ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.3,MARET, 2021



Diterima:11-02-2021 Revisi:20-02-2021 Accepted: 10-03-2021

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TERJADINYA ANKLE SPRAIN PADA SISWA SMA PEMAIN BASKET DI DENPASAR

Catherina1, I Putu Adiartha Griadhi2, I Made Muliarta2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali

2Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Permainan Bola Basket adalah permainan yang sangat populer. Permainan ini menuntut banyak aktivitas fisik dengan tingkat risiko yang tinggi untuk mengalami cedera. Salah satu risiko cedera yang paling sering terjadi adalah ankle sprain (cedera ankle), ini disebabkan permainan bola basket meliputi banyak gerakan-gerakan yang membebani pergelangan kaki. Ankle Sprain dapat berkembang menjadi cedera kronis seperti penurunan kemampuan dalam menggerakan sendi, nyeri pada bagian sendi, dan penurunan stabilitas sendi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya ankle sprain pada siswa SMA pemain basket di Denpasar. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei deskriptif cross-sectional serta menggunakan 125 sampel. Hasil dari penelitian ini, ditemukan faktor-faktor dengan kecenderungan pengaruh cukup besar terhadap kejadian dari ankle sprain adalah riwayat ankle sprain, jenis kelamin, pemanasan, indeks massa tubuh, serta penggunaan kaki dominan, durasi permainan saat mengalami ankle sprain, tipe atasan sepatu, Jenis permainan saat mengalami ankle sprain, posisi bermain responden, dan posisi tubuh responden saat mengalami ankle sprain. Sedangkan, faktor-faktor yang kurang berpengaruh terhadap kejadian ankle sprain adalah bantalan pada sepatu, ruang udara pada sepatu, dan penggunaan ankle tape dan ankle braces. Dapat disimpulkan bahwa Faktor-faktor dengan perbedaan persentase cukup besar adalah riwayat ankle sprain, jenis kelamin, pemanasan, indeks massa tubuh, serta penggunaan kaki dominan, durasi permainan saat mengalami ankle sprain, tipe atasan sepatu, Jenis permainan saat mengalami ankle sprain, posisi bermain responden, dan posisi tubuh responden saat mengalami ankle sprain. Faktor intrinsik memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan dengan faktor ekstinsik.

Kata kunci: ankle sprain, faktor-faktor, fakor intrinsik, faktor ekstrinsik, memengaruhi

Basketball is a famous sport. Basketball demand the player to a lot of physical activities with high risk of sport injuries. One of the sport injury that mostly happen is ankle sprain that is caused by a sudden moves to the ankle joint. Ankle sprain can develop into a chronic injury that cause decrease of function and instability of the ankle. This research meant to finds out the factor that might influence the occurrence of ankle sprain in high school students who play basketball in Denpasar. This research use a survey descriptive cross-sectional method using 125 sample. The result of this research found the factor that has quite a big influence are having history of ankle sprain, gender, warm ups, body mass index, the dominance of the feet, duration of the game, the top-type of the shoes, type of the game, subject’s playing position, and subject’s body position. Some factors that do not have too much influence in the occurrence of ankle sprain are the cushion in the shoes, air space in the shoes, and the use of ankle tape and ankle braces. It can be concluded that factors that has big difference in percentage are history of ankle sprain, gender,

warm ups, body mass index, the dominance of the feet, duration of the game, the top-type of the shoes, type of game, subject’s playing position, and subject’s body position. The intrinsic factor has more influence rather than the extrinsic factor.

Keywords: ankle sprain, factors, intrinsic factor, extrinsic factor, influence

PENDAHULUAN

Permainan Bola Basket adalah permainan yang sangat populer. Permainan ini adalah permainan beregu dimana terdapat 2 regu yang saling berebut 1 bola untuk dimasukkan ke dalam ring lawan. Regu yang dapat memasukkan lebih banyak bola ke dalam ring lawan mendapat lebih banyak poin dan menjadi regu pemenang.

Permainan bola basket menuntut banyak aktivitas fisik dan memiliki tingkat risiko tinggi untuk cedera. Cedera yang sering menghantui aktivitas manusia adalah Sprain dan Strain. Sprain adalah cedera ligamen, jaringan yang menyambungkan antar tulang. Strain adalah cedera yang terjadi akibat robeknya atau cederanya tendon, atau jaringan yang menyambungkan tulang dengan otot1.

Salah satu risiko cedera yang paling sering terjadi pada pemain basket adalah ankle sprain2. Hal ini disebabkan karena permainan bola basket meliputi banyak gerakan yang membebani pergelangan kaki. Gerakan-gerakan seperti melompat, pivot, mendarat pada permukaan yang tidak rata, dan berbagai gerakan lainnya3.

Ankle sprain terjadi akibat adanya pergerakan mendadak pada sendi pergelangan kaki. Frekuensi terjadinya ankle sprain cukup tinggi dan efek jangka panjang dari ankle sprain berat dapat menjadi penghambat dalam melaksanakan aktivitas, hal ini menyebabkan ankle sprain menjadi masalah yang penting untuk dibahas dan dicegah agar tidak berkembang menjadi cedera kronis seperti penurunan kemampuan menggerakan sendi, nyeri bagian sendi, dan penurunan stabilitas sendi4.

Ankle sprain dapat dicegah dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga atlet atau pemain basket tersebut dapat mengurangi aktivitas yang menjadi pemicu terjadinya ankle sprain. Oleh sebab itu, penting bagi masyarakat untuk mengetahui faktor-faktor risiko terjadinya ankle sprain.


BAHAN DAN METODE

Penelitian ini termasuk penelitian dengan rancangan survei deskriptif dengan metode potong lintang, dimana hanya dilakukan satu kali pengambilan data dari responden. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini sejumlah 125 orang. Responden yang memnuhi kriteria inklusi adalah siswa-siswi SMA di kota Denpasar yang tergabung dalam ekstrakulikuler basket dan menyetujui untuk dilibatkan dalam penelitian. Siswa-siswi SMA yang dilibatkan dalam penelitian berasal dari SMAN 1 Denpasar, SMAN 2 Denpasar, SMAN 3 Denpasar, SMAN 4 Denpasar, dan SMAK Santo Yoseph Denpasar. Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober hingga Desember 2019. Pengambilan sample dilakukan dengan metode random purposive sampling.

Penelitian ini telah diberikan izin oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor surat 2152/UN14.2.2.VII.14/LP/2019.

HASIL

Penelitian ini dilakukan di SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 4, dan SMAK Santo Yoseph, Kota Denpasar, Bali pada Bulan Oktober hingga Desember 2019. Penelitian ini dilakukan kepada 125 sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik responden yang mengikuti penelitian ini meliputi 66% siswa dan 34% siswi, siswa-siswi yang berada di kelas 10 hingga dengan kelas 12, dan memiliki pembagian posisi yaitu 26% center, 15% power forward, 26% small forward, 23% shooting guard, dan 10% point guard.

Responden diberikan pertanyaan apakah responden pernah mengalami ankle sprain, serta setelah mengalami ankle sprain apakah responden kembali mengalami ankle sprain, distribusi dari kejadian baru dan kejadian berulang cedera ankle sprain pada responden dapat dilihat pada tabel 5.1


Tabel 1 Distribusi Terjadi Cedera Ankle Sprain Pertama Kali dan Cedera Berulang Responden.

Riwayat

Riwayat Ankle Sprain(%)

Tanpa Riwayat (%)

Total (%)

Kembali Mengalami

53

55%

0

0%

53

100%

Tidak Kembali Mengalami

43

45%

0

0%

43

100%

Tabel 2 Distribusi

rain Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Riwayat Ankle Sprain(%)

Tidak Memiliki Riwayat (%)

Total (%)

Laki-Laki

67

81%

16

19%

83

100%

Perempuan

29

69%

13

31%

42

100%

Total

96

77%

29

23%

125

100%

Tidak Mengalami Total


0

96


0%

77%


29    100%

29    23%


29

125


100%

100%


Berdasarkan Tabel 1, dari 125 responden, terdapat 96 responden yang pernah mengalami ankle sprain, didapatkan 53 responden yang


memiliki riwayat ankle sprain (55%), dan 44 responden yang tidak memiliki riwayat ankle sprain (45%).


Berdasarkan Tabel 2, dari 83 responden pria, didapatkan 67 responden yang memiliki riwayat ankle sprain (81%), dan 16 responden yang tidak mengalami ankle sprain (19%), sedangkan, dari 42 responden wanita, didapatkan 29 responden yang memiliki riwayat ankle sprain (69%) dan 13 responden yang tidak mengalami ankle sprain (31%).


Responden diberikan pertanyaan mengenai apakah responden melakukan pemanasan, dan apabila melakukan, berapa lama responden melakukan pemanasan, distribusi dari lama pemanasan yang dilakukan responden dapat dilihat pada tabel 3.


.

Tabel 3 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Pemanasan yang Dilakukan Responden.

Berdasarkan Tabel 3, distribusi pemanasan yang dilakukan responden yaitu dari 125 responden yang didapatkan, seluruh responden yang melakukan pemanasan selama 16-20 menit (100%) mengalami ankle sprain. Terdapat persentase yang mirip antara Responden yang tidak melakukan pemanasan (80%) dan responden yang melakukan pemanasan selama 1-10 menit (82%). Tingkat kejadian ankle sprain menurun pada responden


yang melakukan pemanasan selama 30 menit (73%) dan paling rendah pada responden yang melakukan pemanasan selama 11-15 menit (57%).

Responden diminta untuk menjawab pertanyaan mengenai berat badan dan tinggi badan responden, lalu responden dikelompokkan berdasarkan pengelompokkan indeks massa tubuh dari responden. Distribusi hasil dari jawaban responden dapat dilihat pada tabel 4.


Total (%)

Pemanasan    Riwayat Ankle Sprain (%) Tidak Memiliki Riwayat (%)

Tidak melakukan

8

80%

2

20%

10

100%

1-10 menit

62

82%

14

18%

77

100%

11-15 menit

13

57%

10

43%

22

100%

16-20 menit

5

100%

0

0%

5

100%

30 menit

8

73%

3

27%

11

100%

Total

96

77%

29

23%

125

100%

Tabel 4 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Indeks Massa

Tubuh

.

Indeks Massa Tubuh

Riwayat Ankle Sprain (%)

Tidak Memiliki Riwayat (%)

Total (%)

Kurus

11

79%

3

21%

14

100%

Normal

62

74%

22

26%

84

100%

Gemuk

15

88%

2

12%

17

100%

Obesitas

8

80%

2

20%

10

100%

Total

96

77%

29

23%

125

100%

responden dengan pengelompokkan indeks massa tubuh gemuk (88%), obesitas (80%) dan kurus

Berdasarkan Tabel 4, dari 96 responden yang mengalami ankle sprain, didapatkan

(79%) memiliki persentase lebih tinggi dalam


mengalami ankle pengelompokkan (74%).

Responden


sprain dibandingkan dengan indeks massa tubuh normal


diminta untuk menjawab


mengenai sisi kaki yang memiliki riwayat ankle sprain. Distribusi terjadinya ankle sprain pada kaki yang lebih dominan maupun tidak dapat dilihat pada tabel 5


pertanyaan mengenai sisi kaki yang lebih dominan, lalu responden juga menjawab pertanyaan


.


Tabel 5 Distribusi Kejadian Ankle Sprain pada Sisi Kaki Dominan dan Tidak Dominan Responden.

Total (%)

Kaki Dominan

Riwayat Ankle Sprain (%)   Tanpa Riwayat (%)

Kaki Dominan

69

72%

0

0%

69

100%

Kaki Tidak Dominan

27

28%

0

0%

27

100%

Tidak Mengalami

0

0%

29

100%

29

100%

Total

96

100%

29

23%

125

100%


Berdasarkan Tabel 5, dari 96 responden yang memiliki riwayat ankle sprain, responden lebih banyak mengalami ankle sprain pada kakinya yang dominan (72%) dibandingkan dengan kakinya yang tidak dominan (28%).

Responden diberikan pertanyaan mengenai sepatu yang digunakan untuk bermain basket


apakah merupakan sepatu yang memiliki bantalan (cushion shoes) atau sepatu yang tidak memiliki bantalan (non-cushion shoes). Distribusi penggunaan jenis sepatu dan kejadian ankle sprain pada responden dapat dilihat pada tabel 6.


Tabel 6 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Penggunaan Sepatu dengan Bantalan Maupun Tanpa Bantalan Responden.

Berdasarkan Tabel 6, dari 125 responden, tidak terdapat perbandingan yang besar antara persentase terjadinya ankle sprain pada responden yang menggunakan cushion shoes (77%) dan noncushion shoes (75%).

Responden diberikan pertanyaan mengenai sepatu yang digunakan untuk bermain basket


apakah merupakan sepatu yang memiliki atasan tinggi (high-top), sedang (mid-top) atau rendah (low-top). Distribusi penggunaan jenis sepatu dan kejadian ankle sprain pada responden dapat dilihat pada tabel 7.


Tipe Sepatu

Total (%)

Riwayat Ankle Sprain (%) Tanpa riwayat (%)

Cushion Shoes

78

77%

23

23%

101

100%

Non-Cushion Shoes

18

75%

6

25%

24

100%

Total

96

77%

29

23%

125

100%

Tabel 7 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Penggunaan Tipe Atasan Sepatu Responden.

Tipe Atasan Sepatu

Riwayat Ankle Sprain (%) Tanpa Riwayat (%)

Total (%)

Low-Top Shoes

26

70%

11

30%

37

100%

Mid-Top Shoes

49

79%

13

21%

62

100%

High-Top Shoes

21

81%

5

19%

26

100%

Total

96

77%

29

23%

125

100%

Tabel 8 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Penggunaan Sepatu dengan Ruang Udara Responden.

Tipe Sepatu                Riwayat Ankle Sprain (%) Tanpa Riwayat (%)      Total (%)

Ruang Udara                     35

Tanpa Ruang Udara               61

Total                                96

76%        11      24%      46    100%

77%        18      23%      79    100%

77%       29      23%     125    100%

Berdasarkan Tabel 8, dari 125 responden, tidak terdapat perbandingan yang besar antara persentase terjadinya ankle sprain pada responden yang menggunakan sepatu dengan ruang udara (76%) dan sepatu tanpa ruang udara (77%).

Responden diberikan pertanyaan mengenai kejadian mengalami ankle sprain pada penggunaan ankle tape.

Tabel 9 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Penggunaan Ankle Tape Responden.

Pengguna      Riwayat Ankle Sprain (%)

Tanpa Riwayat (%)         Total (%)

Ankle Tape                  19        79%

Tidak Menggunakan         77        76%

Total                       96        77%

5       21%         24     100%

24       24%        101     100%

29       23%        125     100%

Berdasarkan Tabel 9, dari 24 orang pengguna ankle tape, terdapat 19 orang (79%) yang pernah mengalami mengalami ankle sprain.

Responden diberikan pertanyaan mengenai kejadian mengalami ankle sprain pada penggunaan ankle braces.

Tabel 10 Distribusi Kejadian Ankle Sprain Berdasarkan Penggunaan Ankle Brace Responden.

Pengguna           Riwayat Ankle Sprain (%)

Tanpa Riwayat (%)         Total (%)

Ankle Braces                43         91%

Tidak Menggunakan        53         68%

Total                      96         77%

4         9%       47     100%

25        32%       78      100%

29        23%       125      100%

Berdasarkan Tabel 10, dari 47 responden pengguna ankle braces, terdapat 43 orang (91%) yang pernah mengalami mengalami ankle sprain.

Responden diberikan pertanyaan mengenai durasi permainan sebelum responden mengalami ankle sprain. Distribusi durasi dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11 Distribusi Durasi Permainan saat Responden Mengalami Ankle Sprain.

Durasi Permainan saat Ankle Sprain

Riwayat Ankle Sprain (%)

Tanpa Riwayat (%)

Total (%)

0-15 menit

28

29%

0

0%

28

100%

16-30 menit

28

29%

0

0%

28

100%

31-45 menit

10

10%

0

0%

10

100%

46-60 menit

21

22%

0

0%

21

100%

>60 menit

9

9%

0

0%

9

100%

Tidak Mengalami

0

0%

29

100%

29

100%

Total

96

77%

29

23%

125

100%

Berdasarkan Tabel 11, dari 96 responden yang mengalami ankle sprain, kejadian ankle sprain paling banyak terjadi pada durasi permainan 0-15 menit (29%) dan 16-30 menit (29%), hal ini diikuti oleh durasi permainan 46-60 menit (22%),

lalu 31-45 menit (10%), dan paling sedikit pada >60 menit (9%).

Responden diberikan pertanyaan mengenai kapan responden mengalami ankle sprain, apakah saat latihan, pertandingan/sparring, atau keduanya.

Distribusi Jenis permainan dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12 Distribusi Jenis Permainan Saat Responden Mengalami Ankle Sprain

Jenis Permainan saat Ankle

Riwayat Ankle Sp

Sprain

rain (%)   Tanpa Riwayat (%)    Total (%)

Latihan                          50

52%        0       0%     50   100%

Pertandingan/sparring             22

23%        0       0%     22   100%

Keduanya                     24

25%        0       0%     24   100%

Tidak Mengalami                0

0%        29      100%    29   100%

Total                             96

77%        29      23%     125   100%

Berdasarkan Tabel 12, dari 96 responden

saat latihan dan pertandingan (25%), dan paling

yang mengalami ankle sprain, ditemukan bahwa

sedikit saat pertandingan/sparring (23%).

responden paling banyak mengalami ankle sprain

Responden diberikan pertanyaan posisi

pada saat latihan (52%), diikuti oleh kedua saat,

bermain dari responden. Distribusi posisi bermain responden dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13 Distribusi Posisi Bermain Responden Saat Mengalami Ankle Sprain.

Posisi Pemain        Riwayat Ankle Sprain (%)

Tanpa Riwayat (%)        Total (%)

Center                     25        86%

4      14%        29      100%

Power Forward             14        67%

7      33%        21      100%

Small Forward              24        80%

6      20%        30      100%

Shooting Guard              22        79%

6      21%         28      100%

Point Guard                 11        65%

6      35%         17      100%

Total                       96        77%

29      23%        125      100%

Berdasarkan Tabel 13, dari 117 responden,

persentase lebih kecil dibanding posisi pemain

didapatkan kejadian ankle sprain paling banyak

lainnya.

terjadi pada pemain yang memiliki posisi sebagai

Responden diberikan pertanyaan mengenai

center (86%), small forward (80%), dan shooting

posisi tubuh responden saat mengalami ankle

guard (79%) tidak memiliki perbedaan persentase

sprain. Distribusi posisi tubuh responden saat

yang besar, lalu pemain dengan posisi power forward (67%) dan point guard (65%) memiliki

mengalami ankle sprain dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14 Distribusi Posisi Tubuh Responden saat Mengalami Ankle Sprain.

Posisi Tubuh saat Terkena Ankle Sprain

Riwayat Ankle Sprain (%)

Tanpa Riwayat (%)

Total (%)

Mendadak Berhenti Setelah Lari

18

19%

0

0%

18

100%

Melompat lalu Mendarat pada Kaki Pemain Lain

34

35%

0

0%

34

100%

Melompat lalu Mendarat pada Lantai tapi dengan Posisi yang Salah

35

36%

0

0%

35

100%

Memutar Arah Tubuh Secara Tiba-tiba

2

2%

0

0%

2

100%

Bertabrakan dengan Pemain Lain

3

3%

0

0%

3

100%

Alasan Lain

4

4%

0

0%

4

100%

Tidak Mengalami

0

0%

29

100%

29

100%

Total

96

77%

29

23%

125

100%

Berdasarkan Tabel 14, dari 118 responden,

menyebabkan ankle sprain merupakan

posisi

didapatkan posisi tubuh yang paling

banyak

melompat lalu mendarat pada lantai tapi dengan

Berdasarkan Tabel 7, dari 125 responden, didapatkan responden yang menggunakan sepatu dengan atasan mid-top shoes (81%) dan high-top shoes (79%) memiliki persentase lebih tinggi dalam mengalami ankle sprain dibandingkan dengan responden yang menggunakan sepatu dengan atasan low-top shoes (70%).


Responden diberikan pertanyaan mengenai sepatu yang digunakan untuk bermain basket apakah merupakan sepatu yang memiliki ruang udara maupun tidak. Distribusi penggunaan jenis sepatu dan kejadian ankle sprain pada responden dapat dilihat pada tabel 8.


posisi yang salah (36%), lalu disusul oleh melompat lalu mendarat pada kaki pemain lain (35%), mendadak berhenti setelah berlari (19%). Selain itu, alasan lain (4%), bertabrakan dengan pemain lain (3%), dan memutar arah tubuh secara tiba-tiba (2%) memiliki persentase yang jauh lebih kecil dibanding posisi lainnya

PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan oleh Beynnon5, pada tahun 2017 menyatakan bahwa seseorang yang pernah mengalami ankle sprain rawan untuk mengalami ankle sprain kembali. Hal ini diperkuat oleh penelitian oleh McKay6 pada tahun 2001 dimana pemain basket yang pernah mengalami ankle sprain memiliki kemungkinan 5x lipat untuk kembali mengalami ankle sprain. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan, dimana responden yang memiliki riwayat ankle sprain sebelumnya kembali mengalami ankle sprain (55%). Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya ketidakstabilan dari pergelangan kaki setelah sebelumnya pernah mengalami cedera sehingga pergelangan kaki menjadi lebih rentan untuk mengalami cedera kembali.

Berdasarkan penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan, pemain basket dengan IMT terlalu rendah dan terlalu tinggi menjadi faktor risiko mengalami cedera ekstrimitas bawah7. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan dimana didapatkan persentase terjadinya ankle sprain yang tinggi pada responden yang tergabung dalam kelompok indeks massa tubuh gemuk (88%), obesitas (80%), dan kurus (79%), hal ini dapat disebabkan oleh tubuh yang belum beradaptasi untuk menopang tubuh dengan indeks massa tubuh seperti ini.

Berdasarkan penelitian oleh Hosea8, pada tahun 2000, ditemukan risiko terjadi ankle sprain lebih tinggi pada atlet wanita dibandingkan atlet pria, hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan, dimana dari 42 orang pemain basket wanita, ditemukan 29 orang yang memiliki riwayat mengalami ankle sprain (69%), sedangkan pada dari 83 pemain pria, ditemukan 67 pemain yang memiliki riwayat mengalami ankle sprain (81%). Hal ini dapat terjadi karena penelitian sebelumnya dilakukan kepada berbagai macam atlet, sedangkan pada olahraga basket, permainan dari pemain laki-laki dan perempuan memiliki intensitas yang berbeda, selain itu, pada penelitian ini, jumlah responden laki-laki lebih banyak dibandingkan responden wanita, sehingga kemungkinan

responden laki-laki untuk mengalami ankle sprain lebih besar disbanding responden perempuan.

Penelitian yang diadakan oleh Ekstrand dan Gillquist9 pada tahun 1983 menyatakan kaki lebih dominan memiliki risiko lebih besar dalam mengalami cedera. Hal ini didukung oleh penelitian dimana didapatkan persentase cedera kaki dominan (72%) jauh lebih besar dibandingkan dengan kaki yang tidak dominan (28%). Hal ini diduga karena lebih besarnya beban yang diberikan pada kaki yang dominan.

Penelitian yang pernah dilakukan menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada kemungkinan terjadi ankle sprain pada atlet yang menggunakan sepatu yang memiliki bantalan maupun tanpa bantalan10, hal ini didukung oleh hasil dari penelitian dimana ditemukan perbedaan yang sangat kecil antara responden yang menggunakan sepatu dengan bantalan (77%) dan responden yang menggunakan sepatu tanpa bantalan (75%). Hal ini dapat disebabkan karena tidak banyak pengaruh yang diberikan oleh bantalan sepatu terhadap gerakan dari ankle sehingga tidak banyak memengaruhi terjadinya ankle sprain.

Sebuah penelitian menyatakan bahwa sepatu high-top memiliki risiko lebih rendah dalam mengalami ankle sprain dibandingkan sepatu low-top11. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan dimana ditemukan responden yang menggunakan sepatu high-top (81%) dan mid-top (79%) memiliki persentase terjadi ankle sprain lebih tinggi dibandingkan responden yang menggunakan sepatu low-top (70%). Hal ini mungkin disebabkan oleh karena tipe atasan sepatu yang lebih tinggi menyebabkan ruang gerak yang lebih terbatas pada kaki sehingga kerentanan untuk mengalami cedera menjadi lebih tinggi.

Pada penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa responden yang menggunakan sepatu dengan ruang udara (76%) serta responden yang tidak menggunakan sepatu dengan ruang udara (77%) tidak memiliki perbedaan besar berdasarkan persentase terjadinya ankle sprain. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang menyatakan, pemain basket yang menggunakan sepatu dengan ruang udara memiliki 4.3x kemungkinan lebih besar untuk mengalami ankle sprain6. Hal ini dapat disebabkan oleh gabungan faktor-faktor lain yang juga terdapat pada sepatu tersebut sehingga ada tidaknya ruang udara bukan menjadi suatu faktor yang berpengaruh besar terhadap terjadinya cedera.

Berdasarkan penelitian oleh Surve12, dinyatakan bahwa kelompok mengunakan ankle brace memiliki kemungkinan ankle sprain yang

jauh lebih sedikit dibandingkan tidak menggunakan ankle brace. Hal ini tidak didukung hasil penelitian dimana pengguna ankle tape (79%) dan ankle brace (91%) memiliki persentase terjadinya ankle sprain lebih besar dibanding tidak menggunakan ankle tape (76%) maupun ankle brace (68%). Hal ini karena responden baru mulai menggunakan ankle tape dan ankle brace setelah memiliki riwayat ankle sprain sebelumnya.

Durasi permainan menjadi salah satu pertimbangan karena semakin lama permainan, maka pemain akan mengalami keletihan dan akan lebih rentan untuk mengalami cedera, hal ini dinyatakan oleh penelitian dari Kofotolis, Kellis, dan Vlachopoulos13 pada pemain sepakbola, dimana tingkat persentase terjadinya ankle sprain paling tinggi ditemukan pada menit ke 76-90. Hal ini tidak didukung oleh penelitian yang dilakukan, dimana ditemukan persentase ankle sprain paling tinggi ditemukan pada menit-menit awal, yaitu 015 menit (29%) dan 16-30 menit (29%), sedangkan pada menit >60 menit (9%) ditemukan persentase ankle sprain terendah. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pemanasan pada awal permainan, ketegangan yang dirasakan oleh pemain diawal permainan, dan adaptasi oleh tubuh pemain pada menit-menit pertengahan hingga akhir permainan.

Penelitian oleh Ekstrand dan Gillquist9 pada tahun 1983 menyatakan pada pemain sepakbola, kemungkinan pemain untuk mengalami cedera meningkat sebesar 2x lipat saat permainan sepakbola dibandingkan saat latihan. Hal ini berbeda jauh dengan hasil penelitian, dimana persentase kejadian ankle sprain jauh lebih tinggi saat latihan (52%), hal ini diduga terjadi karena jumlah latihan yang dilakukan jauh lebih banyak daripada pertandingan, hal ini menyebabkan rentang waktu untuk mengalami ankle sprain jauh lebih besar pada saat latihan dibandingkan dengan saat pertandingan.

Penelitian pada tahun 2007 menemukan pada pemain sepakbola, frekuensi ankle sprain lebih tinggi pada pemain defender dibanding posisi lain13. Sesuai pernyataan ini, penelitian yang dilakukan menemukan banyak variasi persentase ankle sprain pada pemain sesuai posisinya, dan ditemukan perbedaan yang cukup besar antar pemain dengan posisi center (86%), small forward (80%) dan shooting guard (79%) dibandingkan dengan pemain yang bermain sebagai point guard (65%) dan power forward (67%). Hal ini dapat diakibatkan tugas dari center, sebagai titik utama pertahanan, untuk menghalang lawan, sehingga posisi center memiliki kecenderungan untuk cedera. small forward merupakan posisi dengan

tugas untuk melakukan penetrasi ke daerah lawan, shooting dan memberikan umpan pada teman, beratnya tugas ini dan tuntutan untuk banyak melakukan gerakan seperti pivoting, melompat, dan berlari cepat menyebabkan peningkatan kemungkinan cedera. Shooting guard juga merupakan pemain berisiko, diduga karena tugas utamanya, shooting atau memasukkan bola kedalam ring, tugas ini banyak menggunakan gerakan melompat dan berlari cepat, sehingga posisi ini juga rentan untuk cedera. Posisi point guard diharapkan menjadi playmaker atau orang yang mengatur jalannya permainan dan menjadi pemberi umpan (assist) sehingga tidak banyak membutuhkan gerakan-gerakan berisiko. Power forward juga posisi yang banyak digunakan untuk bertahan, menghalangi lawan dan merebut bola, namun, berbeda dengan center, umumnya tidak langsung berhadapan dengan pemain lawan secara fisik sehingga risikonya lebih rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh McKay6 pada tahun 2001 menyatakan bahwa bahwa cedera ankle 45% terjadi akibat posisi mendarat yang tidak baik, serta gerakan lain, seperti ketika kaki berputar cepat (30%), tabrakkan antar pemain (10%), jatuh (5%), berhenti mendadak (2.5%), dan terpeleset (2.5%). Hal ini didukung penelitian yang dilakukan dimana gerakan tubuh dengan persentase paling besar dalam menyebabkan ankle sprain adalah melompat lalu mendarat pada lantai tapi dengan posisi yang salah (36%), disusul oleh melompat lalu mendarat pada kaki pemain lain (35%). Selain itu, gerakan-gerakan lain yang memiliki persentase lebih kecil dibanding gerakan-gerakan tersebut seperti mendadak berhenti setelah berlari (19%), alasan lain (4%), bertabrakan dengan pemain lain (3%), dan memutar arah tubuh secara tiba-tiba (2%). Hal ini diakibatkan karena posisi melompat lalu mendarat yang tidak baik dapat memberikan cedera secara langsung pada bagian ankle, dan posisi mendarat yang tidak baik langsung memberi beban pada bagian tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka saran bagi siswa SMA pemain basket di Denpasar adalah semakin berhati-hati pada siswa-siswi dengan riwayat ankle sprain, terutama bagi siswa, melakukan pemanasan selama 11-15 menit, sebisa mungkin menjaga agar IMT tetap berada pada kelompok normal, berhati-hati dalam penggunaan kaki dominan, menggunakan sepatu model low-top, serta sebisanya menghindari posisi mendarat setelah meloncat yang salah, baik pada lantai maupun menginjak kaki pemain lain.

SIMPULAN

Faktor-faktor yang memiliki perbedaan persentase yang cukup besar adalah riwayat ankle sprain, jenis kelamin, pemanasan, indeks massa tubuh, serta penggunaan kaki dominan, durasi permainan saat mengalami ankle sprain, tipe atasan sepatu, Jenis permainan saat mengalami ankle sprain, posisi bermain responden, dan posisi tubuh responden saat mengalami ankle sprain.

Penelitian yang dilakukan pada siswa siswi SMA pemain basket di Denpasar ini menemukan bahwa faktor intrinsik memiliki pengaruh lebih besar dalam terjadinya ankle sprain dibandingkan dengan faktor ekstrinsik, dimana ditemukan perbedaan persentase yang lebih besar antara terjadinya dan tidak terjadinya ankle sprain pada faktor-faktor intrinsik.

SARAN

Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam menganalisis pengaruh olahraga terhadap physical fitness mahasiwa. Penelitian ini juga dapat menyadarkan siswa-siswi SMA untuk memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya ankle sprain pada pemain basket. Penelitian ini dapat menanamkan pengetahuan mengenai ankle sprain bagi masyarakat, terutama siswa-siswi SMA Pemain Basket.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    [Internet]. Niams.nih.gov. 2014 [cited 18 July

  • 2017] .            Available            from:

https://www.niams.nih.gov/sites/default/files/ca talog/files/sprains_and_strains_ff.pdf

  • 2.    Sherman N, Daniel M. Effects of High-Top and Low-Top Shoes on Ankle Inversion. Journal of Physical Education, Recreation & Dance. 2002;73(5):1.

  • 3.    Sumartiningsih S. Cedera Keseleo pada Pergelangan Kaki (Ankle sprains). 2012;2(1):1.

  • 4.    Ivins D. Acute Ankle sprain: an Update. 2006;74(10):1.

  • 5.    Beynnon B, Murphy D, Alosa D. Predictive Factors for Lateral Ankle sprains: A Literature Review. 2017;37(4):376-379.

  • 6.    McKay G. Ankle injuries in basketball: injury rate and risk factors. British Journal of Sports Medicine. 2001;35(2):103-107.

  • 7.    Jones B, Bovee M, Harris J, Cowan D. Intrinsic risk factors for exercise-related injuries among male and female army trainees. The American

Journal of Sports Medicine. 1993;21(5):705-710.

  • 8.    Hosea T, Carey C, Harrer M. The Gender Issue: Epidemiology of Ankle Injuries in Athletes Who Participate in Basketball. Clinical Orthopaedics and Related Research. 2000;372:45-49.

  • 9.    EKSTRAND J, GILLQUIST J. Soccer injuries and their mechanisms. Medicine & Science in Sports & Exercise. 1983;15(3):267.

  • 10.    Curtis C, Laudner K, McLoda T, McCaw S. The Role of Shoe Design in Ankle Sprain Rates Among Collegiate Basketball Players. Journal of Athletic Training. 2008;43(3):230-233.

  • 11.    Richard M, Schulties S, Saret J. Effects of High-Top and Low-Top Shoes on Ankle Inversion. 2000;35(1):42.

  • 12.    Surve I, Schwellnus M, Noakes T, Lombard C. A Fivefold Reduction in the Incidence of Recurrent Ankle Sprains in Soccer Players Using the Sport-Stirrup Orthosis. The American Journal of Sports Medicine. 1994;22(5):601-606.

  • 13.    Kofotolis N, Kellis E, Vlachopoulos S. Ankle Sprain Injuries and Risk Factors in Amateur Soccer Players during a 2-Year Period. The American Journal of Sports Medicine. 2007;35(3):466.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i3.P11

76