ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.10,OKTOBER, 2021

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Diterima: 2020-09-14 Revisi: 2021-09-30 Accepted: 01-10-2021

PENANGANAN STUNTING SEBELUM DAN SESUDAH PANDEMI COVID-19 DI PROVINSI BALI

Titis Krisnawati

Statistisi Ahli Muda BPS Kota Denpasar e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Angka prevalensi stunting tahun 2019 di Provinsi Bali sudah cukup rendah. Namun demikian masih terdapat dua kabupaten di provinsi ini yang angka prevalensinya di atas batas rujukan WHO maksimal 20 persen, yaitu Kabupaten Buleleng (22,05%) dan Kabupaten Bangli (23,01%). Penanganan stunting selama pandemi COVID-19 mengalami beberapa kendala yang dapat memengaruhi angka prevalensi stunting. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat penanganan stunting sebelum dan sesudah pandemi COVID-19 pada level kabupaten/kota di Provinsi Bali dengan cara menyusun Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS) yang mencakup lima dimensi dan sepuluh indikator. Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalami penurunan angka IKPS. Adanya penurunan angka IKPS ini dikhawatirkan dapat meningkatkan angka prevalensi stunting. Penurunan angka IKPS juga terjadi di Kabupaten Buleleng (turun 0,2 poin) dan Kabupaten Bangli (turun 1,8 poin), khususnya pada dimensi kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Indikator yang mengalami penurunan di Kabupaten Buleleng adalah persentase penolong persalinan oleh nakes di faskes (98,2%), KB modern (92%), pendidikan anak usia dini (1,3%), pemanfaatan jaminan kesehatan (12,5%), dan penerima Kartu Perlindungan Sosial/Kartu Keluarga Sejahtera (15,2%). Sementara di Kabupaten Bangli, indikator yang mengalami penurunan adalah persentase imunisasi (70,9%), KB modern (98,7%), ASI ekslusif (75,9%), pendidikan anak usia dini (2,3%), dan pemanfaatan jaminan kesehatan (11,9%). Ke depannya, pemerintah daerah Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli perlu berupaya lebih keras dan intervensi yang lebih tepat sasaran terutama pada dimensi kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Selain itu perlu mempertahankan dan meningkatkan kinerja pada dimensi gizi dan perumahan.

Kata kunci : prevalensi stunting, pandemi COVID-19, penanganan stunting

ABSTRACT

The stunting prevalence rate in 2019 was low in Bali Province. However, there are still two regencies in this province where the prevalence rate is above the WHO reference limit of maximal 20 percent, which is Buleleng Regency (22.05%) and Bangli Regency (23.01%). Stunting handling during the COVID-19 pandemic encountered several obstacles that could affect the stunting prevalence rate. Therefore, this study aimed to assess the level of stunting handling before and after the COVID-19 pandemic at the regency/municipalities level in Bali Province by constructed The Stunting Handling Special Index (IKPS), which includes five dimensions and ten indicators. The result of the study found that the IKPS rate in most of the regency/municipalities in Bali Province had decreased. The decreased in the IKPS rate was concerned could increase the stunting prevalence. The IKPS rate also decreased in Buleleng Regency (down 0,2 points) and Bangli Regency (down 1,8 points), specifically in the health, education, and social protection dimensions. Indicators that declined in Buleleng Regency were the percentage of birth attendants by health workers at health facilities (98,2%), modern family planning (92%), early childhood education (1,3%), utilization of health insurance (12,5%), and recipients of social protection cards/prosperous family cards (15,2%). Meanwhile, indicators that decreased in Bangli Regency were immunization (70,9%), modern family planning (98,7%), exclusive breastfeeding (75,9%), early childhood education (2,3%), and utilization of health insurance (11,9%). In the future, the local governments of the Buleleng Regency and Bangli Regency need to make more efforts and more targeted interventions, especially in the health, education, and social protection dimensions. In addition, it is necessary to maintain and improve performance on the nutritional and housing dimensions. Keywords : stunting prevalence, COVID-19 pandemic, stunting handling

PENDAHULUAN

Permasalahan stunting sampai saat ini menjadi perhatian khusus pemerintah Provinsi Bali. Angka prevalensi stunting di Provinsi Bali berhasil turun menjadi 14,42% pada tahun 2019, dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 21,8%. Pada level provinsi, angka ini sudah menjadi angka prevalensi stunting terendah di Indonesia.1 Meskipun angka prevalensi stunting di Provinsi Bali sudah cukup rendah, namun masih terdapat dua kabupaten di provinsi ini yang angka prevalensinya di atas batas rujukan WHO maksimal 20 persen, yaitu Kabupaten Buleleng (22,05%) dan Kabupaten Bangli (23,01%). Sehingga kedua kabupaten tersebut termasuk kabupaten/kota prioritas dalam Program Prioritas Pencegahan Stunting. Kabupaten Buleleng termasuk dalam 160 kabupaten/kota prioritas pada tahun 2019, sementara Kabupaten Bangli termasuk dalam 260 kabupaten/kota prioritas pada tahun 2020.2 Untuk itu, dalam penelitian ini dibahas lebih rinci kondisi penanganan stunting di kedua kabupaten tersebut.

Sumber: BPS 2019

Gambar 1. Angka prevalensi stunting menurut kabupaten/kota di Bali, 2019

Beberapa penelitian mengenai stunting yang sudah dilakukan sebelumnya di Provinsi Bali, masih terbatas pada level puskesmas/desa/kecamatan di kabupaten yang angka prevalensinya tinggi. Seperti penelitian yang dikerjakan oleh Darmiyanti3 di Desa Manggis, Dewi dan Adhi4 di puskesmas Nusa Penida, Dewi dan Ariani5 di Puskesmas Gianyar, Hidayat dan Pinatih6 di Puskesmas Sidemen, Mahayati dkk7 di Kecamatan Ubud, Marfianti dkk8 di Kecamatan Kintamani, Marheni9 di Puskesmas Busungbiu, Mataram10 di Desa Pengotan, Pradnyawati dkk11 di Kecamatan Tegallalang, Rusni dkk12 di Kecamatan Payangan, Widayati dkk13 di Kecamatan Sukawati, dan Witari dkk14 di Kecamatan Payangan. Selain itu, beberapa penelitan tersebut juga belum melihat dari sisi kinerja pemerintah daerah dalam melakukan penanganan stunting. Oleh karena itu, perlu dianalisis bagaimana kinerja pemerintah daerah dalam menangani stunting melalui pendekatan Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS).

Pandemi COVID-19 menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah dalam penanganan stunting. Dari sisi pembatasan aktivitas masyarakat, hampir semua https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V10.i10.P01

kabupaten/kota di Provinsi Bali melaksanakan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kondisi ini kemudian berdampak pada terhambatnya beberapa layanan di tingkat masyarakat, seperti layanan posyandu, kelas ibu hamil, PAUD, dan layanan lainnya. Kondisi pandemi COVID-19 diprediksi akan meningkatkan angka prevalensi stunting di Indonesia. Bank Dunia memperkirakan bahwa jika pandemi ini berjalan lama, maka pada tahun 2024 penurunan stunting maksimal bisa dilakukan hingga 23 persen.2

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat penanganan stunting sebelum dan sesudah pandemi COVID-19 pada level kabupaten/kota di Provinsi Bali. Kondisi tahun 2019 ditetapkan sebagai tahun sebelum pandemi COVID-19, sedangkan kondisi tahun 2020 ditetapkan sebagai tahun sesudah pandemi COVID-19. Penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat diketahui bagaimana kinerja pemerintah daerah dalam menangani stunting selama dua tahun terakhir. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu pemerintah daerah untuk mengetahui sejauh mana aspek keberhasilan pelaksanaan program penanganan stunting dan sekaligus membantu pemerintah daerah menentukan kebijakan yang lebih tepat dan efektif terkait program penanganan stunting.

PENANGANAN STUNTING

Kondisi stunting atau kerdil pada anak didefinisikan sebagai kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis maupun infeksi berulang, terutama pada periode seribu hari pertama kehidupan atau dari janin hingga anak berusia 23 bulan.15 Seorang anak disebut stunting jika panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi badan anak seumurnya.16

Balita yang menderita stunting akan menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan yang tidak maksimal, dan di masa depan dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas.15 Secara lebih luas, stunting pada akhirnya dapat meningkatkan angka kemiskinan, menghambat laju pertumbuhan ekonomi, dan memperlebar jurang ketimpangan.15

Indeks Khusus Penanganan Stunting

Pemerintah Indonesia mencanangkan program percepatan penanganan stunting melalui dua kerangka besar intervensi yaitu intervensi gizi sensitif dan intervensi gizi spesifik.15Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa intervensi gizi sensitif dilakukan melalui berbagai macam pembangunan di luar sektor kesehatan, yang berkontribusi terhadap 70 persen penurunan stunting. Sementara intervensi gizi spesifik merupakan intervensi yang diberikan kepada anak dalam seribu hari pertama kehidupan balita, yang berkontribusi terhadap 30 persen penurunan stunting.

Untuk melakukan pemantauan intervensi percepatan pencegahan stunting oleh pemerintah, maka diperlukan sebuah instrumen khusus. Instrumen tersebut harus dapat mengukur sejauh mana rumah tangga sasaran telah menerima intervensi gizi sensitif maupun intervensi gizi spesifik. Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS) merupakan indikator komposit yang

disusun dari beberapa dimensi dan indikator. Berbeda dengan IKPS level nasional/provinsi, pada level kabupaten/kota IKPS disusun dari lima dimensi dan sepuluh indikator. Pada tahun 2020, BPS menerbitkan IKPS tahun 2018-2019 yang merupakan bentuk penyempurnaan dari IKPS tahun 2017. IKPS ini diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi bagi pemerintah untuk memantau kinerja pemerintah dalam penanganan stunting.16

BAHAN DAN METODE

Penelitian deskriptif cross-sectional ini bertujuan untuk mengukur tingkat penanganan stunting sebelum dan sesudah pandemi COVID-19 pada level kabupaten/kota di Provinsi Bali. Sumber data penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari publikasi Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Bali tahun 2019-2020 dan Provinsi Bali Dalam Angka 2021. Selain itu, terdapat beberapa indikator yang bersumber dari data mikro Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2019-2020. Seluruh data tersebut selanjutnya diolah menggunakan Microsoft Excel untuk memperoleh indeks penyusun IKPS.

Indikator yang menggunakan data publikasi Statistik Kesejahteraan Rakyat adalah persentase imunisasi, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan (nakes) di fasilitas kesehatan (faskes), keluarga berencana (KB) modern, dan penerima Kartu Perlindungan Sosial/Kartu Keluarga Sejahtera (KPS/KKS). Indikator yang menggunakan data publikasi Provinsi Bali Dalam Angka adalah persentase air minum layak dan sanitasi layak. Sementara indikator yang menggunakan data mikro Susenas adalah persentase ASI ekslusif, makanan pendamping ASI, pendidikan anak usia dini (PAUD), dan pemanfaatan jaminan kesehatan.

Angka IKPS kabupaten/kota disusun dari lima dimensi dan sepuluh indikator seperti tercantum pada Tabel 1. Setelah menentukan dimensi dan indikator yang digunakan dalam IKPS, langkah selanjutnya dilakukan normalisasi indikator. Normalisasi indikator adalah proses penskalaan nilai indikator, yaitu menentukan nilai minimal dan maksimal sehingga semua indikator memiliki rentang yang sama.

Setiap indikator tersebut selanjutnya dihitung menggunakan persamaan berikut.

sxl = Xi -xn  x ιoo

Xmax  xmin

Keterangan:

SXi adalah nilai indeks indikator

Xi adalah nilai indikator

i adalah indikator 1 sampai 10

Xmin adalah nilai minimal indikator yang ditetapkan

Xmax adalah nilai maksimal indikator yang ditetapkan

Tabel 1. Nilai minimal dan maksimal indikator penyusun IKPS Kabupaten/Kota

Dimensi/Indikator

Nilai Minimal

Nilai Maksimal

Kesehatan

Imunisasi

0

90

Penolong persalinan oleh nakes di faskes

0

100

KB modern

Gizi

0

80

ASI eksklusif

0

80

Makanan pendamping ASI

0

80

Perumahan

Air minum layak

0

100

Sanitasi layak

0

100

Pendidikan

PAUD

0

90

Perlindungan Sosial

Pemanfaatan jaminan kesehatan

0

80

Penerima KPS/KKS

0

80

Sumber: BPS 2020

Pada penghitungan IKPS, masing-masing dimensi diberi bobot yang sama (equal weighting). Hal ini menunjukkan bahwa setiap dimensi memiliki tingkat kepentingan yang sama dalam membentuk suatu indeks (BPS, 2020). Jika dalam satu dimensi terdiri dari beberapa indikator, maka indeks pada masing-masing indikator tersebut dirata-ratakan menjadi satu indeks dimensi (SXj). Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa IKPS pada level kabupaten/kota terdiri dari lima dimensi, sehingga setiap dimensi memiliki bobot yang sama yaitu 1/5. Metode penghitungan yang digunakan dalam IKPS adalah metode rata-rata aritmatika. Angka IKPS dihitung menggunakan persamaan berikut.

IKPS=1x


5

sX

J = 1

Keterangan:

IKPS adalah nilai indeks khusus penanganan stunting SXj adalah nilai indeks dimensi j adalah dimensi 1 sampai 5

SXj=1 adalah indeks dimensi kesehatan

SXj=2 adalah indeks dimensi gizi

SXj=3 adalah indeks dimensi perumahan

SXj=4 adalah indeks dimensi pendidikan

SXj=5 adalah indeks dimensi perlindungan sosial

HASIL

Hingga hasil penelitian ini disusun, data prevalensi stunting tahun 2020 belum tersedia. Hal ini disebabkan oleh kegiatan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) yang rencananya akan dilakukan pada Maret 2020 tidak jadi dilaksanakan karena adanya pandemi COVID-19. Berdasarkan hasil olahan data SSGI 2019, angka prevalensi stunting tertinggi terdapat di Kabupaten Bangli sebesar 23,01%, diikuti oleh Kabupaten Buleleng sebesar 22,05%. Kabupaten/kota lainnya memiliki angka prevalensi stunting yang sudah cukup rendah atau di bawah batas maksimal rujukan WHO sebesar 20 persen. Kabupaten Gianyar yang pada tahun 2013 merupakan kabupaten dengan prevalensi stunting tertinggi, saat ini sudah menduduki posisi kedua terendah.

Tabel 2. IKPS menurut kabupaten/kota di Bali, 2019-2020

Kabupaten/kota

2019

2020

Selisih

Jembrana

56,2

55,7

-0,5

Tabanan

57,2

62,9

5,7

Badung

55,9

57,0

1,1

Gianyar

67,0

60,7

-6,3

Klungkung

57,1

56,0

-1,1

Bangli

62,3

60,5

-1,8

Karangasem

57,8

57,8

0,0

Buleleng

56,7

56,5

-0,2

Kota Denpasar

57,2

54,1

-3,1

Sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalami penurunan angka IKPS pada tahun 2020 (Tabel 2). Hanya tiga kabupaten yang mengalami peningkatan angka IKPS, yaitu Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Karangasem. Penurunan angka IKPS terbesar terjadi di Kabupaten Gianyar hingga mencapai -6,3 poin. Penurunan angka IKPS dapat mengindikasikan adanya peningkatan angka prevalensi stunting pada tahun 2020. Pandemi COVID-19 yang mulai terjadi pada bulan Maret 2020 menjadi salah satu tantangan terberat karena berpotensi menyebabkan angka prevalensi stunting kembali naik.

Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2, Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli yang dibahas lebih rinci dalam penelitian ini juga mengalami penurunan angka IKPS, masing-masing sebesar -0,2 poin dan -1,8 poin. Ditinjau dari dimensi penyusunnya, terdapat tiga dimensi yang sama-sama mengalami penurunan capaian di kedua kabupaten tersebut, yaitu dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dan dimensi perlindungan sosial. Dari ketiga dimensi yang mengalami penurunan tersebut, dua di antaranya perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan nilai indeksnya yang cukup rendah serta terjadi penurunan indeks pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dimensi pendidikan dan perlindungan sosial.

Tabel 3. Nilai indikator menurut dimensi penyusun IKPS Kabupaten Buleleng (persen), 2019-2020

Dimensi/Indikator

2019

2020

Selisih

Kesehatan

Imunisasi

73,7

77,1

3,4

Penolong persalinan oleh nakes di faskes

100,0

98,2

-1,8

KB modern

Gizi

100,0

92,0

-8,0

ASI eksklusif

52,2

53,8

1,6

Makanan pendamping ASI

51,6

60,1

8,5

Perumahan

Air minum layak

90,2

94,6

4,4

Sanitasi layak

89,6

91,7

2,1

Pendidikan

PAUD

Perlindungan Sosial

6,2

1,3

-4,9

Pemanfaatan jaminan kesehatan

14,6

12,5

-2,1

Penerima KPS/KKS

16,3

15,2

-1,1

Angka IKPS Kabupaten Buleleng pada tahun 2020 mengalami penurunan sebesar -0,2 poin. Namun demikian, Gambar 2 menunjukkan bahwa masih terdapat dua dimensi yang mengalami peningkatan yaitu dimensi gizi (6,4 poin) dan dimensi perumahan (3,3 poin). Sebaliknya, tiga dimensi lainnya mengalami penurunan. Penurunan terbesar terjadi pada dimensi pendidikan sebesar -5,5 poin, kemudian diikuti oleh dimensi kesehatan sebesar -2,7 poin dan dimensi perlindungan sosial sebesar -2,0 poin.

Gambar 2. Indeks pada masing-masing dimensi penyusun IKPS Kabupaten Buleleng, 2019-2020

Sama halnya dengan Kabupaten Buleleng, pada tahun 2020 angka IKPS Kabupaten Bangli juga mengalami penurunan sebesar -1,8 poin. Seperti tercantum pada Gambar 3, dari lima dimensi penyusun angka IKPS hanya dimensi perumahan yang mengalami kenaikan sebesar 1,7 poin. Sementara dimensi lainnya mengalami penurunan, berturut-turut sebesar -5,0 poin (dimensi pendidikan), -

2,6 poin (dimensi perlindungan sosial), -1,5 poin (dimensi kesehatan), dan -1,3 poin (dimensi gizi).

Tabel 4. Nilai indikator menurut dimensi penyusun IKPS Kabupaten Bangli (persen), 2019-2020

Dimensi/Indikator

2019

2020

Selisih

Kesehatan

Imunisasi

74,5

70,9

-3,6

Penolong persalinan oleh nakes di faskes

100,0

100,0

0,0

KB modern

Gizi

99,1

98,7

-0,4

ASI eksklusif

83,2

75,9

-7,3

Makanan pendamping ASI

64,4

69,6

5,2

Perumahan

Air minum layak

95,3

97,2

1,9

Sanitasi layak

89,2

90,5

1,3

Pendidikan

PAUD

6,8

2,3

-4,5

Perlindungan Sosial

Pemanfaatan jaminan kesehatan

19,0

11,9

-7,1

Penerima KPS/KKS

8,5

11,5

3,0

Gambar 3. Indeks pada masing-masing dimensi penyusun IKPS Kabupaten Bangli, 2019-2020

  • 1.    PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2020 angka IKPS di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli mengalami penurunan. Hal ini menjadi salah satu indikasi terjadi peningkatan angka prevalensi stunting di kedua kabupaten tersebut. Pandemi COVID-19 diduga memengaruhi pelaksanaan penanganan stunting selama tahun 2020. Dengan adanya kebijakan PSBB mengakibatkan terhambatnya layanan publik kepada masyarakat, seperti posyandu, kelas ibu hamil, PAUD, dan layanan lainnya, terutama di daerah terdampak pandemi.2 Selain itu pandemi COVID-19 juga menyebabkan sebagian masyarakat di Bali kehilangan pekerjaan, terutama yang bekerja di sektor pariwisata. Kondisi ini selanjutnya dapat menurunkan pendapatan dan daya https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V10.i10.P01

beli masyarakat terhadap makanan bergizi maupun layanan kesehatan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan stunting.

Setengah dari sepuluh indikator penyusun angka IKPS di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli mengalami peningkatan. Seperti tercantum pada Tabel 3, indikator yang mengalami perbaikan di Kabupaten Buleleng adalah persentase makanan pendamping ASI (naik 8,5 poin), air minum layak (naik 4,4 poin), imunisasi (naik 3,4 poin), sanitasi layak (naik 2,1 poin), dan ASI ekslusif (naik 1,6 poin). Sementara Tabel 4 mencatat bahwa indikator yang meningkat di Kabupaten Bangli adalah persentase makanan pendamping ASI (naik 5,2 poin), penerima KPS/KKS (naik 3,0 poin), air minum layak (naik 1,9 poin), sanitasi layak (naik 1,3 poin), dan penolong persalinan oleh nakes di faskes tidak mengalami perubahan.

Pada tahun 2020 dimensi pendidikan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dimensi ini turun sebesar 5,5 poin di Kabupaten Buleleng, sementara di Kabupaten Bangli turun 5 poin. Pada masa pandemi COVID-19, pelayanan pendidikan PAUD banyak yang ditutup sebagai akibat dari pembatasan kegiatan masyarakat. Selain itu, jumlah murid yang mendaftar pada sekolah PAUD juga relatif lebih sedikit dibanding sebelum pandemi COVID-19. Masyarakat cenderung memilih untuk menunda mendaftarkan anaknya ke PAUD jika pembelajaran masih dilakukan dari rumah, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya pendaftaran maupun SPP setiap bulan. Hal ini diduga menyebabkan angka partisipasi kasar PAUD mengalami penurunan.

Dimensi selanjutnya yang mengalami penurunan adalah dimensi kesehatan. Jika dilihat dari indikator penyusunnya, indikator yang turun di Kabupaten Buleleng adalah persentase KB modern dan penolong persalinan oleh nakes di faskes. Sementara di Kabupaten Bangli yang turun adalah indikator imunisasi dan KB modern. Pada masa pandemi COVID-19, pelayanan posyandu juga mengalami pembatasan kegiatan. Kemungkinan hal ini menjadi penyebab turunnya persentase anak yang menerima imunisasi lengkap. Penelitian Hanifah dkk20 menyatakan bahwa imunisasi yang tidak lengkap akan meningkatkan risiko stunting. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan seperti imunisasi dan fasilitas melahirkan memiliki peranan penting dalam menurunkan kejadian stunting.21 Selanjutnya penelitian Putra dan Suariyani22 menemukan bahwa beberapa wilayah di Kabupaten Bangli yang lokasinya jauh dari layanan puskesmas maupun fasilitas kesehatan lainnya memiliki kejadian stunting yang tinggi.

Dimensi perlindungan sosial juga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Indikator yang memicu dimensi ini turun adalah pemanfaatan jaminan kesehatan dan penerima KPS/KKS. Pada masa pandemi COVID-19, masyarakat cenderung untuk mengurangi kunjungan ke fasilitas kesehatan agar tidak tertular virus COVID-19. Hal ini terlihat dari penurunan persentase penduduk yang berobat jalan maupun rawat inap. Masyarakat lebih memilih untuk mengobati sendiri keluhan kesehatannya. Dengan adanya penurunan kunjungan masyarakat ke fasilitas kesehatan, diduga menjadi penyebab menurunnya pemanfaatan jaminan kesehatan oleh masyarakat.

Penelitian mengenai kinerja pemerintah dalam penanganan stunting yang dilakukan oleh Lestanto dan Pramaputri23 menyebutkan bahwa intervensi yang dapat dilakukan untuk

menangani stunting meliputi peningkatan utilisasi faskes untuk proses kelahiran, peningkatan pemberian ASI eksklusif, dan memperkaya jenis makanan bayi. Selain itu juga dapat ditunjang dengan pemberian imunisasi lengkap, peningkatan akses terhadap sanitasi layak dan air minum layak, partisipasi PAUD, serta kepemilikan jaminan kesehatan.

Dimensi gizi mengalami penurunan sebesar 1,3 poin di Kabupaten Bangli. Penurunan tersebut didorong oleh turunnya indikator ASI ekslusif. Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah daerah karena pemberian ASI ekslusif sebenarnya dapat menjadi langkah awal untuk menurunkan risiko terjadinya stunting. Beberapa peneliti dari Tiongkok menemukan bahwa ASI dapat mencegah maupun mengobati COVID-19.24 Hal yang sama juga ditemukan oleh tim peneliti dari University of Rochester Medical Center Amerika.24 Penelitian Maria dkk25 menunjukkan bahwa tidak adanya pemberian inisiasi menyusu dini maupun ASI eksklusif, imunisasi dasar lengkap, serta konsumsi tablet tambah darah pada ibu hamil dapat menyebabkan stunting. Selanjutnya Subratha dan Peratiwi26 menyatakan bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian stunting adalah pemberian ASI ekslusif, pengetahuan ibu, ketersediaan pangan keluarga, ketersediaan dana, serta dukungan keluarga.

Pemerintah daerah Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli dapat menguatkan efektivitas intervensi penanganan stunting dengan cara melihat capaian kinerja pada setiap indikator penyusun angka IKPS. Upaya yang dapat dilakukan antara lain lebih mengutamakan untuk memperbaiki indikator-indikator terkait intervensi penanganan stunting. Selain itu, dengan tetap mengikuti protokol kesehatan akses pelayanan untuk ibu hamil dan balita di posyandu maupun puskesmas harus tetap berlangsung walaupun sedang pandemi COVID-19.

Jika mencermati perkembangan angka IKPS dari tahun 20192020 (kondisi sebelum dan sesudah pandemi COVID-19), terdapat lima indikator berbeda yang masih perlu upaya peningkatan intervensi penanganan stunting. Di Kabupaten Buleleng, indikator yang perlu mendapat penguatan intervensi adalah persentase penolong persalinan oleh nakes di faskes, KB modern, PAUD, pemanfaatan jaminan kesehatan, dan penerima KPS/KKS. Sementara di Kabupaten Bangli, indikator yang masih perlu penguatan intervensi adalah persentase imunisasi, KB modern, ASI ekslusif, PAUD, dan pemanfaatan jaminan kesehatan.

  • 2.    SIMPULAN

Sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalami penurunan angka IKPS pada tahun 2020. Penurunan angka IKPS juga terjadi di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli, khususnya pada dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dan dimensi perlindungan sosial. Meskipun angka IKPS menurun, bukan berarti tidak ada peningkatan kinerja dalam penanganan stunting. Hal ini tercermin dari masih adanya dimensi yang mengalami peningkatan. Ke depannya, pemerintah daerah Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli perlu berupaya lebih keras dan intervensi yang lebih tepat sasaran terutama pada dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dan dimensi perlindungan sosial. Selain itu perlu mempertahankan dan meningkatkan kinerja pada dimensi gizi dan dimensi perumahan.

Keterbatasan metode penghitungan angka IKPS dalam penelitian ini adalah karena indeks yang dihasilkan masih menggunakan rata-rata aritmatik. Sehingga capaian yang rendah pada satu dimensi dapat digantikan oleh capaian yang tinggi dari dimensi lainnya. Padahal, untuk mewujudkan angka prevalensi stunting yang rendah, masing-masing dimensi harus mendapatkan perhatian yang sama besarnya dari pemerintah daerah karena kelima dimensi tersebut memiliki kepentingan yang sama. Untuk itu penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode agregasi lainnya, sehingga capaian pada satu dimensi tidak dapat digantikan oleh capaian dari dimensi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Badan Pusat Statistik. Laporan Pelaksanaan Integrasi Susenas Maret 2019 dan SSGBI Tahun 2019. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 2019.

  • 2.    Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. Laporan Capaian Pelaksanaan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2020. Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. Jakarta. 2021.

  • 3.    Darmiyanti, N.M. Pengetahuan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Dengan Perannya Dalam Pencegahan Stunting. Jurnal Gema Keperawatan. 2019;12(2):127-131.

  • 4.    Dewi, I.A.K.C., dan Adhi, K.T. Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng Serta Riwayat Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Balita Umur 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida III. Archive of Community Health Journal. 2016;3(1):36-46.

  • 5.    Dewi, N.W.E.P., dan Ariani, N.K.S. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Menurunkan Resiko Stunting Pada Balita di Kabupaten Gianyar. Jurnal Menara Medika. 2021;3(2):148-154.

  • 6.    Hidayat, M.S., dan Pinatih, G.N.I. Prevalensi Stunting Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sidemen Karangasem. E-Jurnal Medika. 2017;6(7):1-5.

  • 7.    Mahayati, N.M.D., Sriasih, N.G.K., Lindayani, K., Dewi, I.G.A.A.N., dkk. Hubungan Riwayat Berat Badan Lahir Rendah Dengan Stunting di Kecamatan Ubud Gianyar. Indonesia Midwifery Journal. 2020;3(2):42-48.

  • 8.    Marfianti, I., Wirawan, I.M.A., Weta, I.W., dkk. Association of supplementary feeding with stunting among children in Kintamani, Bangli, Bali Province. Public Health and Preventive Medicine Archive. 2017;5(2):95-100.

  • 9.    Marheni, N.K.S. The Relationship of the Green Lawrence Theory of Exclusive Assessment and Stunting Events in Busungbiu Puskesmas I Buleleng District of Bali. Journal for Quality in Public Health. 2020;3(2):442-454.

  • 10.    Mataram, I.K.A. Stunting Cause Factors in the Village of Traditional Bali. International Research Journal of Engineering, IT, & Scientific Research (IRJEIS). 2017;3(2):134-140.

  • 11.    Pradnyawati, L.G., Kartinawati, K.T., Juwita, D.A.P.R., dkk. Parenting pattern of feeding in stunting toddlers at the working area of Tegallalang I Primary Health Centre. Journal of Community Empowerment for Health. 2019;2(2):208-216.

  • 12.    Rusni, N.W., Saniati, E., Dewi, N.W.E.S., dkk. Empowerment of Integrated Healthcare Center Cadres in Early Detection of Stunting in Toddlers in Kerta Village, Payangan Sub-district, Gianyar Regency. WARDS. 2019;12:64-68.

  • 13.    Widayati, K., Dwija, I.K.A., Dewi, N.L.M.A., dkk. Determinant Factor for Stunting in Toddler. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan. 2021;6(1):9-16.

  • 14.    Witari, N.P.D., Aryastuti, A.A.I., Rusni, N.W., dkk. Pemberdayaan Kelompok Ibu Yang Memiliki Balita Berisiko Stunting Di Banjar Triwangsa-Payangan Gianyar Bali. Jurnal Sewaka Bhakti. 2019;5(2):1-7.

  • 15.    Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. Jakarta. 2017.

  • 16.    Badan Pusat Statistik. Laporan Indeks Khusus Penanganan Stunting 2018-2019. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 2020.

  • 17.    Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Bali 2019. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Denpasar. 2019.

  • 18.    Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Bali 2020. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Denpasar. 2020.

  • 19.    Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Provinsi Bali Dalam Angka 2021. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Denpasar. 2021.

  • 20.    Hanifah, L., Wulansari, R., Meiandayati, R., Achadi, E.A., dkk. Stunting Trends and Associated Factors Among Indonesian Children Aged 0-23 Months: Evidence From Indonesian Family Life Surveys (IFLS) 2000, 2007, and 2014. Malaysian Journal of Nutrition. 2018;24(3):315-322.

  • 21.    Rizal, M.F., dan Doorslaer, E.V. Explaining The Fall of Socioeconomic Inequality in Childhood Stunting in Indonesia. SSM - Population Health Journal. 2019;9:1-10.

  • 22.    Putra, P.A.B., dan Suariyani, N.L.P. Pemetaan Distribusi Kejadian Dan Faktor Risiko Stunting Di Kabupaten Bangli Tahun 2019 Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Archive of Community Health Journal. 2021;8(1):72-90.

  • 23.    Lestanto, A., dan Pramaputri, D.D. Analisis Biplot Atas Kinerja Pemerintah Dalam Penanganan Stunting Di Indonesia. Jurnal Anggaran dan Keuangan Negara Indonesia. 2021;3(1):116-135.

  • 24.    Ihsan, Dian. ASI Bisa Naikkan Imunitas dan Antibodi COVID-19, Ini Kata Profesor IPB. 2021. [diakses 18 Agustus 2021].                  Diunduh                  dari:

https://www.kompas.com/edu/read/2021/07/17/102742271/a si-bisa-naikkan-imunitas-dan-antibodi-covid-19-ini-kata-profesor-ipb.

  • 25.    Maria, I., Nurjannah, N., Mudatsir, Bakhtiar, Usman, S., dkk. Analisis Determinan Stunting Menurut Wilayah Geografi di Indonesia Tahun 2018. Majalah Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2020;7(4):239-250.

  • 26.    Subratha, H.F.A., dan Peratiwi, N.M.I. Determinan Kejadian Stunting Pada Balita di Kabupaten Gianyar Bali. Jurnal Ilmu Kesehatan MAKIA. 2020;10(2):99-106.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V10.i10.P01

7