ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.11,NOVEMBER, 2021

JMU                                    ,         ,       ,

∕          I—λ Idirectoryof

urnal medika udayana J        UUXXJ journal⅛ess                                        SINTA 3

Diterima: 2021-09-29  Revisi:29-10-2021        Accepted: 30-11-2021

PREVALENSI GANGGUAN KESEHATAN MATA YANG TERJADI PADA CALON ANGGOTA POLISI DI POLDA SULAWESI TENGAH TAHUN 2017- 2021

Fredy Prasetyo Widayanto1, Budi Prasetijo2

Bidang Kedokteran Dan Kesehatan Polisi Daerah Sulawesi Tengah1,2

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Mata adalah indera penglihatan yang berfungsi mempersepsikan bentuk, ukuran, warna, maupun posisi suatu objek. Rendahnya perhatian tentang kesehatan mata dapat berdampak pada gangguan kesehatan mata. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis prevalensi gangguan kesehatan mata yang terjadi pada calon anggota polisi di Polda Sulawesi Tengah Tahun 2017-2021. Metode penelitian yang digunakan adalah cross-sectional design dengan menggunakan teknik pengambilan sampel simple random sampling yang melibatkan sampel penelitian sebanyak 8894 kandidat anggota polisi berjenis kelamin laki-laki dan 1305 kandidat anggota polisi berjenis kelamin perempuan. Teknik analasis data yang digunakan adalah persetase, frekuensi, dan rata-rata. Hasil penelitian menyebutkan bahwa sebanyak 9,8% kandidat polisi laki-laki memiliki gangguan kesehatan mata dengan prevalensi kejadian gangguan mata terbanyak pada kelainan refraksi mata sebesar 64,9%. Sebanyak 15,1% kandidat polisi perempuan memiliki gangguan kesehatan mata dengan prevalensi kejadian gangguan mata terbanyak pada kelainan refraksi mata sebesar 83,6%. Disimpulkan bahwa prevalensi terbesar kejadian gangguan kesehatan mata terjadi pada gangguan refraksi mata.

Kata kunci : Gangguan, Kesehatan, Mata, Polisi

ABSTRACT

The eye is the sense of sight that functions to perceive the shape, size, color, and position of an object. Low eye health attention can have an impact on eye health problems. The purpose of this study was to analyze the prevalence of eye health problems that occurred in prospective police officers at the Central Sulawesi Regional Police in 20172021. The research method used is a cross-sectional design using a simple random sampling technique that involves a research sample of 8894 male police officers and 1305 female police officers. Data analysis techniques used are percentage, frequency, and average. The results of the study stated that 9.8% of male police officers had eye health problems with the highest prevalence of eye disorders in eye refraction disorders of 64.9%. As many as 15.1% of female police officers have eye health problems with the highest prevalence of eye disorders in eye refraction disorders of 83.6%. t was concluded that the greatest prevalence of eye health problems occurred in refractive errors of the eye.

Keywords: Problem, health, eye, police

PENDAHULUAN

Menjadi seorang anggota polisi adalah sebuah kebanggaan tersendiri karena mengemban tugas untuk membela negara sehingga diperlukan kualitas kesehatan jasmani dan rohani yang mumpuni1. Maka tidak mengherankan bahwa serangkaian proses seleksi yang ketat diterapkan bagi calon kandidat. Terdapat berbagai macam standar tes kesehatan yang harus dipenuhi oleh calon anggota2. Salah satunya persyaratan masuk adalah memiliki kualitas mata yang sehat dan prima. Namun, tidak sedikit

yang lolos tes kesehatan mata ini, sehingga tidak bisa melanjutkan ke tahap seleksi berikutnya3.

Mata adalah salah satu organ vital yang berfungsi sebagai indera penglihatan. Mata memiliki fungsi untuk mepersepsikan ukuran, warna, bentuk, maupun kedudukan suatu objek4. Namun rendahnya perhatian tentang kesehatan mata dapat berdampak pada gangguan kesehatan mata5. Peningkatan prevalensi gangguan mata pada masyarakat dapat menjadi ancaman terhadap perkembangan pembangunan sehingga dapat mengancam pertumbuhan ekonomi nasional6. Seseorang yang memiliki mata yang sehat dapat menunjang kariernya dan dapat mengurangi serta

mencegah terjadinya kecelakaan kerja7. Maka dari itu tidak mengherankan beberapa profesi menuntut para kandidatnya untuk memiliki mata yang sehat1. Salah satunya adalah anggota polisi yang membutuhkan kualitas penglihatan terbaik karena harus siap mengarungi berbagai situasi2. Oleh sebab itu semua kandidat abdi negara di Indonesia dituntut untuk memiliki mata yang sehat yang berguna untuk menunjang kinerjanya3.

Berdasarkan data WHO tahun 2014 menyebutkan 285 juta orang diperkirakan akan tuna netra di seluruh dunia, 39 juta buta dan 246 memiliki low vision. Penyebab utama gangguan penglihatan di dunia adalah refraksi (43%), katarak (30%) dan glaukoma (2%). Kelompok umur yang paling berisiko mengalami gangguan penglihatan dan kebutaan adalah kelompok umur ≥ 50 tahun dan umur ≤ 15 tahun. Diperkirakan 19 juta anak-anak di dunia mengalami gangguan penglihatan, 12 juta diantaranya disebabkan oleh refraksi dan 1,4 juta anak-anak telah mengalami kebutaan. Sedangkan di Indonesia diperkirakan sejumlah 3 juta orang mengalami gangguan penglihatan8. Berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi severe low vision di Indonesia pada usia produktif (15-64 tahun) mencapai 1,49% dari total populasi9.

Kelainan mata yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh genetik, kelainan yang terjadi sejak lahir, dan kebiasan-kebiasaan buruk yang dilakukan secara berulang-ulang dan jangka panjang10. Kebiasaan buruk yang dilakukan sejak usia dini menjadi faktor pemicu terjadinya kelainan mata yang dialami11. Kebiasaan buruk yang dilakukan sejak usia dini dapat berpengaruh terhadap tumbuh kembang sistem-sistem tubuh12. Salah satunya berpengaruh pada sistem indera penglihatan. Kebiasaan buruk yang dilakukan dapat mempengaruhi lambatnya pertumbuhan refraksi mata sehingga berefek pada kejadian myopia atau rabun jauh13. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa prevalensi kelianan mata myopia disebabkan oleh kebiasaan buruk seperti tingginya frekuensi penggunaan computer, bermain gadget, dan media elektronik lainnya14. Sebuah penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa rata-rata remaja di Indonesia menghabiskan waktunya minimal 8 jam untuk bermain gadget15.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa akibat pandemi covid-19 meningkatkan kejadian kelaianan mata khususnya pada kelompok remaja usia 17 tahun. Hal tersebut disebabkan selama masa pandemic proses belajar belajar dilakukan secara virtual dengan bantuan media elektronik16. Lebih dari 30% remaja di Indonesia mengalami gejala penglihatan seperti mata Lelah, penglihatan buram, penglihatan ganda, pusing, mata kering, serta ketidaknyamanan pada okuler saat melihat dari dekat ataupun dari jarak yang jauh17.

Berdasarkan uraian tersebut dibutuhkan upaya preventif untuk menurunkan kejadian kelainan mata pada masyarakat di Indonesia. Rendahnya edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan mata menjadi salah satu penyebab tingginya kejadian kelainan mata di Indonesia18.

Oleh sebab itu tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelainan mata yang terjadi pada masyarakat Indonesia khususnya pada kandidat anggota polisi di. Penelitian ini diharapkan sebagai bentuk edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan mata serta menjadi suatu upaya pencegahan terjadap kelainan mata pada masyarakat di Indonesia.

BAHAN DAN METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah crosssectional design dengan melakukan observasi sebanyak 8.894 kandidat anggota polisi berjenis kelamin laki-laki dan 1.305 kandidat anggota polisi berjenis kelamin perempuan. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah simple random sampling. Data yang didapatkan merupakan data pemeriksaan medis yang dilaksanakan untuk seleksi calon anggota Polri Polda Sulawesi Tengah tahun 2017-2021. Proses pemeriksaan dilakukan oleh tenaga medis Polri (dokter) dan tenaga paramedic Polri (perawat).

Data pemerikasaan yang dikumpulkan diantaranya adalah kelainan refraksi, tes buta warna, sikatrik pada kelopak mata, hordeolum, strabismus, pterigyum, konjungtivis akut, nevus pada konjungtiva, ptotis, nystagmus, macula kornea, hambatan gerak bola mata, nevus pada kornea, lagofthalmus, blefaritis, episkleritis, dan hiferma. Teknik analisis data yang digunakan adalah persentase, frekuensi dan mean.

  • 1.    HASIL

Tabel 1. Jumlah peserta seleksi yang dilakukan pemeriksaan kesehatan mata

No

Tahun

Jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan

1

2021

1.734 Peserta

244 Peserta

2

2020

1.536 Peserta

239 Peserta

3

2019

1.910 Peserta

279 Peserta

4

2018

1.825 Peserta

265 Peserta

5

2017

1.889 Peserta

278 Peserta

Total

8.894 Peserta

1.305Peserta

Berdasarkan tabel satu menampilkan data jumlah peserta yang telah melakukan pemeriksaan mata dari tahun 2017 hingga 2021. Pada tabel tersebut dijelaskan bahwa sebanyak 8.894 peserta berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 1.305 peserta berjenis kelamin perempuan.

Tabel 2. Hasil pemeriksaan mata peserta seleksi laki-laki yang mempunyai kelainan

Hasil pemeriksaan

jumlah peserta

Presentase

kelainan refraksi

507

64,90%

buta warna

74

9,47%

sikatrik pada

59

7,50%

kelopak mata

Hordeolum

21

2,69%

Strabismus

20

2,56%

Pterigyum

19

2,43%

Konjungtivitis akut

19

2,43%

Nevus pada

17

2,17%

Konjungtiva

ptosis

17

2,17%

nistagmus

8

1,02%

Makula kornea

3

0,38%

Hambatan gerak

3

0,38%

bola mata

Nevus pada kornea

3

0,38%

Lagofthalmus

2

0,25%

Blefaritis

5

0,64%

Episkleritis

2

0,25%

Hifema

2

0,25%

Berdasarkan tabel dua menampilkan data tentang hasil pemeriksaan mata pada kandidat anggota polisi berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan tabel tersebut dijelaskan bahwa mayoritas kandidat anggota polri memliki kelainan refraksi mata dengan persentase sebesar 64,9%. Selain itu kelainan mata kedua yang terbanyak adalah kejadian buta warna dengan persentase sebesar 9,74%.

Tabel 3. Hasil pemeriksaan mata peserta seleksi perempuan yang mempunyai kelainan

hasil pemeriksaan

jumlah peserta

presentase

Kelainan refraksi

164

83,60%

buta warna

3

1,53%

hordeulum

7

3,57%

konjungtivitis akut

6

3,06%

Ptosis

3

1,53%

nevus pada konjungtiva

4

2,04%

xanthelasma kelopak mata

5

2,55%

strabismus

4

2,04%

Berdasarkan tabel tiga menampilkan data tentang hasil pemeriksaan mata pada kandidat anggota polisi berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan tabel tersebut dijelaskan bahwa mayoritas kandidat anggota polri memliki kelainan refraksi mata dengan persentase sebesar 83,6%.

Tabel 4. Persentase peserta perempuan yang memenuhi syarat tes kesehatan mata

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi syarat

84,9%

15,1%

Berdasarkan tabel empat dijelaskan bahwa sebanyak 84,9% peserta perempuan memenuhi persyaratan tes kesehatan mata dan sebanyak 15,1 peserta perempuan memiliki gangguan kesehatan mata

Tabel 5. Persentase peserta laki-laki yang memenuhi

syarat dan tidak memenuhi syarat

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi syarat

91,2%

9,8%

Berdasarkan tabel empat dijelaskan bahwa sebanyak 91,2% laki-laki memenuhi persyaratan tes kesehatan mata dan sebanyak 9,8% peserta laki-laki memiliki gangguan kesehatan mata

  • 2.    PEMBAHASAN

Berdasarkan data penelitian yang telah didapatkan dijelaskan bahwa prevalensi terbesar kejadian gangguan kesehatan mata adalah refraksi mata. Kelainan refraksi adalah kondisi di mana cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas19. Hal ini membuat bayangan benda terlihat buram atau tidak tajam20. Bola mata yang terlalu panjang atau bahkan terlalu pendek, perubahan bentuk kornea, dan penuaan lensa mata21.

Gejalanya sering ditandai dengan pandangan yang menjadi buram. Namun, kondisi ini bukanlah penyakit mata, melainkan gangguan fokus pada mata22. Ada empat jenis kelainan refraksi yang paling umum, biasanya dikenal dengan gangguan mata rabun. Diantaranya adalah miopi atau lebih dikenal sebagai rabun jauh yaitu suatu kendalan melihat objek berjarak jauh secara jelas. Hipermetropi yaitu kesulitan melihat objek dari jarak dekat dengan jelas, Astigmatisme yaitu mata silinder kondisi penglihatan yang terdistorsi sehingga objek terlihat kabur atau berbayang, dan yang terakhir adalah presbiopi penurunan penglihatan yang terjadi di usia tua, menyebabkan mata sulit fokus melihat benda dari jarak dekat23.

Seseorang yang memiliki gangguan mata berupa refraksi mata mengalami gangguan kesehatan mata yang ditimbulkan dapat berupa keluhan kelelahan mata15. Apabila keluhan tersebut tidak dilakukan pencegahan maka ketajaman penglihatan akan berkurang, menimbulkan penyakit pada mata bahkan dapat menyebabkan kebutaan, sakit kepala, meningkatnya angka kecelakaan, penurunan kualitas kerja karena pekerja kurang fokus sehingga produktivitas kerja menurun sehingga menyebabkan kerugian bagi pekerja24.

Penelitian menunjukan bahwa penggunaan komputer dengan durasi yang lama menyebabkan permasalahan yang berhubungan dengan ketidaknyamanan pada mata dan dapat menyebabkan berbagai keluhan pada mata25. Penelitian sebelumnya yang dikemukakan oleh American Academy of Ophthalmology (AOA) bahwa penggunaan komputer yang lama berakibat kelelahan mata, kemerahan, penglihatan kabur, myopia, dan gejala mata lainnya26.

Penggunaan komputer yang berlebihan dan secara terus menerus akan mengganggu fungsi visual, juga dapat menyebabkan kelelahan okular dan fisik27. Gangguan kesehatan mata akibat kebiasaan memanfaatkan media elektronik yang buruk dapat berdampak pada kelelahan mata karena terus menerus menatap layar monitor28. Durasi pemakaian komputer yang terlalu lama menimbulkan kumpulan gejala kelelahan mata yang disebut computer vision syndrome (CVS)29. Gejala yang timbul berupa ketegangan/kelelahan mata, mata kering, mata merah, iritasi mata, rasa terbakar pada mata, penglihatan kabur, penglihatan ganda, lambat dalam mengubah fokus, perubahan persepsi warna, sekresi air mata yang berlebihan, sensitif cahaya/silau, nyeri kepala, dan rasa sakit pada leher, bahu dan punggung15.

Kondisi kelelahan mata dapat menyebabkan gangguan perilaku seperti gangguan emosi, sosial maupun konsentrasi, gangguan tidur, kegemukan, prestasi menurun, bahkan menyebabkan masalah kekerasan8. Gangguan refraksi mata dapat disebabkan oleh kelainan okular termasuk gangguan daya akomodasi, namun bisa juga akibat kelainan ekstraokular/ergonomis30.

Secara global, kasus gangguan refraksi mata diderita oleh hampir 60 juta orang dan setiap tahunnya sejuta kasus baru terjadi. Kasus gangguan refraksi mempengaruhi sekitar 90% orang yang menghabiskan waktu 3 jam atau lebih di depan computer31. Gangguan refraksi dilaporkan memiliki prevalensi lebih besar pada laki-laki namun dari penelitian lainnya disimpulkan perempuan memiliki risiko lebih tinggi mengalami gejala gangguan refraksi yaitu sakit kepala dan penglihatan kabur14.

Pada dasarnya usia tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian gangguan refraksi namun dari penelitian didapatkan data prevalensi gangguan refraksi pada subyek berusia kurang dari 20 tahun adalah sebesar 58%32. Penelitian menyimpulkan bahwa sebesar 69,7% subyek pengguna komputer mengalami astenopia (mata lelah) yang mayoritasnya adalah akibat kelainan refraksi11.

Gejala yang dikeluhkan adalah mata lelah, mata tegang, sulit mengingat, pandangan kabur, sakit kepala, mengalami kebingungan saat membaca, dan sulit konsentrasi saat membaca15. Penelitian menyebutkan bahwa angka kejadian gangguan refraksi adalah sebesar 57,7% dan gejalanya mata kering, mata merah, mata berair, tegang dan sakit pada mata, penglihatan kabur, penglihatan ganda (paling jarang), pusing, nyeri otot punggung, kaku leher (paling banyak) dan nyeri pada bahu24.

Ketegangan mata adalah keluhan yang paling umum bagi pengguna komputer yang bekerja lebih dari 6 jam sehari. Penggunaan komputer berlebihan kemungkinan juga dapat memicu mata minus akibat lensa mata cembung berlebihan karena jarak yang terlalu dekat dari layar. Di samping itu bila digunakan sampai malam hari dapat menyebabkan gangguan kualitas tidur33. Kecenderungan terkena gangguan refraksi kemungkinan juga disebabkan sikap yang buruk selama menggunakan komputer dengan durasi yang lama, dengan jarak yang kurang baik atau posisi duduk yang tidak ergonomis33.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian gangguan refraksi antara lain: durasi penggunaan komputer, jarak maupun sudut pandang mata terhadap layar komputer, tinggi dan inklinasi layar, pengaturan intensitas cahaya layar komputer dan lingkungan sekitar, jenis komputer, penggunaan kacamata, lensa kontak, dan penggunaan glare cover25. Ketegangan pada mata dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan mengarah pada penurunan produktivitas sekitar 4-19%25.

Dampak buruk terhadap kesehatan mata dan fisik akibat penggunaan komputer yang berlebihan sesungguhnya dapat dicegah, salah satunya dengan beristirahat setelah menggunakan komputer14. Upaya lain juga perlu dilakukan untuk menjaga mata yang sehat dari layar komputer atau gawai lainnya16. Kesadaran menjadi langkah penting dalam upaya mencegah maupun mengobati gangguan kesehatan mata22. Pengetahuan yang baik tentang bagaimana menjaga kesehatan mata serta pemahaman akan penyakit mata dapat menjadi kunci bagi implementasi pencegahan dan inisiasi terapi gangguan mata30. Penelitian menyimpulkan bahwa 90,2% responden memiliki kesadaran terhadap gangguan refraksi mata namun yang memiliki pengetahuan baik dalam hal mencegah kejadian gangguan refraksi mata hanya sebesar 29,5%31. Oleh karena itu dibutuhkan suatu upaya penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan mata khususnya bagi masyarakat yang memiliki cita-cita berprofesi sebagai anggota polri. Tujuan penyuluhan ini adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memberikan pemahaman tentang menjaga kesehatan mata. Harapannya adalah terbentuknya generasi muda bangsa yang cerdas dan sehat.

Penyuluhan kesehatan merupakan salah satu bagian dari upaya promotif dan preventif untuk mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada dan mencegah timbulnya penyakit serta membantu di dalam mengatasi masalah kesehatan yang harus diberikan secara berkesinambungan17. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan15.

SIMPULAN DAN SARAN

[10]

Simpulan dari penelitian ini adalah prevalensi terbesar kejadian gangguan kesehatan mata terjadi pada gangguan refraksi mata. Dengan adanya kondisi tersebut penulis menyarankan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran yang merupakan suatu langkah Hal Hal tersebut sangat [11] penting sebagai upaya pencegahan kejadian gangguan kesehatan mata. Selain itu dibutuhkan peningkatan pengetahuan yang baik tentang tata cara menjaga kesegatan mata serta pemahaman yang baik tentang penyakit mata.   [12]

Dengan demikian diharapkan dapat menjadi kunci implementasi pencegahan dan inisiasi terapi gangguan mata.

DAFTAR PUSTAKA

  • [1]     Setiyono B. Suatu Tinjauan Tentang Proses             [13]

Rekrutmen Anggota Polri Polda Sulawesi Tengah

Yang Bersih ( A Review Of Poldi Polda               [14]

Recruitment Process In Central Sulawesi: Clean , Transparent , Accountability And Humanist (

Survival ) Towards Governance Sustainability ). 2017;1(September):41–8.

  • [2]    Suargana S, Setiawati B, Subadi W. The Role Of

Tabalong Police Resources Tabalong In

Implementation Of Coaching And Training For        [15]

Candidates Of Polri Members. 2020;3:585–97.

  • [3]    Pradana Dr. Implementasi Rekruitmen Bintara Polri

Di Wilayah Kepolisan Resort Banyumas

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.        [16]

2020;6(1):65–76.

  • [4]     Geriputri Nn, Primayanti I, Triani E, Setyorini Rh,

Harahap Il. Skrining Kelainan Mata Pada Siswa Sdit Abata Mataram. J Pengabdi Magister Pendidik Ipa. 2019;1(2):1–3.

Bermain Game Online Dengan Gangguan Tajam Penglihatan Pada Anak Sekolah Menengah Pertama

(Smp) Di Kota Denpasar. 2018;7(8).[18]

  • [6]    Anwari M, Vidyawati R, Salamah R, Refani N.

Latihan Gerak Mata Untuk Kesehatan Mata: Studi Kasus Pada Keluarga Binaan Di Desa Kemuningsari Lor Kecamatan Panti Kabupaten Jember. 2020;155–[19]

9.

  • [7]    Berliana N, Rahmayanti F. Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer Di Bank X Kota[20]

Bangko. 2017;1(2):68–72.

  • [8]    Ko K, Pumpbaipol T, Myo M, Win Y, Aung P.

Prevalence And Risk Factors Of Eye Problems Among Older People In Central Tropical Region, Naypyitaw Union Territory, Myanmar. Int Healthc[21]

Res J. 2019;8090(2):68–75.

  • [9]    Saiyang B, Rares Lm, Supit Wp. Kelainan Refraksi


Mata Pada Anak. Med Scope J. 2021;2(2):59–65. Hajar S, Zanaria Tmz, Ashikal S. Pengaruh Penyuluhan Gangguan Refraksi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Siswa Sekolah Dasar Negeri 69 Banda Aceh. J Kedokt Nanggroe Med. 2019;2(3):1–7.

Gupta V, Bhatti A. Prevalence Of Eye Disorders In Children Presenting In Outpatient Department With Asthenopia. Int J Med Biomed Stud. 2019;3(5):227–31.

Listyandini R, Pertiwi Fd, Riana Dp. Asupan Makan, Stress, Dan Aktivitas Fisik Dengan Sindrom Metabolik Pada Pekerja Di Jakarta. J Kaji Dan Pengemb Kesehat Masy [Internet]. 2020;01(01):19– 32. Available From:

Https://Jurnal.Umj.Ac.Id/Index.Php/An-Nur Indrakila S, Moelyo A, Nugroho H, Nurinasari H. Pemeriksaan Kelainan Refraksi. 2021;4:1002–7. Sánchez-Brau M, Domenech-Amigot B, Brocal-Fernández F, Quesada-Rico Ja, Seguí-Crespo M. Prevalence Of Computer Vision Syndrome And Its Relationship With Ergonomic And Individual Factors In Presbyopic Vdt Workers Using Progressive Addition Lenses. Int J Environ Res Public Health. 2020;17(3):1–18.

Maharani Ls, Pemayun Cd, Handayani At. Karakteristik Kelainan Refraksi Pada Mahasiswa Dengan Computer Vision Syndrome Di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Tahun 2018. Medicina (B Aires). 2020;51(2):201–6.

Pratiwi Ad, Safitri A, Lisnawaty J. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Computer Vision Syndrome ( Cvs ) Pada Pegawai Pt . Media Kita Sejahtera Kendari Factors Related To The Event Of Computer Vision Syndrome ( Cvs ) In The. J Kesehat Masy. 2020;7(1):41–7.

Asnel R, Kurniawan C. Analisis Faktor Kelelahan Mata Pada Pkerja Pengguna Komputer. J Endur. 2020;5(2):356–65.

Angmalisang Ysa, Moningka Mew, Rumampuk Jf. Hubungan Penggunaan Smartphone Terhadap Ketajaman Penglihatan. J E-Biomedik. 2021;9(1):94–100.

Abdu S, Saranga’ Jl, Sulu V, Wahyuni R. Dampak Penggunaan Gadget Terhadap Penurunan Ketajaman Penglihatan. J Keperawatan Florence Nightingale. 2021;4(1):24–30.

Poudel S. A Research Report About Effect Of Display Gadgets On Eyesight Quality ( Computer Vision Syndrome ) Of M . Sc .( Csit ) Students In Tribhuvan University. Int J Sci Eng Res. 2018;9(8):1–9.

Alemayehu Am. Pathophysiologic Mechanisms Of Computer Vision Syndrome And Its Prevention: Review. World J Ophthalmol Vis Res. 2019;2(5):1–

7.

  • [22]   Iqbal M, Said O, Ibrahim O, Soliman A. Visual

Sequelae Of Computer Vision Syndrome: A CrossSectional Case-Control Study. J Ophthalmol. 2021;2021.

  • [23]   Kharel (Sitaula) R, Khatri A. Knowledge, Attitude

And Practice Of Computer Vision Syndrome Among Medical Students And Its Impact On Ocular Morbidity. J Nepal Health Res Counc. 2018;16(3):291–6.

  • [24]   Muhit M, Minto H, Parvin A, Jadoon Mz, Islam J,

Yasmin S, Et Al. Prevalence Of Refractive Error, Presbyopia, And Unmet Need Of Spectacle Coverage In A Northern District Of Bangladesh: Rapid Assessment Of Refractive Error Study. Ophthalmic Epidemiol [Internet]. 2018;25(2):126– 32. Available From:

Https://Doi.Org/10.1080/09286586.2017.1370119

  • [25]   Alhibshi N, Aljaid A, Alharbi A, Alharazi A,

Alghamdi B, Tashkandi Z. Prevalence, Knowledge And Associated Factors Of Computer Vision Syndrome Among Electronic Devices Users In Western Region, Kingdom Of Saudi Arabia. Int J Med Dev Ctries. 2021;(June):1296–302.

  • [26]   Schallhorn Jm, Pantanelli Sm, Lin Cc, Al-Mohtaseb

Zn, Steigleman Wa, Santhiago Mr, Et Al. Multifocal And Accommodating Intraocular Lenses For The Treatment Of Presbyopia: A Report By The American Academy Of Ophthalmology.

Ophthalmology [Internet]. 2021;128(10):1469–82. Available From:

Https://Doi.Org/10.1016/J.Ophtha.2021.03.013

  • [27]    Alabdulkader B. Effect Of Digital Device Use

During Covid-19 On Digital Eye Strain. Clin Exp Optom [Internet]. 2021;104(6):698–704. Available From: Https://Doi.Org/10.1080/08164622.2021.1878843

  • [28]   Satapathy Sp, Panda B, Panda Sc. Prevalence And

Associated Risk Factors Of Refractive Errors Among Medical Students In Western Odisha: A Cross-Sectional Study. Int J Sci Reports. 2020;6(10):405.

  • [29]   Moralista Rb, Oducado Rmf. Faculty Perception

Toward Online Education In A State College In The Philippines During The Coronavirus Disease 19 (Covid-19) Pandemic. Univers J Educ Res. 2020;8(10):4736–42.

  • [30]   unif A, Yuliana, Wardana Ing. Hubungan Kelainan

Refraksi Mata, Durasi, Dan Jarak Penggunaan Laptop Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Mahasiswa Psskpd Angkatan 2017-2018 Universitas Udayana. J Med Udayana. 2020;9(9):18–25.

  • [31]    Rachman R. Sistem Pakar Deteksi Penyakit Refraksi Mata Dengan Metode Teorema Bayes Berbasis Web. J Inform. 2020;7(1):68–76.

  • [32]   Al Tawil L, Aldokhayel S, Zeitouni L, Qadoumi T,

Hussein S, Ahamed Ss. Prevalence Of SelfReported Computer Vision Syndrome Symptoms And Its Associated Factors Among University Students. Eur J Ophthalmol. 2020;30(1):189–95.

  • [33]   Burgess Fr, Carroll N, Young Sl, Schmoll C, Lampe

Ak, Chan J. A Short-Sighted Approach To High Myopia—Not Just An Eye Problem. J Aapos [Internet]. 2021;25(4):247–8. Available From: Https://Doi.Org/10.1016/J.Jaapos.2021.03.005

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i11.P13

71