Jurnal medika udayana

JMU


ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.2,Februari, 2021

Diterima:06-12-2020 Revisi: 13-01-2020 Accepted: 05-02-2021

EFEK AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Klebsiella pneumoniae ATCC 13883 DAN Staphylococcus aureus ATCC 25923

I Dewa Agung Gede Meisha Dhanam1, Ni Nengah Dwi Fatmawati2, Ni Nyoman Sri Budayanti2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana [email protected]

ABSTRAK

Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan berbagai negara terutama negara berkembang seperti Indonesia. Infeksi yang diakibatkan karena lingkungan rumah sakit disebut infeksi nosokomial. Staphylococcus aureus dan Klebsiella pneumoniae termasuk bakteri yang paling umum menyebabkan infeksi nosokomial. Salah satu bahan yang diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan Klebsiella pneumoniae dan Staphylococcus aureus adalah daun pepaya (Carica papaya L.). Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan metode true experimental post test only group design. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol 96% daun pepaya dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% terhadap pertumbuhan bakteri Klebsiella pneumoniae ATCC 13883 dan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Metode yang digunakan adalah metode difusi cakram dengan mengukur diameter zona hambat disekitar cakram. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol 96% daun pepaya dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan rata-rata diameter zona hambat masing-masing yaitu 6,5 mm pada konsentrasi ekstrak 20%, 9,25 mm untuk pada konsentasi ekstrak 40%, 12,25 mm pada konsentrasi ekstrak 60% serta 14,0 mm pada konsentasi ekstrak 80%. Kontrol positif ciprofloksasin memiliki rerata zona hambat sekitar 31,25 mm dan kontrol negatif adalah 0 mm. Uji Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan bermakna antar setiap konsentrasi (p<0,05). Ekstrak etanol 96% daun pepaya dengan berbagai konsentrasi tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri pada bakteri Klebsiella pneumoniae ATCC 13883.

Kata kunci: Daun Pepaya (Carica papaya L.), ekstrak etanol 96%, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae.

ABSTRACT

Infectious diseases are still a concerning health problems in many countries around the world, especially in developing countries like Indonesia. Infections that are caused by hospital environment is called nosocomial infections. Staphylococcus aureus and Klebsiella pneumonia are most common bacteria that may cause nosocomial infections. One of the ingredients that is known to influence the growth of Klebsiella pneumonia and Staphylococcus aureus is papaya leaves (Carica papaya L.). The purpose of this study was to determine the effect of 96% ethanol ectract of papaya leaves with a concentrations of 20%, 40%, 60%, 80% on growth of Klebsiella pneumoniae ATCC 13883 and

Staphylococcus aureus ATCC 25923 bacteria. This research used the disk diffusion method by measuring the diameter of inhibition zone around the disc. The results showed ethanol extract 96% of papaya leaves with a concentrations of 20%, 40%, 60%, 80% had antibacterial activity in Staphylococcus aureus ATCC 25923 with average inhibition zone diameter respectively 6.5 mm at extract concentration of 20%, 9.25 mm at extract concentration of 40%, 12.25 mm at extract concentration of 60% and 14.0 mm at extract concentration of 80%. Positive control ciprofloxacin had mean inhibition zone around 31.25 mm while the negative control was 0 mm. Results of the Mann-Whitney Test showed that there were significant differences between each concentration of extract (p<0.05). Various concentrations of papaya leaves extract did not show any antibacterial activity on Klebsiella pneumoniae ATCC 13883 bacteria.

Keywords: Papaya leaves (Carica papaya L.), 96% ethanol extract, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae.

PENDAHULUAN

Infeksi merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan terbesar di seluruh dunia termasuk di Indonesia.1 Infeksi yang bersumber dari lingkungan rumah sakit disebut dengan infeksi nosokomial. Persentase infeksi nosokomial di rumah sakit di seluruh dunia mencapai 9% (variasi 3-21%). Infeksi nosokomial dialami oleh lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit.2 Angka infeksi nosokomial di Indonesia cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8% pada tahun 2010. Sebesar 90% infeksi nosokomial disebabkan oleh bakteri, sementara mikobakterial, virus, jamur atau protozoa merupakan penyebab yang jarang terlibat dalam infeksi nosokomial. Bakteri yang paling umum menyebabkan infeksi nosokomial yaitu, Staphylococcus aureus, Streptococcus spp., Bacillus cereus, Acinetobacter spp., coagulase negatif Staphylococci, Enterococci, Pseudomonas aeruginosa, Legionella dan anggota Famili Enterobacteriaceae seperti Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella spp., Serratia marcescens dan Klebsiella pneumoniae.3

Klebsiella pneumoniae dan Staphylococcus aureus termasuk dalam patogen yang sering menimbulkan infeksi nosokomial. Infeksi Klebsiella sebagian besar dialami oleh individu dengan sistem imun yang lemah, terutama pada lanjut usia. Banyak infeksi tersebut baru didapat sesudah seseorang masuk rumah sakit akibat penyakit lain yang dideritanya (infeksi nosokomial). Penyakit akibat Klebsiella pneumoniae yang secara klinis dapat terjadi meliputi pneumonia, infeksi saluran kemih, kolesistitis, diare, infeksi saluran pernapasan bagian atas, infeksi luka, osteomielitis, meningitis, bakteremia dan septikemia.4

Staphylococcus aureus merupakan salah satu patogen paling umum dan berpotensi secara

signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas di masyarakat. Bakteri tersebut merupakan bakteri komensal gram positif dan umumnya menyebabkan infeksi kulit dan jaringan lunak. Bakteri tersebut dapat menyebabkan infeksi serius dan mengancam jiwa seperti abses yang dalam, endokarditis, osteomielitis, pneumonia, vaskulitis.5,6. Staphylococcus aureus merupakan patogen penyebab dari banyak infeksi yang berasosiasi dengan rumah sakit dan komunitas.

Daun pepaya mengandung senyawa-senyawa kimia yang bersifat antiseptik, antiinflamasi, antifungal, dan antibakteri. Uji fitokimia menemukan bahwa daun pepaya mengandung senyawa aktif seperti antraquino, tanin, triterpenoid, saponin, alkaloid karpain, dan steroid. Senyawa aktif tersebut bersifat antibakteri. Tocophenol dan alkaloid karpin merupakan senyawa aktif yang terkandung di dalam daun pepaya yang berperan sebagai zat penghambat pertumbuhan bakteri. Tocophenol merupakan senyawa fenol yang terdapat di dalam tanaman pepaya, sedangkan alkaloid karpin termasuk golongan senyawa alkaloid. Mekanisme kerja zat tersebut sebagai antibakteri adalah dengan cara meracuni potoplasma, merusak dan menembus dinding sel bakteri, serta mengendapkan protein sel bakteri. Terdapat juga asam asam organik seperti lauric acid, caffeic acid, gentistic acid, asorbic acid, serta terdapat juga β-sitosterol, flavanoid, dan polifenol yang juga terkandung dalam daun papaya.7 Penulis melalukan penelitian ini dengan melihat pada banyaknya senyawa antibakteri yang terdapat dalam daun papaya dan selanjutnya tertarik untuk melihat efeknya terhadap pertumbuhan bakteri Klebsiella pneumoniae ATCC 13883 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian true experimental post test only untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun pepaya terhadap pertumbuhan Klebsiella pneumoniae ATCC 13883 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan (P). Kelompok kontrol adalah kontrol negatif yaitu etanol (K1) dan kontrol positif yaitu cefotaxime dan ciprofloksasin (K2). Kelompo perlakuan dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan konsentrasi ekstrak etanol daun pepaya yang diuji yaitu konsentrasi 20mg/ml (P1), 40mg/ml (P2), 60mg/ml (P3), dan 80 mg/ml (P4). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Oktober 2019.

Ekstraksi daun pepaya dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 2500gram serbuk kasar daun pepaya selanjutnya diayak menggunakan ayakan 60 mesh. Sehingga didapatkan 800gram simplisia daun pepaya halus dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer, kemudian direndam dengan larutan etanol 96% sebanyak 1,5 L, ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Setelah 3 hari, sampel yang direndam tersebut disaring menggunakan kertas saring menghasilkan filtrat 1 dan ampas 1. Ampas yang ada kemudian dimaserasi dengan larutan etanol 96% sebanyak 1,5 L, ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Setelah 3 hari, sampel tersebut disaring menggunakan kertas saring menghasilkan filtrat 2 dan ampas 2. Filtrat 1 dan 2 digabungkan, lalu dievaporasi menggunakan rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak daun pepaya kental. Ekstrak kental yang dihasilkan dibiarkan pada suhu ruangan hingga seluruh pelarut etanol menguap. Ekstrak ditimbang dan disimpan dalam wadah gelas tertutup dan di masukan ke lemari pendingin sebelum digunakan untuk pengujian.

Penelitian dilakukan dengan penanaman kembali koloni Klebsiella pneumoniae ATCC 13883 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 di media Muller Hinton Agar (MHA) menggunakan lidi kapas steril. Ekstrak etanol daun pepaya yang sudah dibuat dengan berbagai konsentrasi selanjutnya diteteskan ke blank disk lalu diinkubasi disuhu 37oC selama 24 jam. Hasil perlakuan kemudian dinilai berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan dengan pengulangan sebanyak empat kali. Penelitian ini juga melakukan analisis terhadap senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada ekstrak etanol 96% daun pepaya.

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian. Nilai mean dan standar deviasi digunakan untuk data numerik. Distribusi dikatakan normal bila p>0,05 (memenuhi asumsi normalitas) dan jika p<0,05 distribusi dikatakan tidak normal. Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis variabel independen dan dependen yaitu untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variasi konsentrasi ekstrak etanol daun pepaya dengan efek antibakterinya pada Klebsiella pneumoniae dan Staphylococcus aureus. Hasil penelitian diuji dengan uji normalitas (Shapiro-wilk) dan uji homogenitas (Levene). Uji One Way ANOVA dilakukan jika sebaran data normal. Uji non-parametrik (Kruskal Wallis) dilakukan jika data tidak normal dan tidak homogen. Uji untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dilakukan dengan menggunakan uji Mann Whitney. Nilai p<0,05 dianggap signifikan secara statistik. Data yang telah terkumpul kemudian dikategorikan sesuai tujuan dan ditabulasi dalam bentuk tabel untuk setiap variabel sesuai dengan tujuan penelitian.

Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, Bali, dengan Nomor Ethical Clearance : 2019.01.1.0386.

HASIL

Sebelum pengekstrakan daun pepaya, dilakukan uji determinasi untuk mengidentifikasi apakah spesies daun yang digunakan tersebut merupakan spesies Carica papaya L. Hasil uji determinasi tumbuhan yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bedugul menyatakan bahwa daun pepaya yang digunakan dalam penelitian ini berada dalam klasifikasi sebagai berikut:

Uji fitokimia terhadap crude extract daun pepaya (Carica papaya L.) untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder dilakukan secara kualitatif. Daun pepaya mengandung senyawa metabolit sekunder seperti saponin, fenol, terpenoid, glikosida, alkaloid, flavonoid, dan tanin. Senyawa steroid didapatkan negatif pada ekstrak daun pepaya. Hasil uji fitokomia dijabarkan pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Daun Pepaya (Carica papaya L.)

Senyawa Metabolit Sekunder Hasil

Saponin

+

Fenol

+

Steroid

-

Terpenoid

+

Glikosida

+

Alkaloid

+

Flavonoid

+

Tanin

+

Keterangan: (+) mengandung senyawa, (-) tidak mengandung senyawa

Gambar 1. Hasil pengukuran zona hambat. A : Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. B: Bakteri Klebsiella pneumoniae ATCC 13883.

K(+) (bakteri A Ciprofloksasin dan bakteri B Cefotaxime), K(-) etanol 96%, a. konsentrasi 20%, b. konsentrasi 40%, c. konsentrasi 60%, d. konsentrasi 80%.

Tabel 2., menunjukkan diameter zona hambat ekstrak daun pepaya dalam empat konsentrasi (20%, 40%, 60%, 80%), cefotaxime, dan etanol 96% terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae ATCC 13883 dengan metode difusi disk. Pengulangan I sampai IV tidak mendapatkan adanya zona hambat pada ekstrak daun pepaya dalam empat konsentrasi maupun pada etanol 96%, sementara pada kontrol positif cefotaxime terdapat zona bening dengan perbedaan hasil disetiap pengulangan.

Ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, akan tetapi tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae ATCC 13883. Hasil observasi pada bakteri Klebsiella pneumoniae ATCC 13883 memperoleh rerata diameter zona hambat yang terbentuk adalah sebesar 0 mm pada konsentrasi ekstrak 20%, 40%, 60% serta 80%. Kombinasi ekstrak tidak menunjukkan adanya daya hambat.

Daya hambat paling tinggi untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 adalah konsentrasi 80%. Hasil uji daya hambat menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin besar zona hambat. Hasil pengukuran dan uji komparabilitas zona hambat ekstrak terhadap Klebsiella pneumoniae ATCC 13883 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 tertera pada tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Hasil Pengukuran dan Uji Komparabilitas Zona Hambat Ekstrak Terhadap Klebsiella pneumoniae ATCC 13883

Jenis Perlakuan

Diameter zona hambat (mm)

I     II    III   IV

Rerata (mm)

Kontrol -

0   0

0

0

0

Kontrol +

37  35

36

34

35,5

Ekstrak konsentrasi 20%

0   0

0

0

0

Ekstrak konsentrasi 40%

0   0

0

0

0

Ekstrak konsentrasi

0   0

0

0

0

60%

Ekstrak konsentrasi 80%

0

0   0

0

0

Tabel 3. Hasil Pengukuran dan Uji Komparabilitas

Zona Hambat Ekstrak Terhadap Staphylococcus

aureus ATCC 25923

Diameter zona

Rerata

Jenis Perlakuan

hambat (mm)

(mm) ±

I

II

III

IV

SB

Kontrol -

0

0

0

0

0

Kontrol +

30

30

32

33

31,25 ±

1,50

Ekstrak

6,50 ±

konsentrasi 20%

6

7

7

6

0,57

Ekstrak

9,25 ±

konsentrasi 40%

10

8

9

10

0,95

Ekstrak

12,25 ±

konsentrasi 60%

13

11

13

12

0,95

Ekstrak                                  14,00 ±

konsentrasi 80%  15  12   15    14     1,41

Hasil diameter zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang didapatkan dari masing-masing kelompok jenis perlakuan kemudian dianalisis untuk menentukan normalitas dan homogenitas data penelitian. Uji normalitias mendapatkan nilai signifikansi 0,224 (p>0,05) pada kontrol (+), 0,024 (p<0,05) pada konsentrasi 20%, 0,272 (p>0,05) pada konsentrasi 40%, 0,272 (p>0,05) pada konsentrasi 60%, 0,161 (p>0,05) pada konsentrasi 80%. Nilai tersebut menunjukkan terdapat distribusi data tidak normal. Hasil uji homogenitas didapatkan nilai signifikansi 0,016 (p<0,05) yang menunjukkan data penelitian tidak homogen. Uji non-parametrik Kruskal Waliss selanjutnya dilakukan untuk mengetahui apakah masing – masing konsentrasi ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki perbedaan yang signifikan terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923.

Tabel 4. Hasil Analisis Kruskal-Wallis Zona Hambat Ekstrak Etanol Daun Ekstrak Etanol Daun

Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Pertumbuhan

Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Kelompok Perlakuan

Jumlah Sampel

Rerata ± SB (mm)

Median (minmax)

Nilai p

K-

4

0

0

K+

4

31,25 ±

31

1,50

(30–33)

Ekstrak dosis

4

6,50 ±

6,50

20%

0,57

(6–7)

Ekstrak dosis

4

9,25 ±

9,50

0,001

40%

0,95

(8–10)

Ekstrak dosis

4

12,25 ±

12,50

60%

0,95

(11–13)

Ekstrak dosis

4

14,00 ±

14,50

80%

1,41

(12–15)

Keterangan: * = menunjukkan berbeda bermakna pada p<0,05

Hasil uji Kruskal Wallis pada tabel 4 memperoleh nilai signifikansi sebesar 0,0001 (p<0,05) yang berarti ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) dalam berbagai konsentrasi berpengaruh terhadap partumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Uji Mann Whitney selanjutnya dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara masing – masing konsentrasi (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil Analisis Uji Mann Whitney

Konsentrasi (%)

N

Rerata Diameter Zona Hambat

Nilai p

Kontrol Negatif

4

2,50

0,013

Kontrol Positif

6,50

Kontrol Negatif

4

2,50

0,013

20%

6,50

Kontrol Negatif

4

2,50

0,013

40%

6,50

Kontrol Negatif

4

2,50

0,013

60%

6,50

Kontrol Negatif

4

2,50

0,013

80%

6,50

Kontrol Positif

4

6,50

0,019

20%

2,50

Kontrol Positif

4

6,50

0,019

40%

2,50

Kontrol Positif

4

6,50

0,019

60%

2,50

Kontrol Positif

4

6,50

0,019

80%

2,50

20%

4

2,50

0,019

40%

6,50

20%

4

2,50

0,019

60%

6,50

20%

4

2,50

0,019

80%

6,50

40%

4

2,50

0,019

60%

6,50

40%

4

2,50

0,019

80%

6,50

60%

4

3,13

0,106

80%

5,88

Ekstrak dengan konsentrasi yang lebih tinggi mempunyai nilai rerata lebih besar dibandingkan ekstrak dengan konsentrasi lebih rendah (6,50>2,50) seperti perbandingan antara kontrol negatif dengan kontrol positif, kontrol negatif dengan 20%, kontrol negatif dengan 40%, kontrol negatif dengan 60%, kontrol negatif dengan 80%, kontrol positif dengan 20%, kontrol positif dengan 40% kontrol positif dengan 60%, kontrol positif dengan 80%, 20% dengan 40%, 20% dengan 60%, 20% dengan 80%, 40% dengan 60%, 40% dengan 80%. Nilai p untuk beberapa perbandingan mempunyai konsentrasi lebih kecil dari 0,05, yang menandakan adanya perbedaan daya hambat yang bermakna pada setiap kelompok konsentrasi. Hasil ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi dapat mempengaruhi diameter zona hambat bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 25923, namun pada kelompok konsentrasi 60% tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok konsentrasi 80% (p=0,106 atau p>0,05).

DISKUSI

Hasil penelitian terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 didapatkan hasil diameter zona hambat pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80% secara berurutan adalah 6,5 mm, 9,5 mm, 12,5 mm, 14,5 mm. Seluruh kelompok konsentrasi ekstrak menunjukkan adanya efek daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Diameter zona hambat tersebut apabila dikategorikan berdasarkan klasifikasi daya hambat pertumbuhan bakteri Greenwood 1955 maka konsentrasi daya ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) dengan konsentrasi 20% dan 40% dikategorikan tidak memiliki aktivitas daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 karena memiliki rerata diameter zona hambat sebesar 6,5 mm dan 9,5 mm atau kurang dari 10 mm. Ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 60% dan 80% dengan rerata diameter zona hambat sebesar 12,5 mm dan 14,5 mm dikategorikan memiliki aktivitas daya hambat yang lemah terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dikarenakan berada pada rentang diameter 10 mm sampai 15 mm.8 Standar Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) untuk ciprofloksasin 5 μg terhadap bakteri Staphylococcus aureus membedakan antara kriteria susceptible, intermediate dan resistant berdasarkan zona hambat yang dihasilkan. Kriteria CLSI untuk ciprofloksasin 5 μg terhadap bakteri Staphylococcus aureus dikatakan susceptible apabila diameter zona hambat yang terbentuk ≥21 mm, intermediate apabila diameter zona hambat antara 16 sampai 20 mm, dan resistant apabila diameter zona hambat ≤15 mm. Penelitian ini mendapatkan daya hambat ciprofloksasin 5 μg terhadap bakteri Staphylococcus aureus termasuk kategori susceptible karena diameter zona hambat yang terbentuk memiliki rerata 31 mm. Hasil diameter zona hambat dalam penelitian ini dibandingkan dengan CLSI untuk ciprofloksasin 5 μg, maka keseluruhan kelompok perlakuan setara dengan kriteria resistant untuk ciprofloksasin 5μg terhadap bakteri Staphylococcus aureus (Tabel 6).9

Tabel 6. Interpretasi Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96% daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Jenis Perlakuan

Diameter Zona Hambat (mm)

Interpretasi CLSI Ciprofloksasin 5 μg

Interpretasi Daya Hambat Greenwood

Tidak

Konsentrasi

20 %

6,5

resistant

memiliki daya

hambat

Konsentrasi

9,5

Tidak

40 %

resistant

memiliki daya

hambat

Konsentrasi

12,5

Memiliki daya

60 %

resistant

hambat yang lemah

Konsentrasi

14,5

Memiliki daya

80 %

resistant

hambat yang lemah

Kontrol Negatif

Tidak

0

resistant

memiliki daya hambat

Kontrol

Memiliki daya

Positif

31,25

susceptible

hambat yang

kuat

Penelitian ini menemukan seluruh kelompok konsentrasi ekstrak tidak memiliki efek daya hambat terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae ATCC 13883. Diameter zona hambat tersebut apabila dikategorikan berdasarkan klasifikasi daya hambat pertumbuhan bakteri Greenwood 1955 maka termasuk dalam kategori tidak memiliki efek terhadap pertumbuhan bakteri karena seluruh konsentrasi memiliki diameter zona hambat 0 atau kurang dari 10 mm.8 Standar Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) untuk cefotaxime 30 μg terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae membedakan antara kriteria susceptible, intermediate dan resistant dengan zona hambat yang dihasilkan. Kriteria CLSI untuk cefotaxime 30 μg terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae dikatakan susceptible apabila diameter zona hambat yang terbentuk ≥26 mm, intermediate apabila diameter zona hambat antara 23 sampai 25 mm, dan resistant apabila diameter zona hambat ≤22 mm. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa untuk cefotaxime 30 μg terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae dikatakan susceptible karena diameter zona hambat yang terbentuk memiliki rerata 35,5 mm. Hasil diameter zona hambat dalam penelitian ini dibandingkan dengan CLSI untuk cefotaxime 30 μg, maka keseluruhan kelompok perlakuan setara dengan kriteria resistant untuk cefotaxime 30 μg terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae (tabel 7).9

Tabel 7. Interpretasi Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96% daun pepaya (Carica papaya

L.) terhadap Bakteri Klebsiella pneumoniae ATCC

13883

Jenis Perlakuan

Diameter Zona Hambat (mm)

Interpretasi CLSI Cefotaxime 30 μg

Interpretasi Daya Hambat Greenwood

Konsentrasi

20 %

0

resistant

Tidak memiliki daya hambat

Konsentrasi

40 %

0

resistant

Tidak memiliki daya

hambat

Konsentrasi

60 %

0

resistant

Tidak memiliki daya hambat

Konsentrasi

80 %

0

resistant

Tidak memiliki daya

hambat

Kontrol Negatif

0

resistant

Tidak memiliki daya hambat

Kontrol Positif

35,5

susceptible

Memiliki daya hambat yang kuat

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya pada bakteri Staphylococcus aureus yang mendapatkan bahwa ekstrak daun pepaya mempunyai efek antibakteri pada bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Proteus vulgaris, dan P. aeruginosa menggunakan metode difusi, namun pada penelitian tersebut digunakan pelarut yang berbeda yaitu aseton, methanol, dan air.10 Efek antibakteri yang dimiliki oleh ekstrak etanol 96 % daun pepaya terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dikarenakan adanya kandungan metabolit sekundernya yaitu saponin, fenol, terpenoid, glikosida, alkaloid, flavonoid, dan tanin. Masing-masing senyawa tersebut memiliki mekanisme antibakteri yang berbeda.

Saponin dapat digunakan sebagai antibakteri karena zat aktif permukaannya mirip dengan deterjen, saponin akan mengakibatkan turunnya tegangan permukaan dinding sel bakteri dan mampu merusak permeabilitas membran. Permeabilitas membran sel yang berkurang akan menyebabkan keluarnya zat-zat seperti ion organik, enzim, nutrisi, dan asam amino yang akan menyebabkan terhambatnya metabolisme. Penurunan ATP selanjutnya akan terjadi, sehingga bakteri tidak mampu untuk berkembangbiak dan melakukan pertumbuhan yang akan menyebabkan kematian sel.11 Tanin memiliki aktivitas antibakteri yang memiliki hubungan dengan kemampuan untuk menginaktifkan adhesi sel dari mikroba, mampu

menginaktifkan enzim, dan juga menganggu transpor protein pada lapisan dalam sel. Tanin juga memiliki target pada polipeptida dinding sel sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna. Hal ini dapat menyebabakan sel bakteri menjadi lisis oleh karena tekanan osmotik maupun fisik sehingga sel bakteri akan mati.12

Flavonoid memiliki aktivitas antibakteri dalam melawan bakteri gram positif maupun negatif. Aktivitas ini diduga disebabkan oleh aktivitas gugus alkohol senyawa flavonoid yang mampu mengikat peptidoglikan di dinding sel. Selain itu gugus alkohol flavonoid juga mampu merusak membran sel bakteri melalui pengikatan pada lipopolisakarida.13 Fenol memiliki kemampuan dapat merusak dinding sel bakteri menjadi lisis dengan cara mendenaturasi protein pada bakteri sehingga sel bakteri akan mengalami kerusakan oleh karena terjadinya penurunan permeabilitas dinding sel bakteri yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan menyebabkan sel bakteri akan mati. Senyawa fenol sebagai antibakteri pada konsentrasi rendah bekerja dengan cara merusak membran sitoplasma dan menyebabkan kebocoran pada inti sel, sedangkan pada konsentrasi tinggi senyawa fenol berkoagulasi dengan protein seluler.14

Terpenoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang terbesar jika dilihat dari jumlah senyawa maupun variasi kerangka dasar strukturnya. Mekanisme kerja antibakteri dari senyawa terpenoid yaitu dengan meningkatkan fluiditas dan permeabilitas dari membran plasma bakteri sehingga terjadi kebocoran bahan intraseluler. Terpenoid juga dapat masuk ke membran sel sel menembus bagian dalam sel dan merusak bagian intraseluler yang penting untuk aktivitas bakteri.15

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya pada bakteri Klebsiella pneumoniae yang menemukan bahwa ekstrak daun pepaya mempunyai efek antibakteri terhadap Klebsiella pneumonia.10 Struktur sel dari bakteri gram negatif lebih kompleks jika dibandingkan dengan struktur sel bakteri gram positif. Bakteri Klebsiella sp. menguraikan laktosa dan membentuk kapsul baik in vivo atau in vitro dan koloninya berlendir. Kapsul dari bakteri terdiri dari antigen O dan antigen K. Antigen O merupakan liposakarida yang terdiri dari atas unit polisakarida yang berulang. Polisakarida O-spesifik memiliki kandungan gula yang unik. Antigen O memiliki kemampuan tahan terhadap panas dan alkohol dan dapat dideteksi dengan aglutinasi bakteri. Antigen K

merupakan suatu kapsul polisakarida dan berada di luar antigen O. Struktur kapsul ini memiliki fungsi untuk mencegah kematian bakteri oleh serum bakterisidal dan berfungsi untuk melindungi bakteri dari fagositosis oleh granulosit polimorfonuklear. Kedua antigen ini meningkatkan patogenitas bakteri Klebsiella.13

Penelitian ini hanya melakukan skrining fitokimia senyawa aktif secara kualitatif, sehingga jumlah zat aktif tidak dapat diukur. Ekstrak tidak dapat menghasilkan zona hambat bisa disebabkan karena konsentrasi zat aktif antibakteri yang terkandung dalam daun pepaya masih rendah sehingga tidak cukup efektif menghambat bakteri Klebsiella pneumonia. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa faktor dari lingkungan seperti suhu, tipe tanah, kondisi tanah, dan ketinggian mampu mempengaruhi morfologi dan genetika tumbuhan. Kondisi dari lingkungan tumbuhan hidup akan menentukan bagaimana tumbuhan tersebut melakukan aktivitas fisiologisnya, sehingga akan mempengaruhi kandungan metabolit sekunder.16

SIMPULAN

Kandungan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak etanol 96% daun pepaya berdasarkan hasil uji fitokimia secara kualitatif adalah saponin, fenol, terpenoid, glikosida, alkaloid, flavonoid, dan tanin. Senyawa steroid tidak didapatkan pada ekstrak daun pepaya. Ekstrak etanol daun pepaya memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, namun tidak memilik daya hambat terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae ATCC 13883.

Ekstrak etanol daun pepaya memiliki perbedaan daya hambat yang bermakna pada setiap kelompok konsentrasi, tetapi pada kelompok konsentrasi 60% tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok konsentrasi 80%. Ekstrak etanol daun pepaya memiliki daya hambat paling tinggi untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 yaitu pada konsentrasi 80%.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Mutsaqof AAN, Wiharto, Suryani E. Sistem pakar untuk mendiagnosis penyakit infeksi menggunakan forward chaining. J Teknol Inf. 2016;4(1):43-7.

  • 2.    Ristiawan D, Rusnoto R, Hartinah D. Hubungan antara lama perawatan dan penyakit yang menyertai dengan terjadinya infeksi nosokomial di RSI Sultan Hadlirin Jepara.  JIKK.

2014;4(1):10-4.

  • A, Kannan S. Update on bacterial nosocomial infections. Eur Rev Med Pharmacol Sci. 2012; 16(8):1039-44.

  • 4.    Martin RM, Bachman MA. Colonization, infection,  and the accessory  genome of

Klebsiella  Pneumoniae. Front  Cell Infect

Microbiol. 2018; 8(4):25-31.

  • 5.    Kampf G, Löffler H, Gastmeier P. Hand hygiene for the prevention of nosocomial infections. Dtsch Aerztbl Intl. 2009;106(40):649-55.

  • 6.    Karvouniaris M, Makris D, Zakynthinos E. Community-associated staphylococcus aureus infections: pneumonia. Microbiol Res. 2010;21-7.

  • 7.    Iqra HH, Pratama GM, Sudarsa P, Rusyati LM, Swastika IM. i-lepra:  potensi mikrosfer

kombinasi fukoidan dan mip spesifik antigen ml0405 sebagai inovasi vaksin mycobacterium leprae. Essential: Essence of Scientific Medical Journal. 2019; 16(2): 1-10.

  • 8.    Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI).    Performance    Standards    for

Antimicrobial Disk and Dilution Susceptibility Tests for Bacteria Isolated from Animals; Approved Standard. Edisi Satu. Clinical and Laboratory Standard Institute. 2014. h. 36-43.

  • 9.    Aruljothi S, Uma C, Sivagurunathan P, Bhuvaneswari M. Investigation on antibacterial activity of carica papaya leaf extracts against wound infection-causing bacteria. Int J Res Stud Biosci. 2014;2(11):8-12.

  • 10.    Suhartati R. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap bakteri Streptococcus Pyogenes. Jurnal Kesehatan     Bakti     Tunas     Husada.

2018;17(2):513-8.

  • 11.    Azizah B, Salamah N. Standarisasi parameter non spesifik dan rimpang kunyit standardization of non spesifik parameter and comparative levels of curcumin extract ethanol and extract of purified turmeric rhizome. J Ilm Kefarmasian. 2013;3(1):21-30.

  • 12.    Jawetz E, Adelberg EA, Melnik JL. Bacilos gramnegativos entéricos (Enterobacteriaceae). Microbiología Médica. 2016;12(1):62-5.

  • 13.    Ahameethunisa AR, Hopper W. Antibacterial activity of Artemisia Nilagirica leaf extracts against clinical and phytopathogenic bacteria. BMC Complement Altern Med. 2010;10(6):51-7.

  • 14.    Trombetta D, Castelli F, Sarpietro MG, Venuti V, Cristani M, Daniele C, Saija A, Mazzanti

G, Bisignano G. Mechanisms of antibacterial action of three monoterpenes. Antimicrob Agents Chemother. 2005;49(6):2474-8.

  • 15.    Kristiani EB, Kasmiyati S, Herawati MM.

Skrining fitokimia dan aktivitas antibakteri in vitro ekstrak heksana-petroleum eter Artemisia Cina Berg. Ex Poljakov. Agric. 2016; 27(1):30-37.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i2.P18

105