukan dan telah menjadi masalah pada seluruh negara di dunia. Pediculosis capitis biasanya ditemui pada populasi anak usia sekolah, terutama pada kelompok umur 6-12 tahun 1. Pada negara maju, 6 sampai 12 juta anak terinfestasi di Amerika Serikat dan diperkirakan mencapai 1,5 juta orang terinfestasi di Jepang tiap tahunnya. 2,3 Pada negara berkembang, prevalensi pediculosis capitis adalah 19,7% di Argentina, 0,47% di Iran, 9,7% di Turki, 23,32% di Thailand, dan 15,3% di Malaysia 4–8.
Pediculosis capitis disebabkan oleh infestasi ektoparasit Pediculus humanus capitis (kutu kepala). Pediculus h. capitis merupakan arthropoda berukuran 1-3 mm yang berbentuk lonjong pipih dorso-ventral. Kutu ini berwarna kelabu dan memiliki tiga pasang kaki. Terdapat sepasang mata, sepasang antena, serta alat penusuk di bagian kepala. Kutu kepala tidak bisa terbang dan melompat, sehingga mereka berpindah dari satu kepala ke kepala lain apabila terjadi kontak dekat secara langsung 1.
Tempat utama dimana terjadi transmisi langsung adalah di sekolah, pada saat anak-anak bermain dan belajar bersama 9. Terdapat dua cara transmisi pediculosis capitis, yaitu kontak langsung dan tidak langsung. Kontak langsung merupakan cara penularan yang paling banyak terjadi, biasanya diantara teman dekat atau anggota keluarga. Cara transmisi lainnya adalah dengan kontak tidak langsung, dimana orang yang tidak terinfestasi memakai barang milik individu yang terinfestasi seperti sisir, topi, dan aksesoris rambut 10.
Kutu rambut umumnya tidak menimbulkan masalah kesehatan yang serius, tetapi infestasinya dapat mengganggu penderita. Beberapa gejala yang dapat ditimbulkan oleh kutu kepala adalah pruritus, ekskoriasi, pioderma, impetigo sekunder, konjungtivitis, dan demam 2. Selain itu, pediculosis capitis juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan, kecemasan orang tua, malu pada anak, dan memiliki efek yang merugikan pada prestasi akademik anak dengan mempengaruhi konsentrasinya saat belajar 1.
Kasus pediculosis capitis di Indonesia masih jarang dilaporkan, terutama pada Provinsi Bali. Ibukota Provinsi Bali (Kota Denpasar) secara administratif terbagi menjadi empat kecamatan yaitu Denpasar Timur, Denpasar Barat, Denpasar Utara, dan Denpasar Selatan. Kota Denpasar memiliki 167 SD negeri, 55 SD swasta, dan 8 Madrasah Ibtidaiyah (MI). Mengingat pengaruh yang ditimbulkan oleh pediculosis capitis pada anak dalam usia sekolah, maka peneliti ingin mengetahui angka kejadian dan faktor risiko pediculosis capitis pada salah satu SD Negeri di Denpasar, yaitu SD Negeri 11 Dauh Puri.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 11 Dauh Puri dengan menggunakan metode potong-lintang analitik pada bulan April hingga Mei 2019. Siswa kelas I-VI berjumlah 144 anak yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan sampel dalam penelitian ini. Pengambilan data dilakukan dengan pemeriksaan kutu kepala dan pengisian kuesioner oleh siswa atau melalui wawancara pada siswa yang belum bisa membaca. Teknik pengambilan sampel secara cluster random sampling digunakan pada penelitian ini.
Diagnosis infestasi pediculosis capitis ditegakkan melalui pemeriksaan secara visual dan menggunakan sisir kutu sekali pakai. Sampel dikatakan positif pediculosis capitis apabila ditemukan salah satu dari nimfa, kutu dewasa, atau telur kutu pada batang rambut yang berjarak 1 cm dari kulit kepala. Kuesioner yang digunakan untuk pengambilan data terdiri dari empat bagian, yaitu identitas responden (nama, umur, alamat, jenis kelamin, kelas), hasil pemeriksaan infestasi kutu kepala (positif atau negatif terkena pediculosis capitis), kejadian infestasi kutu kepala, dan faktor risiko infestasi kutu kepala Data diolah menggunakan chi-square test dan regresi logistik biner (program SPSS, versi 23). Keterangan kelaikan etik (ethical clearance) telah diberikan oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan nomor 653/UN14.2.2.VII.14/LP/2019.
HASIL
Dari total 144 sampel, sebanyak 62 siswa (43,1%) menderita pediculosis capitis. Sampel terdiri atas 61 siswa laki-laki dan 83 siswa perempuan. Angka prevalensi ditemukan lebih tinggi pada siswa perempuan (60,2%) daripada siswa laki-laki (19,7%). Sampel penelitian ini terdiri dari siswa berusia 6-13 tahun dengan median usia 9 tahun. Prevalensi sampel yang positif pediculosis capitis pada kelompok umur 6-9 tahun sebanyak 39,5% dan kelompok umur 10-13 tahun adalah 47,1%. Distribusi kejadian pediculosis tertinggi terdapat pada siswa kelas V (63,2%) dan terendah pada siswa kelas II (16,7%). Data karakteristik sampel disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Prevalensi pediculosis capitis berdasarkan karakteristik sampel
Karakteristik |
Total |
Hasil Pemeriksaan | |
Positif |
Negatif | ||
N (%) |
N (%) | ||
Jenis Kelamin | |||
Laki-Laki |
61 |
12 (19,7) |
49 (80,3) |
Perempuan |
83 |
50 (60,2) |
33(39,8) |
Umur | |||
6-9 tahun |
76 |
30 (39,5) |
46 (60,5) |
10-13 tahun |
68 |
32 (47,1) |
36 (52,9) |
Kelas | |||
I |
19 |
10 (52,6) |
9 (47,4) |
II |
30 |
5 (16,7) |
25 (83,3) |
III |
29 |
17 (58,6) |
12 (41,4) |
IV |
23 |
11 (47,8) |
12 (52,2) |
V |
19 |
12 (63,2) |
7 (36,8) |
VI |
24 |
7 (29,2) |
17 (70,8) |
Berdasarkan data sosiodemografi pada Tabel 2, kejadian pediculosis capitis tertinggi ditemukan pada siswa yang mempunyai saudara kandung lebih dari empat orang (57,1%) dan terendah pada siswa yang tidak mempunyai saudara kandung (35,7%). Angka prevalensi pediculosis capitis pada siswa yang mempunyai anggota keluarga lebih dari empat orang (47,4%) lebih tinggi daripada responden yang mempunyai anggota keluarga empat orang atau kurang (38,2%). Kejadian pediculosis capitis paling tinggi terjadi pada responden dengan ibu tamat SD (68,8%) dan ayah tamat SD (64,3%).
Tabel 3 menampilkan analisis hubungan antara faktor risiko dengan prevalensi pediculosis capitis. Pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis kelamin, panjang rambut, dan kontak dengan orang yang terinfestasi pediculosis capitis dengan kejadian pediculosis capitis (p<0,05). Namun faktor risiko lainnya seperti frekuensi cuci rambut, penggunaan sisir atau aksesoris rambut bersama, kebiasaan tidur bersama, tingkat pendidikan ibu dan ayah tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian pediculosis capitis (p>0,05).
Tabel 4 merupakan tabel pemodelan multivariat akhir (uji regresi logistik biner) yang
Tabel 2. Prevalensi pediculosis capitis berdasarkan karakteristik data sosiodemografi
Karakteristik |
Total |
Hasil Pemeriksaan | |
Positif N (%) |
Negatif N (%) | ||
Jumlah Saudara Kandung Tidak |
14 |
5 (35,7) |
9 (64,3) |
punya 1-2 orang |
94 |
37 (39,4) |
57 (60,6) |
3-4 orang |
29 |
16 (55,2) |
13 (44,8) |
>4 orang |
7 |
4 (57,1) |
3 (42,9) |
Jumlah Anggota Keluarga ≤4 orang |
68 |
26 (38,2) |
42 (61,8) |
>4 orang |
76 |
36 (47,4) |
40 (52,6) |
Pendidikan Terakhir Ibu Tidak tamat |
7 |
1 (14,3) |
6 (85,7) |
SD Tamat SD |
16 |
11 (68,8) |
5 (31,3) |
Tamat SMP |
25 |
13 (52,0) |
12 (52,2) |
Tamat SMA |
73 |
26 (35,6) |
47 (64,4) |
Akademisi/S1 |
23 |
11 (47,8) |
12 (52,2) |
Pendidikan Terakhir Ayah Tidak tamat |
6 |
2 (33,3) |
4 (66,7) |
SD Tamat SD |
14 |
9 (64,3) |
5 (35,7) |
Tamat SMP |
17 |
9 (52,9) |
8 (47,1) |
Tamat SMA |
77 |
28 (36,4) |
49 (63,6) |
Akademisi/S1 |
2 |
14 (48,3) |
15 (51,7) |
hanya menampilkan faktor risiko dengan nilai p<0,05. Variabel jenis kelamin dan panjang rambut dilakukan analisis regresi logistik biner secara bersamaan karena saling mempresentasikan satu sama lain. Variabel yang paling berhubungan dengan infestasi pediculosis capitis berdasarkan tabel tersebut adalah jenis kelamin dan panjang rambut dengan nilai OR =6,28.
Hal ini berarti bahwa perempuan dengan rambut panjang akan memiliki peluang mengalami pediculosis capitis 6,28 kali lebih besar dibandingkan laki-laki dengan rambut pendek dan signifikan secara statistik (p<0,05).
PEMBAHASAN
Penelitian ini menemukan bahwa dari total 144 responden, sebanyak 62 siswa (43,1%) terinfestasi pediculosis capitis dan 82 siswa lainnya (56,9%) tidak terinfestasi pediculosis capitis. Prevalensi tinggi pediculosis capitis juga telah dilaporkan di berbagai daerah. Penelitian di SD Negeri Kertasari mendapatkan prevalensi sebesar
-
5 2,1%, SD di Kota Sabang sebesar 27,1%, dan 55,3% di dua SD Jatinangor 11–13. Prevalensi tinggi lainnya dilaporkan di Argentina sebesar 29,7%, (4). Namun beberapa studi menemukan tingkat prevalensi rendah seperti di Iran sebanyak 0,47%, 9,7% di Turki, dan 4,1% di Korea 6,7,14. Variasi tingkat infestasi di berbagai sekolah tersebut diakibatkan,oleh beberapaa,faktor, yakni cara mendeteksi kutu kepala, teknik pengambilan sampel yang digunakan, variasi desain penelitian, tingkat higienitas individu dan tingkat perhatian pemerintah terhadap kesehatan anak sekolah.
Tabel 3. Hubungan antara faktor risiko dengan prevalensi pediculosis capitis
Faktor Risiko |
Total |
Hasil Pemeriksaan |
Nilai P | |
Positif |
Negatif | |||
N (%) |
N(%) | |||
Jenis Kelamin | ||||
Perempuan |
83 |
50 (60,2) |
33 (39,8) |
<0,001 |
Laki-laki |
61 |
12 (19,7) |
49 (80,3) | |
Panjang Rambut | ||||
Panjang (sebahu atau lebih) |
83 |
50 (60,2) |
33 (39,8) |
<0,001 |
Pendek (diatas telinga) |
61 |
12 (19,7) |
49 (80,3) | |
Penggunaan sisir/aksesoris rambut | ||||
bersama | ||||
Ya |
61 |
28 (45,9) |
33 (54,1) |
0,554 |
Tidak |
83 |
34 (41,0) |
49 (59,0) | |
Frekuensi cuci rambut | ||||
<3 kali seminggu |
57 |
25 (43,9) |
32 (56,1) |
0,875 |
≥3 kali seminggu |
87 |
37 (42,5) |
50 (57,5) | |
Kebiasaan Tidur Bersama | ||||
Ya |
66 |
32 (48,5) |
34 (51,5) |
0,226 |
Tidak |
78 |
30 (38,5) |
48 (61,5) | |
Tingkat Pendidikan Ibu | ||||
Rendah |
48 |
25 (52,1) |
23 (47,9) |
0,122 |
Tinggi |
96 |
37 (38,5) |
59 (61,5) | |
Tingkat Pendidikan Ayah | ||||
Rendah |
39 |
21 (53,8) |
18 (46,2) |
0,111 |
Tinggi |
105 |
41 (39,0) |
64 (61,0) | |
Kontak dengan Orang | ||||
yangTerinfestasi Pediculosis capitis | ||||
Ya |
102 |
51 (50,0) |
51 (50,0) |
0,009 |
Tidak |
42 |
11 (26,2) |
31 (73,8) |
Anak perempuan yang positif pediculosis capitis sebanyak 50 orang (60,2%) dan anak
laki-laki sebanyak 12 orang (19,7%). Studi di Eropa dan negara lainnya sesuai dengan penelitian ini, dimana perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi daripada laki-laki 7,15. Hal ini terjadi karena anak perempuan mayoritas mempunyai rambut panjang dan memiliki kontak lebih dekat dan sering dengan temannya sehingga memudahkan transmisi Pediculus capitis. Namun studi oleh Kassiri dan Esteghali tidak sesuai dengan hasil ini, dimana ditemukan
infestasi lebih tinggi pada laki-laki (52,9%) dibandingkan perempuan (47,1%).
Prevalensi responden yang positif pediculosis capitis pada kelompok umur 6-9 tahun adalah 30 siswa (39,5%) dan kelompok umur 10-13 tahun adalah 32 siswa (47,1%). Hasil ini didukung oleh penelitian Vahabi dimana persebaran pediculosis capitis tertinggi yaitu pada kelompok umur 10-11 tahun. Studi di Malaysia menunjukkan bahwa risiko terinfestasi dua kali lebih tinggi pada kelompok umur 10-12 tahun dibandingkan 7-9 tahun
-
8 . Prevalensi tinggi pada anak usia sekolah disebabkan oleh kontak antar kepala yang sering terjadi saat anak belajar dan bermain dalam kelompok kecil.
Kejadian pediculosis capitis tertinggi ditemukan pada responden yang memiliki saudara kandung lebih dari empat orang (57,1%) dan terendah pada responden yang tidak memiliki saudara kandung (35,7%), namun tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan (p>0,05). Hasil yang sama ditemukan oleh Mohammed yaitu anak yang memiliki saudara kandung empat atau lebih cenderung memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan anak dengan saudara kandung kurang dari empat orang. Penelitian oleh Gulgun dkk6. melaporkan bahwa prevalensi ditemukan lebih tinggi pada anak yang tinggal dengan tiga atau lebih saudara kandung. Memiliki banyak saudara kandung menyebabkan tingkat infestasi yang lebih tinggi karena orang tua memiliki waktu lebih sedikit untuk memperhatikan kebersihan diri masing- masing anak.
Angka prevalensi pediculosis capitis pada responden yang memiliki anggota keluarga lebih dari empat orang (47,4%) lebih tinggi daripada responden yang memiliki anggota keluarga empat orang atau kurang (38,2%), namun tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan (p>0,05). Temuan ini sesuai dengan studi di Peru dan Yunani, dimana anak yang tinggal serumah dengan lebih dari empat orang lebih berisiko untuk terkena kutu kepala (16,17). Hal ini bisa terjadi karena tinggal dengan anggota keluarga lebih dari empat orang terutama dengan ekonomi rendah, kemungkinan akan ada anak yang tidur bersama
Tabel 4. Analisis regresi logistik biner pada hubungan faktor risiko dengan prevalensi pediculosis capitis
Faktor Risiko |
B |
Wald |
Sig. |
OR |
IK95% | ||
Lower |
Upper | ||||||
Jenis kelamin dan panjang |
1,837 |
21.341 |
0,000 |
6,280 |
2,880 |
13,692 | |
rambut Constant |
-1,600 |
20,827 |
0,000 |
0,202 |
kutu yang terdapat pada sisir/aksesoris kemungkinan sudah mati sehingga penyebaran melalui penggunaan sisir/aksesoris jarang terjadi.
Faktor risiko lainnya yang tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian pediculosis capitis (p>0,05) adalah frekuensi cuci rambut. Beberapa studi lainnya sejalan dengan penelitian ini 13,22,23. Hal ini disebabkan karena mencuci rambut saja tidak dapat menghilangkan kutu kepala. Setelah selesai mencuci rambut sebaiknya diikuti dengan menyisir rambut menggunakan sisir kutu maupun penggunaan insektisida untuk mengeradikasi kutu kepala. Namun studi di Iran dan Jordan menunjukkan adanya hubungan antara frekuensi cuci rambut dengan prevalensi kutu kepala (p<0,05) 18,21.
Kebiasaan tidur bersama tidak memiliki hubungan bermakna dengan prevalensi pediculosis capitis pada penelitian ini (p>0,05). Hasil ini tidak sesuai dengan hasil studi lain yang mendapatkan adanya hubungan bermakna antara kebiasaan tidur bersama dengan pediculosis capitis
sehingga memudahkan terjadinya transmisi pediculosis capitis.
Analisis statistik mendapatkan hubungan sangat signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian pediculosis capitis (p<0,001). Hasil ini sesuai dengan penelitian lain, dimana ditemukan hubungan signifikan antara jenis kelamin dan tingkat infestasi (p<0,001) 4,7,17. Hal ini dikaitkan dengan perbedaan perilaku terkait gender dimana anak laki-laki lebih suka bermain diluar dalam waktu singkat selama olahraga atau kegiatan lainnya, sementara anak perempuan cenderung bermain dalam kelompok kecil dengan kontak yang lebih dekat satu sama lain sehingga memudahkan transmisi 5.
Rambut panjang memiliki hubungan sangat signifikan terhadap pediculosis capitis (p<0,001). Studi lainnya sejalan dengan penelitian ini, dimana prevalensi kutu kepala berhubungan signifikan dengan panjang rambut (p<0,001) 8. Rambut yang panjang lebih sulit untuk dibersihkan dan dilakukan eradikasi kutu kepala. Selain itu, rambut panjang menyediakan lingkungan lembab dan hangat sehingga mendukung kehidupan kutu.
Hubungan antara penggunaan sisir/aksesoris rambut bersama terhadap kejadian pediculosis capitis pada penelitian ini tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0,05). Studi di Yogyakarta sesuai dengan penelitian ini, dimana tidak ditemukan adanya hubungan signifikan antara penggunaan aksesoris rambut bersama terhadap pediculosis capitis20.Hal ini disebabkan karena
(p<0,05) 11,19. Tidak sesuainya hasil penelitian ini kemungkinan terjadi karena responden yang tinggal di kota cenderung memiliki tingkat higienitas tinggi, dimana sarung bantal dan sprei yang digunakan sering diganti dan dicuci sehingga akan menurunkan risiko transmisi tidak langsung.
Faktor risiko tingkat pendidikan ayah dan ibu tidak memiliki hubungan signifikanmterhadap kejadian pediculosis capitis (p>0,05). Studi di Iran sejalanmdengan penelitianmini, dimana pada studi tersebut tidak menemukan hubungan signifikan antara pendidikan orang tua terhadap infestasi (p>0,05). 25. Hasil ini mendukung bahwa kejadian kutu kepala tidak terbatas pada strata yang tidak berpendidikan atau buruk. Infestasi kutu kepala juga dipengaruhi oleh faktor lain selain tingkat pendidikan, seperti lingkungan dan sosial.
Penelitian ini menemukan hubungan signifikan antara kontak dengan orang yang terinfestasi dengan pediculosis capitis (p<0,05). Studi di Malaysia juga memperoleh
adanya hubungan yang signifikan antara riwayat kontak dengan orang yang terinfetasi terhadap kejadian pediculosis capitis 8. Hal ini bisa dijelaskan oleh karena faktor perilaku anak-anak pada usia sekolah lebih sering kontak langsung satu sama lain. Selain itu, kontak dengan saudara kandung maupun keluarga yang terinfestasi dapat mempengaruhi 7.
angka kejadian kutu kepala.
SIMPULAN
Prevalensi infestasi pediculosis pada anak di SD 11 8.
Dauh Puri adalah 43,1%. Faktor risiko yang berhubungan secara signifikan dengan infestasi pediculosis capitis pada anak di SD 11 Dauh Puri adalah jenis kelamin, panjang rambut, dan kontak dengan orang yang terinfestasi pediculosis capitis. 9.
SARAN 10.
Perlu adanya penyuluhan kesehatan mengenai pediculosis capitis dan faktor risiko yang mempengaruhinya 11. sehingga angka kejadian pediculosis capitis dapat menurun.
UCAPAN TERIMAKASIH
-
• Kepala SD No. 11 DauhhPuri,KKecamatan 12.
DenpasariBarat, KotaaDenpasar, Bali,
-
• Siswa SD No. 11 DauhhPuri,KKecamatan DenpasariBarat, KotaaDenpasar, Bali.
DAFTAR PUSTAKA 13.
1. |
MadkeiB, KhopkariU. Pediculosis capitis: Annupdate. Indian J DermatolVVenereol Leprol.22012;78(4):429–38. |
14 |
2. |
NutansonnI, SteenCCJ, Schwartz RA, JannigerrCK. Pediculusshumanus capitis: Anmupdate. Acta Dermatoovenerologica Alpina,aPannonicaaAdriat.a2008;17(4):147– 59. | |
15 | ||
3. |
KasaiiS, IshiiiN, NatsuakinM, Fukutomi H, KomagatawO, KobayashiMM, dkk. Prevalence of kdr-like Mutations Associateddwith PyrethroiddResistance in Human HeadiLouse Populations iniJapan . J MediEntomol.i2009;46(1):77-82. | |
16 | ||
4. |
TolozaoA, VassenaoC, GallardooA, Gonzales-AudinooP, Picollo MI. Epidemiology of Pediculosisocapitis in elementaryoschools of BuenosoAires, Argentina.aParasitolRRes.22009;104(6):1295-8. |
17 |
5. |
RassamiiW, SoonweraiM. Epidemiology of pediculosisicapitis amongischoolchildreniin the easternnarea ofBBangkok, Thailand. AsianiPaciJ TropiBiomed.i2012;2(11):901–4. |
18 |
6. |
GulgunNM, BalciiE, KaraogluiA,iBabacan |
O, Turker T. PediculosisMcapitis: Prevalenceeand itssassociated factorsSin primary schoolchildren livinggin ruralaand urban areassin Kayseri,TTurkey. CenteEur J PubliciHealth.22013;21(2):104–8.
DoroodgarAA, SadrFF, DoroodgarMM, SayyahhM. Examininggthe prevalenceerate ofiPediculus capitissinfestationwaccording to sexiand
socialffactors inpprimaryyschool children.
AsianWPacific J TropDDis. 2014;4(1):25-9.9
Tohit NFM, Rampal L, Mun-Sann L. Prevalenceaand predictorsSof pediculosis
capitissamong primaryyschoolchildren in
HuluLLangat,SSelangor. MedJJJMalaysia.
2017;72(1):12-7.7
MeisterrL, OchsendorffF. HeadiLice. Dtsch ArztebllInt.22016;113(45):763–72.2
Frankowski BL, Bocchini JA.CClinical report -Head lice.iPediatrics.22010;126(2): 392–403.4
YuliantiiE, Sinaga F, Sihombing F. Faktor-Faktor yang BerhubunganWdengan Kejadian
PedikulosissKapitis di SDiNegeri Kertasari.
JurnalaKesehatan Caringaand
enthusiasm.22016;5(1):18–27.
KarimahAA, Miliawati R, HidayahNN, DahlanAA. PrevalenceeandPPredisposing
FactorsWiof PediculosisCcCapitis on
ElementaryiSchool Students attJatinangor.
2016;3(2):254–8.8
Nindia Y. PrevalensiiInfestasi Kutu Kepala (PediculussHumanussCapitis) PadaAAnak
SekolahhDasar Di KotaSSabang,PProvinsi
Acehh[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian
Bogor;12016.
OhhJM, LeeiIY, LeeiWJ, SeoiM, ParkiSA, LeeiSH, dkk. PrevalencePof pediculosis capitissamong KoreanKchildren.oParasitol
Res.22010;107(6):1415–9.0
BartosikkK, BuczekNA, ZajacnZ, KulisziJ. Headppediculosis inNschoolchildren innthe
easternNregion of the EuropeanUUnion. 2015;22(4):599–603.8
LesshafftiH, BaieriA, GuerraiH,iTerashima
-
A. Prevalenceeand RiskiFactors Associated with
Pediculosis Capitis in an
ImpoverishediUrbannCommunity iniLima,
Peru.22013;5(4):138-143.8
SoultanaVV, EuthumiaPP, AntoniossM, AngelikirR, dkk. Prevalenceiof Pediculosis Capitisaamong Schoolchildrennin Greece andiRisk
Factors :A Questionnaire Survey. 2009;26(6):701-5.5
KassirihH, EsteghaliiE. Prevalenceirate and riskkfactors of pediculusCcapitis among primaryWschool children inaIran. Arch
PediatrrInfecttDis.22016;4(1):1–6.2
-
19. LukmanNN, ArmiyantiYY, AgustinaAD.
Hubunganifaktor-faktoririsiko pediculosis
capitissterhadap kejadiannyaspadassantri di
pondokipesantrenimiftahuliulum kabupaten Jember. Agromedicine Med Sci. 2018;4(2):102-109.
-
20. YitnZhen A, MurhandarwatieE,uUmniyati SR. Head
liceWinfestation andWiits relationshippwith
hygieneeand knowledge among urban
schoolichildren in Yogyakarta.kJ
TropiMed.i2009;1(1):35-41.
-
21. AlBashtawyMM, HasnaAF. Pediculosis
capitissamong primaryyschool childrennin
MafraqqGovernorate, Jordan.iEast Mediterr
HeallJ.12012;18(1):43–8.a
-
22. MoradiaAR, ZahirniaaAH, AlipouraAM,
EskandariiZ. The prevalenceiof Pediculosis
capitisiin primaryischool students iniBahar, HamadanpProvince, Iran. JiRes HealthiSci. 2009;9(1):45-9.9
-
23. VahabiAA, ShemshadKK, SayyadiMM,
BiglarianAA, VahabiBB, SayyadSS, dkk. Prevalenceaand riskafactors ofaPediculus
(humanus)scapitis (Anoplura:iPediculidae), in
primaryYschools inSSanandaj city, Kurdistans
province, aIran. TropBBiomed. 2012;29(2):207-11.
-
24. Zubaidah M, Madonna V, Pratiningrum M.
Insidensisdan gambaranafaktor risiko
pedikulosiskkapitis dispondokspesantren X
KabupateniKutaiiKartanegara.WJ Kedokt
Mulawarman. 2018;5(2):32–41.
-
25. TappehiK, ChavshinaAR,Mohammadzadeh H,
KhashavehjS, HanifiannH, Bozorgomid A, dkk. Pediculosisscapitis amongaprimary schoolAchildren and relatedarisk factorssin Urmia, thesmain city of WestaAzarbaijan, Iran. J Arthropod Borne Dis. 2012;69(1):79-85.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V10.i10.P04
27
Discussion and feedback