JMU

Jurnal medika udayana       ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.9,SEPTEMBER, 2022



Diterima:2021-11-29 Revisi:2022-08-28 Accepted: 25-09-2022

KORELASI KETEBALAN TUNIKA INTIMA MEDIA ARTERI FEMORALIS DAN ARTERI KAROTIS BERDASARKAN ULTRASONOGRAFI DENGAN DERAJAT STENOSIS ARTERI KORONER BERDASARKAN MSCT SCAN KARDIAK PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER

Rita Juwita1, Nikmatia Latief2, Sri Asriyani2, Burhanuddin Bahar2, Muzakir Amir2, Bacthiar Murtala2

Departemen Radiologi Universitas Hasanuddin

  • 1Residen Program Studi Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi nilai ketebalan tunika intima/Intima media thickness (IMT) arteri femoralis dan arteri karotis menggunakan ultrasonografi dengan derajat stenosis arteri koroner menggunakan MSCT Scan Kardiak pada pasien penyakit jantung koroner. Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Radiologi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, mulai Juli hingga Desember 2020. Sampel penelitian berjumlah 32 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi serta kriteria eksklusi. Metode yang digunakan adalah uji korelasi Spearman’s rho dan Uji Regresi Linier Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara ketebalan tunika intima (IMT) arteri femoralis (p=0,0000, r=0,725) dengan derajat stenosis arteri koroner, semakin tebal tunika intima arteri femoralis semakin tinggi derajat stenosis arteri koroner. Terdapat korelasi antara ketebalan tunika intima (IMT) arteri karotis (p=0,011, r=0,445) dengan derajat stenosis arteri koroner, semakin tebal tunika intima arteri karotis semakin tinggi derajat stenosis arteri koroner.

Kata kunci : Penyakit jantung koroner, MSCT Scan Kardiak, Intima media thickness

ABSTRACT

This study aims to analyze the correlation between the value of the intima media thickness (IMT) of the femoral and carotid arteries using ultrasonography with the degrees of coronary artery stenosis using Cardiac MSCT Scan in patients with coronary heart diseases. The research was carried out in the Radiological Department of dr. Wahidin Sudirohusudo Hospital, Makassar from July to December 2020. Research samples were 32 persons which fulfil the inclusion and exclusion criteria. The data were analyzed using Spearman’s rho and Linier Regression test. The results showed a correlation between the intima media thickness (IMT) of the femoral artery (p = 0.0000, r = 0.725) with the degrees of coronary artery stenosis, the thicker intima-media of the femoral artery, the higher the degree of coronary artery stenosis. There is a correlation between the intima media thickness (IMT) of the carotid arteries (p = 0.011, r = 0.445) and the degree of coronary artery stenosis, the thicker intima-media of the carotid artery, the higher the degree of coronary artery stenosis.

Keywords : Coronary Artery Diseases, Cardiac MSCT, Intima-Media Thickness.

PENDAHULUAN

Penyakit jantung koroner adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas secara global. Aterosklerosis diyakini memiliki peran utama dalam patogenesis penyakit kardiovaskular yang melibatkan arteri berukuran besar dan sedang1. Aterosklerosis adalah penebalan fokus dari lapisan tunika intima arteri akibat proses inflamasi selama bertahun-tahun, penyempitan luminal pada akhirnya akan mengarah pada kejadian klinis kardiovaskular Aterosklerosis merupakan penyakit sistemik dan dapat ada di semua arteri di seluruh tubuh, termasuk arteri koroner, arteri karotis, dan femoralis. Bergantung pada lokalisasi anatomi oklusi, aterosklerosis akan menyebabkan infark miokard, infark serebral, atau iskemia tungkai. 2

Ketebalan tunika intima-media (Intima media thickness/IMT) merupakan perubahan struktural pertama yang terdeteksi pada aterosklerosis, merupakan penanda pengganti yang penting pada aterosklerosis. 3

Pengukuran ketebalan IMT dapat dilakukan dengan B Mode ultrasonografi (USG) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), walaupun banyak kelebihan dari MRI yang memiliki kemampuan untuk mencitrakan seluruh dinding arteri, termasuk dinding luar di mana plak terbentuk pada tahap paling awal, dan mengidentifikasi komponen plak.

Namun harus dipertimbangkan mengingat beberapa keterbatasan potensial dari teknik pencitraan ini. Dibandingkan dengan USG, MRI lebih mahal dan dapat membatasi penggunaannya sebagai alat skrining lini pertama untuk aterosklerosis asimptomatik. 4

Pengukuran IMT arteri ekstrakoroner dengan B-Mode ultrasonografi semakin banyak digunakan untuk prediksi luas dan keparahan aterosklerosis koroner. 5

Penelitian Khouryl et Al menunjukkan bahwa plak aterosklerostik pada arteri femoralis komunis mewakili prediktor penyakit yang lebih kuat daripada arteri karotis komunis dalam populasi 120 pasien dengan dugaan penyakit arteri koroner. 6

Penelitian Kirhmajer,ddk menunjukkan bahwa IMT arteri femoralis komunis merupakan metode noninvasif untuk menilai aterosklerosis subklinis. IMT femoral berkorelasi positif dengan kehadiran dan tingkat keparahan PJK.7

Dalam sebuah penelitian post-mortem di Belanda mempelajari keberadaan plak aterosklerotik di area vaskular lainnya, seperti arteri femoralis. Untuk lebih meningkatkan kapasitas prediksi faktor risiko tradisional adalah area yang belum dipelajari, arteri femoralis adalah arteri yang paling sering terkena aterosklerosis di antara 5 situs pembuluh darah perifer, termasuk arteri karotis umum . 8

Penelitian Martin et all menunjukkan plak femoral mempunyai hubungan yang lebih kuat dengan faktor risiko kardiovaskular tradisional dengan skor kalsium koroner positif dari plaq pada carotis. 9

Penggunaan MSCT Scan kardiak dengan kontras akhir-akhir ini semakin luas digunakan untuk

mengidentifikasi adanya stenosis pada arteri koronaria. Multi Sliced Computed Tomography (MSCT) Scan kardiak non invasif ini merupakan suatu teknik pencitraan arteri koronaria yang menjanjikan dengan sensitivitas dan spesifitas untuk mendeteksi stenosis signifikan yaitu 94% dan 97%. 10

MSCT Scan kardiak sekarang ini telah dilakukan sebagai modalitas pencitraan diagnostik untuk penilaian aterosklerosis koronaria. Berdasarkan panduan AHA (American Heart Association) tahun 2014 dinyatakan bahwa pasien dengan kemungkinan mengalami sindrom koroner akut dengan EKG normal, troponin kardiak normal dan tidak ada riwayat penyakit arteri koroner, pasien tersebut direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan MSCT Scan kardiak. 11

Penilaian ketebalan tunika intima media arteri femoralis dan arteri karotis berdasarkan USG yang berkaitan dengan derajat stenosis arteri koroner berdasarkan MSCT Scan kardiak pada pasien jantung koroner masih sangat terbatas di Indonesia dan belum pernah diteliti di departemen radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain observasi cross sectional untuk menganalisis .korelasi ketebalan tuika intima arteri femoralis dan arteri carotis berdasarkan USG dengan derajat stenosis berdasarkan MSCT Scan Kardiak. Penelitian dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar. Waktu penelitian dari bulan Juli 2020 sampai jumlah sampel terpenuhi. Populasi diambil dari pasien dengan klinis penyakit jantung koroner (PJK) yang dikirim ke Instalasi untuk dilakukan pemeriksaan MSCT Scan Kardiak. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode consecutive random sampling yaitu semua pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam sampel penelitian sampai besar sampel yang diperlukan terpenuhi.

  • 1.    HASIL

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan demografi

Variabel

Jumlah (n)

Presentase(%)

Jenis Kelamin Laki-laki

21

65%

Perempuan

11

35%

Umur (Tahun)

21-30

0

0%

31-40

1

3,10%

41-50         11             34,30%

51-60         12             37,50%

61-70         8               25%

Riwayat Dislipidemia

Ya

17

53%

Tidak

15

47%

Riwayat Merokok

Ya

18

56,25%

Tidak

14

43,75%

Riwayat Hipertensi

Ya

19

59,37%

Tidak

13

40,63%

Riawayat Diabetes

Melitus

Ya

7

21,87%

Tidak

25

78,12%

Tabel 1 berdasarkan jenis kelamin, laki-laki sebanyak 21 (65%) sampel, perempuan sebanyak 11 (35%) sampel. Berdasarkan umur, umur 51-60 tahun sebanyak 12 (37,5%) sampel, umur 41-50 tahun sebanyak 11 (34,3%) sampel, umur 61-70 tahun sebanyak 8 (25%) sampel, umur 31-40 tahun sebanyak 1 (3,1%) sampel. Berdasarkan riwayat dispilidemia, dislipidemia sebanyak 17 (53,12%) sampel, tidak dislipidemia sebanyak 15 (46,88%). Berdasarkan riwayat kebiasaan merokok, merokok sebanyak 18 (56,25%) sampel, yang tidak merokok sebanyak 14 (43,75%) sampel. Seluruh sampel merokok adalah laki-laki. Berdasarkan riwayat hipertensi, yang hipertensi sebanyak 19 (59,37%) sampel, tidak hipertensi sebanyak 13 (40,63%) sampel. Berdasarkan riwayat

Umur (Tahun)

CIMT rata-rata(mm)

Minimu

SB

m

Maksimum

Rerata

31-40

0,8

0,8

0,8

0

41-50

0,4

1,45

0,73

0,29

51-60

0,5

1,15

0,8

0,2

61-70

0,65

1,7

1,09

0,37

diabetes melitus, tidak memiliki riwayat DM sebanyak 25 (78,12%) sampel, riwayat DM sebanyak 7 (21,87%) sampel.

Tabel 2. Distribusi FIMT dan CIMT rata-rata Secara keseluruhan

Tabel 2 Nilai FIMT rerata adalah 0,73 mm dengan simpangan baku 0,24 mm. Nilai FIMT minimum adalah 0,45 mm dan nilai maksimum adalah 1,6 mm. Nilai CIMT rerata adalah 0,82 mm dengan simpangan baku 0,33 mm. Nilai CIMT minimum adalah 0,4 mm dan nilai maksimum adalah 1,7 mm

Tabel 3. Distribusi FIMT dan CIMT rata-rata berdasarkan jenis kelamin

Minimum

Maksimum

Rata-rata

SB

FIMT

rata-rata(mm)

0,45

1,6

0,73

0,24

CIMT

rata-rata(mm)

0,4

1,7

0,82

0,33

FIMT rata-rata (mm)

CIMT rata-rata (mm)

laki-laki

perempuan

laki-laki

perempuan

Minimum

0,45

0,5

0,5

0,4

Maksimum

1,5

1,6

1,25

0,7

Mean

0,73

0,72

0,85

0,75

SB

0,32

0,31

0,27

0,17

Tabel 3 FIMT minimum 0,45 mm sebanyak 1 (3,1%%) sampel adalah laki-laki, maksimum 1,6 mm sebanyak 1 (3,1%) sampel yaitu perempuan. FIMT laki-laki didapatkan nilai minimum 0,45 mm, nilai maksimum 1,5 mm dengan rerata 0,73 mm dan standar deviasi 0,32 mm. Pada perempuan didapatkan nilai FIMT minimum 0,5 mm, nilai maksimum 1,6 mm dengan rerata 0,72 mm dan standar deviasi 0,31 mm. CIMT minimum 0,4 mm sebanyak 1 (3 %) sampel pada perempuan, maksimum 1,25 mm sebanyak 1 (3%) sampel yaitu laki- laki. Nilai mean CIMT rata- rata laki-laki yaitu 0,85 mm dengan simpangan baku 0,27 dan nilai mean CIMT rata-rata perempuan yaitu 0,75 mm dengan simpangan baku 0,22.

Tabel 4.Distribusi FIMT rata-rata berdasarkan umur

Tabel 4 FIMT rata-rata yang lebih dari normal berdasarkan interval masing-masing umur dengan nilai mean yang paling tinggi pada kelompok umur 61-70 tahun sebesar 0,73 mm dengan simpangan baku 0,35 sedangkan yang paling rendah pada kelompok

Tabel.5. Distribusi CIMT Rata-rata berdasarkan umur

Umur (Tahun)

CIMT rata-rata(mm)

Minimum

Maksimum

Rerata

SB

31-40

0,8

0,8

0,8

0

41-50

0,4

1,45

0,73

0,29

51-60

0,5

1,15

0,8

0,2

61-70

0,65

1,7

1,09

0,37

Tabel 5 memperlihatkan distribusi sampel berdasarkan CIMT rata-rata dan umur. CIMT rata-rata yang lebih dari normal berdasarkan interval masing-masing umur dengan nilai mean yang paling tinggi pada kelompok umur 61- 70 tahun sebesar 1,09 mm dengan simpangan baku 0,37 mm, sedangkan yang paling rendah pada kelompok umur 41-50 tahun sebesar 0,73 mm dengan simpangan baku 0,29.

Tabel 6 . Distribusi derajat stenosis arteri koronaria secara keseluruhan dan jenis kelamin

Tabel 6. Tidak ada stenosis sebanyak 6 (18,75%) sampel dan terbanyak pada laki-laki, stenosis minimal sebanyak 12(37,5%) sampel dan terbanyak pada laki-laki, stenosis ringan sebanyak 1(3,12%) sampel yaitu perempuan, stenosis sedang sebanyak 8(25%) sampel yaitu jumlahnya laki-laki dan perempuan sama, dan yang stenosis berat sebanyak 5 ( 15,62%) sampel, terbanyak pada laki-laki

Tabel 7 Distribusi Derajat Stenosis Arteri

Koronari berdasarkan Umur

Tabel 7. Pada usia 31-40 tahun ditemukan derajat stenosis sedang sebanyak 1(3,12%) sampel. Pada usia 41-50 tahun paling banyak ditemukan derajat stenosis minimal sebanyak 5 (15,6%) sampel. Pada usia 51-60 tahun paling banyak ditemukan derajat stenosis sedang sebanyak 4 (12,5%).

Pada usia 61-70 tahun paling banyak ditemukan derajat stenosis minimal sebanyak 4 (12,5%) sampel.

Tabel 8 Korelasi antara FIMT dan CIMT dengan derajat stenosis arteri koronaria

Derajat Stenosis Arteri Koronaria

Nilai P

Nilai R

Tidak ada

Minimal

Ringan

Sedang

Berat

FIMT rerata (mm)

0,5

0,66

0,5

0,7

1,22

0,000

0,725

CIMT rerata (mm)

0,61

0,83

0,4

0,77

1,3

0,011

0,445

Tabel 8. terdapat hubungan yang bermakna antara rerata FIMT dengan derajat stenosis arteri koronaria.Dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0,000. Dan memiliki kekuatan hubungan yang kuat dan berpola positif/searah yang artinya semakin tinggi rerata FIMT maka semakin tinggi derajat stenosis arteri koronaria dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,725.

Terdapat hubungan yang bermakna antara rerata CIMT dengan derajat stenosis arteri koronaria, dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0,011. Dan memiliki kekuatan hubungan yang cukup dan berpola positif/searah yang artinya semakin tinggi rerata CIMT maka semakin tinggi derajat stenosis arteri koronaria, dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,445

Grafik 1 Korelasi antara FIMT rata-rata (X) dengan variabel derajat stenosis (Y)

Laki-

Derajat Stenosis

laki

Perempuan

Total

Arteri koronaria

n

n     N

%

Tidak ada stenosis

(o%)

4

2

6

18,75

Stenosis minimal (1-24%)

9

3

12

37,5

Stenosis ringan (25-49%)

0

1

1

3,13

Stenosis sedang (50-69%)

4

4

8

25

Stenosis berat (70-99%)

4

1

5

15,62

Berdasarkan grafik scatter plot menunjukan adaya hubungan yang linear dan positif antara variabel FIMT rata-rata (x) dengan variabel derajat stenosis (Y).

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada penderita penyakit jantung koroner yang menjalani pemeriksaan MSCT kardiak di instalasi radiologi sentral RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Setiap pasien dilakukan pengukuran derajat stenosis arteri koronaria. Pasien juga dilakukan pemeriksaan USG arteri femoralis dan arteri carotis bilateral dengan mengukur FIMT dan CIMT rata-rata.

Sampel penelitian paling banyak adalah laki – laki sebanyak 21 orang (65%) dan perempuan 11 orang (35%). Berdasarkan statistik WHO dan berdasarkan AHA menyatakan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner pada laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.12 Pada sampel yang didapatkan jumlah laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan, mungkin hal ini berkaitan dengan sedikitnya jumlah sampel yang diambil sehingga tidak menggambarkan prevalensi yang sebenarnya.

Rentang usia penyakit jantung koroner paling banyak terjadi pada umur 51-60 tahun sebanyak 12 orang (37,5%). Karakteristik sampel ini sesuai dengan data kemnkes bahwa kejadian penyakit jantung koroner meningkat di atas usia 45 tahun, dan berdasarkan penelitiN Ignzio di Spanyol penyakit jantung koroner meningkat di atas usia 55 tahun.

Karakteristik penderita jantung koroner dengan riwayat merokok sebanyak 18 orang (56,25%). Merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa rokok mengandung bahan berbahaya, seperti nikotin dan tar yang merupakan sumber stres oksidatif. Kedua bahan ini dapat menyebabkan kerusakan endotel, menurunkan kadar High Density Lipoprotein (HDL), dan meningkatkan kadar trigliserida, kolesterol total, Low Density Lipoprotein (LDL), viskositas darah, aktivitas trombosit, dan faktor pembekuan darah sehingga dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis yang berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskular. 13

Sebagian besar penderita jantung koroner memiliki riwayat hipertensi sebanyak 19 orang (59,37%), dimana hpertensi berhubungan dengan disfungsi endotel yang akan menurunkan kadar nitric oxide (NO), efeknya adalah peningkatan inflamasi dan koagulasi, serta penurunan respon vasodilatasi pembuluh darah

Sebagian besar penderita jantung koroner memiliki riwayat dislipidemia sebanyak 17 orang (53,12%), dimana dengan kadar LDL yang tinggi dalam endotel pembuluh darah adalah penyebab utama cedera pada arteri dan SMC vaskular, leukosit mulai 'melekat' ke endotelium dan menyebabkan penumpukan lipid lebih lanjut yang menghasilkan pembentukan foam cells. Abnormalitas dalam mekanisme pengaturan reseptor LDL dan diet berlemak

dapat menyebabkan hiperkolesterimia yang akhirnya dapat menyebabkan aterosklerosis.

Pada penelitian ini hanya sedikit ditemukan sampel yang mempunyai riwayat diabetes melitus dengan jumlah 7 orang (21,87%). Dimana diabetes melitus juga merupakan salah satu faktor risiko pada penyakit jantung koroner.

Nilai mean FIMT rata-rata pada laki-laki 0,73 mm, dengan nilai minimum 0,45 mm dan nilai maksimum 1,5 mm sedangkan nilai mean FIMT rata-rata pada perempuan 0,72 cm, dengan nilai minimal 0,5 mm dan nilai maksimum 1,6 mm. Penelitian Zsuzsan 2018 menyatakan bahwa nilai FIMT rata-rata pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Nilai mean CIMT rata-rata pada laki-laki 0,85 mm, dengan nilai minimum 0,5 mm dan nilai maksimum 1,25 mm sedangkan nilai mean CIMT rata-rata pada perempuan 0,75 cm, dengan nilai minimum 0,4 mm dan nilai maksimum 0,7 mm. Penelitian Simova menunjukan CIMT rata-rata pada pria lebih tinggi dari perempuan.

Berdasarkan FIMT rata- rata dan umur juga memperlihatkan bahwa semakin meningkatnya usia semakin meningkat juga nilai FIMT rata-rata, meskipun pada beberapa kelompok umur ada yang tidak sesuai seperti pada kelompok umur 31-40 tahun didapatkan nilai mean FIMT rata-rata sebesar 0,75 mm, lebih tinggi dibandingkan kelompok umur di atasnya. Perbedaan ini dikarenakan jumlah sampel yang berbeda pada tiap kelompok umur sehingga memengaruhi nilai mean FIMT rata-rata tiap kelompok umur. Namun secara keseluruhan, terlihat bahwa terdapat peningkatan ukuran FIMT rata-rata berdasarkan usia dan hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zsuzsann pada tahun 2018. Hampir seluruh sampel mengalami penebalan pada nilai FIMT rata-rata, hal ini sesuai dengan literatur bahwa penderita penyakit jantung koroner memiliki risiko aterosklerosis yang tinggi. Struktur yang pertama kali berubah dan dapat dideteksi adalah peningkatan ketebalan tunika intima-media (Femoral Intima-Media Thickness/FIMT)14. Memperlihatkan bahwa semakin meningkatnya usia semakin Meningkat juga nilai CIMT rata-rata, meskipun pada kelompok umur ada yang tidak sesuai seperti pada kelompok umur 31-40 tahun didapatkan nilai mean CIMT rata-rata sebesar 0,8 mm, lebih tinggi dibandingkan kelompok umur di atasnya. Hampir seluruh sampel mengalami penebalan pada nilai CIMT rata-rata, hal ini sesuai dengan literatur bahwa penderita penyakit jantung koroner memliki risiko aterosklerosis yang tinggi. Struktur yang pertama kali berubah dan dapat dideteksi adalah peningkatan ketebalan tunika intima-media (Carotid Intima-Media Thickness/CIMT). 3

Berdasarkan derajat stenosis arteri koronaria dan jenis kelamin, didapatkan sebanyak 4 orang pada laki-laki dan 2 orang pada perempuan. Pada stenosis minimal didapatkan sebanyak 9 orang pada laki-laki dan 3 orang pada 63

perempuan. Pada stenosis ringan didapatkan 0 orang pada laki-laki dan 1 orang pada perempuan. Pada stenosis sedang didapatkan sebanyak 4 orang pada laki-laki dan 4 orang pada perempuan. Pada stenosis berat didapatkan sebanyak 4 orang pada laki-laki dan 1 orang pada perempuan. Penelitian Joseph Chiha tahun 2015 menunjukan perempuan dibandingkan dengan pria tanpa infark memiliki beban CAD yang lebih rendah hingga 50% memiliki arteri koroner normal pada kelompok 30-44 tahun dan 40% pada kelompok 45-59 tahun. Perempuan lebih cenderung memiliki arteri koroner normal atau penyakit yang tidak terlalu parah dibandingkan pria dengan usia yang sama, terutama jika mereka tidak datang dengan infark miokard.

Berdasarkan American Heart Assoisted (AHA) menunjukan peningkatan kejadian penyakit jantung koroner mulai diatas umur 40 tahun dan semakin meningkat pada umur diatas 80 tahun,baik pada perempuan maupun laki-laki. Pada penelitian ini derajat stenosis arteri koronaria berat didapatkan paling banyak pada usia 51-60 tahun dan 61-70 tahun.

Namun pada penelitian ini didapatkan tidak ada stenosis arteri koronaria didapatkan paling banyak pada usia 51-60 tahun yaitu 3 orang laki-laki. Hal ini dimungkinan karena bisa pengaruh dari faktor risiko yang kurang pada pasien ini. Hanya didapatkan masing-masing 1 faktor risiko. Dan adanya. Asumsi yang tepat dari awal Studi Jantung Framingham bahwa kesehatan jantung dapat dipengaruhi oleh gaya hidup dan faktor lingkungan, dan oleh warisan. The Framingham Heart Study adalah sumber dari istilah faktor risiko . Sebelum Framingham Heart Study, para dokter memiliki sedikit pemahaman tentang pencegahan penyakit jantung. Pada tahun 1950-an, diyakini bahwa penyumbatan arteri dan penyempitan ( aterosklerosis) adalah bagian normal dari penuaan, dan terjadi secara universal seiring bertambahnya usia. Tekanan darah tinggi ( hipertensi ) dan peningkatan kolesterol serum ( hiperkolesterolemia) juga dilihat sebagai konsekuensi normal dari penuaan pada 1950-an, dan tidak ada pengobatan yang tersedia. Faktor-faktor risiko ini dan selanjutnya, seperti homosistein , secara bertahap ditemukan selama bertahun-tahun.15

Korelasi antara FIMT dengan derajat stenosis arteri koronaria, menunjukkan bahwa ditemukan korelasi yang bermakna (p<0,05) dan kekuatan hubungan kuat dengan nilai (r) 0,725. Yang mana semakin tebal IMT arteri femoralis semakin berat stenosis arteri koronaria. Hal ini

sesuai dengan literatur bahwa ketebalan tunika intima-media merupakan penanda risiko aterosklerosis arteri koronaria6,7,14 juga membuktikan bahwa keadaan dinding arteri femoralis mencerminkan keadaan dinding arteri koroner, sehingga penebalan FIMT dapat dipakai sebagai penanda terdapatnya aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Penelitian sebelumnya mengatakan aerosklerosis berkembang lebih lambat di SFA dibandingkan dengan arteri koroner dan karotis. Pada orang dengan plak di SFA, plak selalu ada di arteri koroner. Pada orang yang lebih

muda, keberadaan plak SFA menunjukkan kerentanan umum terhadap aterosklerosis dan kerentanan terhadap kematian koroner.8

Penelitian sebelumnya mengatakan inisiasi, kecepatan perkembangan, dan ekspresi fenotipik dari plak aterosklerotik berhubungan dengan arteri. Lesi sel busa sering terjadi di arteri karotis, mungkin menjelaskan dinamika ketebalan intima-media karotis. Aterosklerosis berkembang perlahan di arteri femoralis, dan keparahan aterosklerosis didominasi oleh plak fibrosa.8

Penelitian sebelumnya mengatakan ada perbedaan teritorial di berbagai arteri sehubungan dengan respons mereka terhadap faktor risiko. Arteri femoralis dan bulbus karotis adalah prediktor independen dari luas CAD dan inklusi pengukuran ini akan menambah informasi yang disediakan oleh arteri karotis komunis.

Korelasi CIMT dengan derajat stenosis arteri koronaria, menunjukkan bahwa ditemukan korelasi yang bermakna (p<0,05) dan kekuatan hubungan cukup dengan nilai (r) 0,445. Yang mana semakin tebal CIMT arteri karotis semakin berat stenosis arteri koronaria. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa ketebalan tunika intima-media merupakan penanda risiko aterosklerosis arteri koronaria2. Penelitian Fin,dkk juga membuktikan bahwa keadaan dinding arteri karotis mencerminkan keadaan dinding arteri koroner, sehingga penebalan CIMT arteri karotis dapat dipakai sebagai penanda terdapatnya aterosklerosis pada pembuluh darah jantung.16,17,18

Pada penelitian ini didapatkan FIMT rata-rata memiliki korelasi yang lebih kuat dibandingkan CIMT terhadap derajat stenosis, sesuai dengan penelitian -penelitian yang pernah dilakukan di sebelumnya oleh Pierleone 2016, Marthin,2016 dan Kirhmajer, 2010 6,7,9

Ultrasonografi femoralis dan karotis sebagai alat diagnostik dan prediksi risiko memliki keunggulan bersifat non invasif dan tidak memiliki efek samping radiasi. Pemeriksaan FIMT dan CIMT ini telah direkomendasikan sebagai pemeriksaan yang sangat berguna untuk stratifikasi risiko pada pasien yang belum jelas berisiko kejadian penyakit kardiovaskular maupun berisiko sedang.

Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa sensitifitas dan spesifitas MSCT kardiak masing-masing yaitu 100% dan 91,3%. MSCT kardiak dengan kontras ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan non invasif yang menjanjikan untuk mendeteksi stenosis arteri koroner dengan tingkat akurasi yang baik10,19 Evaluasi arteri femoralis dan karotis dapat menjadi metode prediktif dalam pencegahan dan penilaian risiko penyakit aterosklerotik kardiovaskular. 20,21

SIMPULAN DAN SARAN

  • 1.    terdapat korelasi kuat antara ketebalan tunika intimamedia arteri femoralis berdasarkan ultrasonografi dengan derajat stenosis arteri koronaria berdasarkan MSCT scan kardiak. Semakin tebal tunika intima-media arteri femoralis semakin berat derajat stenosis arteri koronaria

  • 2.    terdapat korelasi cukup antara ketebalan tunika intimamedia arteri karotis berdasarkan ultrasonografi dengan derajat stenosis arteri koronaria berdasarkan MSCT scan kardiak. Semakin tebal tunika intima-media arteri karotis semakin berat derajat stenosis arteri koronaria.

Dari hasil penelitian ini, diharapkan ultrasonografi arteri femoralis dan arteri karotis dapat menjadi alat predictor pada daerah yang belum memiliki MSCT Scan untuk menilai risiko aterosklerosis pada arteri koronaria sehingga penanganan pasien dapat lebih dioptimalkan

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Themistocleous, I., Stefanakis, M., & Douda, H. T. Coronary Heart Disease Part I : Pathophysiology and Risk Factors. Journal of Physical Activity, Nutrition and Rehabilitation, 2017;May;167-175

  • 2.    Olvera Lopez E, Jan A. StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing; Treasure Island (FL): Dec 6, 2019. Cardiovascular Disease.

  • 3.    Simova,I. 2015. Intima-media thickness: Appropriate evaluation and proper measurement,described.

https://www.escardio.org/Journals/E-Journal-of-Cardiology- Practice/Volume-13/Intima-media-thickness-Appropriate- evaluation-and-proper-measurement-described.

  • 4.    RSNA (2018) Prevalence and Distribution of Atherosclerosis in a Low- to Intermediate-Risk Population:  Assessment with Whole-Body MR

Angiography. Vol.287 no.3

  • 5.    John P. Lekakis, Christos Papamichael, 2004. Intima– media thickness score from carotid and femoral arteries predicts the extent of coronary artery disease Vascular Laboratory, Department of Clinical Therapeutics, Alexandra University Hospital, Athens, Greece

  • 6.    Pierleone Lucatelli 1, Corrado Fagnani 2017 Femoral Artery Ultrasound Examination Mar;68(3):257-26 Pub Med

  • 7.    Kirhmajer M V, Banfic L, et al. Correlation of femoral intima-media thickness and the severity of coronary artery disease. 2011 Feb;62(2):134-9. Epub 2010 Aug 11.

  • 8.    Dalager S,Falk E et al. Plaque in superficial femoral arteries indicates generalized atherosclerosis and vulnerability to coronary death: An autopsy study. Århus, Denmark .Copyright © 2008 by The Society for Vascular Surgery.

  • 9.    Martín Laclaustra, José A. (2016) Femoral and Carotid Subclinical Atherosclerosis Association With Risk Factors and Coronary Calcium. Journal of The American College of Cardiology vol.67no.11

  • 10.    Mannan M, Bashar MA, Mohammad J, et al. Comparison of coronary CT angiography with conventional coronary angiography in the diagnosis of coronary artery disease. Bangladesh Med Res Counc Bull 2014;40:31-35.

  • 11.    Maffei E, Seitun S, Guaricci AI, Cademartiri F. Emergency Radiology Special Feature: Review Article. Chest pain : coronary CT in the ER. Br J Radiol 2016;89:20150954

  • 12.    Ignacio F, Gonzalez. The epidemiology of coronary heart disease. Rev Esp Cardiol (Engl Ed) 2014 Feb;67(2):139-44. Epub 2014 Jan 6

  • 13.    He BM, Zhao SP, Peng ZY. Cigarette smoking negatively affects HDL-c in multiple ways. J Cell Biochem. 2013 Jul 15. doi: 10.1002/jcb.24581

  • 14.    Zsuzsanna, Katalin et all (2018). Femoral Intimamedia Thickness, Risk Factors, and Markers of Inflammation in Cardiovascular Disease. Journal Interdisciplinary Medicine, Roman

  • 15.    Thomas R Dawber, M.D., Felix E Moore, F.A.P.H.A., George V Mann, M.D.2015, Coronary Heart Disease in the Framingham Study International Journal of Epidemiology, Volume 44, Issue 6

  • 16.    Finn AV, Kolodgie FD, Virmani R.2010.Correlation between Intimal/Media Thickness and Atherosclerosis: A point of view from Pathology. Arterioscler Thromb Vasc Biol.;30:177- 181

  • 17.    Coskun U, Yildiz A. Esen OB, Baskurt M. 2009. Relationship Between Carotid intima Media Thickness and Coronary Angiographic Finding. Cardiovascular Ultrasound; 7;59.

  • 18.    Cohen GI, Aboufakher R, Bess R, et al. Relationship Between Carotid Disease on Ultrasound and Coronary Disease on CT Angiography. JACC: Cardiovascular Imaging Vol. 6, No. 11, 2013

  • 19.    Joshi H, Shah R, Prajapati J. Diagnostic accuracy of computed tomography angiography as compared to conventional angiography in patients undergoing noncoronary cardiac surgery. Official Journal of Gulf Heart Association, 2016 Vol 17, Issue 3, Page 88-91.

  • 20.    Kim GH, Youn HJ, Choi YS. Carotid artery evaluation and coronary calcium score: which is better for the diagnosis and prevention of atherosclerotic cardiovascular disease. Int J Clin Exp Med. 2015;

8(10): 18591-18600

  • 21.    Gepner AD, Young R, Delaney JA, et al. Comparison of Carotid Plaque Score and Coronary Artery Calcium Score for Predicting Cardiovascular Disease Events:

The Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis. Journal of the American Heart Association. February 2, 2017 Vol 6, Issue 2.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i9.P12

66