I—,⅛ o λ  Idirectoryof

;      OPEN ACCESS

IJOURNALS


ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.9,SEPTEMBER, 2022

Diterima:2021-11-29 Revisi:2022-08-28 Accepted: 25-09-2022

SKOR GLASGOW COMA SCALE (GCS) SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERHADAP LAMANYA MASA RAWAT INAP PADA PASIEN EPIDURAL HEMATOMA (EDH) DI RSUP SANGLAH PERIODE 2018-2019

Mumtazah Mardliyah1, I Wayan Niryana2, Sri Maliawan2, Tjokorda Gde Bagus Mahadewa2 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2Departemen SMF Bedah Saraf FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Cedera kepala merupakan salah satu masalah penting dalam dunia kesehatan yang harus dihadapi oleh petugas kesehatan. Epidural Hematoma (EDH) merupakan jenis yang paling banyak menjadi perhatian para klinisi dan peneliti karena frekuensi kejadiannya yang tinggi. Kondisi awal pasien pada saat datang ke rumah sakit akan mempengaruhi lamanya masa rawat inap pasien di rumah sakit, diantaranya tingkat kesadaran pasien yang dapat diukur dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui skor GCS sebagai faktor risiko terhadap lamanya masa rawat inap pada pasien Epidural Hematoma (EDH) di RSUP Sanglah periode 2018-2019. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan metode kohort retrospektif dengan jumlah sampel sebanyak 81 orang yang diambil dari data sekunder pasien EDH yang dirawat di RSUP Sanglah periode 2018-2019. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan adanya hubungan bermakna antara Skor GCS dengan lama masa rawat inap (p = 0,000), dengan relative risk ( RR= 3,385), dan adanya hubungan yang bermakna antara ada tidaknya tindakan operasi dengan lama masa rawat inap (p = 0,000), dengan relative risk ( RR= 5,288). Pada penelitian ini menunjukkan skor GCS berisiko mempengaruhi lama masa rawat inap pada pasien EDH.

Kata kunci: GCS, EDH, lama masa rawat inap .

ABSTRACT

Head injuries are a big problem in the world of medicine faced by medical personels. Epidural Hematoma (EDH) has been the prime focus by clinician and researchers due to the high frequency of incidents that have occured. The patient's initial condition when being admitted in the hospital will affect the length of stay of the patient in the hospital, among that the patients consciousness will be measured by the Glasgow Coma Scale (GCS). The purpose of this research is to know the GCS score as a risk factor towards the length of stay for patients with Epidural Hematoma (EDH) at Sanglah General Hospital in 2018-2019. This research is an analytic observational study using a retrospective cohort method by taking a sample of 81 people from a secondary data of a patient with EDH that was treated at Sanglah General Hospital in 2018-2019. Based on the result of the study that was conducted, it was discovered that there is a significant relationship between the GCS score and the length of stay (p= 0.000) with a relative risk of (RR=3.385) also significant relationship between surgery with the length of stay (p= 0.000) as well as the relative risk (RR= 5.288). Based on the research that was conducted, it shows that the risk of the GCS score affects the length of stay.

Key words: GCS, EDH, length of stay.

PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan salah satu masalah penting dalam dunia kesehatan yang harus dihadapi oleh petugas kesehatan. Cedera kepala adalah suatu keadaan non-degeneratif non-kongenital yang terjadi pada otak yang disebabkan oleh energi mekanik dari luar yang mengakibatkan penurunan kognitif, funngsi psikososial, dan fisik, baik bersifat sementara atau permanen yang dapat disertai penurunan kesadaran atau tidak. Komponen yang terlibat pada Cedera kepala meliputi bagian terluar (SCALP) hingga bagian terdalam (intrakranial). Dimana antar komponen yang terlibat memiliki kaitan yang erat dengan mekanisma trauma yang terjadi.1

Cedera kepala meliputi cedera primer dan sekunder. Cedera primer merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh kejadian trauma kepala yang memberikan dampak terhadap jaringan otak dan tulang yang disebabkan oleh akselerasi-deselerasi atau gaya rotasi. Cedera sekunder yang dapat terjadi pada trauma kepala adalah hematom, hidrosefalus, hipertensi intrakranial, vasospasme, eksitotoksisitas, toksisitas ion kalsium, infeksi hingga kejang.2

Cedera kepala memiliki angka kejadian yang relatif cukup tinggi. Dari tahun ke tahun, data pasien trauma kepala akibat tindak kekerasan maupun kecelakaan yang dibawa ke instalasi gawat darurat cenderung meningkat. Di Amerika, kasus cedera kepala tiap tahunnya tercatat 1.500.000 kejadian, dimana 50.000 meninggal, dan 80.000 mengalami kecacatan. Terdapat sekitar 5.300.000 warga Amerika saat ini yang mengalami kasus cedera kepala hingga cacat permanen.3 Pada tahun 2013, di Amerika Serikat terdapat sekitar 2,8 juta kunjungan IGD akibat cedera kepala, 282.000 orang dirawat inap di rumah sakit, 2,5 juta masuk unit gawat darurat dan 50.000 orang meninggal.4 Berdasarkan data, 2% dari seluruh kasus cedera kepala adalah Epidural Hematoma (EDH), dan sekitar 5-15% pada pasien dengan cedera kepala berat adalah EDH.3

Epidural Hematoma merupakan salah satu jenis perdarahan intrakranial yang umumnya terjadi karena fraktur calvaria yang diakibatkan oleh cedera kepala sehingga menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan darah terakumulasi dalam ruang antara duramater dan calvaria. Ketika mendapat benturan yang begitu hebat pada seseorang, kemungkinan akan terbentuk suatu lubang di kepala, pergerakan dari otak memungkinkan adanya pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, darah akan terakumulasi dalam ruang antara tulang tengkorak dan dura. Ketika pembuluh darah mengalami robekan, keadaan inilah yang dikenal dengan sebutan EDH.5 EDH akan mengisi ruang dalam intrakranial, yang dapat menimbulkan penekanan pada otak akibat perluasan lesi yang begitu cepat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran, kecacatan bahkan kematian.6

Pada umumnya EDH disebabkan oleh trauma kepala, meskipun pada beberapa kasus lain dapat disebabkan oleh suatu keadaan tertentu.7 EDH paling kerap terjadi pada

orang muda yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Insiden tertinggi terjadi pada kelompok umur 20-30 tahun pada dewasa muda, dan jarang terjadi pada umur di atas 60 tahun, hal ini dikarenakan pada usia tua secara anatomis terdapat perlekatan antara kranium dan durameter.8 Cedera otak tersebut jika tidak segera mendapatkan penanganan maka dapat menyebabkan metabolisme otak dan transport substrat ke jaringan otak terganggu, serta aliran darah otak menurun sehingga mengakibatkan timbulnya iskemik otak.9 Dengan demikian, EDH harus secepat mungkin mendapatkan penanganan. namun ada berbagai hal seperti kurangnya jumlah sumber daya tenaga kesehatan dan kurangnya fasilitas untuk operasi EDH yang dimiliki oleh rumah sakit serta sistem transportasi yang kurang memadai, mengakibatkan penanganan EDH menjadi kurang cepat.10

Salah satu parameter dalam menilai mutu dan efisien dari rumah sakit yaitu lama rawat inap. Di Indonesia rata-rata lama hari rawat dari tahun 2003 sampai 2009 masih belum ideal karena tergolong pendek yaitu berkisar antara 4 sampai 5 hari.11 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi lama rawat inap terutama pasien yang memerlukan tindakan medis atau pembedahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut antara lain komplikasi atau infeksi luka operasi, jenis operasi, jenis kasus atau penyakit, tenaga dokter yang menangani atau pelaksana operasi, tingkat keparahan cedera kepala, usia, pekerjaan, pemeriksaan penunjang medis, kegiatan administrasi Rumah Sakit, serta kelas perawatan yang di pilih.12

Klasifikasi derajat keparahan cedera kepala ditentukan oleh tingkat kesadaran yang salah satunya dinilai menggunakan skala Glasgow Coma Scale (GCS).13 Glasgow Coma Scale merupakan suatu metode yang sering digunakan untuk menilai status neurologis dan derajat keparahan disfungsi otak termasuk cedera kepala.14

Ada tiga komponen yang akan dinilai dari GCS yaitu respon mata,verbal dan motorik. Skor GCS 14-15 menandakan cedera kepala ringan, 9-12 cedera kepala sedang dan kurang dari 8 menandakan cedera kepala berat.15 Sesuai dengan permasalahan tersebut, peneliti akan melaksanakan studi tentang kelainan refraksi yang terjadi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan angka kejadian kelainan refraksi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan metode kohort retrospektif untuk mengetahui skor GCS sebagai faktor rIsiko terhadap lama masa rawat inap pada pasien EDH. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Sanglah selama bulan Juni 2020 – November 2020. Sampel yang digunakan adalah seluruh pasien EDH murni yang dirawat inap di IGD RSUP Sanglah. Kriteria ekslusi sampel meliputi pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap, pasien yang meninggal dunia selama masa perawataan di rumah sakit, pasien yang memiliki komplikasi, pasien yang memiliki trauma penyerta, dan pasien yang memiliki morbiditas seperti diabetes melitus.

Metode pengumpulan data menggunakan teknik total sampling. Data bersumber dari rekam medis pasien EDH murni di RSUP Sanglah yang dirawat inap dalam periode Januari 2018-Januari 2019. Data yang sudah terhimpun akan diolah menggunakan program komputer bernama SPSS versi 23, Microsoft Excel, dan Microsoft Word dan selanjutnya akan diverifikasi. Data yang diperoleh merupakan data kategorikal dan dianalisis. Uji chi-square akan dilakukan untuk menganalisis hubungan skor GCS sebagai faktor risiko lama masa rawat inap pasien EDH. Data akan dianalisis secara analitik dan disajikan dalam bentuk tabel dengan variabel yang telah ditentukan.

HASIL

Total sampling digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini dengan jumlah total populasi sampel adalah 107 pasien. Dari keseluruhan sampel tersebut didapatkan 81 pasien yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Data dari rekam medis direkap menggunakan Microsoft Excel dan diolah menggunakan SPSS versi 23. Data akan ditampilkan dalam bentuk tabel. Distribusi karakteristik responden berdasarkan skor GCS ditunjukkan oleh tabel berikut.

Tabel 1. Distribusi karakteristik berdasarkan Skor GCS, lama rawat inap, dan tindakan operassi pada pasien EDH di RSUP Sanglah

Karakteristik

Frekuensi (n=81)

Persentase (%)

Skor GCS

Koma

13

16

Non Koma

68

84

Lama Rawat Inap

Panjang

28

34,6

Pendek

53

65,4

Tindakan Operasi

Ya

26

32,1

Tidak

55

65,4

Menurut Tabel 1, distribusi pasien EDH berdasarkan Skor GCS yaitu dari 81 pasien yang didapatkan, terdapat 13 pasien (16%) memiliki GCS koma dengan skor GCS ≤8 dan sebanyak 68 pasien (84%) memiliki GCS non koma dengan skor GCS 915. Distribusi pasien EDH berdasarkan lama masa rawat inap yaitu ditemukan 28 pasien (34,6%) mengalami masa rawat inap panjang selama >5 hari dan sebanyak 58 pasien (65,4%) mengalami masa rawat inap pendek selama ≤5 hari. Distribusi pasien berdasarkan tindakan operasi yaitu terdapat 26 pasien (32,1%) menjalani operasi dan sebanyak 55 pasien (67,9%) tidak mengalami operasi.

Tabulasi silang antara faktor risiko dengan lama rawat inap dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2. Tabulasi silang antara faktor risiko dengan lama rawat inap.

Lama Rawat Inap

Faktor Risiko

Panjang (n=28)

Pendek (n=53)

Skor GCS

Koma, n (%)

11(84,6)

2 (15,4)

Non Koma, n (%)

17 (25)

51(75)

Tindakan Operasi

Ya, n (%)

20 (76,9)

6 (23,1)

Tidak, n (%)

8 (14,5)

47 (85,5)

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa sebanyak 11 pasien (84,6%) GCS koma dan 17 pasien (25%) GCS nonkoma mengalami lama rawat inap panjang. Sedangkan sebanyak 2 pasien (15,4%) GCS koma dan 51 pasien (75%) GCS non koma mengalami lama rawat inap pendek. Berdasarkan tindakan operasi yang dilakukan, sebanyak 20 pasien (76,9%) yang menjalani tindakan operasi dan 8 pasien (14,5%) yang tidak menjalani tindakan operasi mengalami lama rawat inap lama. Sedangkan sebanyak 6 pasien (23,1%) yang menjalani operasi dan 47 pasien yang tidak menjalani tindakan operasi mengalami lama rawat inap pendek. Hasil analisis antara faktor risiko dengan lama rawat inap secara detail dijabarkan sebagai berikut.

Tabel 3. Hasil analisis hubungan faktor risiko dengan lama rawat inap

Faktor Risiko

P-value

PR (IK 95%)

Skor GCS

0,000

3,385 (2,110–5,429)

Tindakan Operasi

0,000

5,228 (2,695–10,379)

Berdasarkan Tabel 3, hasil uji chi-square yang dilakukan antara faktor risiko dengan angka lama rawat inap diperoleh bahwa skor GCS dan tindakan operasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan lama rawat inap (p < 0,05).

PEMBAHASAN

Tabel 1 memperlihatkan dari 81 sampel pasien EDH murni adalah sejumlah 13 pasien (16%) memiliki GCS koma dengan skor GCS ≤8 dan 68 pasien (84%) memiliki GCS non koma dengan skor GCS 9-15. Dari 13 pasien GCS koma, ditemukan 11 pasien (84,6%) mengalami lama rawat inap panjang. Sedangkan dari 68 pasien (84%) GCS non koma, sebanyak 51 pasien (75%) mengalami lama rawat inap pendek. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan skor GCS koma mengalami lama rawat inap lebih lama dibandingkan pasien dengan skor GCS non koma. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amila dan

Mumtazah Mardliyah1, I Wayan Niryana2, Sri Maliawan2, Tjokorda Gde Bagus Mahadewa2

Sariani yang menyatakan bahwa semakin tinggi skor GCS maka semakin rendah lama masa rawat inapnya.16 Rendahnya skor GCS pada awal cedera kepala berhubungan dengan prognosis yang buruk dan lama rawat inap. Penelitian yang sama dilakukan oleh Sipayung menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan GCS dengan lama masa rawat inap pasien cedera kepala di RSU Pringadi Medan.17

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 26 pasien (32,1%) yang menjalani tindakan operasi, sebanyak 20 pasien (76,9%) mengalami lama rawat inap lama. Sedangkan dari 55 pasien yang tidak menjalani operasi, sebanyak 47 pasien (85,5%) menjalani lama rawat inap pendek. Berdasarkan ada tidaknya tindakan operasi, penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien yang menjalani tindakan operasi mengalami lama rawat inap lebih lama dibandingkan pasien yang tidak operasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elrahmayati dkk yang menyatakan bahwa tindakan operasi berhubungan dengan lama perawatan pasien pasca operasi di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Dr. H.Abdul Moeloek, Lampung.18

Tabel 3 menyajikan hasil chi-square antara faktor risiko dengan lama rawat inap. Berdasarkan faktor risiko skor GCS diperoleh nilai P 0,000 (p > 0,05) dan prevalence risk senilai 3,385 dengan IK 95% (2,110–5,429). Hasil tersebut menggambarkan terdapat hubungan yang signifikan antara skor GCS dengan lama rawat inap pasien EDH.

Hasil analisis pada Tabel 3 berdasarkan faktor risiko tindakan operasi diperoleh nilai P 0,000 (p < 0,05) dan relative risk senilai 5,228 dengan IK 95% (2,695–10,379). Data tersebut menjabarkan terdapat hubungan yang signifikan antara tindakan operasi terhadap lama masa rawat inap.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh simpulan yaitu pasien yang mengalami EDH di RSUP tahun 2018-2019 paling banyak memiliki status skor GCS non koma (9-15) dengan lama rawat inap pendek (≤ 5hari) dan tanpa disertai tindakan operasi. Disamping itu, rendahnya skor GCS dan adanya tindakan operasi berIsiko mempengaruhi lamanya masa rawat inap pada pasien EDH di RSUP Sanglah tahun 2018-2019

Sesuai dengan penelitian yang telah dilaksanakan, saran yang dapat diberikan yaitu diperlukan penelitian prospektif dengan data primer untuk mengatasi bias informasi, karena jika dengan menggunakan data sekunder bisa saja tidak tercatat dengan baik ataupun perbedaan persepsi pada pencatat sehingga terjadinya bias informasi menjadi lebih besar. Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor risiko lainnya yang dapat mempengaruhi lamanya masa rawat inap pada pasien EDH seperti usia, jenis kelamin, penyebab cedera kepala, lokasi EDH, volume EDH dan lama waktu tunggu operasi.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Selladurai B, Reilly P. Apidemiology of acute Head Injury. In: initial Management of Head Injury, A Comprehensive Guide. China: Mc Graw Hill Medical. 2007

  • 2.    Jalali R, Rezaei M. A Comparison of Glasgow Coma Scale score with Full Outline of Unresponsiveness Scale to predict patient’s traumatic brain injury outcomes in Intensive Care Unit. Hindawi Publishing Corporation.26 (5): 1–4. DOI: 10.5137/1019-5149.JTN.13536-14.0. 2014

  • 3.    Dawodu ST, Campagnolo DI, Yadav RR. Traumatic Brain Injury (TBI) – Definition, Epidemiologi, Pathophysiology. 2011 Diakses melalui     http://emedicine.medscape.com/article/

326510-overview#showall pada tanggal 26 Februari 2018

  • 4.    Centers for Disease Control and Prevention. Get the Facts of Traumatic Brain Injury and Concussion, United States, 2007-2013. 2017 [cited 2017                                 Aug1];

Availablefrom:https://www.cdc.gov/traumaticbrain injury/get_the_facts.html

  • 5.    Liebeskind DS, Lutsterp HL, Hogan EL. Epidural Hematoma. Medscape. 2018 Diakses melalui http://emedicine.medscape.com/article/1137065-overview#a0199 pada 3 Maret 2018

  • 6.    Marcella A, Madera MD, Narayan RK, Shelly D. Timmons MD. Traumatic Brain Injury. 2010 Diakses                                 melalui

http://www.merckmanuals.com/professional/injurie s       _poisoning/       traumatic       _brain

injury tbi/traumatic brain injury.html pada 3 Maret 2018

  • 7.    Khaled CN, Raihan MZ, Ashadullah ATM. Surgical Management of Traumatic Extradural Haematoma: Experiences with 610 Patients and Prospective Analysis. Indian Journal of Neurotrauma;2008.     5(2):75-79.     Doi     :

https://doi.org/10.1016/S0973-0508(08)80004-4

  • 8.    Loftus CM. Neurosurgical Emergencies, 2nded. Thieme, New York. 2008. p. 53-67

  • 9.    Guha A. Management of traumatic brain injury: some current evidence and applications. Postgrad Med J. 2004;80:650-653.

  • 10.    Santoso MIE, Rahayu M, Balafif .Malang Neurology Journal. Hubungan respond time trepanasi hematoma epidural paa cedera kepala berat dengan outcome.2015; 2(1):15. Doi : http://dx.doi.org/10.21776/ub.mnj.2016.002.01.3

  • 11.    Kemenkes RI. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan.Jakarta:  Kementerian Kesehatan RI;

2013.

  • 12.    Wartawan, I. W. Analisis Lama Hari Rawat Pasien yang Menjalani Pembedahan di Ruang Rawat Inap Bedah Kelas III RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2011(Tesis). Depok:    fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia; 2012.

  • 13.    Stuke L, Elliott A, Thal E, et al. Effect of alcohol on Glasgow Coma Scale in head injured patients. Annals of Surgery.2008. 245 (4): 651–655. doi: 10.1097/01.sla.0000250413.41265.d3

  • 14.    Mongan PD., Soriano III SG., Sloan TB. 'Traumatic Brain Injury'. A Practical Approach to Neuroanesthesia. Wolters Kluwer. USA. 2015. p277

  • 15.    Cottrell JE, Patel P. 'Brain Metabolism, the Pathophysiology of Brain Injury, and Potential Beneficial     Agents     and     Techniques'.

Neuroanesthesia. 6th edition. Elsevier. USA. 2017.p14

  • 16.    Amila, Sariani. Lama Rawat Pada Pasien DenganCedera Kepala Ringan. Holistik Jurnal Kesehatan. 2019. Vol. 13 No. 2: 136–142

  • 17.    Sipayung, NP, Syapitri H. Analisis Faktor Faktor rediktor yang Berhubungan Dengan Length Of Stay Pasien Cidera Kepala Ringan di RSU Pirngadi Medan. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2014

  • 18.    Elrahmayati, Asbana ZA, Aprina. Faktor-Faktoryang Berhubungan Dengan Lama Perawatan Pasien Pasca Operasi di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan. 2017. Vol XIII, No.             2.             Doi             :

http://dx.doi.org/10.26630/jkep.v13i2.929

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i9.P11

58