JMU


Jurnal medika udayana


ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.8,AGUSTUS, 2022

I—,⅛ o λ  Idirectoryof

;      OPEN ACCESS

IJOURNALS


Diterima: 2021-01-16 Revisi: 2022-07-28 Accepted: 25-08-2022

PENGARUH KEBIASAAN PENGGUNAAN ALAT PIRANTI DENGAR TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Veren Febriana Claudya1), Komang Andi Dwi Saputra2), I Wayan Sucipta2), Luh Made Ratnawati2) 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2 Departemen/Bagian Ilmu Penyakit THT-KL, RSUP Sanglah, Denpasar, Bali

Koresponding author: Veren Febriana Claudya

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Mendengarkan materi perkuliahan atau mendengarkan musik melalui alat piranti dengar sudah menjadi gaya hidup mahasiswa. Namun ternyata kebiasaan ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran. Menurut The National Health and Nutrition Examination Survey America pada tahun 1988, tercatat 15% remaja mengalami masalah pada pendengaran dan melonjak menjadi 19,5% pada tahun 2000. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebiasaan penggunaan alat piranti dengar terhadap gangguan pendengaran pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian merupakan penelitian analitik korelasi dengan metode crosssectional menggunakan instrument berupa kuesioner untuk menilai kebiasaan penggunaan alat piranti dengar dan gangguan pendengaran terhadap 289 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hasil pengujian Fisher’s Exact Test menunjukkan adanya pengaruh (p<0,05) antara kebiasaan penggunaan alat piranti dengar dengan gangguan pendengaran pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Kata Kunci: alat piranti dengar, gangguan pendengaran, mahasiswa, kebiasaan.

ABSTRACT

Listening to lecture or music through earphone has become a student lifestyle. However, these habits can cause hearing disorders. According to The National Health and Nutrition Examination Survey America in 1988, it was recorded that 15% of adolescents experienced hearing disorders and jumped to 19.5% in 2000. This study aims to determine the effect of earphone usage habits on hearing disorders in medical faculty students of Udayana University. This research was an analytical study with a cross-sectional method using questionnaire to assess earphone usage habits and hearing disorders of 289 students of medical faculty in Udayana University. Fisher’s Exact Test result showed effect (p<0.05) between earphone usage habits and hearing disorders in medical faculty student of Udayana University.

Keywords: earphone, hearing disorders, student, habits.

PENDAHULUAN

Dunia perkuliahan khususnya perkuliahan di Fakultas Kedokteran tentunya sangat membutuhkan ketekunan, fokus dan juga konsentrasi selama proses belajar yang dijalani. Apalagi, ilmu kedokteran adalah ilmu yang sangat luas dan harus dipelajari seumur hidup karena akan terus menurus berkembang seiring berjalannya waktu.

Sayangnya, sering sekali pada saat perkuliahan berlangsung tingkat kefokusan menurun yang menyebabkan konsentrasi kita terhadap perkuliahan menjadi berkurang sehingga banyak mahasiswa Fakultas Kedokteran menggunakan alat piranti dengar untuk belajar. Namun ternyata kebiasaan ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran. Menurut The National Health and Nutrition Examination Survey America pada tahun 1988, tercatat 15% remaja mengalami masalah pada pendengaran dan melonjak menjadi 19,5% pada tahun 2000.

Telinga merupakan salah satu organ yang ada pada tubuh manusia yang memiliki fungsi sebagai indra pendengaran dan keseimbangan tubuh dimana telinga itu

sendiri terdiri dari 3 bagian: telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.1,2 Telinga berfungsi terhadap sistem pendengaran berupa suara atau bunyi karena telinga memiliki reseptor yang khusus untuk mengenali getaran-getaran suara.3

Gangguan pendengaran dibagi menjadi gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran sensorineural dan gangguan pendengaran campur. Gangguan pendengaran konduktif dapat terjadi karena adanya gangguan hantaran suara yang disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Gangguan pendengaran sensorineural terjadi akibat adanya kelainan pada koklea, nervus VIII ataupun di pusat pendengaran. Gangguan pendengaran campur merupakan kombinasi gangguan pendengaran konduktif dengan gangguan pendengaran sensorineural dan dapat berupa

PENGARUH KEBIASAAN PENGGUNAAN ALAT PIRANTI DENGAR TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN….. Veren Febriana Claudya1), Komang Andi Dwi Saputra2), I Wayan Sucipta2), Luh Made Ratnawati2)

sebuah penyakit, seperti peradangan telinga tengah yang berkomplikasi menuju telinga dalam.2,4

Selain itu, terdapat gangguan pendengaran akibat bising atau dikenal sebagai Noise Induced Hearing Loss (NIHL). Gangguan pendengaran akibat bising merupakan gangguan pendengaran yang terjadi akibat terpapar oleh bising yang tergolong keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama seperti bising karena lingkungan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan pendengaran akibat bising yaitu lamanya paparan bising, frekuensi paparan bising, dan intensitas bising.2

Adapun gejala yang akan dirasakan pada saat mengalami gangguan pendengaran, yaitu: penurunan fungsi pendengaran, tinitus atau telinga berdenging, timbul nyeri di telinga jika intensitas suara ditinggikan dan rasa terganggu bila berada dalam latar belakang yang bising. Gejala-gejala ini dapat berlangsung sementara ataupun permanen.4

Tinitus merupakan suara yang muncul dan terdengar di kepala atau di telinga.4 Istilah tinitus sendiri berasal dari kata Latin yaitu tinnire yang artinya cincin.5 Tinitus dibagi menjadi 2 macam yaitu tinitus objektif dan tinitus subjektif. Tinitus obyektif terjadi apabila bunyi tersebut dapat didengar oleh pemeriksa atau dapat didengar dengan auskultasi di sekitar telinga. Sifatnya ialah vibritorik yang berasal dari vibrasi atau getaran sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Sedangkan tinitus subjektif terjadi apabila suara hanya terdengar oleh pasien sendiri. Tinitus tipe ini merupakan tinitus yang paling sering terjadi. Sifat dari tinitus subjektif adalah nonvibritorik karena adanya proses iritatif atau perubahan degenaratif pada traktus auditorius yang dimulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusat saraf dari sistem pendengaran.6

Alat piranti dengar merupakan sepasang pengeras suara yang digunakan pada telinga dan disambungkan ke sumber sinyal seperti telepon genggam, radio, laptop dan lain-lain. Alat piranti dengar dibagi menjadi beberapa jenis yaitu: Circumaural, supra-aural, earbuds atau earphones, dan canalphone.7 Intensitas suara yang dihasilkan oleh alat piranti dengar bisa mencapai 110 dB dan akan menyebabkan penurunan fungsi pendengaran apabila terpapar selama minimal 1 jam per hari.8

Maka dari itu, ada banyak mahasiswa yang memiliki kebiasaan untuk menggunakan alat piranti dengar dan hampir menjadi sebuah kebiasaan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran. Penggunaan alat piranti dengar mungkin tidak hanya digunakan pada saat mendengarkan materi perkuliah, tetapi juga pada saat mengisi waktu luang, saat tidur, saat berolahraga, dan lain lain. Kebiasaan menggunakan alat piranti dengar kemungkinan berpengaruh terhadap sistem pendengaran sehingga dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran.9

BAHAN DAN METODE

Penelitian tergolong ke dalam penelitian analitik korelasi cross sectional yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana bulan Februari sampai November

2020 dan sudah mendapat izin kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor 604/UN14.2.2.VII.14/LT/2020. Populasi target yaitu seluruh mahasiswa aktif Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang memiliki kebiasaan penggunaan alat piranti dengar. Sampel penelitian berjumlah 289 responden.

Variabel bebas berupa kebiasaan penggunaan alat piranti dengar dan variabel terikat berupa gangguan pada telinga atau gangguan pendengaran.

Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner tentang kebiasaan penggunaan alat piranti dengar dan gejala gangguan pendengaran. Hasil interpretasi kebiasaan penggunaan alat piranti dengar dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok penggunaan wajar (5-8 poin) dan kelompok penggunaan berisiko (>8 poin). Sedangkan untuk interpretasi gangguan pendengaran dapat dilihat dari keluhan yang dirasakan responden pada hasil kuesioner, apabila responden mengalami satu atau lebih dari gejala -gejala berikut, seperti mengalami penurunan pendengaran, meminta lawan bicara untuk mengulang perkataan, telinga berdenging, telinga menjadi lebih sensitif, atau sulit memahami pembicaraan orang di tempat ramai atau jalan raya.

Responden yang memenuhi kriteria inklusi terlebih dahulu dimintai informed consent sebagai bukti pesertujuan menjadi sampel penelitian yang dilanjutkan dengan pengisian kuesioner. Data yang sudah terkumpul dianalisis menggunakan IBM SPSS Statisctic versi 25. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel.

HASIL

Tabel 1. Karakteristik responden

Karakteristik responden

Jumlah (n)

Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

98

33,9

Perempuan

191

66,1

Kebiasaan Penggunaan Alat Piranti Dengar Berisiko

230

79,6

Wajar

59

20,4

Gangguan Pendengaran

Terdapat

278

96,2

gangguan

Tidak terdapat

11

3,8

gangguan

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa responden berjumlah 289 orang yang terdiri atas 98 laki-laki (33,9%) dan 191 perempuan (66,1%). Jumlah dan persentase responden yang memiliki kebiasaan penggunaan alat piranti dengar yang berisiko sebanyak 230 orang (79,6%) sedangkan responden yang memiliki kebiasaan

penggunaan alat piranti dengar dengan kelompok wajar sebanyak 59 orang (20,4%).

Untuk variabel gangguan pendengaran, jumlah dan persentase responden yang memiliki satu atau lebih gejala gangguan pendengaran sebanyak 278 orang (96,2%) dan yang tidak memiliki gejala gangguan pendengaran sebanyak 11 orang (3,8%).

Tabel 2 Hasil uji signifikansi Fisher’s Exact Test dan Prevalance Ratio (PR) kebiasaan penggunaan alat piranti dengar terhadap gangguan pendengaran

Variabel

Prevalence Ratio (PR)

Sinifikansi (p)

Kebiasaan penggunaan alat piranti dengar

1,089

0,011

Gangguan pendengaran

Keterangan: p < 0,05 apabila terdapat hubungan dan p > 0,05 apabila tidak terdapat hubungan antara kedua variabel

Hasil uji signifikansi Fisher’s Exact Test kebiasaan penggunaan alat piranti dengar terhadap gangguan pendengaran (Tabel 2) didapatkan nilai signifikansi p (p value) sebesar 0,011. Hal ini menunjukkan bahwa ditemukan hubungan antara kebiasaan penggunaan alat piranti dengar terhadap gangguan pendengaran pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Fisher’s Exact Test diketahui bahwa ada hubungan antara kebiasaan penggunaan alat piranti dengar terhadap gangguan pendengaran (p value sebesar 0,011). Banyak hal yang dapat mempengaruhi hasil tersebut.

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan hasil penelitian seperti ini, yaitu penggunaan alat piranti dengar, kebiasaan penggunaan alat piranti dengar, mulai dari lama penggunaan, frekuensi, dan tingkat volume penggunaan alat piranti dengar. Ada 244 dari 289 orang menggunakan alat piranti dengar untuk mendengarkan musik dimana lama penggunaan alat piranti dengar pada responden bervariasi, mulai dari 5 tahun. Dari hasil penelitian, paling banyak responden memiliki kebiasaan penggunaan alat piranti dengar lebih dari 5 tahun yang lalu, yaitu sebanyak 175 orang. Faktor lama penggunaan alat piranti dengar ini berhubungan dengan terjadinya gangguan pendengaran karena semakin lama seseorang terpapar oleh bising yang terlalu keras dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan terjadinya tuli sensorineural.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran yaitu frekuensi penggunaan alat piranti http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2022.V11.i8.P13

dengar. Frekuensi paling banyak adalah 1-4 hari/minggu, yaitu 205 orang. Kebiasaan ini termasuk jarang dan jika diperhatikan lebih pada kuesioner masing-masing responden, diketahui umumnya responden menggunakan alat piranti dengar di tempat yang ramai atau jalan raya dibandingkan pada saat olahraga ataupun tidur.

Risiko terjadinya gangguan pendengaran juga meningkat apabila menggunakan alat piranti dengar disaat keadaan yang rebut seperti di tempat kerja atau jalan raya dengan suara atau volume yang tinggi. Penggunaan alat piranti dengar selama olahraga juga membahayakan telinga karena ketika olahraga aerobik, darah dari telinga berpindah menuju daerah ekstremitas sehingga telinga menjadi lebih lemah dan mudah untuk mengalami kerusakan.

Lama waktu responden menggunakan alat piranti dengar dalam sehari paling banyak adalah kurang dari 1 jam, yaitu sebanyak 142 orang dan waktu penggunaan dalam sekali pakai paling banyak adalah kurang dari 1 jam, yaitu sebanyak 174 orang. Untuk mengalami gangguan pendengaran, diperlukan waktu paparan 1-4 jam dengan intensitas bunyi 120 dB dimana dengan waktu dan intensitas tersebut dapat menimbulkan beberapa tingkatan kerusakan dari sel rambut, sel penyangga, pembuluh darah dan serat aferen.

Gangguan pendengaran juga dipengaruhi oleh tingkat volume. Berdasarkan hasil penelitian, paling banyak responden menggunakan alat piranti dengar dengan tingkat volume 50-70%, yaitu sebanyak 157 orang. Suara yang memiliki intensitas kurang dari 75 dB setelah terpapar lama cenderung tidak menyebabkan gangguan pendengaran. Namun, paparan lama atau berulang-ulang pada suara mencapai 85 dB atau lebih dapat menyebabkan gangguan pendengaran.

SIMPULAN

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan penggunaan alat piranti dengar dengan gangguan pendengaran pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan hasil p = 0,011 (p < 0,005).

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Moore K.L, Agur A.M.R. Clinically Oriented Anatomy. 6th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins. 2020;215(4):966.

  • 2.    Soepardi E.A, Iskandar N, Bashiruddin J et al. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss). 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2011;49-52.

  • 3.    Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001;176-85.

  • 4.    Møller A.R. Sensorineural Tinnitus: Its Pathology and Probable Therapies. International Journal of Otolaryngology. 2016:1-9.

  • 5.    Båsjö S, Møller C, Jutengren G, Kähäri K. Hearing thresholds, tinnitus, and headphone listening habits in

Veren Febriana Claudya1), Komang Andi Dwi Saputra2), I Wayan Sucipta2), Luh Made Ratnawati2)

nine-year-old-children. International Journal of Audiology. 2016;55:587-96.

  • 6.    Laoh A, Rumampuk J.F, Lintong F. Hubungan Penggunaan Headset Terhadap Fungsi Pendengaran pada Mahasiswa Angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik. 2015;3:3.

  • 7.    Frank T. Audiology Diagnosis: Basic Instrument and Calibration. US: Thieme. 2000;185-7.

  • 8.    Rahadian J, Prastowo N.A, Haryono R. Pengaruh Penggunaan Earphone terhadap Fungsi Pendengaran. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010;60:10.

  • 9.    Rambe A. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara: USU Digital Library. 2003.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i8.P13

73