FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TERJADINYA ANKLE SPRAIN PADA SISWA SMA PEMAIN BASKET DI DENPASAR
on
![](https://jurnal.harianregional.com/media/74735-1.jpg)
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.3,MARET, 2021
![](https://jurnal.harianregional.com/media/74735-2.jpg)
![](https://jurnal.harianregional.com/media/74735-3.jpg)
Diterima:11-02-2021 Revisi:20-02-2021 Accepted: 10-03-2021
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TERJADINYA ANKLE SPRAIN PADA SISWA SMA PEMAIN BASKET DI DENPASAR
Catherina1, I Putu Adiartha Griadhi2, I Made Muliarta2
1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali
2Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Permainan Bola Basket adalah permainan yang sangat populer. Permainan ini menuntut banyak aktivitas fisik dengan tingkat risiko yang tinggi untuk mengalami cedera. Salah satu risiko cedera yang paling sering terjadi adalah ankle sprain (cedera ankle), ini disebabkan permainan bola basket meliputi banyak gerakan-gerakan yang membebani pergelangan kaki. Ankle Sprain dapat berkembang menjadi cedera kronis seperti penurunan kemampuan dalam menggerakan sendi, nyeri pada bagian sendi, dan penurunan stabilitas sendi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya ankle sprain pada siswa SMA pemain basket di Denpasar. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei deskriptif cross-sectional serta menggunakan 125 sampel. Hasil dari penelitian ini, ditemukan faktor-faktor dengan kecenderungan pengaruh cukup besar terhadap kejadian dari ankle sprain adalah riwayat ankle sprain, jenis kelamin, pemanasan, indeks massa tubuh, serta penggunaan kaki dominan, durasi permainan saat mengalami ankle sprain, tipe atasan sepatu, Jenis permainan saat mengalami ankle sprain, posisi bermain responden, dan posisi tubuh responden saat mengalami ankle sprain. Sedangkan, faktor-faktor yang kurang berpengaruh terhadap kejadian ankle sprain adalah bantalan pada sepatu, ruang udara pada sepatu, dan penggunaan ankle tape dan ankle braces. Dapat disimpulkan bahwa Faktor-faktor dengan perbedaan persentase cukup besar adalah riwayat ankle sprain, jenis kelamin, pemanasan, indeks massa tubuh, serta penggunaan kaki dominan, durasi permainan saat mengalami ankle sprain, tipe atasan sepatu, Jenis permainan saat mengalami ankle sprain, posisi bermain responden, dan posisi tubuh responden saat mengalami ankle sprain. Faktor intrinsik memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan dengan faktor ekstinsik.
Kata kunci: ankle sprain, faktor-faktor, fakor intrinsik, faktor ekstrinsik, memengaruhi
Basketball is a famous sport. Basketball demand the player to a lot of physical activities with high risk of sport injuries. One of the sport injury that mostly happen is ankle sprain that is caused by a sudden moves to the ankle joint. Ankle sprain can develop into a chronic injury that cause decrease of function and instability of the ankle. This research meant to finds out the factor that might influence the occurrence of ankle sprain in high school students who play basketball in Denpasar. This research use a survey descriptive cross-sectional method using 125 sample. The result of this research found the factor that has quite a big influence are having history of ankle sprain, gender, warm ups, body mass index, the dominance of the feet, duration of the game, the top-type of the shoes, type of the game, subject’s playing position, and subject’s body position. Some factors that do not have too much influence in the occurrence of ankle sprain are the cushion in the shoes, air space in the shoes, and the use of ankle tape and ankle braces. It can be concluded that factors that has big difference in percentage are history of ankle sprain, gender,
warm ups, body mass index, the dominance of the feet, duration of the game, the top-type of the shoes, type of game, subject’s playing position, and subject’s body position. The intrinsic factor has more influence rather than the extrinsic factor.
Keywords: ankle sprain, factors, intrinsic factor, extrinsic factor, influence
PENDAHULUAN
Permainan Bola Basket adalah permainan yang sangat populer. Permainan ini adalah permainan beregu dimana terdapat 2 regu yang saling berebut 1 bola untuk dimasukkan ke dalam ring lawan. Regu yang dapat memasukkan lebih banyak bola ke dalam ring lawan mendapat lebih banyak poin dan menjadi regu pemenang.
Permainan bola basket menuntut banyak aktivitas fisik dan memiliki tingkat risiko tinggi untuk cedera. Cedera yang sering menghantui aktivitas manusia adalah Sprain dan Strain. Sprain adalah cedera ligamen, jaringan yang menyambungkan antar tulang. Strain adalah cedera yang terjadi akibat robeknya atau cederanya tendon, atau jaringan yang menyambungkan tulang dengan otot1.
Salah satu risiko cedera yang paling sering terjadi pada pemain basket adalah ankle sprain2. Hal ini disebabkan karena permainan bola basket meliputi banyak gerakan yang membebani pergelangan kaki. Gerakan-gerakan seperti melompat, pivot, mendarat pada permukaan yang tidak rata, dan berbagai gerakan lainnya3.
Ankle sprain terjadi akibat adanya pergerakan mendadak pada sendi pergelangan kaki. Frekuensi terjadinya ankle sprain cukup tinggi dan efek jangka panjang dari ankle sprain berat dapat menjadi penghambat dalam melaksanakan aktivitas, hal ini menyebabkan ankle sprain menjadi masalah yang penting untuk dibahas dan dicegah agar tidak berkembang menjadi cedera kronis seperti penurunan kemampuan menggerakan sendi, nyeri bagian sendi, dan penurunan stabilitas sendi4.
Ankle sprain dapat dicegah dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga atlet atau pemain basket tersebut dapat mengurangi aktivitas yang menjadi pemicu terjadinya ankle sprain. Oleh sebab itu, penting bagi masyarakat untuk mengetahui faktor-faktor risiko terjadinya ankle sprain.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini termasuk penelitian dengan rancangan survei deskriptif dengan metode potong lintang, dimana hanya dilakukan satu kali pengambilan data dari responden. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini sejumlah 125 orang. Responden yang memnuhi kriteria inklusi adalah siswa-siswi SMA di kota Denpasar yang tergabung dalam ekstrakulikuler basket dan menyetujui untuk dilibatkan dalam penelitian. Siswa-siswi SMA yang dilibatkan dalam penelitian berasal dari SMAN 1 Denpasar, SMAN 2 Denpasar, SMAN 3 Denpasar, SMAN 4 Denpasar, dan SMAK Santo Yoseph Denpasar. Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober hingga Desember 2019. Pengambilan sample dilakukan dengan metode random purposive sampling.
Penelitian ini telah diberikan izin oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor surat 2152/UN14.2.2.VII.14/LP/2019.
HASIL
Penelitian ini dilakukan di SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 4, dan SMAK Santo Yoseph, Kota Denpasar, Bali pada Bulan Oktober hingga Desember 2019. Penelitian ini dilakukan kepada 125 sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik responden yang mengikuti penelitian ini meliputi 66% siswa dan 34% siswi, siswa-siswi yang berada di kelas 10 hingga dengan kelas 12, dan memiliki pembagian posisi yaitu 26% center, 15% power forward, 26% small forward, 23% shooting guard, dan 10% point guard.
Responden diberikan pertanyaan apakah responden pernah mengalami ankle sprain, serta setelah mengalami ankle sprain apakah responden kembali mengalami ankle sprain, distribusi dari kejadian baru dan kejadian berulang cedera ankle sprain pada responden dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 1 Distribusi Terjadi Cedera Ankle Sprain Pertama Kali dan Cedera Berulang Responden.
Riwayat |
Riwayat Ankle Sprain(%) |
Tanpa Riwayat (%) |
Total (%) | |||
Kembali Mengalami |
53 |
55% |
0 |
0% |
53 |
100% |
Tidak Kembali Mengalami |
43 |
45% |
0 |
0% |
43 |
100% |
Tabel 2 Distribusi
rain Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin |
Riwayat Ankle Sprain(%) |
Tidak Memiliki Riwayat (%) |
Total (%) | |||
Laki-Laki |
67 |
81% |
16 |
19% |
83 |
100% |
Perempuan |
29 |
69% |
13 |
31% |
42 |
100% |
Total |
96 |
77% |
29 |
23% |
125 |
100% |
0
96
0%
77%
29 100%
29 23%
29
125
100%
100%
Berdasarkan Tabel 1, dari 125 responden, terdapat 96 responden yang pernah mengalami ankle sprain, didapatkan 53 responden yang
memiliki riwayat ankle sprain (55%), dan 44 responden yang tidak memiliki riwayat ankle sprain (45%).
Berdasarkan Tabel 2, dari 83 responden pria, didapatkan 67 responden yang memiliki riwayat ankle sprain (81%), dan 16 responden yang tidak mengalami ankle sprain (19%), sedangkan, dari 42 responden wanita, didapatkan 29 responden yang memiliki riwayat ankle sprain (69%) dan 13 responden yang tidak mengalami ankle sprain (31%).
Responden diberikan pertanyaan mengenai apakah responden melakukan pemanasan, dan apabila melakukan, berapa lama responden melakukan pemanasan, distribusi dari lama pemanasan yang dilakukan responden dapat dilihat pada tabel 3.
.
Tabel 3 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Pemanasan yang Dilakukan Responden.
Berdasarkan Tabel 3, distribusi pemanasan yang dilakukan responden yaitu dari 125 responden yang didapatkan, seluruh responden yang melakukan pemanasan selama 16-20 menit (100%) mengalami ankle sprain. Terdapat persentase yang mirip antara Responden yang tidak melakukan pemanasan (80%) dan responden yang melakukan pemanasan selama 1-10 menit (82%). Tingkat kejadian ankle sprain menurun pada responden
yang melakukan pemanasan selama 30 menit (73%) dan paling rendah pada responden yang melakukan pemanasan selama 11-15 menit (57%).
Responden diminta untuk menjawab pertanyaan mengenai berat badan dan tinggi badan responden, lalu responden dikelompokkan berdasarkan pengelompokkan indeks massa tubuh dari responden. Distribusi hasil dari jawaban responden dapat dilihat pada tabel 4.
Total (%)
Pemanasan Riwayat Ankle Sprain (%) Tidak Memiliki Riwayat (%)
Tidak melakukan |
8 |
80% |
2 |
20% |
10 |
100% |
1-10 menit |
62 |
82% |
14 |
18% |
77 |
100% |
11-15 menit |
13 |
57% |
10 |
43% |
22 |
100% |
16-20 menit |
5 |
100% |
0 |
0% |
5 |
100% |
30 menit |
8 |
73% |
3 |
27% |
11 |
100% |
Total |
96 |
77% |
29 |
23% |
125 |
100% |
Tabel 4 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Indeks Massa
Tubuh
.
Indeks Massa Tubuh |
Riwayat Ankle Sprain (%) |
Tidak Memiliki Riwayat (%) |
Total (%) | |||
Kurus |
11 |
79% |
3 |
21% |
14 |
100% |
Normal |
62 |
74% |
22 |
26% |
84 |
100% |
Gemuk |
15 |
88% |
2 |
12% |
17 |
100% |
Obesitas |
8 |
80% |
2 |
20% |
10 |
100% |
Total |
96 |
77% |
29 |
23% |
125 |
100% |
responden dengan pengelompokkan indeks massa tubuh gemuk (88%), obesitas (80%) dan kurus
Berdasarkan Tabel 4, dari 96 responden yang mengalami ankle sprain, didapatkan
(79%) memiliki persentase lebih tinggi dalam
mengalami ankle pengelompokkan (74%).
Responden
sprain dibandingkan dengan indeks massa tubuh normal
diminta untuk menjawab
mengenai sisi kaki yang memiliki riwayat ankle sprain. Distribusi terjadinya ankle sprain pada kaki yang lebih dominan maupun tidak dapat dilihat pada tabel 5
pertanyaan mengenai sisi kaki yang lebih dominan, lalu responden juga menjawab pertanyaan
.
Tabel 5 Distribusi Kejadian Ankle Sprain pada Sisi Kaki Dominan dan Tidak Dominan Responden.
Total (%)
Kaki Dominan
Riwayat Ankle Sprain (%) Tanpa Riwayat (%)
Kaki Dominan |
69 |
72% |
0 |
0% |
69 |
100% |
Kaki Tidak Dominan |
27 |
28% |
0 |
0% |
27 |
100% |
Tidak Mengalami |
0 |
0% |
29 |
100% |
29 |
100% |
Total |
96 |
100% |
29 |
23% |
125 |
100% |
Berdasarkan Tabel 5, dari 96 responden yang memiliki riwayat ankle sprain, responden lebih banyak mengalami ankle sprain pada kakinya yang dominan (72%) dibandingkan dengan kakinya yang tidak dominan (28%).
Responden diberikan pertanyaan mengenai sepatu yang digunakan untuk bermain basket
apakah merupakan sepatu yang memiliki bantalan (cushion shoes) atau sepatu yang tidak memiliki bantalan (non-cushion shoes). Distribusi penggunaan jenis sepatu dan kejadian ankle sprain pada responden dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Penggunaan Sepatu dengan Bantalan Maupun Tanpa Bantalan Responden.
Berdasarkan Tabel 6, dari 125 responden, tidak terdapat perbandingan yang besar antara persentase terjadinya ankle sprain pada responden yang menggunakan cushion shoes (77%) dan noncushion shoes (75%).
Responden diberikan pertanyaan mengenai sepatu yang digunakan untuk bermain basket
apakah merupakan sepatu yang memiliki atasan tinggi (high-top), sedang (mid-top) atau rendah (low-top). Distribusi penggunaan jenis sepatu dan kejadian ankle sprain pada responden dapat dilihat pada tabel 7.
Tipe Sepatu
Total (%)
Riwayat Ankle Sprain (%) Tanpa riwayat (%)
Cushion Shoes |
78 |
77% |
23 |
23% |
101 |
100% |
Non-Cushion Shoes |
18 |
75% |
6 |
25% |
24 |
100% |
Total |
96 |
77% |
29 |
23% |
125 |
100% |
Tabel 7 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Penggunaan Tipe Atasan Sepatu Responden.
Tipe Atasan Sepatu
Riwayat Ankle Sprain (%) Tanpa Riwayat (%)
Total (%)
Low-Top Shoes |
26 |
70% |
11 |
30% |
37 |
100% |
Mid-Top Shoes |
49 |
79% |
13 |
21% |
62 |
100% |
High-Top Shoes |
21 |
81% |
5 |
19% |
26 |
100% |
Total |
96 |
77% |
29 |
23% |
125 |
100% |
Tabel 8 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Penggunaan Sepatu dengan Ruang Udara Responden.
Tipe Sepatu Riwayat Ankle Sprain (%) Tanpa Riwayat (%) Total (%)
Ruang Udara 35 Tanpa Ruang Udara 61 Total 96 |
76% 11 24% 46 100% 77% 18 23% 79 100% 77% 29 23% 125 100% |
Berdasarkan Tabel 8, dari 125 responden, tidak terdapat perbandingan yang besar antara persentase terjadinya ankle sprain pada responden yang menggunakan sepatu dengan ruang udara (76%) dan sepatu tanpa ruang udara (77%). |
Responden diberikan pertanyaan mengenai kejadian mengalami ankle sprain pada penggunaan ankle tape. |
Tabel 9 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Penggunaan Ankle Tape Responden.
Pengguna Riwayat Ankle Sprain (%) |
Tanpa Riwayat (%) Total (%) |
Ankle Tape 19 79% Tidak Menggunakan 77 76% Total 96 77% |
5 21% 24 100% 24 24% 101 100% 29 23% 125 100% |
Berdasarkan Tabel 9, dari 24 orang pengguna ankle tape, terdapat 19 orang (79%) yang pernah mengalami mengalami ankle sprain. |
Responden diberikan pertanyaan mengenai kejadian mengalami ankle sprain pada penggunaan ankle braces. |
Tabel 10 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Penggunaan Ankle Brace Responden.
Pengguna Riwayat Ankle Sprain (%) |
Tanpa Riwayat (%) Total (%) |
Ankle Braces 43 91% Tidak Menggunakan 53 68% Total 96 77% |
4 9% 47 100% 25 32% 78 100% 29 23% 125 100% |
Berdasarkan Tabel 10, dari 47 responden pengguna ankle braces, terdapat 43 orang (91%) yang pernah mengalami mengalami ankle sprain. |
Responden diberikan pertanyaan mengenai durasi permainan sebelum responden mengalami ankle sprain. Distribusi durasi dapat dilihat pada tabel 11. |
Tabel 11 Distribusi Durasi Permainan saat Responden Mengalami Ankle Sprain. | ||||||
Durasi Permainan saat Ankle Sprain |
Riwayat Ankle Sprain (%) |
Tanpa Riwayat (%) |
Total (%) | |||
0-15 menit |
28 |
29% |
0 |
0% |
28 |
100% |
16-30 menit |
28 |
29% |
0 |
0% |
28 |
100% |
31-45 menit |
10 |
10% |
0 |
0% |
10 |
100% |
46-60 menit |
21 |
22% |
0 |
0% |
21 |
100% |
>60 menit |
9 |
9% |
0 |
0% |
9 |
100% |
Tidak Mengalami |
0 |
0% |
29 |
100% |
29 |
100% |
Total |
96 |
77% |
29 |
23% |
125 |
100% |
Berdasarkan Tabel 11, dari 96 responden yang mengalami ankle sprain, kejadian ankle sprain paling banyak terjadi pada durasi permainan 0-15 menit (29%) dan 16-30 menit (29%), hal ini diikuti oleh durasi permainan 46-60 menit (22%), |
lalu 31-45 menit (10%), dan paling sedikit pada >60 menit (9%). Responden diberikan pertanyaan mengenai kapan responden mengalami ankle sprain, apakah saat latihan, pertandingan/sparring, atau keduanya. |
Distribusi Jenis permainan dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12 Distribusi Jenis Permainan Saat Responden Mengalami Ankle Sprain | |
Jenis Permainan saat Ankle Riwayat Ankle Sp Sprain | |
rain (%) Tanpa Riwayat (%) Total (%) | |
Latihan 50 |
52% 0 0% 50 100% |
Pertandingan/sparring 22 |
23% 0 0% 22 100% |
Keduanya 24 |
25% 0 0% 24 100% |
Tidak Mengalami 0 |
0% 29 100% 29 100% |
Total 96 |
77% 29 23% 125 100% |
Berdasarkan Tabel 12, dari 96 responden |
saat latihan dan pertandingan (25%), dan paling |
yang mengalami ankle sprain, ditemukan bahwa |
sedikit saat pertandingan/sparring (23%). |
responden paling banyak mengalami ankle sprain |
Responden diberikan pertanyaan posisi |
pada saat latihan (52%), diikuti oleh kedua saat, |
bermain dari responden. Distribusi posisi bermain responden dapat dilihat pada tabel 13. |
Tabel 13 Distribusi Posisi Bermain Responden Saat Mengalami Ankle Sprain. | |
Posisi Pemain Riwayat Ankle Sprain (%) |
Tanpa Riwayat (%) Total (%) |
Center 25 86% |
4 14% 29 100% |
Power Forward 14 67% |
7 33% 21 100% |
Small Forward 24 80% |
6 20% 30 100% |
Shooting Guard 22 79% |
6 21% 28 100% |
Point Guard 11 65% |
6 35% 17 100% |
Total 96 77% |
29 23% 125 100% |
Berdasarkan Tabel 13, dari 117 responden, |
persentase lebih kecil dibanding posisi pemain |
didapatkan kejadian ankle sprain paling banyak |
lainnya. |
terjadi pada pemain yang memiliki posisi sebagai |
Responden diberikan pertanyaan mengenai |
center (86%), small forward (80%), dan shooting |
posisi tubuh responden saat mengalami ankle |
guard (79%) tidak memiliki perbedaan persentase |
sprain. Distribusi posisi tubuh responden saat |
yang besar, lalu pemain dengan posisi power forward (67%) dan point guard (65%) memiliki |
mengalami ankle sprain dapat dilihat pada tabel 14. |
Tabel 14 Distribusi Posisi Tubuh Responden saat Mengalami Ankle Sprain.
Posisi Tubuh saat Terkena Ankle Sprain |
Riwayat Ankle Sprain (%) |
Tanpa Riwayat (%) |
Total (%) | |||
Mendadak Berhenti Setelah Lari |
18 |
19% |
0 |
0% |
18 |
100% |
Melompat lalu Mendarat pada Kaki Pemain Lain |
34 |
35% |
0 |
0% |
34 |
100% |
Melompat lalu Mendarat pada Lantai tapi dengan Posisi yang Salah |
35 |
36% |
0 |
0% |
35 |
100% |
Memutar Arah Tubuh Secara Tiba-tiba |
2 |
2% |
0 |
0% |
2 |
100% |
Bertabrakan dengan Pemain Lain |
3 |
3% |
0 |
0% |
3 |
100% |
Alasan Lain |
4 |
4% |
0 |
0% |
4 |
100% |
Tidak Mengalami |
0 |
0% |
29 |
100% |
29 |
100% |
Total |
96 |
77% |
29 |
23% |
125 |
100% |
Berdasarkan Tabel 14, dari 118 responden, |
menyebabkan ankle sprain merupakan |
posisi | ||||
didapatkan posisi tubuh yang paling |
banyak |
melompat lalu mendarat pada lantai tapi dengan |
Berdasarkan Tabel 7, dari 125 responden, didapatkan responden yang menggunakan sepatu dengan atasan mid-top shoes (81%) dan high-top shoes (79%) memiliki persentase lebih tinggi dalam mengalami ankle sprain dibandingkan dengan responden yang menggunakan sepatu dengan atasan low-top shoes (70%).
Responden diberikan pertanyaan mengenai sepatu yang digunakan untuk bermain basket apakah merupakan sepatu yang memiliki ruang udara maupun tidak. Distribusi penggunaan jenis sepatu dan kejadian ankle sprain pada responden dapat dilihat pada tabel 8.
posisi yang salah (36%), lalu disusul oleh melompat lalu mendarat pada kaki pemain lain (35%), mendadak berhenti setelah berlari (19%). Selain itu, alasan lain (4%), bertabrakan dengan pemain lain (3%), dan memutar arah tubuh secara tiba-tiba (2%) memiliki persentase yang jauh lebih kecil dibanding posisi lainnya
PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan oleh Beynnon5, pada tahun 2017 menyatakan bahwa seseorang yang pernah mengalami ankle sprain rawan untuk mengalami ankle sprain kembali. Hal ini diperkuat oleh penelitian oleh McKay6 pada tahun 2001 dimana pemain basket yang pernah mengalami ankle sprain memiliki kemungkinan 5x lipat untuk kembali mengalami ankle sprain. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan, dimana responden yang memiliki riwayat ankle sprain sebelumnya kembali mengalami ankle sprain (55%). Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya ketidakstabilan dari pergelangan kaki setelah sebelumnya pernah mengalami cedera sehingga pergelangan kaki menjadi lebih rentan untuk mengalami cedera kembali.
Berdasarkan penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan, pemain basket dengan IMT terlalu rendah dan terlalu tinggi menjadi faktor risiko mengalami cedera ekstrimitas bawah7. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan dimana didapatkan persentase terjadinya ankle sprain yang tinggi pada responden yang tergabung dalam kelompok indeks massa tubuh gemuk (88%), obesitas (80%), dan kurus (79%), hal ini dapat disebabkan oleh tubuh yang belum beradaptasi untuk menopang tubuh dengan indeks massa tubuh seperti ini.
Berdasarkan penelitian oleh Hosea8, pada tahun 2000, ditemukan risiko terjadi ankle sprain lebih tinggi pada atlet wanita dibandingkan atlet pria, hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan, dimana dari 42 orang pemain basket wanita, ditemukan 29 orang yang memiliki riwayat mengalami ankle sprain (69%), sedangkan pada dari 83 pemain pria, ditemukan 67 pemain yang memiliki riwayat mengalami ankle sprain (81%). Hal ini dapat terjadi karena penelitian sebelumnya dilakukan kepada berbagai macam atlet, sedangkan pada olahraga basket, permainan dari pemain laki-laki dan perempuan memiliki intensitas yang berbeda, selain itu, pada penelitian ini, jumlah responden laki-laki lebih banyak dibandingkan responden wanita, sehingga kemungkinan
responden laki-laki untuk mengalami ankle sprain lebih besar disbanding responden perempuan.
Penelitian yang diadakan oleh Ekstrand dan Gillquist9 pada tahun 1983 menyatakan kaki lebih dominan memiliki risiko lebih besar dalam mengalami cedera. Hal ini didukung oleh penelitian dimana didapatkan persentase cedera kaki dominan (72%) jauh lebih besar dibandingkan dengan kaki yang tidak dominan (28%). Hal ini diduga karena lebih besarnya beban yang diberikan pada kaki yang dominan.
Penelitian yang pernah dilakukan menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada kemungkinan terjadi ankle sprain pada atlet yang menggunakan sepatu yang memiliki bantalan maupun tanpa bantalan10, hal ini didukung oleh hasil dari penelitian dimana ditemukan perbedaan yang sangat kecil antara responden yang menggunakan sepatu dengan bantalan (77%) dan responden yang menggunakan sepatu tanpa bantalan (75%). Hal ini dapat disebabkan karena tidak banyak pengaruh yang diberikan oleh bantalan sepatu terhadap gerakan dari ankle sehingga tidak banyak memengaruhi terjadinya ankle sprain.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa sepatu high-top memiliki risiko lebih rendah dalam mengalami ankle sprain dibandingkan sepatu low-top11. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan dimana ditemukan responden yang menggunakan sepatu high-top (81%) dan mid-top (79%) memiliki persentase terjadi ankle sprain lebih tinggi dibandingkan responden yang menggunakan sepatu low-top (70%). Hal ini mungkin disebabkan oleh karena tipe atasan sepatu yang lebih tinggi menyebabkan ruang gerak yang lebih terbatas pada kaki sehingga kerentanan untuk mengalami cedera menjadi lebih tinggi.
Pada penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa responden yang menggunakan sepatu dengan ruang udara (76%) serta responden yang tidak menggunakan sepatu dengan ruang udara (77%) tidak memiliki perbedaan besar berdasarkan persentase terjadinya ankle sprain. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang menyatakan, pemain basket yang menggunakan sepatu dengan ruang udara memiliki 4.3x kemungkinan lebih besar untuk mengalami ankle sprain6. Hal ini dapat disebabkan oleh gabungan faktor-faktor lain yang juga terdapat pada sepatu tersebut sehingga ada tidaknya ruang udara bukan menjadi suatu faktor yang berpengaruh besar terhadap terjadinya cedera.
Berdasarkan penelitian oleh Surve12, dinyatakan bahwa kelompok mengunakan ankle brace memiliki kemungkinan ankle sprain yang
jauh lebih sedikit dibandingkan tidak menggunakan ankle brace. Hal ini tidak didukung hasil penelitian dimana pengguna ankle tape (79%) dan ankle brace (91%) memiliki persentase terjadinya ankle sprain lebih besar dibanding tidak menggunakan ankle tape (76%) maupun ankle brace (68%). Hal ini karena responden baru mulai menggunakan ankle tape dan ankle brace setelah memiliki riwayat ankle sprain sebelumnya.
Durasi permainan menjadi salah satu pertimbangan karena semakin lama permainan, maka pemain akan mengalami keletihan dan akan lebih rentan untuk mengalami cedera, hal ini dinyatakan oleh penelitian dari Kofotolis, Kellis, dan Vlachopoulos13 pada pemain sepakbola, dimana tingkat persentase terjadinya ankle sprain paling tinggi ditemukan pada menit ke 76-90. Hal ini tidak didukung oleh penelitian yang dilakukan, dimana ditemukan persentase ankle sprain paling tinggi ditemukan pada menit-menit awal, yaitu 015 menit (29%) dan 16-30 menit (29%), sedangkan pada menit >60 menit (9%) ditemukan persentase ankle sprain terendah. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pemanasan pada awal permainan, ketegangan yang dirasakan oleh pemain diawal permainan, dan adaptasi oleh tubuh pemain pada menit-menit pertengahan hingga akhir permainan.
Penelitian oleh Ekstrand dan Gillquist9 pada tahun 1983 menyatakan pada pemain sepakbola, kemungkinan pemain untuk mengalami cedera meningkat sebesar 2x lipat saat permainan sepakbola dibandingkan saat latihan. Hal ini berbeda jauh dengan hasil penelitian, dimana persentase kejadian ankle sprain jauh lebih tinggi saat latihan (52%), hal ini diduga terjadi karena jumlah latihan yang dilakukan jauh lebih banyak daripada pertandingan, hal ini menyebabkan rentang waktu untuk mengalami ankle sprain jauh lebih besar pada saat latihan dibandingkan dengan saat pertandingan.
Penelitian pada tahun 2007 menemukan pada pemain sepakbola, frekuensi ankle sprain lebih tinggi pada pemain defender dibanding posisi lain13. Sesuai pernyataan ini, penelitian yang dilakukan menemukan banyak variasi persentase ankle sprain pada pemain sesuai posisinya, dan ditemukan perbedaan yang cukup besar antar pemain dengan posisi center (86%), small forward (80%) dan shooting guard (79%) dibandingkan dengan pemain yang bermain sebagai point guard (65%) dan power forward (67%). Hal ini dapat diakibatkan tugas dari center, sebagai titik utama pertahanan, untuk menghalang lawan, sehingga posisi center memiliki kecenderungan untuk cedera. small forward merupakan posisi dengan
tugas untuk melakukan penetrasi ke daerah lawan, shooting dan memberikan umpan pada teman, beratnya tugas ini dan tuntutan untuk banyak melakukan gerakan seperti pivoting, melompat, dan berlari cepat menyebabkan peningkatan kemungkinan cedera. Shooting guard juga merupakan pemain berisiko, diduga karena tugas utamanya, shooting atau memasukkan bola kedalam ring, tugas ini banyak menggunakan gerakan melompat dan berlari cepat, sehingga posisi ini juga rentan untuk cedera. Posisi point guard diharapkan menjadi playmaker atau orang yang mengatur jalannya permainan dan menjadi pemberi umpan (assist) sehingga tidak banyak membutuhkan gerakan-gerakan berisiko. Power forward juga posisi yang banyak digunakan untuk bertahan, menghalangi lawan dan merebut bola, namun, berbeda dengan center, umumnya tidak langsung berhadapan dengan pemain lawan secara fisik sehingga risikonya lebih rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh McKay6 pada tahun 2001 menyatakan bahwa bahwa cedera ankle 45% terjadi akibat posisi mendarat yang tidak baik, serta gerakan lain, seperti ketika kaki berputar cepat (30%), tabrakkan antar pemain (10%), jatuh (5%), berhenti mendadak (2.5%), dan terpeleset (2.5%). Hal ini didukung penelitian yang dilakukan dimana gerakan tubuh dengan persentase paling besar dalam menyebabkan ankle sprain adalah melompat lalu mendarat pada lantai tapi dengan posisi yang salah (36%), disusul oleh melompat lalu mendarat pada kaki pemain lain (35%). Selain itu, gerakan-gerakan lain yang memiliki persentase lebih kecil dibanding gerakan-gerakan tersebut seperti mendadak berhenti setelah berlari (19%), alasan lain (4%), bertabrakan dengan pemain lain (3%), dan memutar arah tubuh secara tiba-tiba (2%). Hal ini diakibatkan karena posisi melompat lalu mendarat yang tidak baik dapat memberikan cedera secara langsung pada bagian ankle, dan posisi mendarat yang tidak baik langsung memberi beban pada bagian tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka saran bagi siswa SMA pemain basket di Denpasar adalah semakin berhati-hati pada siswa-siswi dengan riwayat ankle sprain, terutama bagi siswa, melakukan pemanasan selama 11-15 menit, sebisa mungkin menjaga agar IMT tetap berada pada kelompok normal, berhati-hati dalam penggunaan kaki dominan, menggunakan sepatu model low-top, serta sebisanya menghindari posisi mendarat setelah meloncat yang salah, baik pada lantai maupun menginjak kaki pemain lain.
SIMPULAN
Faktor-faktor yang memiliki perbedaan persentase yang cukup besar adalah riwayat ankle sprain, jenis kelamin, pemanasan, indeks massa tubuh, serta penggunaan kaki dominan, durasi permainan saat mengalami ankle sprain, tipe atasan sepatu, Jenis permainan saat mengalami ankle sprain, posisi bermain responden, dan posisi tubuh responden saat mengalami ankle sprain.
Penelitian yang dilakukan pada siswa siswi SMA pemain basket di Denpasar ini menemukan bahwa faktor intrinsik memiliki pengaruh lebih besar dalam terjadinya ankle sprain dibandingkan dengan faktor ekstrinsik, dimana ditemukan perbedaan persentase yang lebih besar antara terjadinya dan tidak terjadinya ankle sprain pada faktor-faktor intrinsik.
SARAN
Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam menganalisis pengaruh olahraga terhadap physical fitness mahasiwa. Penelitian ini juga dapat menyadarkan siswa-siswi SMA untuk memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya ankle sprain pada pemain basket. Penelitian ini dapat menanamkan pengetahuan mengenai ankle sprain bagi masyarakat, terutama siswa-siswi SMA Pemain Basket.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. [Internet]. Niams.nih.gov. 2014 [cited 18 July
-
2017] . Available from:
https://www.niams.nih.gov/sites/default/files/ca talog/files/sprains_and_strains_ff.pdf
-
2. Sherman N, Daniel M. Effects of High-Top and Low-Top Shoes on Ankle Inversion. Journal of Physical Education, Recreation & Dance. 2002;73(5):1.
-
3. Sumartiningsih S. Cedera Keseleo pada Pergelangan Kaki (Ankle sprains). 2012;2(1):1.
-
4. Ivins D. Acute Ankle sprain: an Update. 2006;74(10):1.
-
5. Beynnon B, Murphy D, Alosa D. Predictive Factors for Lateral Ankle sprains: A Literature Review. 2017;37(4):376-379.
-
6. McKay G. Ankle injuries in basketball: injury rate and risk factors. British Journal of Sports Medicine. 2001;35(2):103-107.
-
7. Jones B, Bovee M, Harris J, Cowan D. Intrinsic risk factors for exercise-related injuries among male and female army trainees. The American
Journal of Sports Medicine. 1993;21(5):705-710.
-
8. Hosea T, Carey C, Harrer M. The Gender Issue: Epidemiology of Ankle Injuries in Athletes Who Participate in Basketball. Clinical Orthopaedics and Related Research. 2000;372:45-49.
-
9. EKSTRAND J, GILLQUIST J. Soccer injuries and their mechanisms. Medicine & Science in Sports & Exercise. 1983;15(3):267.
-
10. Curtis C, Laudner K, McLoda T, McCaw S. The Role of Shoe Design in Ankle Sprain Rates Among Collegiate Basketball Players. Journal of Athletic Training. 2008;43(3):230-233.
-
11. Richard M, Schulties S, Saret J. Effects of High-Top and Low-Top Shoes on Ankle Inversion. 2000;35(1):42.
-
12. Surve I, Schwellnus M, Noakes T, Lombard C. A Fivefold Reduction in the Incidence of Recurrent Ankle Sprains in Soccer Players Using the Sport-Stirrup Orthosis. The American Journal of Sports Medicine. 1994;22(5):601-606.
-
13. Kofotolis N, Kellis E, Vlachopoulos S. Ankle Sprain Injuries and Risk Factors in Amateur Soccer Players during a 2-Year Period. The American Journal of Sports Medicine. 2007;35(3):466.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i3.P11
76
Discussion and feedback