JMU

Jurnal medika udayana        ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.3,MARET, 2021

/    i—a □irectoryof

UUAJ JOURNAL55                       SINTA 3

Diterima:11-02-2021 Revisi:20-02-2021 Accepted: 10-03-2021

GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN FRAKTUR METAKARPAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2018 - JUNI 2019

Karima Duhita1, A.A. Gde Yuda Asmara2, dan I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna2 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

2Bagian Orthopaedi dan Traumatologi RSUP Sanglah Denpasar, Bali e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Fraktur metakarpal adalah fraktur yang terjadi pada tulang metakarpal yang berada di bagian tangan seorang individu. Dampak yang dapat dihasilkan dari penatalaksanaan yang tidak tepat berupa malunion, infeksi, sampai tidak bisanya bergerak. Sudah banyak penelitian yang ditemukan mengenai fraktur metakarpal di luar Indonesia, namun penelitian distribusi fraktur metakarpal di Indonesia, khususnya di Bali masih sangat jarang dilakukan. Penelitian ini merupaan penelitian deskriptif retrospektif potong lintang (cross-sectional) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien fraktur metakarpal di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tahun 2018- 2019. Pengumpulan data menggunakan teknik total sampling dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik. Hasil penelitian diperoleh 19 sampel pasien fraktur metakarpal dengan distribusi terbanyak ditemukan pada laki –laki (73,7%) serta pada rentang usia 17-25 tahun (42,1%). Tangan yang paling sering mengalami fraktur metakarpal pada penelitian ini adalah tangan kiri (52,6%). Fraktur metakarpal yang sering terjadi berupa fraktur tertutup (68,4%) dengan jenis fraktur yang paling sering ditemukan adalah fraktur multipel (26,3%) dan fraktur leher metakarpal kelima (21,1%). Penatalaksanaan yang paling sering dilakukan adalah penatalaksanaan operatif (73,7%) ketimbang konservatif. Melihat hasil dari studi ini, terlihat bahwa banyak kesamaan dengan hasil dari studi-studi yang pernah dilaksanakan sebelumnya.

Kata kunci : Fraktur Metakarpal, Deskriptif, RSUP Sanglah

ABSTRACT

Metacarpal fracture is a fracture that occurs in the metacarpal bone in the hands of an individual. The impact that can result from improper management is in the form of malunion, infection, until immobilization. There have been many studies found regarding metacarpal fractures outside Indonesia, but research on the distribution of metacarpal fractures in Indonesia, especially in Bali, is still very rarely done. This study is a cross-sectional retrospective descriptive study that aims to determine the characteristics of metacarpal fracture patients at Sanglah Central General Hospital, Denpasar 2018-2019. The method of data collection is total sampling technique using secondary data in the form of medical records. The results obtained were 19 samples of metacarpal fracture patients with the most distribution found in men (73.7%) and an age range of 17-25 years (42.1%). The hand that most commonly experienced metacarpal fracture in this study was the left hand (52.6%). The most common metacarpal fracture is closed fracture (68.4%) with the most common type of fracture is multiple fracture (26.3%) and the fifth metacarpal neck fracture (21.1%). Operative management (73.7%) is the most common management seen in this

study rather than conservative. In conclusion, the result from this study has high similarity with previous studies that have conducted before.

Keywords : Descriptive, Metacarpal fracture, Sanglah General Hospital

PENDAHULUAN

Fraktur metakarpal adalah hal yang sering ditemukan dalam hand injury, dari 1.475 fraktur yang terjadi di tangan, 495 darinya terjadi di tulang metacarpal.1 Fraktur adalah kata lain dari patah, atau diskontinuitas, atau disrupsinya bentuk jaringan tulang atau jaringan tulang rawan yang disebabkan oleh energi berlebihan terhadap jaringan tersebut.2 Terdapat fraktur akut, subakut, atau kronik. Ada banyak tipe fraktur yang dapat dialami oleh tulang, khususnya metakarpal. Tipe- tipenya adalah fraktur terbuka dan fraktur tertutup, fraktur transverse, oblique, spiral, dan comminuted, fraktur intraarticular dan extraarticular, serta fraktur displaced dan non displaced.3

Metakarpal sendiri terdiri dari lima tulang yang berurutan. Tulang pertama, atau biasa disebut first metacarpal bone, adalah tulang yang sejajar dengan tulang ibu jari, tulang kedua sejajar dengan tulang jari telunjuk dan begitu pula seterusnya sampai tulang kelima. Setiap tulang tersebut terbagi menjadi tiga bagian yakni head, shaft, dan base.4 Pada fraktur metakarpal, ada beberapa kasus yang sering terjadi dan memiliki nama tersendiri, salah satunya adalah Boxer’s Fracture, Bennet Fracture, dan Rolando Fracture.1,3

Fraktur metakarpal sering ditemukan di seluruh dunia, hal ini dikarenakan penyebab yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari seperti terjatuh, memukul, terplintir, atau kecelakaan. Berdasarkan studi yang dilakukan, sekitar 1.129 pasien dengan fraktur tangan, 12,2% nya adalah fraktur metakarpal. Di Amsterdam, 19% kasus fraktur yang datang ke Instalasi Gawat Darurat adalah fraktur tangan dan 33% darinya adalah tulang metakarpal.5

Penyembuhan dari fraktur metakarpal terbagi menjadi dua bagian besar, yakni operative, atau secara pembedahan, dan non-operative atau konservatif. Mayoritas kasus fraktur metakarpal dapat ditangani dengan baik oleh konservatif. Penatalaksanaan konservatif adalah sebuah penanganan dengan splint atau cast yang membuat bagian tubuh yang patah terimmobilisasi, hal ini dapat dilakukan dengan close reduction. Walaupun mayoritas lebih memillih penatalaksanaan konservatif untuk patah tulangnya, ada beberapa kasus yang harus ditangani dengan cara operatif. Kasus tersebut salah satunya adalah displaced intra-articular fracture, polytrauma, unstable open fractures, segmental bone loss, atau patah tulang yang tidak ditangani lebih dari empat minggu. Penatalaksanaan operatif adalah penanganan yang berupa pembedahan. Setelah adanya pembedahan dan

open reduction jika dibutuhkan, pelat atau wire dapat ditanam di bagian patah tulang untuk mencegah pergerakan yang eksesif .6

Belum adanya data mengenai gambaran dari karakteristik pasien fraktur metakarpal di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, menghasilkan belum diketahuinya data mengenai karakteristik demografi, jenis fraktur, penatalaksanaan, serta gambaran dari usia dan jenis kelamin. Dengan demikian, peneliti ingin melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien fraktur metakarpal di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Januari 2018- Juni 2019 berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis fraktur metakarpal, serta penatalaksanaan. Diketahui hal tersebut nantinya, tentunya akan menyumbangkan informasi mengenai penelitian berikutnya yang terkait.

BAHAN DAN METODE

Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif retrospektif dengan pendekatan penelitian potong lintang atau cross sectional. Data yang didapatkan adalah data sekunder berupa data rekam medik pasien fraktur metakarpal di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2018 sampai Juni 2019. Hasil dari penelitian ini bertujuan untuk memaparkan serta menginterpretasikan data pasien faktur metakarpal di RSUP Sanglah. Instrumen yang digunakan berupa data sekunder yang berasal dari rekam medik pasien RSUP Sanglah, Denpasar dari tahun Januari 2018 sampai Juni 2019.

Populasi target dari penelitian ini adalah semua pasien fraktur metakarpal yang datang ke RSUP Sanglah Denpasar. Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah semua pasien fraktur metakarpal dan mendapat terapi penatalaksanaan di RSUP Sanglah pada tahun Januari 2018 sampai Juni 2019. Sampel penelitian adalah subjek yang sesuai dengan kriteria yang ada. Kriteria sampel inklusi meliputi semua pasien yang mengalami fraktur metakarpal dan mendapatkan terapi penatalaksanaan. Kriteria sampel eksklusi adalah pasien fraktur metakarpal yang tidak dilakukan terapi, pasien dengan rekam medis tidak lengkap, dan pasien yang rekam medisnya tidak tersedia.

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, tangan yang terkena, fraktur terbuka dan tertutup, jenis fraktur yang dialami, penatalaksanaan terhadap fraktur metakarpal.

Data yang diperoleh akan diproses dan dianalisis menggunakan program SPSS versi 20.0. Hasil analisis data yakni ditampilkan dalam bentuk tabel.

Usulan penelitian ini sudah dinyatakan lulus kelaiakan etik berdasarkan surat No:464/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 oleh Komisi Etik Penelitian FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar tertanggal 12 Maret 2019. Adapun perubahan judul penelitian sudah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar berdasarkan surat amandemen No:2593/UN14.2.2.VII.14/LP/2019.

HASIL

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan, terdapat 19 responden yang termasuk dalam penelitian ini. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Menurut data yang diperoleh, terlihat bahwa frekuensi dari pasien fraktur metakarpal di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah pada Januari 2018 sampai Juni 2019 adalah 19 pasien dengan distribusi usia yakni didominasi pasien pada kriteria remaja akhir, atau dalam rentang usia 1725 tahun (42,1%). Berdasarkan jenis kelamin diperoleh bahwa 73,7% pasien berjenis kelamin laki-laki dan 26,3% berjenis kelamin perempuan. Adapun data karakteristik demografi pasien tersedia pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Demografi Pasien

Variabel

Fraktur Metakarpal

n

%

Jenis Kelamin (n=19)

Laki-Laki

14

73,7

Perempuan

5

26,3

Usia (n=19)

Anak- anak

0

0

Remaja Awal

0

0

Remaja Akhir

8

42,1

Dewasa Awal

5

26,3

Dewasa Akhir

1

5,3

Lansia Awal

3

15,8

Manula

2

10,5

Diketahui beberapa karakteristik pada pasien fraktur metakarpal yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun karakteristik- karakteristik tersebut yaitu lokasi tangan yang fraktur, hubungan fraktur dengan lingkungan, dan jenis-jenis fraktur. Adapun hasil ini ditampilkan dalam Tabel 2.

Ditemukan bahwa proporsi terbanyak tangan pasien yang menderita fraktur metakarpal adalah tangan kiri yakni 52,6%. Proporsi fraktur

metakarpal di tangan kiri tidak terpaut banyak dengan jumlah frekuensi pasien fraktur metakarpal di tangan kanan.

Pada sisi lain, hubungan fraktur dengan lingkungan luar, yakni fraktur terbuka dan fraktur tertutup, memiliki perbandingan jumlah frekuensi yang cukup berbeda. Pasien dengan fraktur tertutup memiliki jumlah frekuensi yang lebih banyak yakni 13 pasien sedangkan pasien dengan fraktur terbuka berjumlah 6 pasien.

Distribusi jenis fraktur yang dialami pasien fraktur metakarpal cukup bervariasi. Pasien dengan jumlah terbanyak mengalami fraktur multipel, atau fraktur yang lebih dari satu pada lokasi tulang metakarpal atau bagian dari tulang metakarpal, dengan proporsi 26,3%. Jenis fraktur kedua terbanyak adalah fraktur metakarpal kelima pada bagian leher, atau sering disebut boxer’s fracture, dengan proporsi 21,1%.

Selain itu, pasien yang mengalami fraktur metakarpal, ditemukan sebanyak 25 jumlah fraktur dengan distribusi terbanyak terjadi pada metakarpal dengan proporsi 48,0%, diikuti dengan fraktur metakarpal empat 20,0%. Terdapat 25 fraktur dikarenakan terdapat fraktur multipel yang terjadi pada beberapa pasien.

Tabel 2. Karakteristik Pasien Fraktur Metakarpal

Fraktur

Metakarpal

Variabel

n    %

Lokasi Tangan Fraktur (n=19)

Kanan

9

47,4

Kiri

10

52,6

Hubungan fraktur dengan lingkungan luar (n=19)

Terbuka

6

31,6

Tertutup

13

68,4

Jenis Fraktur Metakarpal (n=19)

Dasar Metakarpal Satu

1

5,3

Badan Metakarpal Satu

0

0

Leher Metakarpal Satu

0

0

Kepala Metakarpal Satu

0

0

Dasar Metakarpal Dua

1

5,3

Badan Metakarpal Dua

0

0

Leher Metakarpal Dua

0

0

Kepala Metakarpal Dua

0

0

Dasar Metakarpal Tiga

1

5,3

Badan Metakarpal Tiga

2

10,5

Leher Metakarpal Tiga

0

0

Kepala Metakarpal Tiga

0

0

Dasar Metakarpal Empat

0

0

Badan Metakarpal Empat

2

10,5

Leher Metakarpal Empat

0

0

Kepala Metakarpal Empat

0

0

Dasar Metakarpal Lima

1

5,3

Badan Metakarpal Lima

2

10,5

Leher Metakarpal Lima

4

21,1

Kepala Metakarpal Lima

0

0

Multipel

5

26,3

Jenis Fraktur Metakarpal (n=25)

Metakarpal Satu

1

4,0

Metakarpal Dua

3

12,0

Metakarpal Tiga

4

16,0

Metakarpal Empat

5

20,0

Metakarpal Lima

12

48,0

Salah satu kriteria inklusi yang telah disebutkan sebelumnya adalah dilakukannya penatalaksanaan pada pasien. Penatalaksanaan yang dimaksud adalah penatalaksanaan berupa operatif maupun konservatif. Pada Tabel 3, terlihat perbandingan penatalaksanaan dan hubungan fraktur dengan lingkungan luar. Berdasarkan data sampel yang berjumlah 19 pasien, 73,7% pasien melakukan penatalaksanaan dengan cara operatif. Dalam variabel hubungan fraktur dengan lingkungan luar, hanya 5,3% dengan fraktur terbuka yang melakukan penatalaksanaan konservatif. Pada fraktur tertutup, terdapat 21,1% pasien fraktur tertutup yang melakukan penatalaksanaan konservatif.

Tabel 3. Distribusi Karakteristik Fraktur Terbuka dan Tertutup pada Pasien Fraktur Metakarpal Menurut Penatalaksanaannya

Hubungan Fraktur dengan Lingkungan Luar

Penatalaksanaan Fraktur Metakarpal

Konservatif            Operatif             Total

n      %      n      %     n     %

Terbuka

1           5,3          5           26,3        6       31,6

Tertutup

4         21,1         9          47,4       13      68,4

Total

5         26,3        14         73,7       19       100

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka karakteristik demografi berupa jenis kelamin dan usia pasien fraktur metakarpal, karakteristik pasien fraktur metakarpal, dan karakteristik fraktur metakarpal dan penatalaksanaannya pada pasien dengan fraktur metakarpal akan dipaparkan sebagai berikut.

Berdasarkan distribusi demografi pasien fraktur metakarpal yang didapatkan dari RSUP Sanglah Denpasar periode 1 Januari 2018 hingga 30 Juni 2019 didapatkan proporsi terbanyak merupakan laki- laki dengan rentang usia 17-25 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian Court-Brown dan Caesar, menyatakan bahwa rerata perbandingan pasien fraktur metakarpal antara laki-laki dan perempuan adalah 85% banding 15%, yang memperlihatkan proporsi laki-laki lebih banyak.7 Diperoleh juga dalam literatur yang sama, bahwa kecendrungan kasus fraktur metakarpal terlihat pada pria dengan usia muda. Penelitian lain oleh Chung dan Spilson8, diperoleh bahwa 76% fraktur metakarpal terjadi pada laki-laki. Ia juga menyatakan bahwa fraktur metakarpal ditemukan paling banyak di rentang usia 1524 tahun. Selain itu, penelitian Anakwe dkk.9 mendapatkan angka yang tinggi pada fraktur tangan di laki- laki paling sering ditemukan dalam kasus agresi

dalam bentuk assaults dan pemukulan, sedangkan wanita karena terjatuh. Sama halnya dengan penelitian Weum dkk.10 menyatakan bahwa kasus agresi mayoritas terjadi pada rentang usia 10-24 tahun dan pada 51 pasien fraktur dengan penyebab agresi, 49 pasien berjenis kelamin laki- laki.

Hal tersebut menyatakan rentang usia mayoritas pada kasus agresi adalah 10-24 tahun.10 Agresi identik dengan kasus-kasus tindak pidana, sesuai dengan salah satu jenis tindak pidana yakni penganiayaan. Berdasarkan laporan Polda Bali, kota Denpasar dengan konsisten dilaporkan sebagai daerah yang mempunyai angka tindak pidana tinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa sebagian besar pelaku tindak pidana adalah laki-laki dengan persentase 91,54%.11 Hal ini dapat digunakan sebagai benang merah tingginya angka fraktur metakarpal pada laki-laki muda di RSUP Sanglah, Denpasar. Namun, tentunya diperlukan penelitian analitik untuk mengetahui hubungan ini lebih lanjut.

Adapun hasil yang ditemukan berdasarkan pada variabel lokasi tangan yaitu jumlah fraktur metakarpal yang terjadi paling banyak ditemukan pada tangan kiri. Jumlah pasien yang mengalami fraktur metakarpal di tangan kiri berjumlah 52,6%. Belum ada literatur yang membahas perbedaan persentase di Indonesia antara

fraktur metakarpal tangan dan kiri, begitu pula dengan penelitian yang membahas tentang tangan dominan seseorang. Penelitian Weum dkk.10, menyatakan bahwa fraktur yang terjadi di tangan kanan lebih sedikit dibandingkan dengan fraktur yang terjadi di tangan kiri.

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh frekuensi lokasi fraktur metakarpal antara tangan kanan dan kiri tidaklah jauh. Hal ini cocok dengan penelitian Van Onselen dkk.12 yang juga menyatakan hal serupa. Dominansi tangan seseorang tidak berpengaruh besar pada lokasi fraktur tangan yang terjadi.

Selain itu, jumlah pasien yang mengalami fraktur metakarpal terbuka lebih sedikit dari jumlah pasien yang mengalami fraktur metakarpal tertutup. Akan tetapi, belum ada penelitian yang mendokumentasi jumlah frekuensi antara fraktur metakarpal terbuka dan tertutup di Indonesia maupun di luar negri. Menurut Van Onselen dkk.12, bahwa fraktur terbuka sering terjadi pada trauma dengan energi yang lebih besar, seperti kecelakaan lalu lintas. Fraktur terbuka juga lebih memiliki komplikasi yang serius, infeksi dan nonunion salah satunya. Sesuai dengan keparahan kasus, rekonstruksi dengan penatalaksanaan operatif atau amputasi menjadi pilihan. Maka dari itu, fraktur terbuka menjadi salah satu indikasi dilakukannya penatalaksanaan operatif.13

Distribusi jenis fraktur yang terjadi pada sembilan belas pasien cukup bervariasi. Ditemukan yaitu lima pasien mengalami fraktur metakarpal multipel dan empat pasien mengalami fraktur leher metakarpal kelima, atau biasa disebut boxer’s fracture. Pada peringkat ketiga terbanyak, antara fraktur badan metakarpal kelima, fraktur badan metakarpal keempat, dan fraktur badan metakarpal ketiga memiliki frekuensi yang sama. Keseluruhan kasus fraktur metakarpal yang terjadi, terdapat 25 fraktur metakarpal dari 19 kasus yang ada. Ditemukan bahwa fraktur metakarpal kelima memiliki frekuensi terbanyak secara keseluruhan. Beberapa penelitian membahas distribusi jenis fraktur metakarpal yang terjadi, salah satunya Diaz-garcia dan Waljee13, menyebutkan jenis fraktur tersering adalah fraktur leher metakarpal kelima dan fraktur badan metakarpal keempat. Penyebab paling umum pada kedua fraktur tersebut adalah terjatuh atau pukulan lansung ke obyek lain, maka dari itu fraktur ini mempunyai nama boxer’s fracture. Penelitian Gudmundsen dan Borgen1, membahas tentang fraktur metakarpal, dijabarkan bahwa dari 495 fraktur metakarpal yang diteliti, fraktur terbanyak adalah fraktur metakarpal kelima yakni 54,7% dan 16,8% adalah fraktur metakarpal keempat. 271 fraktur metakarpal kelima tersebut, 139 di antaranya adalah fraktur yang terjadi di bagian leher metakarpal. Pada penelitian lain yang dilakukan di Norwegia, terdapat 183 pasien yang mengalami fraktur metakarpal, 99 fraktur di antaranya terjadi pada metakarpal kelima. Penelitian Anakwe dkk.9 juga menemukan hubungan epidemiologi fraktur tangan dan penyimpangan sosial (social deprivation) menyatakan bahwa ada hubungan antara fraktur tertutup

metakarpal kelima dan penyimpangan sosial pada laki-laki. Hal ini ada hubungannya dengan penyebab mekanisme fraktur, yakni pada laki-laki terbanyak ditemukan berupa agresi seperti assaults, pertikaian, dan pemukulan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya,9-14 semua mendukung bahwa fraktur metakarpal kelima, khususnya pada bagian leher, adalah yang paling sering ditemukan. Penyebab paling umum dari fraktur tersebut adalah agresi, seperti pemukulan, yang menjadi penyebab terbanyak yang dialami laki-laki. Hal ini cocok dengan hasil yang ditemukan peneliti, yakni banyaknya fraktur metakarpal kelima khususnya pada bagian leher. Peneliti mengaitkannya secara anatomi bahwa memang bagian leher sebuah tulang metakarpal merupakan bagian yang terlemah.4 Maka dari itu, fraktur leher metakarpal kelima sering ditemukan pada laki-laki dengan penyebab agresi, khususnya pemukulan.

Penatalaksanaan pada fraktur metakarpal adalah kriteria inklusi yang dicari. Hasil yang diperoleh peneliti yakni sebesar 73,7% mendapatkan tatalaksana secara operatif dan sisanya mendapatkan talaksana konservatif. Hasil data lain perihal penatalaksanaan dengan jenis frakturnya adalah dari 6 pasien yang mengalami fraktur terbuka, 5 di antaranya dilakukan tindakan operatif. Selain itu, dari 5 fraktur multipel yang terjadi, lebih banyak jumlah frekuensi pasien yang dilakukan tindakan operatif. Lima pasien yang dilakukan penatalaksanaan konservatif adalah pasien fraktur dasar metakarpal satu, fraktur dasar metakarpal dua, fraktur leher metakarpal lima, dan fraktur multipel. Satu fraktur metakarpal multipel tersebut juga merupakan fraktur metakarpal terbuka.

Berdasarkan Diaz-garcia dan Waljee, dalam jurnalnya Current Management of Metacarpal Fractures, menyatakan bahwa indikasi untuk melakukan penatalaksanaan operatif adalah pada fraktur yang tidak stabil dengan ciri-ciri, beberapa di antaranya, fraktur terbuka, fraktur yang tidak dapat diluruskan tanpa pembedahan, dan fraktur multipel.13 Semua fraktur tertutup dapat dilakukakn penatalaksanaan konservatif dengan syarat merupakan fraktur stabil, non displaced¸ dan tidak ada rotasi atau angulasi. Penatalaksananaan konservatif yang dapat menjadi pilihan adalah ulnar gutter splint atau cast untuk fraktur metakarpal kelima dan fraktur metakarpal keempat, radial gutter splint atau cast untuk fraktur metakarpal ketiga dan keempat, dan thumb spica cast atau splint yang diperuntukan untuk fraktur metakarpal satu.14

Berdasarkan Diaz-garcia dan Waljee, yang menjelaskan indikasi penatalaksanaan operatif, hasil yang ditemukan adalah 6 pasien fraktur metakarpal terbuka mayoritas melakukan penatalaksanaan operatif.13 Begitu pula pada pasien fraktur metakarpal multipel juga mayoritas melakukan tindakan operatif.12-14 Terdapat pasien fraktur metakarpal terbuka dan fraktur metakarpal multipel dilakukan penatalaksanaan konservatif. Kedua kasus tersebut terjadi pada pasien

yang sama. Setelah ditelusuri, meskipun berindikasi untuk dilakukan penatalaksanaan operatif, pasien tersebut memilih untuk menolak melakukan tindakan operasi pada informed consent. Maka dari itu, tenaga kesehatan di RSUP Sanglah melakukan tindakan wound toilet hecting treatment di UGD dan pemakaian ulnar gutter cast yang merupakan penatalaksanaan konservatif. Berdasarkan pada jurnal yang ada, pemilihan penatalaksanaan konservatif pada kasus ini dapat mendukung terjadinya komplikasi yakni malunion. Selain hal tersebut, semua fraktur dilakukan tindakan yang cocok dengan indikasinya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan sumber data sekunder berupa rekam medis. Terbatasnya akses data rekam medis yang tersedia merupakan kendala terbesar yang dihadapi penulis. Selain kesulitan mengakses data sekunder, terbatasnya literatur yang membahas tentang fraktur metakarpal khususnya yang terjadi di Indonesia juga menjadi kendala. Keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi penulis tersebut telah dituntaskan dengan metode yang digunakan, serta pembahasan dari berbagai literatur yang tersedia. Dengan demikian, penulis berharap untuk kedepannya akan dilakukan penelitian dengan jangka waktu yang lebih lama dan jumlah sampel yang lebih besar agar menampilkan data deskriptif yang dapat menjadi acuan khususnya di Bali dan umumnya di Indonesia.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut. Karakteristik demografis pasien, proporsi terbanyak merupakan pasien laki-laki dengan rentang usia 17-25 tahun. Berdasarkan lokasi tangan, fraktur metakarpal yang sering terjadi adalah pada tangan kiri. Fraktur metakarpal tertutup lebih banyak ditemukan pada penelitian ini dibandingan fraktur metakarpal terbuka. Pada jenis fraktur terbanyak, ditemukan fraktur metakarpal multipel lebih dominan terjadi. Berdasarkan penatalaksanaan fraktur metakarpal, tindakan operatif adalah pilihan terbanyak dari 19 pasien. Fraktur metakarpal multipel dan terbuka adalah salah satu indikasi untuk melakukan penatalaksanaan operatif.

Saran bagi peneliti lain yang tertarik pada fraktur metakarpal adalah sangat direkomendasikan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan fraktur metakarpal kelima, usia, dan sifat agresi seseorang di Indonesia. Setelah dilakukannya penelitian, penulis berpendapat bahwa adanya hubungan terlihat antara keempat hal tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima Kasih peneliti ucapkan kepada keluarga dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Gudmundsen, T. E., dan Borgen, L., Fractures of the fifth metacarpal. Acta radiologica. 2009; 50(3):296-300

  • 2.    Suryantari, S.A.A., Hamid, A.R.R.H. and Sanjaya, I.G.P.H., The characteristics of mandibular fractures among patients attending Plastic Surgery Unit in Sanglah General Hospital, Bali, Indonesia: A preliminary study. Bali Medical Journal. 2019; 5: 8-2.

  • 3.    Sabiston, D. C., Sabiston Textbook of Surgery the Biological Basis of Modern Surgical Practice. 2013.

  • 4.    Moore KL, Dalley AF, Agur AM., Clinically oriented anatomy. Lippincott Williams & Wilkins. 2014.

  • 5.    Nakashian MN, Pointer L, Owens BD, Wolf JM. Incidence of metacarpal fractures in the US population. Hand. 2012;7(4):426-30.

  • 6.    Kollitz KM, Hammert WC, Vedder NB, Huang JI. Metacarpal fractures:   treatment and

complications. Hand. 2014;9(1):16-23.

  • 7.    Court-Brown CM, Caesar B. Epidemiology of adult fractures:     a review.     Injury.

2006;37(8):691-7.

  • 8.    Chung KC, Spilson SV. The frequency and epidemiology of hand and forearm fractures in the United States. The Journal of hand surgery. 2001;26(5):908-15.

  • 9.    Anakwe RE, Aitken SA, Cowie JG, Middleton SD, Court-Brown CM. The epidemiology of fractures of the hand and the influence of social deprivation. Journal of hand surgery (European volume). 2011;36(1):62-5.

  • 10.    Weum S, Millerjord S, de Weerd L. The distribution of hand fractures at the university hospital of north Norway. Journal of plastic surgery and hand surgery. 2016;50(3):146-50.

  • 11.    Badan Pusat Statistik Bali. Statistik Krimial Provinsi Bali. Statistik Kriminal Provinsi Bali. 2018. Tersedia pada:   https://bali.bps.go.id,

diakases pada tanggal 5 Desember 2019.

  • 12.    Van Onselen EB, Karim RB, Hage JJ, Ritt MJ. Prevalence and distribution of hand fractures. Journal of Hand Surgery. 2003;28(5):491-5.

  • 13.    Diaz-Garcia R, Waljee JF. Current management of metacarpal fractures. Hand clinics. 2013;29(4):507-18.

  • 14.    Boyd AS, Benjamin HJ, Asplund C. Splints and casts: indications and methods. American family physician. 2009;80(5):491-9

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i3.P17

109