EVALUASI PROGRAM KLINIK BERHENTI MEROKOK (KBM) DI PUSKESMAS BANJARANGKAN 2
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.3,MARET, 2021
Diterima:11-02-2021 Revisi:20-02-2021 Accepted: 10-03-2021
EVALUASI PROGRAM KLINIK BERHENTI MEROKOK (KBM) DI PUSKESMAS BANJARANGKAN 2
Gede Agus Indra Pramana1, Putu Aryani2, Putu Cintya Denny Yuliyatni2, Luh Seri Ani3 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
2Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Perilaku merokok merupakan salah satu kebiasaan yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Dampaknya selain merugikan dari sisi kesehatan, juga untuk orang di sekelilingnya. Maka untuk menurunkan jumlah perilaku merokok sebagai salah satu faktor resiko terjadinya Penyakit Tidak Menular (PTM), pemerintah menggalakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) yang penerapannya melalui program Klinik Berhenti Merokok (KBM) di beberapa puskesmas. Peran dari program KBM sangatlah penting maka evaluasi program perlu untuk dilaksanakan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan mengevaluasi aspek input, proses maupun output dari program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengambilan informan secara purposive sampling yang berjumlah 6 orang. Teknik pengambilan data menggunakan wawancara mendalam, observasi dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan pada aspek input terdapat fasilitas ruangan konseling terintergrasi dengan program pelayanan lainnya dan belum menetapkan sasaran target layanan KBM. Pada aspek proses terdapat 1 petugas yang rangkap jabatan, adanya hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan konseling seperti ada klien tidak bersedia diarahkan berhenti merokok karena motivasi yang rendah untuk berhenti merokok. Pada aspek output dari program ini belum dapat ditentukan karena konselor kurang lengkap dalam mencatat dan melaporkan data perkembangan pelaksanaan kegiatan maupun kunjungan klien yang konseling. Dapat disimpulkan bahwa secara umum pelaksanaan dari program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 sudah berjalan dengan baik namun perlu peningkatan fasilitas serta kelengkapan dalam mencatat dan melaporkan data.
Kata kunci: Perilaku merokok, KBM, Evaluasi
ABSTRACT
Smoking behavior is a habit that is still a public health problem in Indonesia. The impact is not only detrimental to the health side, but also for those around them. Thus in order to reduce the number of smoking behaviors as one the risk factors for Non Communicable Diseases (NCD), the government promotes the Healthy Living Community Movement which is implemented through the Stop Smoking Clinic (SSC) program in several public health center. The role of the SSC program is very important, so program evaluation needs to be carried out. The objective of this study was to determine and evaluate aspects of the input, process and output of the SSC program at the Banjarangkan Public Health 2. This study used a qualitative research method with purposive sampling technique and informant sampling totaling six people. The data collection techniques used in-depth interviews, observation, and secondary data. The results showed that in the input aspect there were counseling room facilities integrated with other service programs and
had not set targets SSC services. In the process aspect there was one officer who had double position, obstacles were found in the implementation of counseling such as there were clients who were not willing be directed to stop smoking due low motivation to stop smoking. In the output aspect this program can not be determined because the counselor was incomplete in recording and reporting progress data on the implementation of activities and counseling client visits. As the conclusion in general implementation of the SSC program at Banjarangkan Public Health 2 has been going well but need to improve facilities, as well completeness in recording and reporting data.
Keywords: Smoking behavior, SSC, Evaluation
PENDAHULUAN
Dewasa ini terjadi peningkatan prevalensi perilaku kebiasaan merokok secara cepat. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok termasuk tinggi. Menurut data WHO tahun 2007 menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia mengonsumsi rokok sebesar 215 miliar batang rokok dan menempati posisi ke-5 dengan jumlah perokok terbanyak di dunia.1 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013 untuk di Provinsi Bali sendiri jumlah perokok dengan kategori usia 15-19 tahun sebesar 49%.2
Perilaku merokok merupakan suatu aktivitas dengan membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya melalui rokok. Rokok pada dasarnya adalah produk tembakau dan asap yang dihasilkan mengandung beberapa bahan kimia yang memilki dampak berbahaya bagi kesehatan. Bahan kimia tersebut terdiri dari: nikotin, tar dan gas karbon monoksida (CO).3 Dampak kesehatan yang timbul akibat merokok dapat memberikan faktor risiko untuk terjadinya Penyakit Tidak Menular (PTM). WHO memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia. Beberapa PTM yang menjadi masalah kesehatan sangat serius saat ini meliputi: hipertensi, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Penyakit Jantung Koroner (PJK), dan stroke.4
Dampak perilaku merokok jika dilihat dari berbagai sudut pandang tidak hanya merugikan dari sisi kesehatan Tetapi juga merugikan untuk orang di sekelilingnya yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi perokok pasif serta dilihat dari sisi ekonomi yang berpegang pada konsep membakar uang. Dalam mengatasi perilaku merokok terdapat beberapa hal penting terkait ini yaitu: masalah psikologis, masalah ketergantungan terhadap nikotin, masalah lingkungan sosial dan seseorang yang memang tidak ingin berhenti merokok karena telah menjadi kebiasaan. Sehingga sangat sulit bagi
seseorang untuk berhenti merokok.5 Maka dari itu hingga saat ini pemerintah terus berupaya untuk menetapkan berbagai regulasi yang dapat diimplementasikan dalam mengurangi jumlah perokok dan menanggulangi dampak merokok. Regulasi tersebut yaitu melalui Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang kebijakan yang wajib diterapkan oleh seluruh daerah di Indonesia adalah pertama menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Kedua pemerintah menggalakkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Salah satu dukungan nyata dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam menyukseskan GERMAS ini yaitu penerapan program Klinik Berhenti Merokok (KBM) yang ditetapkan untuk 10 Provinsi di Indonesia salah satunya Provinsi Bali. Salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang mendukung program GERMAS adalah Kabupaten Klungkung. Hal tersebut dapat dibuktikan adanya dukungan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung bidang Promosi Kesehatan dan Penyakit Tidak Menular yang telah disetujui oleh Bupati Klungkung dengan mendirikan layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) berupa KBM yang telah diterapkan di beberapa puskesmas Klungkung salah satunya di Puskesmas Bajarangkan 2. KBM merupakan klinik dengan perpaduan dari terapi kognitif, terapi perilaku, dan terapi obat yang diperuntukkan bagi perokok aktif agar dapat berhenti merokok.6
Peneliti mengambil sampel di Puskesmas Bajarangkan 2 karena salah satunya ada permasalahan dalam pelaksanaan program KBM. Masalah tersebut adalah jumlah kunjungan klien yang konseling masih sedikit. Ini dibuktikan berdasarkan data jumlah rata-rata klien yang kunjungan konseling pada tahun 2018 hanya 6 orang. Berdasarkan uraian diatas maka diperlukannya untuk melakukan suatu evaluasi dari program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2. Dengan tujuan agar dapat mengetahui dan mengevaluasi aspek input, proses dan output untuk menentukan tingkat keberhasilan dari pelaksanaan
suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif untuk mengevaluasi program KBM di Puskesmas Bajarangkan 2. Peneliti melakukan evaluasi berdasarkan variabel penelitian yang telah ditetapkan yaitu: aspek input, proses dan output. Penelitian dilaksanakan mulai bulan September hingga Oktober 2019 yang berlokasi di Puskesmas Banjarangkan 2. Informan kunci dalam penelitian ini adalah beberapa orang yang terlibat dalam program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 dan bersedia menandatangani lembar persetujuan menjadi peserta penelitian (informed consent) sebanyak 6 orang. Orang-orang tersebut yaitu: 1 Kepala Puskemas, 1 pemegang program Penyakit Tidak Menular, 1 petugas Promosi Kesehatan (Promkes) yang merangkap menjadi pemegang jabatan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) serta 3 klien dengan riwayat perokok aktif yang dipilih berdasarkan perbedaan karakterikstik umur, jenis kelamin, pekerjaan, latar belakang pendidikan dan yang wilayah tinggalnya masuk dalam cangkupan pelayanan di Puskesmas Bajarangkan 2.
Penentuan informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian. Data diambil dengan melakukan wawancara mendalam pada informan kunci, observasi pelaksanaan dari program KBM dan mengumpulkan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan berupa: jumlah rata-rata kunjungan klien yang konseling ke KBM tahun 2018. Data yang diperoleh kemudian diperiksa untuk mengurangi kesalahan sebelum dilakukan analisis data. Data yang telah diperiksa selanjutnya dilakukan analisis sesuai dengan variabel yang sudah ada. Penelitian dilakukan setelah memperoleh perizinan penelitian dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan Keterangan Ethical Clearance Nomor: 1408/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 tertanggal 10 Mei 2019.
HASIL
Karakteristik Informan Kunci
Informan kunci dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari beberapa kategori seperti dijelaskan pada tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1. Karakteristik Informan Kunci
Kode Informan |
Insial Nama |
Jenis kelamin |
Umur (Tahun) |
Jabatan |
I 1 |
MW |
Perempuan |
40 |
Kepala Puskesmas |
1 2 |
EW |
Perempuan |
31 |
Pemegang program PTM |
1 3 |
WR |
Perempuan |
37 |
Petugas Promkes, pemegang jabatan UKP dan UKM |
1 4 |
SW |
Laki-laki |
29 |
Klien |
1 5 |
KS |
Laki-laki |
51 |
Klien |
1 6 |
NB |
Laki-laki |
57 |
Klien |
Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat dari tabel 1, beberapa karakteristik informan kunci yaitu dari jenis kelamin sebagian informan berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang dan sebagian informan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang. Dilihat dari usianya maka usia informan yang paling muda adalah 29 tahun dan usia yang paling tua adalah 51 tahun. Dari segi latar belakang pendidikan, informan dengan latar pendidikan tertinggi adalah S1 sebanyak 3 orang dan informan dengan latar pendidikan terendah adalah D3 sebanyak 3 orang. Serta berdasarkan jabatan, 3 informan merupakan petugas yang bekerja di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan 2, serta 3 informan lainnya merupakan klien dari konseling berhenti merokok di program KBM Puskesmas Banjarangkan 2.
Aspek Input
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang terlibat pada pelaksanaan program KBM di Puskesmas Banjangkan 2 adalah beberapa petugas yang bekerja di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan 2. Dari petugas tersebut dibentuk 1 tim yang terdiri dari 3 orang petugas puskesmas, dengan penambahan 1 orang dari bagian kesehatan tradisional. Petugas tersebut terdiri dari 1 dokter umum yang menjabat sebagai kepala puskesmas, 1 bidan yang menjabat sebagai pemegang program PTM. Selain itu ada 1 staf kesehatan masyarakat menjabat sebagai petugas Promkes yang juga merangkap jabatan menjadi pemegang jabatan UKP dan UKM. Serta tambahan 1 bidan dari bagian kesehatan tradisional. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Petugas yang terlibat di pelaksanaan program KBM yaitu 1 petugas dengan profesi dokter umum yang menjabat sebagai kepala puskesmas, 3 petugas lainnya yang beprofesi sebagai bidan dan kesehatan masyarakat menjabat sebagai pemegang program PTM, petugas Promkes, pemegang jabatan UKP dan UKM yang esensial, serta bagian kesehatan tradisional.” (I 2)
Secara kemampuan, konselor yang menjalankan program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 secara umum sudah memiliki kompetensi dalam melakukan konseling berhenti merokok ke klien karena telah mendapatkan pelatihan. Ini dibuktikan dengan kehadiran konselor yang selalu hadir lengkap dan pembagian sertifikat ke masing masing peserta pelatihan. Pelatihan yang diadakan 1 kali setiap 6 bulan ini wajib diikuti bagi konselor yang bekerja di program KBM dengan profesi sebagai bidan dan staf kesehatan masyarakat. Serta dapat diikuti oleh pertugas lainnya yang berprofesi sebagai bidan dan perawat. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan:
“Masing-masing konselor saat ini sudah memilki kompetensi khususnya dalam melakukan konseling berhenti merokok ke klien karena telah mendapatkan pelatihan.” (I 1)
Pendanaan
Pendanaan dari program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 ini berupa anggaran yang dikeluarkan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), juga dari pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung dan Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
“Anggaran berasal dari APBD, didukung oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung serta Dinas Kesehatan Provinsi Bali. ” (I 1)
Fasilitas
Alat yang telah tersedia dalam mendukung pelaksanaan dari program KBM terdiri dari: alat smoke analyzer untuk mengukur kadar gas CO pada tubuh klien dan tensimeter. Selain itu terdapat alat elektronik seperti: laptop, layar serta proyektor. Bahan
materi yang digunakan untuk konseling dan penyuluhan selain disajikan melalui alat elektronik juga dalam bentuk media tertentu terdiri dari: lembar balik yang berisi informasi kandungan rokok, poster dan leaflet tentang dampak bahaya merokok. Selain itu terdapat buku tentang Hidup Sehat Tanpa Rokok, dan stiker mengenai KTR. Sebelum pelaksanaan dari konseling berhenti merokok setiap klien yang datang ke KBM umumnya diberikan fomulir pendaftaran untuk diisi terlebih dahulu oleh klien ketika pertama kali konseling. Selain itu sebelum konseling klien juga diberikan kartu pemantauan konseling yang salah satunya berisi persetujuan untuk dilakukan konseling. Prasarana di program KBM ini meliputi: 1 buah meja untuk konseling, 2 buah kursi untuk serta tempat tidur pasien. Selain itu puskesmas juga menyediakan ruangan Klinik Pelayanan Kesehatan Intergrasi. Ruangan tersebut digunakan untuk konseling berhenti merokok tetapi masih terintergrasi dengan program pelayanan lainnya yang terdiri dari Klinik Sanitasi dan Konsultasi Gizi. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Beberapa fasilitas yang disediakan berupa alat smoke analyzer yang berfungsi untuk mengukur kadar gas CO pada tubuh klien, tensimeter, lembar balik, leaflet, poster, buku tentang Hidup Sehat Tanpa Rokok dan stiker mengenai KTR. Selain itu juga terdapat alat elektronik seperti labtop, layar serta proyektor. Sebelum konseling klien diberikan kartu pemantauan berhenti merokok yang salah satunya berisi persetujuan dan diberikan fomulir pendaftaran. Untuk prasarana disediakan kursi sebanyak 2 buah, 1 buah meja, 1 tempat tidur pasien serta ruangan yang disediakan untuk konseling berhenti merokok namun pengunaanya masih digabung dengan program pelayanan lainnya.” (I 2)
Metode Kegiatan
Metode kegiatan yang diterapkan program KBM untuk pelayanan langsung di puskesmas maupun secara mobile terdiri dari 2 metode utama yaitu: pemeriksaan dan konseling. pada metode pemeriksaan ini setiap klien yang datang sebelum diberikan konseling berhenti merokok, maka klien harus
dilakukan pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan tensimeter. Setelah itu klien akan diukur kadar gas CO di dalam tubuhnya menggunakan alat smoke analyzer. Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat dijadikan rekomendasi bagi klien untuk mengikuti konseling di KBM. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Metode utama yang digunakan adalah melakukan beberapa pemeriksaan seperti cek tekanan darah dan mengukur kadar CO dalam tubuh sebelum melakukan konseling.” (I 3)
Setelah klien dilakukan beberapa pemeriksaan, klien langsung mendapatkan konseling berhenti merokok melalui konsep pendekatan 5A (Ask, Assess, Advise, Assist, Arrange). Konsep pendekatan 5A dilakukan untuk mengumpulkan informasi, identifikasi status dan situasi merokok dari klien. Konsep pendekatan ini dilaksanakan bagi klien yang siap untuk berhenti merokok. Selanjutnya jika klien masih ragu untuk berhenti merokok maka klien tersebut mendapat konseling melalui konsep pendekatan 5R (Relevance, Risks, Reward, Readblocks, Repetition). Konsep pendekatan ini dilakukan dengan memberikan suatu intervensi yang didesain agar perokok dapat berhenti merokok dengan keinginan sendiri. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Ketika konseling klien diberikan motivasi berhenti merokok melalui konsep pendekatan 5A (Ask, Assess, Advise, Assist, Arrange) dan 5R (Relevance, Risks, Reward, Readblocks, Repetition).” (I 3)
Diluar dari metode pemeriksaan dan konseling, klien tidak diberikan terapi farmakologi melainkan mendapatkan metode tambahan yang pelaksanaanya bekerja sama dengan bagian kesehatan tradisional. Metode ini umumnya diberikan pemijatan serta ajuran ramuan tradisional dari campuran bahan alami yang dapat dibuat dan dikonsumsi oleh klien ketika di rumah. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Dilakukan pemijatan sambil diberikan anjuran untuk berhenti merokok, serta ajuran untuk membuat ramuan di rumah karena ramuan itu kan gunanya
untuk membuat tubuh saya supaya lebih rileks. ” (I 5)
Selain pelayanan program KBM yang langsung dilakukan di puskesmas. Kegiatan dari program ini juga dapat dilaksanakan dengan cara petugas puskesmas langsung turun ke masyarakat dan sekolah untuk melakukan pelayanan yang disebut KBM mobile. Pelaksanaan dari KBM mobile ini bersamaan dengan kegiatan dari Posbindu PTM dengan tujuan untuk mendekatkan akses konseling ke masyarakat dan secara langsung dapat memberikan penyuluhan ke masyarakat tentang dampak bahaya dari merokok. Selain itu sekaligus dapat memperkenalkan program KBM serta melakukan deteksi dini untuk menjaring klien yang mengalami PTM. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Ada kegiatan dari KBM yang pelaksanaanya bersamaan dengan Posbindu PTM disebut dengan KBM mobile. Program ini merupakan bagian dari kegiatan KBM mobile dengan melakukan skrining untuk menjaring penderita yang mengalami PTM. Jika ditemukan adanya hubungan antara PTM yang diderita klien dengan riwayat merokok maka langsung dilakukan konseling berhenti merokok. Selain itu progam ini juga mengadakan penyuluhan tentang KBM ke desa dan sekolah.” (I 2)
Metode kegiatan dari program KBM yang dilaksanakan di Puskesmas Banjarangkan 2 hingga saat ini sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) pelayanan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 tentang Standar Program Berhenti Merokok di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“SOP pelayanan ada, yang disesuaikan dengan keadaan di puskesmas.” (I 1)
Waktu Pelaksanaan Program
Jadwal pelayanan konseling berhenti merokok di Puskesmas Banjarangkan 2 dibuka setiap dua kali selama seminggu pada hari rabu dan jumat dari pukul 08.00 WITA-13.00 WITA. Kemudian untuk jadwal pelaksanaan KBM mobile diadakan setiap 1 bulan sekali di 6 desa. Desa-desa tersebut
mencangkup satu wilayah dengan Puskesmas Banjarangkan 2. Ketika pelaksanaan program KBM lama durasi yang diperlukan dalam menyelesaikan 1 kali konseling untuk setiap klien adalah kurang lebih 30 menit. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Kalo di puskesmas pelayanan KBM dibuka pada hari Rabu dan Jumat, dari jam 8 pagi hingga jam 1 siang. Selain membuka pelayanan di puskesmas kami juga langsung berkunjung ke desa desa dengan penerapan KBM mobile melalui Posbindu PTM setiap 1 bulan sekali di 6 desa untuk melakukan penjaringan klien sekaligus langsung melakukan konseling berhentii merokok jika ada masyarakat yang perokok dan bersedia untuk dikonseling.” (I 3)
Sasaran
Sasaran target dari program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 secara umum saat ini belum ada target dalam bidang tertentu yang ingin dicapai serta tidak mentargetkan untuk jumlah kunjungan klien yang konseling berhenti merokok. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Untuk saat ini belum ada target tertentu yang ingin dicapai dari program KBM ini.” (I 1)
Dalam pelaksanaannya mulai tahun ini pihak puskesmas telah menerapkan untuk kelompok sasaran mulai pada kelompok usia remaja dari 15 tahun keatas yang sedang merokok. Ini dibuktikan dengan petugas puskesmas yang setiap 1 bulan sekali melaksanakan kunjungan ke beberapa sekolah yang satu wilayah dengan Puskesmas Banjarangkan 2. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Selain program KBM ini ditunjukkan untuk masyarakat dalam hal ini kelompok usia dewasa dan lansia yang memiliki riwayat perokok. Tapi mulai tahun ini kami mulai melakukan penyuluhan ke kelompok usia remaja yang umur diatas 15 tahun dengan berkunjung ke sekolah-sekolah.” (I 2)
Aspek Proses
Perencanaan
Untuk persiapan khusus sebelum konseling dari klien maupun konselor tidak ada hal yang harus dipersiapkan secara spesifik. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Tidak ada persiapan khusus bagi klien yang dikonseling maupun dari petugas puskesmas yang bertugas dalam melakukan konseling ke klien.” (I 2)
Untuk klien, agar dapat dilakukan konseling berhenti merokok oleh konselor tidak ada kriteria khusus yang harus dimiliki. Cukup hanya klien yang mempunyai riwayat merokok, serta klien yang memiliki keinginan untuk berhenti merokok karena beberapa dampak yang ditimbulkan. Dampak tersebut meliputi: pengeluaran banyak biaya karena harga rokok yang mahal dan kondisi kesehatan yang menurun. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Pernah. Kalo saya dulu merokok dari
SMP kelas VII bisa sampe 2 bungkus per-hari. Motivasi saya ingin berhenti merokok karena rokok itu mahal, sempat saya juga merasakan sesak nafas dalam keadaan duduk.” (I 6)
Pembuatan perencanaan dari program KBM dilakukan oleh petugas puskesmas yang menjabat sebagai pemegang program PTM bersama dengan kepala puskesmas. Perencanaan yang telah dibuat tersebut dikelompokkan ke dalam bagian dari rancangan kegiatan PTM. Untuk jenis perencanaan yang telah dibuat dan ditetapkan yaitu: mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan yang ada sehingga dapat terbentuknya program KBM, merumuskan tujuan dan kelompok sasaran dari pelaksanaan program, membuat susunan tenaga pelaksana beserta pembagian tugasnya dan membuat jadwal kegiatan penyuluhan maupun pelayanan konseling di puskesmas. Selain itu membuat tahap dari proses konseling berhenti merokok yang disesuaikan dengan standar konseling berhenti merokok serta rancangan kegiatan yang dilaksanakan. Salah satu dari kegaiatan tersebut adalah pelaksanaan dari KBM mobile. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Dari kami sebagai petugas puskesmas juga ada dan ikut membantu kepala
puskesmas untuk membuat rancangan yang dimana kami masukkan dalam perencanaan bagian PTM. Untuk jenis perencanaan yang kami buat dalam program KBM salah satunya berkaitan dalam pelaksanaan mobile KBM.” (I 2)
Pengorganisasian
Petugas pukesmas yang bertugas dalam menjalankan program KBM terbentuk dalam 1 tim yang terdiri dari 3 orang yaitu: 1 orang dokter menjabat sebagai kepala puskesmas bertugas untuk membuat perencanaan kegiatan dan melakukan monitoring pelaksanaan konseling berhenti merokok. Kemudian 1 orang bidan menjabat sebagai pemegang program PTM yang bertugas untuk membantu kepala puskesmas dalam membuat perencanaan kegiatan, menjaring klien yang memiliki riwayat merokok dan PTM untuk dikonsultasi ke program KBM, membantu petugas Promkes memberikan konseling berhenti merokok. Serta membantu memperkenalkan program KBM ke masyarakat. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Tugas saya sebagai pemegang program PTM adalah melakukan penjaringan klien dengan riwayat merokok dan PTM untuk dikonsultasi ke program KBM, membantu petugas Promkes dalam melakukan konseling ke klien serta melakukan penyululuhan untuk memperkenalkan program KBM ke masyarakat.” (I 2)
Satu orang dari kesehatan masyarakat sebagai petugas Promkes bertugas untuk memberikan konseling berhenti merokok ke klien dan penyuluhan ke masyarakat dan siswa-siswi sekolah tentang dampak merokok. Selain itu tugas lainnya yaitu menjelaskan tentang tahapan cara untuk berhenti merokok. Orang yang menjabat sebagai pertugas Promkes ini juga merangkap jabatan menjadi pemegang jabatan UKP dan UKM yang bertugas untuk melakukan monitoring kegiatan pelaksanaan dari program KBM. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Tugas saya sebagai petugas promosi kesehatan adalah sebagai konselor bagi klien, melakukan penyuluhan tentang dampak merokok dan tahapan cara untuk berhenti merokok. Selain itu tugas
saya sebagai pemegang jabatan UKP dan UKM adalah memonitoring kegiatan pelaksanaan dari program KBM.” (I 3)
Selain 3 orang tersebut terdapat tambahan 1 orang dengan profesi sebagai bidan dari bagian kesehatan tradisional. Bidan tersebut bertugas dalam memberikan metode tambahan pada proses konseling berhenti merokok yaitu dengan melakukan pemijatan dan ajuran ramuan tradisional.
Pelaksanaan
Pada saat pelaksanaan konseling berhenti merokok menurut informan secara umum sudah baik dan lancar. Ini dibuktikan berdasarkan hasil observasi, konselor telah melakukan tahapan sesuai dengan standar konseling berhenti merokok. Tahap tersebut yaitu: dimulai dari mempersilahkan dan menyapa klien ketika masuk ruangan hingga melakukan pencatatan dan pelaporan data perkembangan pelaksanaan konseling. Namun ada satu tahap yang dapat dilaksanakan tetapi eksekusinya masih belum sempurna. Tahap tersebut adalah ketika melakukan pencatatan dan pelaporan data perkembangan pelaksanaan konseling dan kunjungan klien. Menurut hasil observasi, data tersebut kurang lengkap sehingga data tersebut tidak dapat direkap.
Pengawasan
Pemantauan dari program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 dilakukan oleh kepala puskesmas, pemegang program PTM dan pemegang jabatan UKP dan UKM. Pemantauan tersebut dilaksanakan setiap 3 bulan sekali. Jenis pemantauan yang dilakukan meliputi: memantau laporan bulanan kunjungan klien yang nantinya dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung sebagai bahan evaluasi. Selain itu juga memantau pelaksanaan kegiatan dari program KBM. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Pernah, saya melakukan pemantauan setiap 3 bulan sekali, pemantauan yang saya lakukan adalah memantau laporan bulanan kunjungan klien nantinya akan disetor ke Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung sebagai bahan evaluasi, dan memantau langsung pelaksanaan dari program KBM.” (I 1)
Dalam pelaksanaan dari program KBM terdapat hambatan/kendala. Hambatan tersebut meliputi: ketika proses konseling berhenti merokok klien tidak semua bersedia untuk diarahkan berhenti merokok di KBM karena memiliki motivasi dan kesadaran yang rendah untuk berhenti merokok. Selain itu klien juga tidak menghiraukan dampak bahaya dari merokok tersebut serta pengetahuan klien yang kurang tentang bahaya dari merokok. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Kendala saya dalam mengajak klien untuk berhenti merokok yaitu kesadaran dan motivasi yang kurang dari klien untuk berhenti merokok serta kurangnya pengetahuan mereka secara lengkap tentang dampak dari bahaya merokok.” (I 3)
Aspek Output
Pengaruh Program bagi Informan Kunci
Menurut salah satu petugas puskesmas menyatakan bahwa program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 dinilai efektif terutama dalam membantu klien untuk berhenti merokok. Karena program ini mampu untuk memberikan kegiatan yang menarik minat masyarakat untuk mencoba berhenti merokok. Ini dibuktikan tidak hanya melaksanakan konseling tetapi juga menerapkan metode tambahan yang berkeja sama dengan bagian kesehatan tradisional dengan melakukan pemijatan dan memberikan ajuran ramuan tradisonal. Selain itu program ini juga melaksanakan pemeriksaan untuk mengukur kadar gas CO dalam tubuh klien dengan alat smoke analyzer sehingga dari hasil pemeriksaan tersebut dapat dijadikan rekomendasi bagi klien untuk konseling di KBM. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Menurut saya program KBM ini sudah efektif untuk membantu klien dalam berhenti merokok ditambah lagi di program ini kami juga memberikan anjuran ramuan serta melakukan pemijatan. Selain itu kami juga mengadakan pemeriksaan kadar CO dalam tubuh dengan alat smoke analyzer sehingga berkat metode tambahan dan pemeriksaan tersebut dapat membuat masyarakat lebih
tertarik dan mampu untuk berhenti merokok.” (I 3)
Dari salah satu klien yang telah diwawancari, menyatakan bahwa konseling berhenti merokok dari program KBM yang telah diikuti dapat memberikan perubahan maupun dampak yang positif. Adapun beberapa perubahan tersebut meliputi: kuantitas merokok klien yang berkurang bahkan sampai berhenti untuk merokok, lebih menghemat biaya dan kondisi kesehatan klien yang membaik. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Pastinya ada perubahan yang sangat baik sekali terutama dalam segi kesehatan saya, jadi semenjak saya berhenti merokok sesak dan batuk saya sudah tidak kambuh lagi, terus dalam segi ekonomi kan dulu kalo merokok itu saya harus mengeluarkan uang yang lumayan banyak nah kalo sekarang karena saya sudah berhenti merokok jadi gak perlu keluar uang lagi untuk membeli rokok jadi lebih hemat.” (I 4)
Hasil yang Dicapai
Untuk mengukur tingkat keberhasilan maupun melihat hasil yang dicapai dari program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 sementara ini belum dapat ditentukan. Karena dari pihak puskesmas kurang lengkap dalam mencatat dan melaporkan data perkembangan pelaksanaan konseling maupun kunjungan identitas klien sehingga belum bisa untuk direkap. Selain itu tidak menetapkan suatu target tertentu khususnya dalam jumlah kunjungan klien yang konseling ke program KBM. Informasi tersebut diperoleh dari petikan hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Kalo untuk melihat hasil yang dicapai dari program KBM ini untuk sementara belum dapat ditentukan karena dari pihak puskesmas sendiri tidak memberikan suatu target tertentu khususnya dalam jumlah kunjungan klien ke program KBM.” (I 1)
PEMBAHASAN
Aspek Input
Sumber daya manusia merupakan hal yang harus dimiliki setiap puskesmas agar dapat
menjalankan suatu program kerja. Hal ini sependapat dengan penelitian dari Elvy dan Nurjanah tahun 2014 yang menyatakan bahwa dalam menjalankan suatu program, faktor manusia adalah hal yang paling menentukan. Oleh karena itu suatu program dapat terlaksana karena adanya orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan dari program tersebut.7 Tersedianya dana untuk mendukung pelaksanaan dari program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutiara tahun 2018 menyatakan bahwa pembiayaan KBM di Puskesmas Padang Bulan Kota Medan dibebankan dari APBD. Anggaran tersebut dipergunakan dalam menyiapkan fasilitas dalam mendukung program KBM.8
Selain mempunyai sumber daya manusia yang ahli juga harus dapat menggunakan fasilitas yang tersedia sebagai salah satu pencapaian tujuan. Sebab fasilitas dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa fasilitas yang mendukung, suatu program atau kegiatan tidak akan berjalan dengan baik.7 Terdapat kekurangan dari fasilitas program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 yaitu ruangan Klinik Pelayanan Kesehatan Integrasi untuk konseling program KBM yang pemanfaatannya kurang tepat. Hal ini dapat dinilai dari ketersediaan tempat yang kurang karena ruangan tersebut pemanfaatannya masih terintergrasi dengan program lainnya. Penyebabnya karena keterbatasan ruangan di puskesmas serta jumlah kunjungan klien ke KBM yang masih sedikit.
Metode berhenti merokok dengan konsep pendekatan 5A dan 5R yang diterapkan program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 menurut informan dinilai efektif dalam memberikan klien motivasi untuk berhenti merokok. Hal ini juga dibuktikan penelitian dari Rahayu tahun 2010 yang menyatakan bahwa konseling berhenti merokok dengan konsep pendekatan metode 5A dan 5R efektif dalam meningkatkan motivasi klien untuk berhenti merokok.9 Penetapan jadwal pelaksanaan dari program KBM juga ditetapkan dari penelitian yang dilakukan oleh Mutiara tahun 2018 yang menyatakan bahwa jadwal pelayanan KBM pada wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kota Medan dibuka setiap 1 minggu sekali pada hari Rabu pukul 14.00 WIB. Serta untuk durasi waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan konseling berhenti merokok kurang lebih selama 60 menit.8 Pentingnya menentukan sasaran kegiatan pada kelompok usia diatas 15 tahun untuk program KBM ini karena berdasarkan buku Panduan Manajemen PTM tahun 2019 disebutkan bahwa secara umum terjadinya peningkatan prevalensi PTM tahun 2018 mulai pada kelompok masyarakat dengan usia diatas 15 tahun. Sehingga diperlukan suatu program yang mempunyai sasaran untuk
menurunkan dan mencegah faktor resiko terjadinya PTM dari mulai kelompok usia 15 tahun keatas. Salah satunya dibentuk program KBM.10
Aspek Proses
Membuat suatu perencanaan merupakan hal penting dan diperlukan dalam mencapai tujuan dari suatu program. Keuntunganya yaitu: kegiatan yang telah direncanakan dapat terlaksana secara berurutan, dapat memberikan pedoman tentang tahap yang dilakukan ketika melaksanakan kegiatan dan dapat mengetahui tujuan program yang jelas. Disisi lain terdapat salah satu kelemahanya yakni: karena berhubungan dengan masa yang akan datang maka kepastian hasil yang diharapkan tidak dapat ditentukan.11 Dalam pembagian tugas dari petugas puskesmas yang menjalankan program KBM berpotensi mengalami suatu permasalahan. Permasalahan tersebut karena rangkap jabatan pada 1 staf kesehatan masyarakat. Akibatnya tugas yang dikerjakan akan semakin menumpuk sehingga itu akan menimbulkan efektivitas kerja dari individu tersebut kurang maksimal yang akan berpengaruh pada pelaksanaan dari program KBM
Pelaksanaan dari program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 ada suatu tahap yang dapat dilaksanakan tetapi dalam eksekusinya masih belum sempurna. Tahap tersebut adalah ketika melakukan pencatatan dan pelaporam data perkembangan pelaksanaan konseling dan kunjungan identitas klien. Sehingga hal tersebut menjadi salah satu penyebab belum dapat ditentukannya hasil yang dicapai maupun untuk mengukur suatu tingkat keberhasilan dari program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2. Sehingga penting untuk melakukan pencatatan dan pelaporan data setelah kegiatan berlangsung selain untuk mengetahui tingkat keberhasilan program bisa juga sebagai bahan evaluasi dari puskesmas maupun Dinas Kesehatan tingkat kabupaten dan provinsi ketika melakukan pemantauan.
Aspek Output
Program KBM ini tidak hanya satu satunya cara efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan merokok. Ada beberapa peraturan dari pemerintah yang juga berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan merokok khususnya dalam menurunkan jumlah perokok. Peraturan tersebut terdiri dari: PERDA (Peraturan Daerah) Kabupaten Klungkung No 1 Tahun 2014 dan PERDA Provinsi Bali No 10 tahun 2011 tentang KTR. Selain itu ada suatu gerakan yang membantu kampanye tentang bahaya dari merokok adalah GEBRAK (Gerakan Bersama Remaja Anti Rokok) yang dibentuk oleh Bupati Klungkung.1
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dari penelitian ini secara umum bahwa pelaksanaan program KBM di Puskesmas Banjarangkan 2 sudah berjalan dengan baik namun belum maksimal. Hal-hal yang belum maksimal yaitu: berkaitan dengan ruangan yang pemanfaatnya terintergrasi dengan program pelayanan lainnya, ada petugas Promkes yang rangkap jabatan menjadi pemegang jabatan UKP dan UKM. Selain itu adanya hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan konseling seperti ada klien yang tidak bersedia untuk diarahkan berhenti merokok karena memiliki motivasi yang rendah untuk berhenti merokok. Serta belum dapat menentukan hasil yang dicapai karena kurang lengkapnya data perkembangan pelaksanaan konseling maupun kunjungan klien dan tidak menetapkan target tertentu khususnya untuk jumlah kunjungan klien yang konseling ke program KBM
Peneliti mengajukan beberapa saran kepada pihak puskesmas yakni: dari segi fasilitas untuk ruangan konseling sebaiknya dibangun ruangan khusus untuk konseling. Dari segi waktu pelaksanaan kegiatan untuk KBM mobile akan lebih baik dibuatkan penambahan jadwal terutama untuk mempromosikan KBM serta memberikan penyuluhan dampak bahaya merokok ke masyarakat dengan alat peraga yang menarik dan mudah dipahami. Dari segi pelaksanaan untuk tahap pencatatan dan pelaporan data perkembangan pelaksanaan konseling dan kunjungan klien harus dicatat dan dilaporkan secara lengkap. Serta dari segi sasaran target tidak hanya diterapkan berdasarkan kelompok usia tetapi harus juga menerapkan sasaran dari berbagai aspek. Salah satunya berkaitan dengan jumlah kunjungan klien yang konseling di puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
consultation. New Delhi: WHO-SEARO,2002; 38(1):23-29
-
5. Komasari, D dan Helmi, AF. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi,2000;27(1):37-47.
-
6. Depkes, 2015. Germas Wujudkan Indonesia Sehat Germas Wujudkan Indonesia Sehat, diunduh dari: www.depkes.go.id, pada 26 Juni 2017
-
7. Elvy, HL dan Nurjanah. Evaluasi Kinerja Klinik Berhenti Merokok di Kota Semarang Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang,2014;13(2):111-117
-
8. Mutiara, S. Kebutuhan Masyarakat pada Klink Berhenti Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kota Medan Tahun 2017, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. 2018
-
9. Rahayu, R.N.B. Pengaruh Metode 5A Terhadap Sikap Merokok, Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2010
-
10. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular;2019.h.25-27
-
11. Grace, E.C. Organisasi dan Manajemen
Kesehatan. Jakarta: EGC;2016.h.81-82
-
1. Depkes, 2011. Pedoman Pengembangan
Kawasan Tanpa Rokok, diunduh dari: www.depkes.go.id, pada 25 Juni 2017
-
2. Kementerian Kesehatan RI, 2013. Perilaku
Perokok di Indonesia Berdasarkan Data
Riskesdas 2011-2013, diunduh dari:
http://www.depkes.go.id/resources/download/p usdatin/infodatin/infodatin-hari-tanpa tembakau-sedunia.pdf, pada 24 Juni 2017
-
3. Sitepoe. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta: Gramedia;2000.h.8-10
-
4. Syah, B. “Non Communicable Disease Surveillance and Prevention in South East Asia Region”. Report of an inter-country
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i3.P10
67
Discussion and feedback