ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.1,JANUARI, 2021



Diterima:20-12-2020 Revisi:27 -12-2020 Accepted: 02-01-2021

HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI DAN STATUS GIZI TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR

Aprillia Tamitha Hoata1, I Wayan Gede Sutadarma2, Ni Nyoman Ayu Dewi3

  • 1.    Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sarapan pagi dan status gizi memiliki banyak manfaat bagi anak usia sekolah untuk memelihara daya tahan tubuh sehingga mereka dapat beraktivitas atau belajar dengan baik, membantu memusatkan pikiran untuk belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran serta memenuhi zat gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan sarapan pagi dan status gizi terhadap prestasi belajar pada siswa SD Kartika VII-1 Denpasar. Peneitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain potong lintang. Penelitian dilaksanakan pada bulan September hingga Oktober tahun 2019. Populasi terjangkau merupakan siswa kelas 3,4 dan 5 dengan jumlah sampel penelitian 99 siswa yang dipilih dari populasi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan data tentang kebiasaan sarapan melalui wawancara dan status gizi diambil dengan melakukan pengukuran berat dan tinggi badan yang dianalisis menggunakan Z-Score serta data prestasi belajar dengan pengumpulan nilai akhir semester. Data dianalisis dengan uji chi square dan uji regresi logistic. Sebagian besar siswa memiliki kebiasaan sarapan yang baik yaitu sebanyak 56 orang (56,6%). Selain itu status gizi siswa juga tergolong baik, pada pengukuran status gizi berdasarkan indeks massa tubuh 55 orang (55,5%) orang memiliki indeks massa tubuh yang normal. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan sarapan pagi dan prestasi belajar (p=0,001) dan tidak ada hubungan antara status gizi dan prestasi belajar (p=>0,05). Hubungan antara kebiasaan sarapan pagi dan prestasi belajar dapat menjadi indikator bagi siswa untuk melakukan sarapan secara rutin karena dapat meningkatkan prestasi belajar.

Kata kunci : Kebiasaan Sarapan Pagi, Status Gizi, Prestasi Belajar

ABSTRACT

Breakfast and nutritional status have many benefits for school-age children so they can study well, help focus their minds for learning and facilitate the absorption of lessons and nutrients. This study aimed to determine the relationship of breakfast habits and nutritional status on learning achievement in elementary students Kartika VII-1 Denpasar. This research is an analytic study with cross-sectional design. The study was conducted in September to October 2019. Affordable population was a class of students 3,4 and 5 with a sample of 99 students selected based on inclusion and exclusion criteria. Data about breakfast habits was done with interviews and nutritional status was taken by measuring weight and height that were analyzed using the Z-Score and learning achievement data by collecting end-of-semester values. Data were analyzed with chi square test and logistic regression test. The results showed most of students have good breakfast habits as many as 56 people (56.6%). Besides the nutritional status of students is also classified as good, on the measurement of nutritional status based on body mass index 55 people (55.5%) have a normal body mass index. The results of statistical analysis showed a significant https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum                                                               53

doi:10.24843.MU.2021.V10.i1.P10

relationship between breakfast habits and learning achievement (p=0.001) and there was no relationship between nutritional status and learning achievement (p=>0.05). The relationship between breakfast habits and learning achievement can be indicator for students to breakfast regularly because it can improve learning achievement.

Keywords : Breakfast Habits, Nutritional Status, Learning Achivement


PENDAHULUAN

Makan merupakan kebutuhan primer bagi setiap makhluk hidup termasuk manusia. Dengan makan, manusia mendapatkan sumber energi yang digunakan untuk menjalankan aktivitasnya sepanjang hari. Salah satu waktu makan yang perlu diperhatikan ialah sarapan atau makan pagi. Sarapan merupakan makanan yang dimakan setiap pagi atau suatu kegiatan yang penting untuk dilakukan sebelum melakukan aktivitas yang lain setiap hari.1 Sarapan sebagai pemasok energi awal, khususnya sebagai sumber energi glukosa bagi otak, sangat dianjurkan bagi semua orang. Glukosa sangat berpengaruh dalam mekanisme daya ingat kognitif (memori) seseorang karena menjadi bahan bakar bagi otak.2

Sejak pertengahan dekade 1990-an, Kementrian Kesehatan Indonesia sudah memperhatikan pentingnya sarapan melalui promosi kebiasaan sarapan melalui pesan ke-8 dari 13 pesan umum seimbang yaitu “Biasakanlah Makan Pagi”. Bagi remaja dan orang dewasa, sarapan terbukti dapat mencegah kegemukan. Hal ini terjadi karena dengan membiasakan sarapan, berarti membiasakan disiplin bangun pagi dan mencegah dari makan berlebihan di kala makan kudapan atau makan siang.3 Sarapan juga sangat dibutuhkan bagi anak usia sekolah, khususnya bagi anak usia Sekolah Dasar (SD), yang dapat dikategorikan masih dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan.4

Menurut Departemen Kesehatan, sarapan bagi siswa Sekolah Dasar bermanfaat memberi tenaga agar mereka dapat belajar dengan baik, tumbuh dengan lincah dan pintar serta melindungi tubuh mereka agar tidak mudah sakit serta mempengaruhi prestasi belajar dan kognitif mereka. 5

Selain sarapan, untuk mempertahankan perkembangan fisik maupun perkembangan kognitif yang ideal perlu dijaga dan diperhatikan kesehatannya anak dalam hal ini asupan gizi yang masuk pada tubuh mereka. Apabila tubuh anak tidak terpenuhi asupan gizinya maka dapat mempengaruhi status gizi mereka.6 Jika hal ini berlangsung terus-menerus akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak dan berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan

gizi menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan dan meningkatkan kesakitan serta kematian.7

Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, disebutkan bahwa pada anak sekolah yang kekurangan gizi akan mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah, sakit-sakitan sehingga anak sering kali absen serta mengalami kesulitan mengikuti dan memahami pelajaran dan berdampak pada hasil belajar mereka.8 Banyak penelitian menunjukan bahwa status gizi anak sekolah yang baik akan menghasilkan derajat kesehatan yang baik dan tingkat kecerdasan yang baik pula. Sebaliknya, status gizi yang buruk menghasilkan derajat kesehatan yang buruk, mudah terserang penyakit, dan tingkat kecerdasan yang kurang sehingga prestasi anak di sekolah juga kurang.9

Berdasarkan paparan tersebut, dapat diketahui bahwa kebiasaan sarapan dan status gizi pada anak Sekolah Dasar merupakan hal yang perlu diperhatikan karena ikut berpengaruh pada prestasi belajar mereka.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional (potong-lintang). Penelitian dilaksanakan di SD Kartika VII-1 Dangin Puri, Denpasar Timur, Kota Denpasar pada bulan September hingga Oktober 2019. Populasi terjangkau adalah siswa kelas 3, 4 dan 5 SD Kartika VII-1 Dangin Puri dengan jumlah sampel sebanyak 99 orang. Kriteria inkusi merupakan siswa yang bersedia dan hadir untuk mengikuti penelitian.dan kriteria eksklusi merupakan siswa yang tidak hadir. Teknik pengumpulan sampel menggunakan total sampling dimana penentuan sampel menggunakan populasi yang ada pada saat pengambilan data. Variabel bebas pada penelitian ini adalah kebiasaan sarapan pagi dan status gizi SD Kartika VII-1 Dangin Puri, sedangkan variabel terikat ialah prestasi belajar siswa SD Kartika VII-1 Dangin Puri. Alat dan bahan yang digunakan ialah kuisioner untuk menilai kebiasaan sarapan pagi siswa, microtoice untuk mengukur tinggi badan siswa dan timbangan injak untuk mengukur berat badan siswa SD Kartika VII-1 Dangin Puri. Data yang digunakan merupakan data primer yaitu dengan pengisian kuisioner untuk menilai siswa SD Kartika VII-1 Dangin Puri, pengukuran status gizi siswa berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dengan pengukuran tinggi badan dan berat badan yang kemudian dihitung kembali 54

menggunakan Z-score. Data terkait prestasi belajar siswa SD Kartika VII-1 Dangin Puri dikumpulkan dengan melakukan pencatatan nilai rata-rata yang

Kebiasaan Sarapan

Frekuensi

Persentase (%)

Baik

56

56,6

Buruk

43

43,4

Jumlah

99

100

didapat dari semua mata pelajaran pada raport siswa selama satu semester terakhir tahun ajaran 2018/2019.

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah menggunakan software SPSS versi 20.00 dengan menggunakan analisis bivariat yaitu uji chi square untuk menilai hubungan kebiasaan sarapan pagi terhadap prestasi belajar dan analisis multivariat yaitu uji regresi logistik untuk menilai hubungan status gizi (IMT) terhadap prestasi belajar. Komisi etik Penelitian FK Unud telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini dengan ethical clearance nomor 380/UN14.2.2.VII.14/LP/2019.

HASIL

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keseluruhan responden yang berjumlah 99 orang,

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki

Perempuan Jumlah

48

51

99

48,5

51,5

100

jumlah siswa laki-laki dan perempuan berbeda, terdapat 48 orang (48,5%) yang memiliki jenis kelamin laki-laki, sedangkan 51 orang (51,5 %)

Usia (Tahun)

Frekuensi

Persentase (%)

8

14

14,1

9

37

37,4

10

26

26,3

11

20

20,2

12

2

2,0

Jumlah

99

100

lainnya berjenis kelamin perempuan. Adapun data

dari variabel jenis kelamin pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia pada Siswa SD Kartika VII-1

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin pada Siswa SD Kartika VII-1

Berdasarkan Tabel 2 diatas, responden dengan usia 8 tahun berjumlah 14 orang (14,1%). Pada usia 9 tahun tercatat sebesar 37 orang (37,4%). Selanjutnya sebesar 26 orang (26,3%) merupakan sampel usia 10 tahun. Kelompok dengan usia 11 tahun sebanyak 20 orang (20,2%) dan berusia 12 tahun sebanyak 2 (2%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kebiasaan Sarapan Pagi pada Siswa SD Kartika VII-1

Berdasarkan Tabel 3 diatas kebiasaan sarapan pagi pada responden yaitu siswa SD Kartika VII-1 cukup baik, dimana dari keseluruhan responden yang berjumlah 99 orang, sebanyak 56 orang (56,6%) memiliki kebiasaan sarapan yang baik yaitu sarapan setiap harinya dan 43 orang (43,4%) sisanya tidak melakukan sarapan setiap hari.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Status Gizi (IMT) pada Siswa SD Kartika VII-1

Status Gizi Frekuensi      Presentase

(IMT)                      (%)

Sangat kurus

1

1,1

Kurus

4

4,0

Normal

55

55,5

Gemuk

11

11,1

Obesitas

28

28,3

Jumlah

99

100

Berdasarkan Tabel 4 diatas, nilai status gizi (IMT/U) pada siswa SD Kartika VII-1 didapat dengan melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan siswa. Hasil pengukuran dari berat badan dan tinggi badan kemudian digunakan untuk menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dihitung kembali menggunakan rumus untuk menentukan nilai z-score. Berdasarkan hasil penelitian, siswa yang masuk pada kategori normal sebanyak 55 orang (55,5%), kategori obesitas 28 orang (28,3%), gemuk 11 orang (11,1%) , kategori kurus 4 orang (4 %) dan yang terakhir kategori sangat kurus sebanyak 1 orang (1 %).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Prestasi Belajar pada Siswa SD Kartika VII-1

Prestasi       Frekuensi      Persentase

Belajar                      (%)

Kurang

2

2,0

Cukup

50

50,5

Baik

45

45,5

Sangat baik

2

2,0

Jumlah

99

100

Berdasarkan Tabel 5 diatas, hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiiliki prestasi

belajar dengan kategori sangat baik (A) sebanyak 2 orang (2%), dengan prestasi baik (B) sejumlah 45 orang (45,5%), kategori cukup (C) sebanyak 50 orang (50,5%), dan kategori terakhir yaitu kurang (D) sebanyak 2 orang (2%).

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan lebih banyak siswa yang sarapan setiap hari memiliki prestasi belajar yang baik dibandingkan siswa yang tidak sarapan. Hal ini dapat dilihat dari 56 siswa yang sarapan setiap hari, 34 orang (60,7%) diantaranya memiliki prestasi belajar yang baik, dan 22 orang (39,3%) memiliki prestasi belajar yang kurang. Pada siswa yang tidak sarapan berjumlah 43 orang, 12 orang (27,9%) diantaranya memiliki prestasi belajar baik dan 31 orang (72,1%) memiliki prestasi belajar yang kurang. Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan chi-square test diperoleh bahwa nilai p = 0,001 (p <0,05), yang berarti terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan sarapan pagi dengan prestasi belajar pada siswa SD Kartika VII-1

Selain itu, dapat disimpulkan bahwa pada siswa yang memiliki kebiasaan sarapan pagi yang baik berpeluang untuk mendapatkan prestasi yang baik sebesar 2,176 kali lebih tinggi dibanding siswa yang kebiasaan sarapannya kurang. Analisa hubungan antara kebiasaan sarapan pagi terhadap prestasi belajar pada siswa SD Kartika VII-1 dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6. Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi terhadap Prestasi Belajar pada Siswa SD Kartika VII-1

Kebiasaan Sarapan

Prestasi Belajar

P

PR

Baik

Kurang

Sarapan

34

22

0,001

2.176

(60,7%)

(39,3%)

Tidak

12

31

Sarapan

(27,9%)

(73,1%)

Tabel 7. Hubungan Status Gizi (IMT) terhadap Prestasi Belajar pada Siswa SD Kartika VII-1

Status Gizi (IMT)

Prestasi Belajar

p

Baik

Kurang

Sangat Kurus

-

1 (100%)

0,941

Kurus

-

4 (100%)

1,000

Normal

29 (52,7%)

26 (47,3%)

1,000

Gemuk

5 (45,5%)

6 (54,5%)

1,000

Obesitas

12

(42,9%)

16

(57,1%)

1,000

Berdasarkan Tabel 7, menunjukkan bahwa dari 99 siswa yang menjadi sampel penelitian, 1 orang (100%) masuk dalam kategori sangat kurus dan memiliki prestasi yang kurang. Pada kategori kurus terdapat 4 orang (100%) dan memiliki prestasi yang kurang, 55 orang masuk dalam kategori normal, dimana 29 orang (52,7%) memiliki prestasi yang baik dan 26 orang (47,3%) memiliki prestasi yang kurang. Selanjutnya, 11 orang masuk dalam kategori gemuk, dimana 5 orang (45,5%) memiliki prestasi yang baik dan 6 orang (54,5%) mendapatkan prestasi yang kurang. Terdapat 28 orang yang masuk dalam kategori obesitas, 12 orang diantaranya memiliki prestasi belajar baik dan 16 orang (57,1%) memiliki prestasi belajar yang kurang. Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa nilai p pada setiap kategori berbeda, dan dari keseluruhuran nilai p pada ditemukan p = >0,05 (p <0,05), yang berarti tidak ada hubungan antara status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (IMT/U) dan prestasi belajar pada siswa SD Kartika VII-1.

PEMBAHASAN

Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi terhadap Prestasi Belajar Siswa SD Kartika VII-1

Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan chi-square test diperoleh bahwa nilai p=0,001 (p<0,05), yang berarti terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan sarapan pagi dengan prestasi belajar pada siswa SD Kartika VII-1. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Almatsier, dimana sarapan sangat bermanfaat bagi orang dewasa untuk mempertahankan ketahanan fisik, sedangkan bagi seorang siswa sarapan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan belajar.10 Menurut penelitian Khomsan, menyatakan bahwa sarapan pagi secara langsung berpengaruh pada prestasi belajar karena memenuhi kecukupan energi yang diperlukan dalam melakukan aktivitas, serta menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah yang membuat konsentrasi seseorang menjadi lebih baik sehingga berdampak pada prestasi.11 Hal ini sesuai dengan penelitian Pastika, dimana terdapat hubungan antara kontribusi energi dan protein yang didapat dari sarapan, dimana keduanya dapat meningkatkan kadar gula darah secara nyata dan berpengaruh pada daya ingat anak sekolah dasar.12 Selain itu, penelitian Mahoney, menjelaskan bahwa sarapan dapat memperlampat laju pengosongan lambung dan lebih mencukupi kadar gula darah sehingga

mempengaruhi prestasi belajar.13 Protein yang didapat daari sarapan berperan dalam pertumbuhan sel dan fungsi otak. Unit terkecil protein, asam amino, membantu membentuk struktur otak dan neutransmitter dalam sistem saraf. Dalam hal ini asam amino berperan dalam mengatur pembentukan senyawa serotonin yang terlibat dalam sistem saraf atau asetilkolin yang penting untuk daya ingat.

Menurut Hardinsyah dan Supariasa, otak dan jaringan saraf sangat bergantung pada glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi sehingga ketersediaan glukosa harus tetap terjaga bagi kesehatan jaringan otak dan tubuh.14 Otak perlu mendapatkan pasokan glukosa dalam jumlah yang cukup melalui peredaran darah di dalam tubuh, karena glukosa penting agar memudahkan anak berkonsentrasi serta sebagai sumber utama bagi otak untuk dapat bekerja secara optimal sehingga anak dapat meningkatkan prestasi belajar di sekolah.15 Pada penelitian yang dilakukan oleh Amyyang berjudul pengaruh kenaikan kadar gula darah terhadap peningkatan daya ingat jangka pendek, didapatkan hasil adanya peningkatan daya ingat jangka pendek 90 menit setelah melakukan sarapan. 16

Karbohidrat merupakan sumber utama untuk menghasilkan energi bagi tubuh. Sebagian besar karbohidrat berbentuk glukosa dan lainnya dalam bentuk fruktosa dan galaktosa. Glukosa dalam darah masuk lewat vena porta hepatica kemudian masuk ke sel hati. Selanjutnya glukosa diubah menjadi glikogen (glikogenesis). Sebaliknya, jika tubuh kekurangan glukosa, maka glikogen akan segera diubah lagi menjadi glukosa (glikogenolisis).17 Glukagon berperan merangsang proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Glukosa setelah berada di dalam sel, oleh insulin akan disimpan atau disintesis menjadi glikogen baik di hati, otot, atau jaringan lain. Kadar glukosa darah disamping memacu pembebasan insulin oleh pankreas juga mempengaruhi glukostat yang terdapat pada basal hipotalamus yang merupakan pusat kenyang (satiety center). Pusat ini menghambat hipotalamus lateral yang merupakan pusat makan (feeding center). Pada kondisi kadar glukosa darah rendah, pusat kenyang tidak lagi menghambat pusat makan sehingga memacu pusat tersebut dan timbul keinginan untuk makan (nafsu makan), pengambilan makanan, glukosa meningkat, kembali normal. Selanjutnya, glukosa akan masuk ke dalam sel dan bergabung dengan gugus posfat radikal menjadi Glukosa-6-Phosphate (posforilasi): Posforilasi glukosa tersebut bersifat reversibel sehingga dapat langsung digunakan

untuk sumber energi atau disimpan dalam bentuk glikogen. Pembentukan glikogen dapat terjadi di semua sel tubuh terutama di hati dan otot (5-8 % dari seluruh sel). Selain itu, glukosa dapat dipecah menjadi asetil Ko-A dan kemudian diubah menjadi lemak yang disimpan di dalam hati dan jaringan adiposa (lemak) terutama di peritoneum. Glukosa di dalam sitoplasma akan dipecah secara enzimatis berantai menjadi asam piruvat dengan menghasilkan 2 mol adenosine trifosfat (ATP). Asam piruvat selanjutnya akan mengalami beberapa kemungkinan diubah menjadi asam laktat dengan menghasilkan 2 mol adenosine trifosfat (ATP). Peristiwa ini meningkat pada saat tubuh kekurangan oksigen, misalnya pada saat latihan atau bekerja terlalu keras. Asam laktat yang dihasilkan ini dapat menurunkan pH yang akan mempengaruhi daya hidup sel. Selanjutnya, asetaldehida kemudian menjadi alkohol. Proses ini disebut fermentasi (hanya terjadi pada bakteri, jamur dan tumbuhan). Asetil Ko-A selanjutnya siklus Kreb’s dan transport electron menjadi adenosine trifosfat (ATP)

Glukosa di dalam sel dipecah secara oksidasi dengan menggunakan molekul oksigen menjadi karbondioksida (CO2), air (H2O), energi (ATP), dan panas. Jika kadar oksigen tercukupi, maka asam piruvat selanjutnya akan diubah menjadi asetil koenzim A (Asetil Ko-A) sehingga dapat masuk ke siklus Kreb's, atau setelah menjadi asetil Ko-A kemudian masuk ke dalam siklus Kreb's dengan menghasilkan nicotin amid dinucleotid (NADH), flavin adenin dinucleotide (FAD), adenosine trifosfat (ATP), karbondioksida (CO2) dan dihidrogen monoksida (H2O).18 Adenosine trifosfat (ATP) yang dihasilkan berfungsi sebagai sumber energi utama yang berfungsi untuk kontraksi otot, bahan untuk mensintesis komponen sel yang penting dan memberikan energi untuk transmisi impuls saraf. Asetil Ko-A kemudian diubah menjadi Asetilkolin yang merupakan neurotransmitter. Asetilkolin memiliki berbagai fungsi seperti membuat korteks cerebral tetap aktif sehingga dapat meningkatkan perhatian dan konsentrasi. Selain itu, asetilkolin juga berpartisipasi dalam pengelolaan hippocampus untuk membentuk memori dan daya ingat. Hasil metabolisme tersebut kemudian dimanfaatkan oleh tubuh untuk berbagai keperluan antara lain: sumber energi, mengganti jaringan yang rusak, pertumbuhan, dan sebagainya.19

Hubungan Status Gizi (IMT) terhadap Prestasi Belajar Siswa SD Kartika VII-1

Penilaian status gizi menggunakan IMT/U merupakan indikator yang paling baik untuk mengukur keadaan status gizi masa lalu dan masa kini karena berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.20

Analisis pada status gizi berdasarkan indeks masa tubuh (IMT/U) kategori sangat kurus p= 0,941, sedangkan kategori kurus, normal, gemuk dan obesitas memiliki nilai p yang sama yaitu p=1,000. Sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara status gizi berdasarkan indeks masa tubuh (IMT/U) dengan prestasi belajar pada siswa SD Kartika VII-1.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Baxter dkk.21 bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan prestasi belajar, namun terdapat hubungan positif antara sosial ekonomi keluarga dengan prestasi belajar. Hal ini dikarenakan keluarga dengan kelas sosial ekonomi lebih tinggi biasanya cenderung lebih mengutamakan pendidikan dan menyediakan fasilitas belajar yang lebih baik kepada anaknya sehingga anak memiliki prestasi belajar yang lebih baik. Selain itu, hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widajanti tentang hubungan kecukupan asam Eikosapentanoat (EPA), asam Dokosaheksanoat (DHA) ikan dan status gizi dengan prestasi belajar siswa yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan prestasi belajar.22 Syah berpendapat bahwa terdapat faktor internal (berasal dari dalam diri siswa) seperti jasmani dan rohani, faktor eksternal (dari luar siswa) yakni lingkungan disekitar siswa, strategi belajar hingga metode yang digunakan siswa untuk mempelajari materi pelajaran.yang mempengaruhi proses belajar siswa yang kemudian memunculkan siswa-siswa yang berprestasi tinggi, berprestasi rendah atau gagal sama sekali.23 Apabila siswa tinggal dalam kondisi masyarakat kumuh, serba kekurangan dan memiliki orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah, maka akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar mereka, dimana siswa akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi dan ketika akan meminjam bahan belajar tertentu yang belum dimiliki.

Menurut teori taksonomi yang dijelaskan oleh Bloom terdapat bahwa terdapat dua faktor utama yang berperan dominan terhadap hasil belajar yaitu, faktor internal dan eksternal yang berperan dalam menentukan prestasi belajar subjek. Faktor

internal yang berpengaruh besar adalah minat dan motivasi. Sementara faktor lain, terutama di lingkungan sekolah, adalah sarana dan prasarana pembelajaran yang tersedia, termasuk metode pengajaran yang diterapkan oleh para guru di sekolah

Hasil pada penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hamid dkk.24 yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor jenis kelamin, umur, dan status gizi dengan kemampuan akademik dan fungsi kognitif anak Sekolah Dasar di Malaysia. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Karina, tentang hubungan jumlah asupan karbohidrat dan protein dalam makanan dengan kemampuan kognitif dimana status gizi sebagai variabel antara sebab status gizi dipengaruhi oleh asupan, disimpulkan bahwa sarapan pagi yang mengandung karbohidrat dan protein yang cukup akan membantu fungsi kognitif yang lebih baik.25

Hal ini dapat dikatakan bahwa status gizi bukan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, dikarenakan masih banyak faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seperti faktor lingkungan, aspek psikologis dan faktor pendekatan belajar seperti strategi dan metode belajar.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dijabarkan pada bab sebelumnya ,diperoleh simpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan pagi terhadap prestasi belajar pada siswa SD Kartika VII-1 dan tidak terdapat hubungan antara status gizi berdasarkan indeks masa tubuh (IMT/U) terhadap prestasi belajar siswa SD Kartika VII-1

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti mengajukan beberapa saran yaitu bagi siswa, disarankan untuk tetap rutin sarapan setiap hari dengan menu yang beragam dan jumlah yang sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Sehingga tetap fokus dan berkonsentrasi selama proses pembelajaran. Bagi sekolah, diharapkan dapat melakukan sosialisasi bagi orang tua/wali siswa tentang pentingnya sarapan pagi untuk memelihara ketahanan tubuh dan membantu siswa untuk tetap berkonsentrasi. Selain itu, pihak sekolah juga dapat bekerja sama dengan orang tua untuk memberi pengetahuan tentang mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seimbang, serta terus mengontrol dan memberikan motivasi belajar pada anak dan

menjadikan prestasi belajar anak sebagai tanggung 15. jawab bersama.


DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Adolphus, K., Clare L., dan Louise D. The Effects of Breakfast on  Behavior  and

Academic Performance in  Children  and

Adolescents.Front.Hum.Neurosci.;2013;7:425    16.

  • 2.    Matthews GG. Neurobiology Molecules, Cells and systems. 2013 [Diakses pada 18 Oktober     2019]     Didapat     dari

http://www.sanger.ac.uk/Mm_Acetylcholine      17.

_Synthesis

  • 3.    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Fasilitator Modul Pelatihan 18. Konseling : Pemberian Makanan Bayi Dan Anak. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Dirjen Bina Gizi dan KIA. 2014.                 19.


  • 4.    Toga AW, Thompson PM, Sowell ER. Mapping brain maturation. Trends Neuroscience; 2006;29:148–159

  • 5.    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku Ajar Diare. Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 2010.

    20.


  • 6.    Khomsan, A. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2010.

  • 7.    Sediaoetama. Ilmu Gizi Untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta : Dian Rakyat. 2006.

  • 8.    LIPI. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. 2004.

  • 9.    Devi, N. Gizi Anak Sekolah. Jakarta : Kompas. 2012.

  • 10.    Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC. 2013.

  • 11.    Khomsan, A. Ekologi Masalah Gizi, Pangan, dan Kemiskinan. Bandung: Alfabeta. 2012.

  • 12.    Pustika M. Hubungan antara Asupan Energi dan Protein dari Sarapan Pagi dengan Prestasi Belajar Siswa di SD Negeri Sumber III Surakarta [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2017.

    21.

    22.

    23.

    24.


    • 13.    Mahoney CR, Taylor HA, Kanarek RB, Samuel P.. Effect of Breakfast Composition on Cognitive Processes in Elementary School     Children.      Physiol     &     25.

    Behav.2014;85:635–645.

    • 14.    Hardinsyah. Berbagi PESAN (Pekan Sarapan Nasional). Materi Kampanye Berbagi PESAN di Jakarta 2016. [Diunduh pada 16 Oktober 2019]. Didapat dari http://pergizi.org.


Arifah KN. Hubungan asupan makronutrien (karbohidrat, protein, lemak) dan kadar hemoglobin dengan prestasi belajar pada remaja putri di SMAN 1 Polokarto Kabupaten Sukoharjo [Skripsi]. Sukoharjo (ID): Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2016. Amy S, Meilinah H, dan Jo Suherman. Pengaruh kenaikan kadar glukosa darah terhadap peningkatan daya ingat jangka pendek pada wanita dewasa. 2008 ;8(1):3-6 Ganong, W.F. Review of Medical Physiology. 4th ed. San Fransisco: W.B Prentice Hall International Inc. 1995.

Ravem, P.H., & Johnson, G.B. Biology. New York:  Times Mirror/ Mosby College

Publishing. 1986.

Giovani, M. Breakfast : a Good Habit, not Repetitive Custom. The Journal of international Medical Reasearch;2017;36: 613-624.

WHO. Physical Status : The Use and Interpretation of Anthropometry. Report of a WHO Expert Consultation. WHO Technical ReportSeries Number 854. Geneva : World Health Organizaton. 2007

Baxter SD, Guinn CH, Tebbs J, Royer JA. There is no relationship between academic achievement and body mass index among fourth-grade, predominantly african-american children. Journal of The Academy of Nutrition and Dietetics.2013;113(4): 551-557. Zulaihah, Widajanti. Hubungan kecukupan asam eikosapentanoat (EPA), asam dokosaheksanoat (DHA) ikan dan status gizi dengan prestasi belajar siswa (tesis). Universitas Diponegoro. 2006.

Syah, M. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung. 2010.

Hamid, J, Akmal, KM, Hasmiza, H, Pim, CD, Ng, LO, & Wan Manan, WM. Effect Of Gender and Nutritional Status on Academic Achievement and Cognitive Funcsion Among Primary School Children in a Rular District in Malaysia. Mal J Nutr ; 2011;18(2). Diunduh pada tanggal 14 Oktober 2019. Didapat dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2230357 3

Karina K. Prevalensi Obesitas pada Remaja di Kabupaten Minahasa. Jurnal e-Biomedik (Ebm Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.); 2013;1(2):2-6

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i1.P10

59