KARAKTERISTIK PENDERITA ENSEFALOPATI PADA ANAK DI RUANG GAWAT DARURAT DAN PICU RSUP SANGLAH DENPASAR PADA TAHUN 2018
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.3,MARET, 2021
Diterima:11-02-2021 Revisi:20-02-2021 Accepted: 10-03-2021
KARAKTERISTIK PENDERITA ENSEFALOPATI PADA ANAK DI RUANG GAWAT DARURAT DAN PICU RSUP SANGLAH DENPASAR
PADA TAHUN 2018
Luh Putu Putri Sanjiwani1, Dewi Sutriani Mahalini2, Komang Ayu Witarini2, Dyah Kanya Wati2
1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
-
2Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
*Corresponding author: Dyah Kanya Wati; Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali; Email: [email protected]
ABSTRAK
Ensefalopati pada anak merupakan keadaan darurat pediatri yang menimbulkan tantangan yang cukup besar dalam penanganannya. Meskipun kasus ensefalopati pada anak jarang ditemukan, namun berhubungan dengan morbiditas jangka panjang hingga kematian dan akan mengganggu tumbuh kembang anak di masa mendatang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik ensefalopati pada anak sehingga hasil yang didapatkan bisa digunakan sebagai pedoman oleh klinisi untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional menggunakan data sekunder dari rekam medik dengan 21 pasien ensefalopati pada anak di tahun 2018. Total sampling digunakan dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Data dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 22. Hasil penelitian menunjukkan Kasus ensefalopati anak di RSUP Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (66,7%), memiliki nilai tengah usia yaitu 19 bulan dengan nilai tengah lama perawatan di RSUP Sanglah yaitu 8 hari sedangkan perawatan di ruang PICU memiliki nilai tengah yaitu 5 hari, etiologi kasus didominasi oleh metabolik (71,4%) dan sisanya adalah hipertensi, sepsis, hepatikum dan eksemik-hipoksik, sebagian besarnya mengalami gangguan keseimbangan natrium dan klorida serum dan hanya sebagian kecil yang mengalami gangguan kalium serum dan setelah mendapatkan perawatan sebagian besar pasien memiliki prognosis hidup (81%) dan hanya sebagian kecil yang mengalami kematian (19%).
Kata Kunci: Karakteristik, ensefalopati, anak.
ABSTRACT
Encephalopathy in children is a pediatric emergency that poses considerable challenges in its management. Although cases of encephalopathy in children are rare, it is associated with longterm morbidity to death and will interfere with the child's growth and development in the future. This study was conducted to determine the characteristics of encephalopathy in children so that the results obtained can be used as guidelines by clinicians for further research development. This
study is a cross-sectional descriptive study using secondary data from medical records with 21 encephalopathy patients in children in 2018. Total sampling was used in this study taking into account the inclusion and exclusion criteria. Data were analyzed using SPSS version 22. The results showed that cases of pediatric encephalopathy at Sanglah Hospital Denpasar Bali in 2018 were mostly male (66.7%), had a middle age value of 19 months with a median length of stay at Sanglah Hospital ie 8 days while treatment in the PICU room has a median value of 5 days, the etiology of the case is dominated by metabolic (71.4%) and the rest are hypertension, sepsis, hepatic and hepatic and eczema-hypoxic, most of which experience disturbance of serum sodium and chloride balance. a small proportion experienced serum potassium disorders and after receiving treatment most patients had a live prognosis (81%) and only a small proportion experienced death (19%).
Keywords: Characteristics, encephalopathy, children.
PENDAHULUAN
Ensefalopati merupakan istilah untuk setiap penyakit yang menggambarkan abnormalitas fungsi dan struktur otak. Ensefalopati pada anak merupakan keadaan darurat pediatri yang menimbulkan tantangan yang cukup besar dalam penanganannya. Ensefalopati merupakan suatu istilah deskriptif untuk menyatakan sindrom disfungsi otak secara global dengan diagnosis banding yang luas dan memiliki onset akut maupun subakut.1 Ensefalopati yang terjadi di awal kehidupan seperti pada anak dapat menimbulkan gangguan perkembangan neurologis yang tentunya akan menimbulkan berbagai masalah dan gangguan selama masa pertumbuhan, perkembangan dan keberlangsungan hidupnya di masa mendatang. Meskipun kasus ensefalopati pada anak jarang ditemukan, namun memiliki arti yang penting dalam bidang pediatri karena berhubungan dengan morbiditas jangka panjang hingga kematian.2
Ensefalopati pada anak dapat disebabkan oleh agen infeksi (bakteri, virus, atau prion), penyakit autoimun, trauma progresif atau kronis, kejang, paparan lama terhadap zat beracun (obat-obatan, radiasi, cat, bahan kimia industri, dan logam tertentu), hipertensi, hipoksik-iskemik, perdarahan dan keganasan serta gangguan metabolism.3-11 Namun, beberapa jenis ensefalopati yang sering terjadi pada anak adalah sepsis ensefalopati,6,8,9,12 hipertensi ensefalopati, dan metabolik ensefalopati. Poin penting dalam pemeriksaan ensefalopati pada anak adalah mencari penyakit ataupun gangguan yang mendasarinya. Apabila penyebabnya sudah diketahui, maka selanjutnya dapat dilakukan penatalaksanaan yang sesuai sehingga dapat meminimalisir kerusakan neurologis yang lebih lanjut.1 Untuk mencari penyebab utama yang mendasari ensefalopati, beberapa poin penting yang harus diketahui adalah status neurologis,
perkembangan dan riwayat penyakit anak yang sudah ada sebelumnya serta riwayat kelahiran.2-3
Anak-anak dapat mengalami ensefalopati dalam berbagai tingkat usia. Gejala klinis yang timbul pada anak yang mengalami ensefalopati bergantung pada bagian otak yang mengalami masalah. Beberapa gangguan neurologis yang timbul adalah kemunduran fungsi kognitif, penurunan tingkat kesadaran, terganggunya kemampuan berpikir abstrak, perubahan kepribadian atau perilaku, gangguan atensi, proses perkembangan yang mengalami regresi/stasis dan adanya gejala spesifik yang terlokalisasi.2 Namun, meskipun ensefalopati memiliki gejala yang beragam dan bervariasi, terdapat suatu gejala khas yang pasti terlihat pada penderita ensefalopati yaitu perubahan kondisi mental.13
Meskipun ensefalopati merupakan penyakit neurologis yang tergolong darurat pada anak, namun penelitian epidemiologi mengenai ensefalopati secara global masih sangat terbatas. Angka kejadian mengenai ensefalopati secara global masih sangat terbatas.1 Tingkat kejadian ensefalopati spesifik berdasarkan usia per 100.000 adalah sebagai berikut, yaitu; 79,89 pada anak usia kurang dari 1 tahun, 8,64 pada usia anak 1-2 tahun, 1,90 pada usia anak 2-5 tahun, dan 0,65 pada anak di atas usia 5 tahun. 66% dari total kasus tersebut adalah disebabkan oleh metabolik, 32% adalah neurodegeneratif, dan 2% adalah kasus ensefalopati HIV.14 Penelitian lain menunjukkan bahwa selain ensefalopati metabolik, terdapat ensefalopati hipoksik-iskemik yang juga sering terjadi pada anak, khususnya pada anak usia kurang dari 1 tahun. Insiden keseluruhan dari ensefalopati hipoksik-iskemik pada bayi cukup bulan untuk periode penelitian terbaru adalah 1,9 per 1.000 kelahiran hidup.15
Melihat kenyataan bahwa hingga saat ini belum terdapat data demografi dan epidemiologi
yang akurat mengenai karakteristik penderita ensefalopati pada anak, khususnya di Bali, maka adanya penelitian mengenai penyakit yang tergolong sebagai keadaan darurat pediatri tersebut, sangat penting untuk dilakukan, mengingat bahwa ensefalopati pada anak memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi serta dapat mengganggu proses tumbuh kembang anak, sehingga dengan adanya data mengenai karakteristik penderita ensefalopati pada anak, diharapkan dapat memberikan gambaran pada tenaga medis mengenai penyakit yang tergolong darurat pada anak ini serta dapat menjadi pondasi awal untuk berbagai macam studi ensefalopati anak yang lebih mendalam nantinya.
BAHAN DAN METODE
Desain penelitian ini adalah crossectional-descriptive study. Penelitian ini dilakukan di RSUP Sangalah, Denpasar, Bali dari Maret hingga April 2019. Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh penderita ensefalopati pada anak usia >28 hari-18 tahun dan populasi terjangkau adalah penderita ensefalopati pada anak yang dirawat di Ruang Gawat Darurat dan PICU RSUP Sanglah Denpasar tahun 2018. Sampel diambil dengan cara tidak acak (non-probability sampling) dengan metode total sampling yaitu mengambil setiap pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk kriteria ekslusi. Adapun kriteria inklusi yakni anak yang berusia > 28 hari-18 tahun dengan diagnosis ensefalopati yang disebabkan oleh infeksi, gangguan metabolik, hipertensi, kejang, keganasan, trauma, hipoksik iskemik dan toksin yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar tahun
-
2018.Sedangkan kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah data rekam medik yang tidak lengkap.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah data rekam medik dan variabel-variabel penelitian selanjutnya dicatat pada form pengumpulan data. Adapun variabel yang diteliti meliputi variabel bebas yaitu usia, jenis kelamin, lama rawat di RSUP Sanglah dan PICU, jenis ensefalopati, elektrolit serum (natrium, kalium dan klorida) dan prognosis pasca-perawatan sera variabel terikat, yaitu ensefalopati pada anak. Teknik analisis data menggunakan perangkat lunak SPSS dan diolah secara deskriptif. Pengolahan dilakukan dengan analisis univariat yaitu menampilkan data berupa distribusi dan nilai median dari variabel yang kemudian disajikan pada tabel. Berdasarkan nomor surat 287/UN14.2.2VII.14/LP/2019 dari Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penelitian ini telah layak etik untuk dilaksanakan.
HASIL
Tercatat sejumlah 21 rekam medik pasien yang telah memenuhi syarat inklusi dan tidak termasuk kriteria eksklusi pada penelitian ini. Karakteristik responden yang termasuk dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, lama perawatan di Sanglah dan PICU, jenis ensefalopati, elektrolit serum yang meliputi natriun, kalium dan klorida, serta prognosis pasca perawatan di Ruang Gawat Darurat dan PICU RSUP Sanglah. Karakteristik tersebut akan disajikan pada tabel 1
Tabel 1 Karakteristik pasien ensefalopati anak di RSUP Sanglah tahun 2018
Jenis Variabel |
n(%) |
Jenis kelamin Laki-laki, n (%) Perempuan, n (%) Usia anak, bulan, median (range) Lama rawat di RSUP Sanglah, hari, median (range) Lama rawat di PICU, hari, median (range) Jenis Ensefalopati Ensefalopati sepsis, n (%) Ensefalopati hepatikum, n (%) Ensefalopati hipertensi, n (%) Ensefalopati iskemik hipoksik, n (%) Ensefalopati metabolik, n (%) Natrium serum, mmol/L, median (range) Kalium serum, mmol/L, median (range) Klorida serum, mmol/L, median (range) Prognosis Hidup, n (%) |
14 (66,7) 7 (33,3) 19 (1-189) 8 (2-18) 5 (1-15) 2 (9,5) 1 (4,8) 2 (9,5) 1 (4,8) 15 (71,4) 139 (120-156) 4,23 (2,33-7,9) 100,3 (71-127,20) 17 (81) |
Meninggal, n (%)
Berdasakan tabel 1, terdapat 9 variabel yang dianalisis dari masing-masing rekam medis pasien. Karakteristik pasien ensefalopati anak jika dilihat dari jenis kelamin didapatkan bahwa dua pertiga penderita ensefalopati anak di RSUP Sanglah berjenis kelamin laki-laki, dan hanya terdapat satupertiganya yang berjenis kelamin perempuan. Kemudian apabila dilihat dari segi usia, didapatkan nilai tengah dari data variabel usia anak adalah 19 bulan dengan nilai IR 100. Apabila menggunakan nilai tengah tersebut sebagai cut off dalam mengkategorikan variabel usia anak, maka didapatkan sebanyak 10 kasus (47,6%) berada pada usia di bawah 19 bulan dan sebanyak 11 kasus (52,4%) berada pada usia di atas atau sama dengan 19 bulan.
Jika dilihat berdasarkan lamanya perawatan pasien ensefalopati anak di RSUP Sanglah Denpasar, dapat dilihat bahwa nilai tengah dari data variabel tersebut adalah selama 8 hari dengan nilai IR 8. Apabila variabel tersebut dikategorikan berdasarkan nilai median, maka didapatkan bahwa sebanyak 9 kasus (42,9%) mendapatkan perawatan di RSUP Sanglah selama kurang dari 8 hari dan sebanyak 12 kasus (57,1%) dirawat di RSUP Sanglah selama lebih dari atau sama dengan 8 hari. Kemudian jika dilihat dari variabel lamanya perawatan di ruang PICU, didapatkan nilai tengah dari varibel tersebut adalah selama 5 hari dengan nilai IR yaitu 5. Apabila variabel lama rawat di PICU tersebut dikategorikan berdasarkan nilai mediannya, maka didapatkan sebanyak 10 kasus (47,6%) mendapatkan perawatan di ruang PICU selama kurang dari 5 hari dan sebanyak 11 kasus (52,4%) mendapatkan perawatan di ruang PICU selama lebih dari atau sama dengan 5 hari.
Jika dilihat dari jenis ensefalopati anak berdasarkan etiologinya, pada pasien ensefalopati di RSUP Sanglah hanya ditemukan 5 jenis ensefalopati dari berbagai jenis ensefalopati yang ada. Diantara ke-5 jenis tersebut, didapatkan bahwa kasus ensefalopati metabolik memiliki prevalensi tertinggi dibanding keempat jenis lainnya, yaitu mencapai lebih dari dua pertiga kasus, sedangkan ensefalopati jenis lain hanya memiliki prevalensi kurang dari sepertiga keseluruhan jumlah kasus, dimana diantara keempat jenis tersebut, ensefalopati hipertesi dan ensefalopati sepsis menduduki urutan ke-2 setelah ensefalopati metabolik, sedangkan ensefalopati hepatikum dan hipoksik iskemik masing-masing memiliki jumlah
4 (19)
kasus yang sama dengan prevalensi terendah dibandingkan dengan ensefalopati metabolik, hipertensi dan sepsis.
Jika dilihat dari variabel laboratorium yaitu pemeriksaan elektrolit serum yang dilakukan saat pertama kali tiba di RSUP Sanglah, dilihat dari natrium serum, didapatkan bahwa nilai tengah dari data variabel tersebut adalah 139 mmol/L dengan nilai IR yaitu 17. Kemudian jika ditinjau dari status natrium serumnya, didapatkan bahwa sebanyak 15 kasus (71,4%) pasien ensefalopati anak mengalami gangguan keseimbangan kadar natrium serum, dimana 53%-nya mengalami hipernatremia dan sisanya mengalami hiponatremia berdasarkan referensi nilai dari laboratorium RSUP Sanglah.
Jika dilihat dari kadar kalium serumnya, didapatkan nilai tengah dari variabel data tersebut adalah 4,23 mmol/L dengan nilai IR yaitu 1,39. Kemudian jika ditinjau dari status kalium serumnya, didapatkan bahwa sebanyak 11 kasus (52,4%) pasien ensefalopati anak tidak mengalami gangguan keseimbangan kadar kalium serum, dan pada 10 kasus (47,6%) anak yang mengalami gangguan keseimbangan kalium, dimana 50%-nya mengalami hiperkalemia dan sisanya mengalami hipokalemia berdasarkan referensi nilai dari laboratorium RSUP Sanglah.
Selanjutnya, jika dilihat dari kadar klorida serum, didapatkan nilai tengah dari variabel data tersebut adalah 100,3 mmol/L dengan nilai IR yaitu 19,35. Kemudian jika ditinjau dari status klorida serumnya, didapatkan bahwa sebanyak 12 kasus (57,1%) pasien ensefalopati anak mengalami gangguan keseimbangan kadar klorida serum, dimana 67%-nya mengalami hiperkloremia dan sisanya mengalami hipokloremia berdasarkan referensi nilai dari laboratorium RSUP Sanglah.
Terakhir, setelah dilakukan perawatan di RSUP Sanglah didapatkan bahwa lebih dari dua pertiga (81%) pasien anak yang mengalami ensefalopati memiliki prognosis yang baik yaitu hidup dengan outcome membaik dari kondisi sebelumnya maupun sembuh total dari berbagai gejala yang muncul sebelumnya dan hanya didapatkan kurang dari sepertiga kasus (19%) yang memiliki prognosis buruk yaitu kematian.
Seluruh variabel tersebut, kemudian dilakukan analisis lebih dalam mengenai prognosis pasien pasca perawatan dengan jenis ensefalopati dan elektrolit serumnya, yang disajikan dalam tabel dan gambar berikut:
Tabel 2 Prognosis berdasarkan jenis ensefalopati di RSUP Sanglah pada tahun 2018
Jenis Variabel |
Meninggal |
Prognosis |
Hidup |
Jenis ensefalopati | |||
Ensefalopati sepsis (n=2) |
0 |
2 | |
Ensefalopati hepatikum (n=1) |
1 |
0 | |
Ensefalopati hipertensi (n=2) |
0 |
2 | |
Ensefalopati iskemik hipoksik (n=1) |
0 |
1 | |
Ensefalopati metabolik (n=15) |
3 |
12 |
Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 2, jika dilihat dari etiologi ensefalopati, didapatkan bahwa kasus ensefalopati metabolik menyebabkan 75% kematian dari seluruh total kasus kematian
pada anak yang menderita ensefalopati di RSUP Sanglah dan hanya 25%-nya yang diakibatkan oleh ensefalopati hepatikum, sedangkan ketiga jenis ensefalopati lainnya tidak sampai menimbulkan kematian pada pasien.
Gambar 1. Prognosis berdasarkan natrium serum (a), prognosis berdasarkan klorida serum (b), prognosis berdasarkan kalium serum (c)
Berdasarkan gambar 1, jika dilihat dari natrium serumnya, didapatkan hasil pada sampel bahwa 75% anak yang meninggal akibat ensefalopati, memiliki gangguan keseimbangan pada natrium serumnya. Jika dilihat dari klorida serumnya, didapatkan bahwa 100% anak yang meninggal akibat ensefalopati di RSUP Sanglah memiliki gangguan keseimbangan pada klorida serumnya dan jika dilihat dari kalium serumnya, didapatkan bahwa 50% anak yang meninggal akibat ensefalopati, memiliki gangguan keseimbangan pada kalium serumnya. Dari hasil yang tertera pada tabel 2 dan gambar 1 ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat menganalisa keterkaitan antara jenis ensefalopati dan elektrolit serum dengan prognosis pasien dengan jumlah sampel yang lebih banyak.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian terhadap 9 variabel yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, jika ditinjau kembali dari masing-masing variabel, yang pertama yaitu berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa sebagian besar (67%) pasien ensefalopati pada anak berjenis kelamin pria. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sekarningrum dkk RSUP Sanglah, Bali pada tahun 2018 yang juga menemukan bahwa sebagian besar anak yang mengalami penurunan kesadaran adalah berjenis kelamin laki-laki.16 Perbedaan distribusi jenis kelamin yang cukup signifikan ini belum diketahui apakah memang jenis kelamin memiliki peran atau merupakan faktor risiko terhadap
kejadian ensefalopati pada anak. Hal ini mungkin perlu dilakukan penelitian lebih mendalam untuk
membuktikan apakah jenis kelamin pria memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami ensefalopati dibandingkan dengan wanita.
Jika dilihat dari variabel umur, didapatkan bahwa nilai tengah dari data umur anak adalah 19 bulan dengan IR yaitu 100 dengan kejadian paling muda terjadi pada usia 1 bulan dan kejadian paling tua terjadi pada anak usia 15 tahun dan kejadian usia tersering yaitu pada usia 8 bulan. Apabila dikategorikan berdasarkan nilai median tersebut, didapatkan bahwa sebagian besar kasus ensefalopati anak diderita oleh anak usia di atas atau sama dengan 9 bulan, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Stromme dkk di Norwegia pada tahun 200714, yang menyimpulkan bahwa usia populasi yang lebih berisiko untuk berkembang menjadi ensefalopati adalah antara usia 0 dan 15 tahun, penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa terdapat penurunan kuat pada kejadian ensefalopati dengan bertambahnya usia.
Dilihat dari waktu perawatan pasien, variabel dalam penelitian ini dibagai menjadi 2, yaitu lamanya perawatan secara keseluruhan di RSUP Sanglah dan lamanya perawatan intensif di ruang PICU. Pembagian ini dilakukan karena ensefalopati merupakan salah satu penyakit gawat darurat pada anak, sehingga memang pada setiap kasusnya, anak tersebut memerlukan perawatan yang intensif di ruang PICU, yang memiliki fasilitas medis yang jauh lebih lengkap dibandingkan ruang perawatan biasa. Namun tentunya perawatan di ruang PICU ini memerlukan biaya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perawatan di luar ruang PICU. Oleh sebab itu, variabel lama rawat ini dibagi menjadi 2 untuk mengetahui lama waktu yang diperlukan pasien untuk dirawat secara keseluruhan di RSUP Sanglah dan di ruang PICU. Adapun jika dilihat dari lama perawatan secara total di RSUP Sanglah, didapatkan bahwa nilai tengah dari lama rawat pasien tersebut adalah selama 8 hari dengan IR yaitu 8 dan waktu perawatan tercepat yaitu 2 hari serta waktu perawatan terlama yaitu 18 hari. Apabila dikategorikan berdasarkan nilai tengahnya, didapatkan bahwa sebagian besar pasien memerlukan perawatan lebih dari atau sama dengan 8 hari di RSUP Sanglah. Sedangkan, jika dilihat dari waktu perawatan di PICU, didapatkan nilai tengahnya yaitu 5 hari dengan IR 5, dengan waktu perawatan tercepat yaitu 1 hari dan terlama yaitu 15 hari. Apabila dikategorikan berdasarkan nilai tengahnya, didapatkan bahwa sebagian besar pasien memerlukan perawatan lebih dari atau sama dengan 5 hari di ruang PICU.
Dilihat dari variabel laboratorium, yakni profil elektrolit serum yang diperiksa saat pertama kali tiba di RSUP Sanglah seperti natrium, didapatkan bahwa sebagian besar pasien ensefalopati mengalami gangguan pada kadar natriumnya baik hiponatremia maupun hipernatremia. Kadar natrium normal berdasarkan nilai rujukan dari laboratorium RSUP Sanglah yaitu 136-145 mmol/L, pada sampel, didapatkan nilai tengah dari kadar natriumnya yaitu sebesar 139 mmol/L IR yaitu 17, dengan kadar natrium paling rendah yakni 120 mmol/L yang mengakibatkan pasien meninggal serta nilai paling tinggi yakni 156 mmol/L. Meskipun nilai tengah kadar natrium pada pasien ensefalopati anak terbilang normal, namun dari keseluruhan pasien yang meninggal, 75%-nya mengalami gangguan natrium, masing-masing akibat hipernatremia dan juga hiponatremia yang terlalu ekstrem. Prognosis yang buruk ini diakibatkan oleh gangguan keseimbangan natrium yang terlalu ekstrem sehingga terjadi gangguan di otak yang cukup parah, seperti pada hipernatremia maka pada otak akan terjadi pengkerutan volume otak dan pada hiponatremia akan terjadi pembengkakan sel otak sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial hingga menyebabkan kematian pada anak.17-20 Sedangkan untuk profil klorida, ditemukan bahwa sebagian besar pasien memiliki kadar klorida yang juga tidak normal, baik itu hipokloridemia maupun hiperkloridemia. Berdasarkan laboratorium RSUP Sanglah, nilai rujukan klorida normal yaitu 94-110 mmol/L dan pada sampel didapatkan nilai tengah kadar klorida pada pasien sebesar 100,3 mmol/L, dengan nilai terendah yaitu 71 mmol/L sehingga mengakibatkan kematian pasien dan nilai tertinggi yaitu 127 mmol/L. Meskipun nilai tengah kadar klorida pasien berada dalam rentang normal, namun dari hasil penelitian ini, didapatkan bahwa 100% pasien ensefalopati yang meninggal, mengalami gangguan keseimbangan klorida, dimana 75%-nya disebabkan oleh hipokloremia dan 25%-nya diakibatkan oleh hiperkloremia, namun tidak semua pasien yang mengalami gangguan klorida berakibat pada prognosis yang buruk hingga kematian.
Terakhir, dilihat dari status kalium serum, didapatkan bahwa hanya sebagian kecil pasien yang mengalami gangguan kalium baik hipokalemia maupun hiperkalemia. Nilai rujukan normal kadar kalium dari laboratorium RSUP Sanglah adalah 3,5-5,1 mmol/L, dengan nilai tengah pada sampel ditemukan sebesar 4,23 mmol/L dengan IR 1,39 dan nilai terendah adalah 2,3 mmol/L serta nilai tertinggi yakni 7,9 mmol/L. Dari total kasus kematian akibat ensefalopati pada
anak, didapatkan 50%-nya yang mengalami gangguan kalium. Dilihat dari ketiga variabel laboratorium tersebut, meskipun tidak 100% pasien yang mengalami gangguan elektrolit serum memiliki prognosis yang buruk, namun adanya penelitian lebih mendalam dengan jumlah sampel yang lebih banyak mungkin perlu dilakukan untuk mencari korelasi antara elektrolit dengan prognosis pasien.
Jika dilihat dari variabel prognosis, didapatkan bahwa sebagian besar pasien ensefalopati anak memiliki prognosis yang baik yaitu hidup, baik itu berupa perbaikan kondisi maupun sembuh dan hanya sebagian kecil saja yang memiliki prognosis yang buruk atau dubia ad malam, yakni kematian. Kemudian jika dilihat dari variabel jenis-jenis ensefalopati, didapatkan bahwa lebih dari dua pertiga kasus merupakan jenis ensefalopati metabolik dan sepertiganya diakibatkan oleh ensefalopati hipertensi, hepatikum, sepsis dan hipoksik iskemik. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stromme dkk pada tahun 2007 di Norwegia14, yang menemukan bahwa dua pertiga dari kasus enfalopati yang diteliti olehnya diakibatkan oleh gangguan metabolik hal ini kemungkinan disebabkan oleh besarnya pengaruh metabolisme dalam hal ini keseimbangan elektrolit terhadap sel-sel saraf otak dan diantara keseluruhan elektrolit yang terlibat gangguan keseimbangan natrium paling sering menimbulkan ensefalopati,9 sesuai dengan yang ditemukan di RSUP Sanglah, sedangkan untuk elektrolit lain seperti kalsium, ensefalopati baru terjadi pada keadaan ekstrem dengan kadar yang sangat tinggi dan naik dengan cepat (akut).17-20
Dalam penelitian ini, memiliki kelemahan yaitu peneliti hanya mencari sampel dengan kata kunci ensefalopati pada SIMARS RSUP Sanglah, sehingga jumlah sampel yang ditemukan sangat sedikit, oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya yang mengangkat kasus ensefalopati, mengingat definisi kasusnya yang cukup luas, maka sampel bisa dicari dengan memasukkan kata kunci dari berbagai macam kemungkinan penyebabnya dan tidak hanya menggunakan ensefalopati sebagai kata kunci sehingga diharapkan jumlah sampel yang didapatkan akan lebih banyak.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik kasus ensefalopati anak di Ruang Gawat Darurat dan PICU RSUP Sanglah Denpasar Bali tahun 2018, diperoleh simpulan kasus ensefalopati anak di Ruang Gawat Darurat dan PICU RSUP Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki dengan nilai tengah usia yaitu 19 bulan, dengan sebagian besar mendapatkan perawatan lebih dari atau sama dengan 8 hari di RSUP Sanglah dan sebagian besar mendapatkan perawatan lebih dari atau sama dengan 5 hari di ruang PICU RSUP Sanglah yang didominasi oleh kasus ensefalopati metabolik dan sisanya adalah kasus ensefalopati hipertensi, ensefalopati sepsis, ensefalopati hepatikum dan kasus ensefalopati iskemik-hipoksik dengan sebagian besar pasien mengalami gangguan keseimbangan natrium dan klorida dan hanya sebagian kecil pasien yang mengalami gangguan keseimbangan kalium, kemudian setelah mendapatkan perawatan di RSUP Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 sebagian besar pasien ensefalopati anak (81%) memiliki
prognosis baik yaitu hidup dan hanya sebagian kecil yang mengalami kematian (19%).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diberikan saran yaitu perlu dilakukan penelitian analitik lebih lanjut guna mencari hubungan antar variabel serta perlu dilakukan pencarian sampel yang lebih sistematis berdasarkan etiologinya sehingga bisa
memudahkan dalam mencari jumlah sampel yang lebih banyak.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya untuk seluruh staf
Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak dan petugas rekam medik RSUP Sanglah atas bimbingan dan dukungan selama ini untuk menyelesaikan penelitian ini sebagai syarat kelulusan sarjana.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Thompson C, Kneen R, Riordan A, dkk. Encephalitis in children. Arch Dis Child. 2011;30:100-10.
-
2. Abeyakoon O, Batty, R, Mordekar, S, dkk. 2011. The Encephalopathic Child. The Neuroradiology Journal NRJ Digita. 2011;1(13):577–96.
-
3. Davies E, Connolly DJ, Mordekar SR. Encephalopathy in children: an approach to assessment and management. Arch Dis Child. 2012;97:452–8.
-
4. Agut T, Leon M, Rebollo M, dkk. Early identification of brain injury in infants with hypoxic ischemic encephalopathy at high risk for severe impairments: Accuracy of MRI performed in the first days of life. BMC Pediatrics. 2014;14(177):1-7.
-
5. Anggriawan A. Tinjauan Klinis Hypoxic-
Ischemic Encephalopathy. CDK-243. 2016;43:8-15.
-
6. Chaudhry N dan Duggal AK.Sepsis
Associated Encephalopathy. Advances in Medicine.2014:1-12.
-
7. Chong JY, Rowland LP, Utiger RD.
Hashimoto encephalopathy: syndrome or myth? Arch Neurol.2003;60:164–71.
-
8. Mahalini, D.S. Ensefalopati pada Anak
dengan Sepsis. Disampaikan pada SINAS “Sepsis Pada Anak dan Neonatus” 10 Desember 2011, dilihat 14 November 2019,
<https://www.researchgate.net/publication /337151432_ENSEFALOPATI_PADA_A NAK_DENGAN_SEPSIS>
-
9. Dalmau J, Gleichman AJ, Hughes EG, dkk. Anti-NMDA-receptor encephalitis: case series and analysis of the effects of antibodies. Lancet Neurol. 2011;7:1091– 8.
-
10. Haberlandt E, Bast T, Ebner A, dkk. Limbic encephalitis in children and adolescents. Arch Dis Child.2011;96:186– 91.
-
11. Angel MJ, Young GB.Metabolic
Encephalopaties. Hand Clin Neurol. 2011; 29:837-82.
-
12. Bathla G, Hegde AN. MRI and CT appearancairan ekstra seluler in metabolic encephalopathies due to systemic diseases in adults. Clin Radiol. 2013;68 (6): 545-7.
-
13. Fenichel G. Clinical pediatric neurologis A signs and symptoms approach, edisi ke-8, Elsevier Saunders. 2019;8:47-50.
-
14. Stromme P, Kanavin OJ, Abdelnoor M, dkk. Incidence rates of progressive childhood encephalopathy in Oslo, Norway: a population based study. BMC Pediatrics. 2007;7:25-30.
-
15. Smith J, Wells L, Dodd K. The continuing fall in incidence of hypoxic‐ischaemic encephalopathy in
term infants. BJOG. 2012;107: 461-6.
-
16. Sekarningrum PA, Wati DK, Suwarba IGNM, dkk. Early msnnitol administration improves clinical outcomes of pediatric patient with brain edema. Med J Indones.2018; 27:244-9.
-
17. Bakri A. Ensefalopati karena Gangguan Keseimbangan Elektrolit. Dalam:
Aditiawati dan Iman Hendarman (penyunting), Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan II Ilmu Kesehatan Anak ‘Diagnosis dan Tatalaksana Penurunan Kesadaran pada Anak’. RSMA. 2007.h. 156-65.
-
18. Frontera JA. Metabolic encephalopathies in the critical care unit.
Continuum (Minneap Minn).
2012;18(3):611–39.
-
19. Gwer S, Gatakaa H, Mwai L, dkk. The
role for osmotic agents in children with acute encephalopathies: a systematic
review. BMC Pediatr. 2010;10:23-5.
-
20. Manno EM. Metabolic Encephalopathies. Dalam: Gross RA, Mink JW, penyunting. Emergency Management Neurocritical Care. Oxford, UK, Wiley-Blackwell Publications. 2012;9:155-61.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i3.P18
117
Discussion and feedback