ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.6,JUNI, 2021


Diterima: 2020-12-01 Revisi: 2020-12-27Accepted: 08-06-2021

KARAKTERISTIK, KELUHAN RESPIRASI DAN KEJADIAN OBSTRUKSI JALAN NAPAS PADA PEKERJA RUMAH TRADISIONAL BALI DI DESA PENATIH

Wayan Rismayanti1, IGN Bagus Artana2, I Gede Ketut Sajinadiyasa2, Ida Bagus Ngurah Rai2 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Divisi Paru, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pekerja rumah tradisional Bali sering terpapar debu batu bata dari kegiatan menempel dan memahat. Sehingga rentan terkena gangguan pernapasan berupa obstruksi jalan napas yang dapat ditunjukkan dari nilai APE. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik, keluhan respirasi dan kejadian obstruksi jalan napas pada pekerja rumah tradisional Bali di Desa Penatih. Metode penelitian adalah cross sectional. Sampel yang dipilih adalah yang memenuhi criteria dari penelitian ini. Didapatkan hasil yaitu pekerja paling banyak mengeluhkan batuk (42 %), terbanyak kedua adalah nyeri dada (22%), terbanyak ketiga adalah sesak napas dan batuk berdahak (12%) dan sedikit sekali yang mengeluh mengi (6%). Lebih dari 50 % pekerja sudah mengalami obstruksi jalan napas dan sebagian besar tergolong dalam kategori obstruksi ringan. Penelitian ini bermanfaat karena dapat memberikan gambaran karakteristik keluhan respirasi dan kejadian obstruksi jalan napas sehingga dapat dilakukan screening lebih lanjut untuk melindungi pekerja sebagai populasi yang berisiko.

Kata kunci : Keluhan Respirasi, Obstruksi Jalan Napas, Pekerja Rumah Tradisional Bali

ABSTRACT

Traditional Balinese home workers are often exposed to brick dust from sticking and carving activities. So susceptible to respiratory disorders in the form of airway obstruction that can be shown from the APE value. The purpose of this study was to determine the characteristics, respiratory complaints and the incidence of airway obstruction in traditional Balinese home workers in Penatih Village. The research method is cross sectional. The selected sample is one that meets the criteria of this study. The results showed that workers complained about coughing most (42%), the second most were chest pain (22%), the third most were shortness of breath and coughing up phlegm (12%) and very few complained of wheezing (6%). More than 50% of workers have experienced airway obstruction and most of them fall into the category of mild obstruction. This research is expected to provide a description of the characteristics of respiratory complaints and the incidence of airway obstruction so that further screening can be done to protect workers as populations at risk.

Keywords: Respiratory Complaints, Airway Obstruction, Balinese Traditional Home Workers

PENDAHULUAN

Sistem respirasi merupakan sistem yang berfungsi dalam pertukaran gas. Sistem respirasi erat kaitannya dengan pernapasan yang didefinisikan sebagai pergerakan oksigen (O2) dari atmosfer menuju sel dan keluarnya karbondioksida (CO2) dari sel ke udara

bebas.1Saluran pernapasan tersusun atas rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama respirasi dalam tubuh manusia adalah paru.2

Faktor intrinsik yang berasal dari dalam tubuh dan faktor ekstrinsik yang berasal dari luar tubuh menyebabkan fungsi paru menjadi tidak maksimal. Penyakit paru erat kaitannya dengan paparan udara luar terutama di lingkungan tempat kerja. Berdasarkan riset The Surveillance of Work Related and Occupational Respiratory Disease (SWORD) ditemukan penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan sebanyak 3300 kasus baru.3

Industri masyarakat di Indonesia yang berkembang cukup pesat adalah industri pembuatan rumah tradisional. Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang rumah tradisionalnya identik dengan tembok berbahan batu bata yang ditempel dan diukir. Aktivitas menempel dan memahat batu bata akan lebih besar berisiko untuk terpapar debu batu bata. Desa penatih terletak di kota Denpasar, kecamatan Denpasar timur, dengan salah satu aktivitas masyarakatnya adalah membuat rumah tradisional Bali.

Penelitian yang dilakukan oleh Joshi SK dan Dudani I Pada tahun 2008 pada pekerja batu bata didapatkan kejadian yang meningkat pada penyakit bronkitis, asma, penurunan fungsi paru, faringitis, batuk, iritasi mata, fibrosis paru, emfisema, rinitis, alergi, dan melahirkan dengan berat badan yang rendah. Selain itu polusi udara yang dihasilkan dapat memicu reaksi inflamasi yang dapat menimbulkan gangguan pada saat ekspirasi.4

Gangguan pada saat ekspirasi berupa perubahan resistensi saluran pernapasan secara kuantitatif dapat diketahui melalui spirometer. Bila spirometer tidak tersedia, maka dapat digunakan peak flow meter (PFM).5 PFM dapat digunakan dalam menilai fisiologi paru yaitu dengan mengukur arus puncak ekspirasi.6 Nilai arus puncak ekspirasi dapat menjadi peringatan dini dari adanya penurunan fungsi paru. Namun nilai arus puncak ekspirasi tidak sensitif untuk menilai penurunan faal paru saat masih asimtomatis. Maka dari itu untuk menilai keluhan respirasi saat masih asimtomatis dapat menggunakan kuisioner St. George’s Respiratory Questionnaire

(SGRQ). Pada kuisioner ini terdapat beberapa indikator keluhan respirasi yang dapat dinilai.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui karakteristik, keluhan respirasi dan kejadian obstruksi jalan napas pada pekerja rumah tradisional Bali di Desa Penatih menyebabkan peneliti tertarik

BAHAN DAN METODE

Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan rancangan cross-sectional. Lama penelitian ini adalah 7 bulan yaitu dari bulan Februari sampai September 2019. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah pekerja penempel dan pemahat batu bata pada rumah tradisional Bali di desa Penatih.

Sampel diambil dengan teknik pengambilan sampel total sampling dikarenakan populasi yang jumlahnya kurang dari 100. Seluruh pekerja penempel atau pemahat batu bata pada rumah tradisional Bali di desa Penatih yang memenuhi kriteria dan setuju untuk menjadi sampel penelitian dalam penelitian ini. Jenis kelamin laki-laki, bekerja sebagai pekerja rumah tradisional Bali di lokasi penelitian dan yang menyetujui informed consent adalah kriteria inklusi. Sampel yang tidak kooperatif pada saat pengambilan data ke lokasi penelitian tidak dimasukkan sebagai sampel dalam penelitian. Lima puluh orang menjadi sampel dalam penelitian ini.

Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana telah memberi keterangan layak etik pada penelitian ini dengan nomor 1036/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 tertanggal 12 April 2019. Peneliti telah meminta ijin dengan pihak-pihak terkait di lapangan yaitu kepala desa, mandor dari pekerja dan peserta penelitian. Seluruh responden penelitian setuju ikut serta dalam penelitian dan telah menandatangani informed consent.

Kuisioner yang digunakan menggambarkan karakteristik responden yaitu lama kerja, kebiasaan merokok, penggunaan alat pelindung diri berupa masker, umur, status gizi, dan keluhan pernapasan atau respirasi. Arus puncak Ekspirasi diukur menggunakan mini wright peak flow meter sedangkan timbangan berat badan dan microtoise digunakan untuk mengukur berat badan dan tinggi badan.

HASIL

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2019 – September 2019 di Desa Penatih Kecamatan Denpasar Timur. Jumlah responden penelitian ini terdiri dari 50 subjek yaitu pekerja rumah tradisional Bali yang telah memenuhi kriteria inklusi. Pekerja rumah tradisional Bali di Desa Penatih tersebar hampir sebagian besar di Banjar Gunung.

Keseluruhan sampel tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda tiap variabelnya. Karakteristik responden yang dimaksud adalah terdiri dari kebiasaan merokok, penggunaan APD, status gizi, dan APE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden memiliki kebiasaan merokok (56%), menggunakan APD (82%), status gizi normal (68%), APE tergolong sudah obstruksi yaitu sebagian besar tergolong dalam obstruksi ringan (32%), serta kurang dari setengahnya termasuk dalam kategori APE normal (36 %). Distribusi karakteristik responden berdasarkan kebiasaan merokok, penggunaan APD, status gizi, dan APE dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden

Karakteristik Responden

Frekuensi (n=50)

Persentase (%)

Kebiasaan Merokok

Ya

28

56

Tidak

22

44

Penggunaan APD Ya

41

82

Tidak

9

18

Status Gizi

Gemuk (IMT

10

20

>25,0)

Kurus (IMT

6

12

<18,5)

Normal (IMT

34

68

18,5 - 25,0) APE

Normal (80% -

18

36

100%)

Obstruksi

5

10

Berat (< 50%) Obstruksi

11

22

Sedang (50% – 70%) Obstruksi

16

32

Ringan (70% – 80 %)

Total

50

100

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan distribusi rerata umur 48,48 ± 9,57 rerata lama kerja 17,34 ± 13,55, rerata lama merokok 18,43 ± 10,08, rerata tinggi badan 166,12 ± 8,42, rerata berat badan 65,02 ± 11,51 rerata IMT 23,04 ± 4,26 dan rerata APE 75,85 ± 19,93. Distribusi rerata karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Rerata Karakteristik Responden

Karakteristik

Rerata ± SB

Umur

48,48 ± 9,57

Lama Kerja

17,34 ± 13,55

Lama Merokok

18,43 ± 10,08

Tinggi

166,12 ± 8,42

Berat Badan

65,02 ± 11,51

IMT

23,04 ± 4,26

APE

75,85 ± 19,93

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sebagian besar mengeluh batuk (42%). Kemudian terbanyak kedua adalah nyeri dada (22%), terbanyak ketiga yaitu sama-sama sesak napas dan batuk berdahak (12%) dan sedikit yang mengeluh wheezing atau mengi (6%). Distribusi karakteristik dari keluhan respirasi responden dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Karakteristik Keluhan Respirasi

Jenis Keluhan Respirasi

Frekuensi (n=50)

Persentase (%)

Sesak Napas

6

12

Batuk

21

42

Batuk

6

12

Berdahak

Wheezing

3

6

Nyeri Dada

11

22

Total

50

100

PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel 1. dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden yang memiliki kebiasaan merokok tergolong sebagai perokok sedang menurut Indeks Brinkman. Menghirup lebih dari 4000 substansi bahan kimia dapat disamakan sebagai aktivitas merokok. Komponen yang terdapat pada asap rokok terdiri dari 95 % bahan kimia dan sisanya adalah partikel yang tidak dapat disaring oleh sistem pertahanan paru. Ukuran partikel komponen asap rokok yang tidak dapat disaring adalah 0,2 - 0,5 µm dengan jumlah sebanyak 3 × 109.7 Proses pembakaran tembakau dan nikotin yang mengeluarkan partikel padat dan gas terjadi pada saat merokok. Zat berbahaya lain seperti nikotin, tar, karbon monoksida, nitrogen, dan sianida, merupakan bahan di dalam rokok yang berbahaya. Sekresi lendir terjadi akibat dari adanya asap rokok. Nikotin dapat melumpuhkan silia, yang dapat menghambat fungsi pembersihan jalan napas. Sekresi lendir yang menumpuk juga dapat memicu munculnya keluhan respirasi seperti batuk, produksi dahak yang meningkat, dan sesak napas. Sehingga responden

yang merokok cenderung dua kali lebih sering memiliki keluhan respirasi.8 Mayoritas pekerja rumah tradisional Bali di Desa Penatih melakukan aktivitas merokok, jadi kecendrungan pekerja rumah tradisional Bali di Desa Penatih menderita gangguan pernapasan akan lebih tinggi.

Pada penelitian ini didapatkan kebiasaan menggunakan alat pelindung diri berupa masker lebih kecil daripada penelitian Fahimi dkk3 yang mendapatkan sebesar 100% responden menggunakan masker. Masker memiliki fungsi     berupa

perlindungan terhadap paparan polutan inhalable (yang mudah terhirup) seperti debu/ PM10. Masker yang digunakan oleh pekerja di lingkungan yang udaranya banyak mengandung debu dapat mengurangi masuknya partikel debu ke dalam saluran pernapasan. Penggunaan masker sendiri bukan jaminan bahwa seorang pekerja akan terhindar dari kemungkinan terjadinya gangguan pernapasan, hal ini dikarenakan ada banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Berdasarkan penelitian Aviandari dkk9 gangguan obstruksi paru pada pekerja gandum tidak menemukan adanya kelainan faal paru obstruksi terhadap 146 orang (100%) pekerja yang menggunakan masker selama bekerja.9

Penelitian yang dilakukan oleh Khumaidah menemukan pekerja mebel di Jepara banyak yang memiliki gangguan fisiologi paru adalah yang memiliki status gizi normal dibandingkan dengan pekerja yang memiliki status gizi tidak normal. Pekerja penggilingan batu kapur lebih banyak gangguan fisiologi paru pada pekerja yang memiliki status gizi kurus atau status gizi tidak normal. Penyebab pekerja yang memiliki status gizi kurus mengalami gangguan fisiologi paru adalah akibat hilangnya berat badan, dan gizi buruk yang berkaitan erat dengan kejadian COPD. Kejadian COPD banyak ditemukan pada masyarakat dengan sosioekonomi yang rendah. Sosioekonomi yang kurang dapat mempengaruhi kemampuan dalam memenuhi asupan makanan yang bergizi setiap hari.10

Pada penelitian ini didapatkan nilai tertinggi dari obstruksi adalah obstruksi ringan, namun pengukuran APE masih memiliki kelemahan karena membutuhkan instruksi yang jelas dengan demonstrasi yang berulang. Setiap responden memiliki pemahaman yang berbeda mengenai cara kerja alat peak flow meter yang digunakan untuk mengukur nilai APE. sehingga ketepatan pengukuran bergantung pada pemahaman dari setiap responden itu sendiri.

Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan yaitu dari 50 responden, distribusi rerata umur adalah 48,48 ± https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V10.i6.P06

9,57 tahun. Bertambahnya umur sejalan dengan penurunan kemampuan organ tubuh. sehingga dengan bertambahnya umur dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan degenerasi otot pernapasan. Degenerasi otot pernapasan yang menyebabkan otot menjadi kaku, menarik napas menjadi lebih berat, dan kapasitas pernapasan menurun. Umur dari responden bervariatif dari 30 sampai 83 tahun. Tetapi sebagian besar responden berada pada umur 36-45 tahun (36 %). Selain itu bertambahnya umur seseorang, mengakibatkan penurunan juga pada sistem imunnya.11 Jadi semakin tua usia responden yaitu pekerja rumah tradisional Bali di Desa Penatih, maka semakin tinggi risiko gangguan pernapasannya dikarenakan berkurangnya sistem imun. Distribusi rerata lama kerja adalah 17,34 ± 13,55.

Berdasarkan karakteristik responden berupa lama kerja, didapatkan rentang variasi lama kerja yang lebar, yaitu dalam rentang 2 sampai 62 tahun. Notoatmodjo menyebutkan penyebab penyakit salah satunya adalah suatu pajanan pekerjaan, dan peningkatan intensitas dari pajanan tersebut oleh karena waktu bekerja yang lama. Responden yang selalu terpapar pajanan seperti paparan debu batu bata yang mengandung particular matter secara bertahap dapat menurunkan fungsi paru dan meningkatkan risiko penyakit paru obstruksi kronis.12 Jadi besarnya gangguan pernapasan yang dialami sejalan dengan lamanya responden sudah bekerja.

Distribusi rerata lama merokok adalah 18,43 ± 10,08. Perubahan struktur, fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru merupakan akibat dari merokok. Pelepasan neutrofil dan faktor kemotaktik yaitu interleukin-8 dan leukotrien B4 oleh makrofag dan dan sel epitel di saluran pernapasan disebabkan oleh asap rokok dan zat iritan. Proses berikutnya adalah enzim protease yang dilepaskan neutrofil menghancurkan jaringan ikat di parenkim paru sehingga menyebabkan terjadinya emfisema. Hipersekresi mukus juga terjadi dan mengakibatkan obstruksi.13

Distribusi rerata tinggi badan adalah 166,12 ± 8,42. Hal ini menunjukkan bahwa responden lebih banyak memiliki tinggi 165 cm. Distribusi rerata berat badan adalah 65,02 ± 11,51. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden memiliki berat 60 kg. Distribusi rerata IMT adalah 23,04 ± 4,26. Berdasarkan IMT dibagi menjadi tiga kategori yaitu gemuk (IMT >25,0), kurus (IMT <18,4) dan normal (IMT 18,5-25,0). Berdasarkan hasil penelitian responden lebih banyak yang memiliki IMT 22 dimana ini termasuk dalam kategori

normal. Distribusi rerata nilai APE adalah 75,85 ± 19,93. Nilai APE dalam penelitian dibagi menjadi kategori normal (APE 80% - 100%), Obstruksi ringan (APE 70% - 80%), obstruksi sedang (50% - 70%), obstruksi berat (APE <50%), gagal napas (APE < 30%). Pada responden didapatkan niali APE lebih dari setengahnya sudah mengalami obstruksi dan sebagian besar sudah mengalami obstruksi ringan.

Tabel 3 menjelaskan bahwa responden sebagian besar mengeluh batuk, kemudian terbanyak kedua adalah nyeri dada, terbanyak ketiga yaitu sama-sama sesak napas dan batuk berdahak serta sedikit yang mengeluh wheezing atau mengi. Distribusi karakteristik batuk yaitu dari 21 responden yang mengeluhkan batuk sebagian besar keluhan muncul hanya sekali dalam seminggu. Sementara dari 11 responden yang mengalami keluhan nyeri dada sebagian besar keluhannya muncul selama satu kali serangan dalam 4 minggu terakhir. Selain itu dari 6 responden yang mengalami keluhan batuk berdahak dan sesak napas sebagian besar keluhan muncul sekali-sekali dalam seminggu serta dari 3 responden yang mengalami wheezing, 2 responden mengeluhkan keluhan muncul sekali-sekali dalam seminggu dan 1 responden hampir setiap hari dalam seminggu.

Faktor utama penyebab terjadinya sesak napas pada pekerja rumah tradisional Bali di Desa Penatih adalah allergen berupa partikel debu batu bata di tempat kerja. Penyebab lain yang dapat berkontribusi terhadap munculnya sesak adalah penyempitan jalan napas, berkurangnya elastisitas paru, atau karena adanya resisitensi pernapasan.14 Batuk dapat muncul oleh karena adanya reseptor batuk pada saluran pernapasan yang terkena partikel iritan dan produksi mukus.15 Batuk dapat menjadi suatu upaya pembersihan dari saluran pernapasan bagian bawah, tanda dari adanya iritasi pada saluran pernapasan.16 Fungsi mukus pada saluran napas adalah menghangatkan udara yang masuk, menyaring partikel udara, dan tanda terjadi infeksi. Rangsangan fisik atau fine particular matter dan zat kimia memicu dilatasi duktus goblet. Sel goblet mengalami hipertropi dan hiperplasi sehingga menyebabkan produksi mukus yang berlebih. Mukus dari saluran napas bawah keluar melalui mekanisme batuk sedangkan mukus dari saluran napas bagian atas keluar melalui hidung.14 Wheezing atau mengi adalah penyempitan bronkus oleh karena allergen terjadi penumpukan mukus. Udara yang sempit mengakibatkan terjadinya resonansi suara sesuai dengan bidang yang dilewati. Ini juga menjelaskan mengapa suara napas jika wheezing seperti suara seruling.16 Karakter suara yang dihasilkan ditentukan

oleh kecepatan pernapasan, massa, serta kondisi saluran pernapasan.15 Nyeri yang dimaksud adalah nyeri dada yang disebabkan oleh adanya infeksi pada bagian dalam paru yang melebar ke daerah tepi paru dan mengenai pleura parietalis, nyeri bersifat lokal atau lokasinya dapat ditentukan dengan mudah. Intensitas dapat bertambah pada saat bernapas dalam atau disebut dengan chest wall point.15

SIMPULAN DAN SARAN

Pekerja rumah tradisional Bali di Desa Penatih sebagian besar memiliki kebiasaan merokok, status gizi normal, dan hampir semuanya sudah menggunakan APD berupa masker pada saat bekerja. Pekerja rumah tradisional Bali di Desa Penatih paling banyak mengeluh batuk dan sedikit sekali yang mengeluh wheezing atau mengi. Pekerja dengan rerata umur 48 tahun yang bekerja sudah selama 17 tahun, lebih dari setengahnya sudah mengalami obstruksi dan sebagian besar tergolong dalam kategori obstruksi ringan, hal ini dapat dilihat dari keluhan respirasinya yaitu sebagian besar responden sudah mengeluhkan batuk.

Penelitian analitik lebih lanjut dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai hubungan antara karakteristik, keluhan respirasi dan kejadian obstruksi jalan napas pada pekerja rumah tradisional Bali di Desa Penatih. Dengan gambaran karakteristik pekerja yang ditampilkan diharapkan dapat membuka jalan bagi instansi pemerintah terkait yaitu Dinas Kesehatan agar menjalankan program Usaha Kesehatan Kerja. Seperti dilakukan screening terhadap kesehatan respirasi pada populasi yang berisiko. Hal ini bertujuan agar para pekerja lebih memperhatikan dan menjaga kesehatan paru.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan pihak Kepala Desa Penatih, para pekerja penempel dan pemahat batu bata pada rumah tradisional Bali di Desa Penatih yang bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Serta semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.  Price,yA.S., and Wilson, M.L. Patofisiologi

KonsepkKlinispProses-Prosesppenyakit.

6th    ed. Jakarta:Buku Kedokteran

EGC;2006. h.736.

  • 2.    Sherwood,lL. Fisiologi Manusia. 6th ed. Jakarta:Buku Kedokteran EGC;2007. h.499-501.

  • 3.    Fahmi T. Hubungan Masa Kerja dan Penggunaan APD dengan Kapasitas Fungsi Paru pada Pekerja Tekstil Bagian Ring Frame Spinning I di Pt. X Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. 2012;1(2).

  • 4.    Yirsaw Alemu B. Expropriation, valuation and compensation practice in Ethiopia: The case of Bahir Dar city and surrounding. Property Management. 2013 Mar 29;31(2):132-58.

  • 5.    Maranatha,DDaniel.    Penyakit    Paru

Obstruksi Kronik (PPOK). Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR Dr. Soetomo. Surabaya, 2004. h.28-29.

  • 6.    Siregar FZ. Perbandingan Arus Puncak Ekspirasi Sebelum dan Sesudah Latihan Fisik pada Anak Obesitas dan Tidak Obesitas (Master's thesis).

  • 7.    Behr J, Nowak D. Tobacco smoke and respiratory disease. World. 2002;58(44):1-20.

  • 8.    Langhammer A, Johnsen R, Holmen J, Gulsvik A, Bjermer L. Cigarette smoking gives more respiratory symptoms among women than among men The Nord-Trøndelag Health Study (HUNT). Journal of Epidemiology & Community Health. 2000 Dec 1;54(12):917-22.

  • 9.    Aviandar G. Prevalensi Gangguan Obstruksi Paru dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja Dermaga & Silo Gandum di PT X Jakarta.

  • 10.    Agarwal K, Sharma L, Menon B, Gaur SN. Comparison of nutritional status in chronic obstructive pulmonary disease and asthma. Indian Journal of Allergy, Asthma and Immunology. 2013 Jul 1;27(2):115.

  • 11.    Faridah IN, Andayani TM. Pengaruh Umur dan Penyakit Penyerta Terhadap Resiko Infeksi Luka Operasi Pada Pasien Bedah Gastrointestinal.       PHARMACIANA.

2012;2(2).

  • 12.    Kumendong DJ, Rattu JA, Kawatu PA. Hubungan antara lama paparan dengan kapasitas paru tenaga kerja industri mebel di CV. Sinar Mandiri Kota Bitung. KESMAS. 2012 Jan 31;1(1):5-10.

  • 13.    BarnersPPJ.CChronicOObstructive Pulmonary Disease. N Engl J Med . 2000. vol. 343 No.4.

  • 14.    Ward,WJ.WWard,     J.     Leach,KM.

Richard,MM. Wiener,CC. At a glance Respiratory System 2nd Edition. Jakarta: Erlangga. 2006. h.47.

  • 15.    Ringel,RE.BBuku Saku Hitam Kedokteran Paru. Jakarta: Indeks. 2012.

  • 16.    Djojodibroto,DD. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta:Buku Kedokteran EGC;2009. h.55.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V10.i6.P06

33