UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG CEMPAKA KUNING (MICHELIA CHAMPACA L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS DAN ESCHERICHIA COLI SECARA IN VITRO
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.1,JANUARI, 2021
Diterima:11-12-2020 Revisi:19-12-2020 Accepted: 02-01-2021
UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG CEMPAKA KUNING
(MICHELIA CHAMPACA L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS DAN ESCHERICHIA COLI SECARA IN VITRO I Gede Agus Darsana Palgunadi1, Agus Eka Darwinata2, Made Agus Hendrayana2, Ni Nengah Dwi Fatmawati2
-
1. Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Universitas Udayana
-
2. Bagian Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Infeksi masih merupakan masalah kesehatan berbagai negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia. Belakangan ini banyak dilakukan penelitian untuk mengembangkan obat baru sebagai alternatif pilihan antibiotika untuk mengatasi infeksi. Perkembangan penelitian mengarah pada pengembangan bahan alam. Kulit batang cempaka kuning(Michelia champaca L.) merupakan salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan. Penelitian ini adalah studi dengan desain true experimental post test only group design. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit batang cempaka dengan konsentrasi 25%, 50%, dan 75% terhadap pertumbuhan S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 8739 dengan metodi difusi cakram. Hasil penelitian menunjukan ekstrak etanol kulit cempaka kuning konsentrasi 25%, 50%, dan 75% memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dengan rerata diameter zona hambat masing-masing yaitu 17,4 mm, 18,3 mm, dan 20 mm. Uji komparabilitas menggunakan Dunn's multiple comparisons test. Hasil uji antara kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi 25% memiliki perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hasil uji antara kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi 50% dan kelompok konsentrasi 75% menunjukan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05). Sedangkan pada bakteri E. coli, ekstrak etanol kulit cempaka kuning pada berbagai konsentrasi tidak menunjukan adanya aktivitas antibakteri.
Kata kunci : Uji daya hambat; ekstrak kulit batang cempaka kuning; Staphylococcus aureus; Escherichia coli
ABSTRACT
Infectious disease is still a health problem in many countries, especially developing countries like Indonesia. Lately, a lot of research has been done to develop new drugs as a choice for antibiotics to treat infections. The development of research leads to the development of natural materials. One of the natural potentials that can be used is Michelia champaca L. This research studies with a true experimental post-test only group design. The purpose of this study was to determine the effect of M. champaca L. stem bark extract with concentrations of 25%, 50%, 75% on the growth of S. aureus ATCC 25923 and E. coli ATCC 8739. The method used was the disc diffusion method. The results showed the ethanol extract of M. champaca L stem bark peel concentrations of 25%, 50%, and 75% had bacterial activity on S. aureus with an average inhibition zone diameter of 17.4 mm, 18.3 mm, and 20 mm, respectively. Comparability test using Dunn's multiple comparisons test. Test results between the positive control group and the 25% concentration group showed a significant difference (p <0.05). The test results between the positive control
group and the 50% concentration group and 75% concentration group showed no significant difference (p> 0.05). Whereas in E. coli, ethanol extract of M. champaca L. stem bark peels at various concentrations did not show any antibacterial activity.
Keywords : Inhibition test; Michelia champaca L. stem bark extract; Staphylococcus aureus; Escherichia coli
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan diberbagai negara. Angka kesakitan dan kematian akibat infeksi masih tinggi. Pada tahun 2013 infeksi mengakibatkan 9,2 juta kematian, sekitar 17% dari semua kematian di dunia.1 Menurut data WHO, sekitar 21% dari total kematian di Indonesia pada tahun 2016 adalah akibat infeksi, kematian ibu, anak, serta kondisi nutrisi.2
S. aureus merupakan bakteri gram positif yang dapat ditemukan pada hidung dan kulit. Infeksi oleh S. aureus sering diasosiasikan dengan beberapa kondisi penyakit seperti infeksi kulit dan jaringan lunak, meningitis, pneumonia, radang sendi, diare, serta infeksi nosokomial.3 Diperkirakan 30% dari populasi manusia merupakan karier S. aureus. Sekitar 5% pasien rumah sakit di Amerika Serikat membawa MRSA pada hidung atau kulitnya.4 Terdapat hampir 120.000 kasus infeksi S. aureus sistemik dan 20.000 kematian terkait terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2017.5
-
E. coli merupakan bakteri gram negatif yang dapat ditemukan pada saluran pencernaan manusia. Pada kondisi tertentu E. coli dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, meningitis dan sepsis pada bayi baru lahir. E. coli merupakan salah satu bakteri penyebab diare.6 Di Indonesia, diare menjadi penyebab kematian urutan pertama pada bayi (31,4%) dan balita (25,2%), dan menjadi penyebab kematian ke empat pada golongan semua umur (13,2%).7
Pemberian antibiotika merupakan terapi definitif untuk menangani infeksi bakteri. Banyak dilakukan penelitian untuk mendapatkan obat baru sebagai alternatif pilihan antibiotika untuk mengatasi infeksi. Belakangan ini perkembangan penelitian mengarah pada pengembangan bahan alam. Kulit batang cempaka kuning (Michelia champaca L.) merupakan salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan. Penggunaan cempaka kuning untuk pengobatan tradisional sudah dikenal sejak dahulu. Kulit batangnya digunakan sebagai obat demam, gastritis, dan batuk. Di Myanmar bunganya digunakan untuk mengobati kusta dan daunnya digunakan untuk kolik.8,9
Menurut penelitian kulit batang cempaka kuning mengandung senyawa metabolit sekunder seperti steroid, triterpenoid, dan asam lemak.10 Penelitian lain dengan metode digesti menunjukan ekstrak etanol 80% kulit batang cempaka kuning mengandung senyawa
metabolit sekunder yaitu flavonoid, minyak atsiri, triterpenoid, dan polifenol. Berbagai senyawa tersebut dilaporkan memiliki aktifitas antibakteri.11
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah studi dengan desain true experimental post test only group design. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit batang cempaka dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% terhadap pertumbuhan S. aureus dan E. coli. Metode yang digunakan adalah metodi difusi cakram. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol terdiri dari kontrol negatif yaitu etanol 96% dan kontrol positif yaitu gentamicin 10 μg. Kelompok perlakuan dibagi menjadi 3 yaitu ekstrak kulit batang cempaka kuning konsentrasi 25%, 50%, dan 75%. Sampel bakteri yang digunakan adalah isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 8739 yang diperoleh dari Laboraturium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Kulit batang cempaka kuning (Michelia champaca L.) yang digunakan diperoleh dari pohon di Kedonganan, Badung, Bali. Data kemudian dianalisis menggunakan Statistic Program for Social Science (SPSS) dan GraphPad Prism.
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan membersihkan kulit batang cempaka kuning, kemudian dipotong dan dikeringkan dengan cara dianginkan tanpa paparan sinar matahari langsung. Simplisia kering dihaluskan menggunakan blender. Sebanyak 1800 gram serbuk kasar kulit batang cempaka diayak menggunakan ayakan 60 mesh. Diperoleh 500 gram serbuk halus kulit batang cempaka yang selanjutnya dimaserasi menggunakan 4 liter n-heksana selama 24 jam, lalu disaring dengan kertas Whatmann. Ampas yang diperoleh diangin-anginkan, lalu dimaserasi dengan cara digesti dengan 2 liter etanol 96% pada suhu 50ºC selama 2 jam. Selanjutnya dilakukan evaporasi ekstrak cair sehingga didapat ekstrak kental kulit batang cempaka kuning.
Pembuatan larutan uji untuk uji fitokimia dilakukan dengan melarutkan 10 mg ekstrak kulit batang cempaka kuning ke dalam 10 mL etanol 96%, kemudian didapat larutan uji yang digunakan
untuk uji fitokimia. Identifikasi flavonoid dilakukan dengan mengambil 1 ml larutan uji untuk diuapkan, lalu dibasahkan dengan aseton. Setelah itu ditambahkan serbuk asam borat halus dan serbuk asam oksalat halus, dipanaskan dengan penangas air. Sisa yang diperoleh dicampur dengan 10 ml eter dan diamati dibawah sinar ultraviolet 366 nm. Jika teramati flurorensensi kuning menunjukkan adanya flavonoid.
Identifikasi terpenoid dilakukan dengan mengambil sebanyak 2 mL larutan uji lalu ditambah 0,5 mL asam asetat anhidrat. Melalui dinding tabung ditambahk 2 mL asam sulfat pekat. Adanya triterpenoid ditunjukan dengan terbentuknya cincin violet atau coklat.
Identifikasi saponin dilakukan dengan mengambil 10 mL larutan uji dalam tabung reaksi lalu dikocok secara vertikal selama 10 detik dan dibiarkan selama 10 menit. Senyawa saponin dapat dilihat dari adanya busa dengan tinggi 1-10 cm yang terbentuk dan stabil selama 10 menit. Busa tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCL 2 N.
Identifikasi steroid dilakukan dengan reaksi Liebermann-Burchard. Sebanyak 2 mL larutan uji diuapkan dalam cawan. Kemudian 0,5 mL kloroform dilarutkan dengan residu. Ditambahkan asam asetat anhidrat sebanyak 0,5 mL. Lalu melalui dinding tabung ditambahkan asam sulfat pekat sebanyak 2 mL. Terbentuknya warna biru kehijauan menunjukan adanya senyawa steroid.
Identifikasi alkaloid dilakukan dengan mengambil 2 mL larutan lalu diuapkan pada cawan porselin hingga didapat residu. Kemudian residu dilarutkan dengan 5 mL HCL 2N. Larutan dibagi menjadi 4 tabung reaksi lalu dibandingkan dengan larutan pembanding.
Pemeriksaan fenol dilakukan dengan mengambil sebanyak 2 mL larutan ekstrak uji ditambahkan pereaksi FeCl3 2%. Adanya fenol ditunjukan terbentuknya warna biru kehitaman.
Pemeriksaan glikosida dilakukan dengan mengambil sebanyak 2 ml larutan uji ditambahkan 2 ml asam asetat glasial, kemudian ditambahkan 3 tetes FeCl3 10 % dan 3 tetes asam sulfat. Terbentuknya larutan berwana hijau kebiruan menunjukkan adanya glikosida.
Pemeriksaan tannin dilakukan dengan mengambil sebanyak 2 mL larutan ditambahkan pereaksi Pb asetat 10 %. Terbentuknya endapan putih menandakan adanya tanin.
Pemeriksaan minyak atsiri dilakukan dengan mengambil 1 mL larutan uji yang kemudian
diuapkan pada cawan porselen hingga diperoleh residu. Minyak atsiri ditunjukan dengan adanya bau khas pada residu tersebut.
Konsentrasi ekstrak yang dibuat yaitu konsentrasi 25%, 50%, dan 75%. Masing-masing konsentrasi ekstrak dibuat dengan mengencerkan ekstrak kulit batang cempaka kuning dalam etanol 96% hingga mencapai volume 1 ml. Kemudian dilakukan pembuatan suspensi bakteri dengan kekeruhan standar 0,5 McFarland (1x108 CFU/ml). Suspensi bakteri dioleskan secara merata pada Muller Hinton Agar (MHA) dengan menggunakan swab kapas steril. Masing-masing cakram yang sudah direndam dalam larutan uji dan larutan kontrol, kemudian ditempelkan pada media MHA menggunakan pinset. Media kemudian diinkubasi dengan suhu 37ºC selama 24 jam. Lalu dilakukan pengukuran zona hambat menggunakan jangka sorong dengan mengukur zona bening yang terbentuk disekitar cakram.
Penelitian ini telah mendapat izin kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor surat 408/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 tertanggal 11 Maret 2019.
HASIL
Hasil skrining fitokimia menunjukkan ekstrak kulit etanol batang cempaka kuning (M. champaca L.) mengandung berbagai senyawa seperti saponin, fenol, terpenoid, flavonoid, tanin, dan minyak atsiri, ditunjukan pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil skrining fitokimia ekstrak kulit batang cempaka kuning
Jenis kandungan kimia |
Hasil |
Saponin |
+ |
Fenol |
+ |
Steroid |
- |
Terpenoid |
+ |
Glikosida |
- |
Alkaloid |
- |
Flavonoid |
+ |
Tanin |
+ |
Minyak atsiri |
+ |
Gambar 1. Hasil uji daya hambat ekstrak etanol kulit batang cempaka kuning terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 (a) dan Escherichia coli ATCC 8739 (b)
Tabel 2. Hasil pengukuran diameter zona hambat pada S. aureus
Jenis perlakuan |
Diameter zona hambat (mm) Rerata (mm) ± I II III IV V SB |
Ekstrak konsentrasi 25% |
16,5 18 18 17,5 17 17,4 ± 0,652 |
Ekstrak konsentrasi 50% |
18 18,5 19 18 18 18,3 ± 0,447 |
Ekstrak konsentrasi 75% |
19 20 20 21 20 20 ± 0,707 |
Kontrol + |
24 26 26 26 25 25,4 ± 0,894 |
Kontrol - |
6 6 6 6 6 6 |
Berdasarkan tabel 2, diameter zona hambat yang 18,3 mm, dan 20 mm. Seiring bertambahnya konsetrasi terbentuk bervariasi pada setiap pengulangan. Ekstrak ekstrak maka diameter zona hambat yang terbentuk juga etanol kulit cempaka kuning konsentrasi 25%, 50%, dan semakin besar. Rerata diameter zona hambat terbesar 75% memiliki aktifitas antibakteri dengan rerata terdapat pada ekstrak konsentrasi 75% dengan diameter diameter zona hambat masing-masing yaitu 17,4 mm, zona hambat 20 mm.
Tabel 3. Hasil uji Dunn's multiple comparisons test zona hambat pada S. aureus
Jenis perlakuan |
Perbedaan rerata peringkat |
p | |
Kontrol + |
Ekstrak konsentrasi 25% |
14,40 |
0,007 |
(Gentamicin) |
Ekstrak konsentrasi 50% |
10,50 |
0,091 |
Ekstrak konsentrasi 75% |
5,100 |
>0,999 |
Uji normalitas kelompok kontrol positif dan ekstrak konsentrasi 50% menunjukan nilai signifikansi 0,046 (p<0,05) yang berarti data tidak berdistribusi normal. Uji homogenitas didapatkan nilai signifikansi 0,002 (p<0,05) yang menunjukan varian data tidak homogen. Karena didapatkan data tidak berdistribusi normal dan varian tidak homogen maka dilakukan uji non-parametrik Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis didapatkan nilai signifikansi 0,0001 (p<0,05) yang berarti terdapat perbedaan rerata diameter zona hambat
antar kelompok. Dilanjutkan dengan uji komparabilitas dengan Dunn's multiple comparisons test, ditunjukan pada tabel 3. Hasil uji antara kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi 25% terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hasil uji antara kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi 50% tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05). Hasil uji antara kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi 75% tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05).
Tabel 4. Hasil pengukuran diameter zona hambat pada E. coli
Jenis perlakuan |
Diameter zona hambat (mm) |
Rerata (mm) | ||||
I |
II |
III |
IV |
V | ||
Ekstrak konsentrasi 25% |
6 |
6 |
6 |
6 |
6 |
6 |
Ekstrak konsentrasi 50% |
6 |
6 |
6 |
6 |
6 |
6 |
Ekstrak konsentrasi 75% |
6 |
6 |
6 |
6 |
6 |
6 |
Kontrol + |
20 |
17 |
18 |
19 |
19 |
18,6 |
Kontrol - |
6 |
6 |
6 |
6 |
6 |
6 |
Hasil uji ekstrak etanol kulit batang cempaka kuning (M. champaca L.) pada konsentrasi 25%, 50%, dan 75% terhadap E. coli tidak menghasilkan zona hambat pada kelima pengulangan. Data yang diperoleh tidak dilakukan analisis statistik karena tidak terbentuk zona hambat.
PEMBAHASAN
Ekstrak etanol kulit batang cempaka kuning (M. champaca L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan S. aureus. Menurut klasifikasi respon daya hambat Greenwood, ekstrak konsentrasi 25%, 50%, dan 75% memiliki respon daya hambat sedang (16 – 20 mm) terhadap S. aureus.12
Skrining fitokimia ekstrak kulit batang cempaka kuning menunjukan ekstrak mengandung berbagai senyawa seperti saponin, terpenoid, flavonoid, tanin, fenol, dan minyak atsiri. Senyawa tersebut berperan dalam menghambat pertumbuhan S. aureus. Berbagai senyawa tersebut telah diketahui memiliki mekanisme antibakteri.
Aktivitas antibakteri flavonoid dikaitkan dengan mekanisme penghambatan sintesis asam nukleat, mengganggu membran sitoplasma, dan penghambatan metabolisme energi. Penghambatan sintesis membran sel dan efek agregat pada seluruh sel bakteri diasumsikan sebagai mekanisme antibakteri flavonoid.13
Mekanisme kerja minyak atsiri tergantung pada komposisi kimianya. Secara umum mekanisme antibakteri minyak atsiri meliputi denaturasi dinding sel, merusak membran sitoplasma, koagulasi sitoplasma, merusak protein membran, meningkatkan permeabilitas dinding sehingga sel bakteri lisis.14
Terpenoid merupakan salah satu komponen penyusun minyak atsiri. Dilaporkan mekanisme antibakteri dari senyawa terpenoid yaitu dengan meningkatkan fluiditas dan permeabilitas dari membrane plasma bakteri sehingga terjadi kebocoran bahan intraseluler. Selain itu terpenoid masuk ke membran sel menembus bagian dalam sel dan merusak bagian intraseluler yang penting untuk aktivitas bakteri.15,16
Saponin merupakan senyawa yang mampu menurunkan tegangan permukaan dinding sel serta merusak permeabilitas membran. Absorbsi saponin pada permukaan sel dapat mengakibatkan kerusakan membran, dengan naiknya permeabilitas membran sehingga terjadi kebocoran yang menyebabkan kematian sel.17
Secara umum tanin sebagai antibakteri memiliki beberapa mekanisme, seperti penghambatan enzim ekstraseluler serta substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri. Senyawa tannin juga dapat mengganggu proses metabolisme melalui penghambatan fosforilasi oksidatif.16 Mikroorganisme aerobik membutuhkan zat besi, Tanin dilaporkan mampu membentuk ikatan dengan ion besi. Terbentuknya kompleks antara besi dengan senyawa tanin dapat menyebabkan kematian sel.18
Ekstrak etanol kulit batang cempaka kuning tidak menunjukan efek antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan E. coli mungkin disebabkan karena E. coli memiliki susunan dinding sel bakteri yang lebih kompleks dibanding bakteri gram positif. Adanya struktur outer membran pada bakteri gram negatif mampu membatasi akses senyawa antibakteri masuk ke dalam membran sel, sehingga bakteri lebih resisten terhadap antibakteri. Dinding sel bakteri E. coli memiliki beberapa lapisan polimer yaitu lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida, lapisan dalam peptidoglikan dan outer membran berupa lipid bilayer yang bertindak sebagai penghalang selektif. Outer membran berperan sebagai lapisan pelindung tanpa mengganggu proses pertukaran material yang dibutuhkan.
Zat hidrofilik kecil mampu lewat melalui protein porin yang berfungsi sebagai saluran transmembran hidrofilik. Namun beberapa molekul hidrofobik juga dapat lewat difusi pada lipid bilayer. Perubahan porin dapat membatasi penyerapan obat. Penurunan jumlah porin yang ada dan mutasi mampu mengubah selektivitas dari porin.19 Adanya mekanisme efflux pada E. coli mampu mengurangi permeabilitas atau meningkatkan pengeluaran zat antibakteri. Pompa efflux pada membran berfungsi memompa zat antibakteri
keluar dari sel sebelum mampu menyebabkan kerusakan. Efflux diaktifkan oleh substrat spesifik yang terkait dengan antibiotik.20
Penggunaan pelarut yang berbeda mempengaruhi jumlah senyawa aktif ekstrak. Perolehan zat aktif didasarkan pada kesamaan sifat kepolaran dengan zat pelarut yang digunakan. Menurut penelitian konsentrasi flavonoid ekstrak paling tinggi didapat pada pelarut metanol dibandingkan dengan pelarut etanol dan akuades. 21
Pada penelitian ini hanya dilakukan skrining fitokimia senyawa secara kualitatif, sehingga jumlah zat aktif tidak dapat diukur. Ekstrak tidak dapat menghasilkan zona hambat mungkin disebabkan karena konsentrasi zat aktif antibakteri yang terkandung dalam kulit batang cempaka kuning masih rendah sehingga tidak cukup efektif menghambat bakteri E. coli. Jumlah senyawa aktif dalam ekstrak dipengaruhi oleh varietas tanaman, iklim, kondisi tanah, ketinggian, waktu pemanenan, penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan serta bagian yang digunakan. Variasi lingkungan berpengaruh terhadap kandungan senyawa aktif dalam ekstrak, hal ini menyebabkan sulitnya menentukan senyawa mana saja yang akan menurun atau meningkat kadarnya seiring dengan perubahan kondisi lingkungan.22
SIMPULAN
Ekstrak etanol kulit batang cempaka kuning (M. champaca L.) konsentrasi 25%, 50%, dan 75% memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan S. aureus.
Ekstrak etanol kulit batang cempaka kuning (M. champaca L.) konsentrasi 25%, 50%, dan 75% tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan E. coli.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Naghavi, M., Wang, H., Lozano, R., dkk..
Global, regional, and national age-sex specific all-cause and cause-specific mortality for 240 causes of death, 19902013: A systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2013. Lancet. 2015;385(9963):117-171.
-
2. WHO. Noncommunicable Diseases
Country Profiles 2018. 2018. h. 107.
-
3. Taylor, T.A., Unakal, C.G.. Staphylococcus
Aureus. StatPearls.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NB44 1868/. Published 2019. Accessed July 15, 2019.
-
4. CDC. Methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA).
https://www.cdc.gov/mrsa/community/inde
x.html. Published 2019. Accessed November 18, 2019.
-
5. Kourtis, A.P.,Hatfield, K., Baggs, J., dkk..
Vital signs: Epidemiology and recent trends in methicillin-resistant and in methicillin-susceptible staphylococcus aureus
bloodstream infections - United States. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2019;68(9):214-219.
-
6. Jawetz, E., Melnick, J., Aldenberg, E..
Jawetz, Melnick and Adelberg’s Medical Microbiology. 2013. h. 234.
-
7. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007.; 2008. h. 278-280.
-
8. Orwa, C.,Mutua,A., Kindt, R., Jamnadass,
R., Anthony, S.. Agroforestree Database: a tree reference and selection guide version 4.0.http://www.worldagroforestry.org/treed b/AFTPDFS/Michelia_champaca.PDF. Published 2009. Accessed July 18, 2019.
-
9. Varier vaidhyarathnam PS. Indian
Medicinal plants a compendium of 500 species. In: Indian Medicinal Plants a Compendium of 500 Species. ; 1996.
-
10. Chandrashekar, K.S., Vignesh, H.,
Prasannna, K.. Phytochemical Studies of Stem Bark of Micheliachampaca Linn. IRJP. 2010;1(1):243-246.
-
11. Dwicandra, N.M., Astuti, M.A., Ariantari,
N., Yowani, S.C.. Skrining Kandungan
Kimia Ekstrak Etanol 80% Kulit Batang Michelia Champaca L. J Farm Udayana. 2003;2(3):43-46.
-
12. Greenwood, D.. Antibiotics, Susceptibility
(Sensitivity) Test Antimicrobial and Chemotherapy. New York: Mc Graw Hill; 1995.
-
13. Cushnie, T.P.T.,Lamb, A.J..Antimicrobial
activity of flavonoids. IntJAntimicrob Agents. 2005;26(5):343-356.
-
14. Nazzaro, F., Fratianni, F., De Martino, L., Coppola, R., De Feo, V.. Effect of essential oils on pathogenic bacteria.
Pharmaceuticals. 2013;6(12):1451-1474.
-
15. Trombetta, D., Castelli, F., Sarpietro, M.G.,
dkk.. Mechanisms of antibacterial action of three monoterpenes. Antimicrob Agents Chemother. 2005;49(6):2474-2478.
-
16. Serrano, J.,Puupponen-Pimiä, R., Dauer,
A.,Aura, A.M., Saura-Calixto, F..Tannins: Current knowledge of food sources, intake, bioavailability and biological effects. Mol Nutr Food Res. 2009;53(52):S310 –S329.
-
17. Karlina, C.Y.. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Herba Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. LenteraBio.2013;2(1):87-93.
-
18. Akiyama, H. Antibacterial action of several
tannins against Staphylococcus aureus. J Antimicrob Chemother. 2001;48(4):487-49.
-
19. Delcour, A.H.. Outer membrane
permeability and antibiotic resistance. Biochim Biophys Acta. 2009;1794(5):808-816.
-
20. Aminov, R.I., Mackie, R.I.. Evolution and
ecology of antibiotic resistance genes. FEMS Microbiol Lett. 2007;271(2):147-
161.
-
21. Harborne, J.B.. Phytochemical Methods A
Guide To Modern Tecniques Of Plant Analysis, Third Edition. Chapman Hall. 1998.
-
22. Verma, N., Shukla, S.. Impact of various
factors responsible for fluctuation in plant secondary metabolites. J Appl Res Med Aromat Plants. 2015;49:1-9.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i1.P08
46
Discussion and feedback