ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.8,AGUSTUS, 2022


Diterima:2022-01-06 Revisi:2022-07-28 Accepted: 25-08-2022

KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN GIGITAN ULAR DI RSUP SANGLAH BALI

PERIODE 2019-2020

Komang Budhi Pradnya Wibawa1, Ni Kadek Mulyantari2, I Wayan Putu Sutirta Yasa2

  • 1.    Program Studi Sarjana Kedokteran Dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2.    Departemen Patologi Klinis Universitas Udayana- RSUP Sanglah

ABSTRAK

Latar Belakang : Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki risiko gigitan ular yang cukup tinggi. Bisa ular yang mengandung berbagai macam enzim polipeptida serta protein yang bersifat hematotoksik dapat menyebabkan berbagai gejala mulai dari bengkak, kelumpuhan hingga kematian. Pemberian Anti Bisa Ular (ABU) memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas dari gigittan ular. Penting untuk mengetahui karakteristik dari kasus gigitan ular agar penanganan sesuai dapat segera diberikan.

Tujuan : Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pasien yang menjadi korban gigitan ular di RSUP Sanglah.

Metode Studi ini merupakan studi deskriptif dengan pendekatan potong lintang dimana data hanya diambil pada satu waktu tertentu. Sampel yang dimasukkan dalam studi ini berupa pasien gigitan ular yang terdaftar di RSUP Sanglah selama periode penelitian. Pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap diekslusi dari studi ini. Hasil : Didapatkan sebanyak total 50 pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.Usia beragam dari 5 tahun hingga 77 tahun dengan rerata 38,06 + 17,0 tahun. Sebagian besar pasien merupakan mahasiswa (32%) disusul oleh petani (26%) dan IRT (14%). Jenis kelamin yang mendominasi adalah lelaki dengan persentase 64%. Seluruh pasien mendapatkan tatalaksana berupa anti bisa ular, dan tidak ada yang memiliki komorbiditas. Sebanyak 74% kasus mendapatkan lokasi gigitan pada kaki.

Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa karakteristik pasien gigitan ular di RSUP Sanglah merupakan pasien dewasa, laki-laki, berprofesi sebagai mahasiswa, dan digigit pada bagian kaki. Seluruh pasien mendapatkan terapi ABU.

Kata Kunci : Venom, Gigitan , Ular

ABSTRACT

Background: As a tropical country, Indonesia has a high risk of snake bites. Snake venom that contains various kinds of polypeptide enzymes and proteins that are hematotoxic can cause various symptoms ranging from swelling, paralysis to death. Anti-snake venom administration (ABU) plays an important role in reducing the mortality rate from snake bites. It is important to know about the characteristics of snake bite cases thus appropriate treatment can be given immediately.

Aims: This study aims to determine the characteristics of patients who get bitten by a snake at Sanglah General Hospital.

Methods : This study is a descriptive study with a cross-sectional approach where data is only collected at one time. The samples included in this study were snake bite patients who were registered at Sanglah General Hospital during the study period. Patients with incomplete medical records were excluded from this study.

Results: There were a total of 50 patients who met the study inclusion criteria. Ages varied from 5 years to 77 years with the mean of 38.06 + 17.0 years. Most of the patients were students (32%), followed by farmers (26%) and housewives (14%). The dominant gender is male with a percentage of 64%. All patients received anti-snake venom treatment, and none had comorbidities. Around 74% of cases have location predilection of the bite on the lower extremity.

Conclusion: It can be concluded that the characteristics of snake bite patients in Sanglah General Hospital are adult, male, students, and bitten on the leg. All patients received ABU therapy.

Keywords: Venom, bite, snake

PENDAHULUAN

Negara Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki risiko gigitan ular yang cukup tinggi. Dataran rendah, lahan pertanian, dan lautan merupakan tempat paling sering ditemukan ular. Hampir sebagian besar spesies ular biasanya hidup di daerah yang beriklim tropis, dan juga ular tidak bisa hidup di daerah-daerah dingin seperti, daerah padang salju, dan kutub. Berdasarkan hal tersebut, Indonesia merupakan salah satu negara yang berisiko tinggi untuk kasus gigitan ular, dan berisiko bagi pekerja di bidang pertanian. Pada umumnya banyak orang yang mengetahui akan bahaya dari racun ular tersebut, maka dari itu jika manusia normal terkena gigitan ular beracun dapat mengakibatkan kelumpuhan yang permanen dan juga dapat menyebabkan kematian. Kelumpuhan disebabkan karena di dalam bisa ular terdapat berbagai macam enzim, polipeptida non-enzimatik, dan protein non-toksik.1

Gejala dari envenomation banyak didasari oleh kondisi korban, seperti kesakitan yang sering dirasakan pasien, padahal tidak semua racun dari gigitan ular dapat menghasilkan reaksi seperti itu dan gejala kerusakan otot dan kelumpuhan muncul, dengan demikian kondisi tersebut tidak dapat diobati oleh antivenom. Kejadian gigitan ular terbilang cukup luas, sehingga Word Health Organization (WHO) memasukannya dalam daftar penyakit tropis 4 tahun yang lalu.2

Korban dari kasus gigitan ular biasanya mengalami sekuele fisik permanen yang diakibatkan dari nekrosis jaringan lokal, dan sekuele psikologis. Selain efek populasi yang membesar, gigitan ular pun juga kurang mendapatkan perhatian yang cukup dari pelayanan kesehatan nasional maupun internasional, dan bisa dikategorisasikan sebagai penyakit tropikal yang terabaikan.3 Sebagian besar kematian yang dilaporkan pada korban dengan gigitan ular adalah karena keterlambatan dalam pemberian antivenom atau tidak adanya ketersediaan antivenom spesies yang spesifik. Tercatat ada 1.250.000 kematian yang dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya akibat dari snake bite tersebut.4

Atas dasar latar belakang tersebut penulis ingin mengetahui lebih tentang karakteristik pasien dengan gigitan ular, karena gigitan ular merupakan suatu kejadian kegawatdaruratan medis yang apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan kelumpuhan yang permanen bahkan kematian. Infeksi gigitan ular memiliki dampak lebih besar dari luka biasa, karena toksik atau racun dapat mengakibatkan infeksi yang lebih.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif, dengan tujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien dengan gigitan ular di RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian dimulai dengan identifikasi pasien, kemudian dievaluasi melalui data rekam medis untuk melihat karakteristik pasien yang terkena gigitan ular. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan gigitan ular

di RSUP Sanglah. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan gigitan ular yang terdaftar di RSUP Sanglah pada bulan Januari 2019 sampai November 2020. Sampel penelitian menggunakan data rekam medis pasien gigitan ular yang tercatat dalam rekam medik di RSUP Sanglah yang telah memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien gigitan ular, pekerjaan, jenis kelamin, jenis penanganan, faktor predisposisi, dan usia. Pengumpulan sampel dilakukan dengan menggunakan populasi yang ada dalam batas waktu yang sudah ditentukan hingga akhirnya didapatkan 50 data yang sesuai. Total data yang dikumpulkan akan dilaporkan secara deskriptif dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 25 (Statistical Package For The Social Sciences 25). Data yang sudah terkumpul kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi pasien gigitan ular berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, faktor predisposisi, dan penanganan. Penelitian ini sudah disetujui oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

HASIL

Total pasien yang tercatat di rekam medis RSUP Sanglah Denpasar, Bali pada periode Tahun 2019-2020 serta telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebanyak 50 sampel. Berdasarkan usianya, didapatkan bahwa dalam studi ini, pasien gigitan ular memiliki rentangan usia yang beragam dari 5 tahun hingga 77 tahun dengan rerata 38.06 + 17.0 tahun. Usia diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi WHO, sehingga ditemukan bahwa sebagian besar korban gigitan ular (82%) berusia 20-60 tahun atau masuk dalam katagori dewasa. Ditemukan masing-masing 4% korban gigitan ular yang tergolong anak dan remaja. Terdapat 10% korban gigitan ular yang berusia lebih dari 60 tahun. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Pasien Gigitan Ular Berdasarkan Usia

Usia

n

Rerata + SB min-3⅛)

38,06 + 17,0(5-77)

Anak (2-10 tahun)

2

4.0

Remaja (11-19 tahun)

2

4.0

Dewasa (20-60 tahun)

41

82.0

Lansia (>60 tahun)

5

10.0

Dalam studi ini, didapatkan beberapa pekerjaan yang memiliki risiko terkena gigitan ular seperti pelajar, petani, mahasiswa/mahasiswi, tukang bangunan, tukang kebun, dokter umum, dan IRT (Ibu Rumah Tangga). Dataxselengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.

⅛IJ∙ TtataOwaeMlta     ttta⅛

w≡

n

%

E⅛

7

14.0

tani

13

26.0

M⅛isffi'M⅛sssi

16

32.0

Ji⅛1 Ttaaffl

2

4.0

Ij⅛1KsJ≡

3

6.0

MClUfflMl,

2

4.0

IRT

7

14.0

Hasil analisis pasien gigitan ular berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa angka kejadian gigitan ular pada jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadianxpada jenis kelaminxperempuan. Dataxselengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.

TabelJ1Kmkteristik PasienGisitaiiUlarberdasarkan Jenis Kelamin

WVWVWWi WWVWWWVWWWWWWVWWWVVW -VΛ⅛W1W MWVWΛ MflflΛWWflΛ⅛MWVWVMWVWrt⅛W WrtVrtWWWfl

Jenis Kelamin

VVVWflWWflWAMWrtW

n

%

Perempuan

WVWAΛWVWflΛAΛΛ-

18

36.0

Laki-laki

WvWWvWiVWfl

32

64.0

Dari hasil tabel di atas didapatkan hasil penanganan dengan pemberian ABU (Anti Bisa Ular) sebanyak 100.0%. Semua kejadian gigitan ular yang terjadi dapat diberikan penanganan dengan pemberian ABU (Anti Bisa Ular). Dataxselengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4.Kmkteπst^^^

JemsvPemigaMn

n

%

PembenanAEU

50

100.0

Pada tabel karakteristik pasien gigitan ular berdasarkan faktor predisposisi dapat disimpulkan bahwa, pasien yang terkena gigitan ular tidak memiliki faktor predisposisi seperti kecacatan, kelainan, dll. Angka yang didapat dari tabel tersebut sebanyakx100.0%. Data selengkapnya dapat dilihat padaxtabel 5.

Tabel 5. KatakterisUkPasienGigit^

FahgrPredispgsisi

n

%

TidakAda

50

100.0

Pada tabel didapatkan bahwa bagian tubuh yang paling sering terkena gigitan ular adalah bagian tangan dan kaki. Ditinjau lebih lanjut, bagian tubuh yang paling sering terkena gigitan ular adalah bagian kaki, karena angka kejadian lokasi gigitan pada kaki didapatkan 74.0%. Sedangkan angka kejadian gigitan ular pada tangan hanya 26.0%. Data selengkapnya dapatxdilihat pada tabel 6.

Tabel 6- K≡⅛Γ⅛                   ®gte

Lakasi G⅛n

n

%

Tangan

13

26.0

Kaki

37

74.0

PEMBAHASAN

Berdasarkan usia, studi ini menunjukkan bahwa kebanyakan kelompok usia yang menjadi korban gigitan ular adalah kelompok dewasa 20 hingga 40 tahun. Hal ini sesuaixdengan studi yang dilakukan di Bigeria menunjukkan bahwa usia di atas 18 tahunxmemiliki risiko 3.2 kali lebih besar untuk mengalami gigitan ular (OR=3,2; IK95%=0,5-20,6). Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya tendensi orang dewasa untuk melakukan kegiatan outdoor seperti bertani, berkebun, membersihkan selokan, maupun mengurus kebun sehingga risiko bertemu ular menjadi lebih tinggi.5 Studi lain mengungkapkan bahwa usia 21 sampai 40 tahun memiliki resiko terkena gigitan ular, dan pada hasil penelitian di atas didapatkan usia rata-rata yang digigit ular di RSUP Sanglah adalah 38.26 + 16.698 tahun.6

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pekerjaan yang memiliki risiko terkena gigitan ular tertinggi adalah mahasiswa / mahasiswi dengan angka kejadian 32.0%. Penelitian sebelumnya oleh Sajeeth mengungkapkan bahwa pekerjaan yang paling sering mengalami kejadian gigitan ular ini adalah petani dan pekerja kebun. Namun hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa pekerja mahasiswa/mahasiswi memiliki angka kejadian yang tertinggi. Kejadian gigitan ular terjadi kepada mahasiswa atau mahasiswi dapat dikarenakan pada saat mereka mengikuti camping atau study tour ke alam, dikarenakan tempat seperti itu sangatlah rawan akan terjadinya gigitan ular.6 Studi terbaru yang dilakukan Alcoba dkk pada tahun 2020 menunjukkan bahwa pelajar/ siswa merupakan kelompok kedua yang memiliki persentase tinggi pada kasus gigitan ular, dimana dikatakan kasus sebagian besar terjadi pada saat kegiatan outdoor sekolah.7 Untuk hasil penelitian karakteristik gigitan ular berdasarkan jenis kelamin dimana hasilnya didapatkan jenis kelamin laki-laki lebih rentan terkena gigitan ular dibandingkan dengan perempuan dengan hasil 36.0% banding 64.0%. Hasil penelitian Sajeeth juga mengungkapkan bahwa kelamin laki-laki memiliki risiko gigitan ular tertinggi dibandingkan dengan perempuan, dengan angka perbandingan 65% banding 35%.6Studi lain yang dilakukan di Sri Lanka juga menunjukkan hal serupa dimana korban lelaki hampir 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan pada kasus gigitan ular (418 vs 277; p=0.001).8 Studi lainnya juga menemukan bahwa jenis kelamin pria dapat meningkatkan risiko tergigit ular hingga 1 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita (OR=1.00; 95%CI=0.4-2.5).5 Kecenderungan lelaki untuk menjadi korban gigitan ular masih belum dapat dijelaskan secara pasti, meskipun terdapat istilah yang lazim dipahami di Amerika Serikat bahwa Testosteron, Teasing, Touching,

Komang Budhi Pradnya Wibawa1, Ni Kadek Mulyantari2, I Wayan Putu Sutirta Yasa2

Trucks, Tattoos and toothless, Texas, Tequila, Teenagers and Tanks merupakan faktor risiko dari gigitan ular. Poporsi yang besar pada lelaki yang tergigit ular diperkirakan terjadi karena lelaki lebih sering melakukan kegiatan outdoor yang meningkatkan risiko kontak dengan ular seperti bertani dan berkebun dibandingkan dengan perempuan.9

Untuk jenis penanganannya, semua pasien dengan gigitan ular pada studi ini diberikan penanganan dengan memberikan ABU (Anti Bisa Ular) dan angka yang didapatkan 100%. ABU digunakan untuk menangkal reaksi koagulopati yang disebabkan oleh efek hemotoksik dari bisa ular yang dapat menyebabkan berbagai gejala sistemik paska gigitan ular seperti bengkak, pembentukan bula, ulserasi, serta pembengkakan nodus limpa dan otot di sekitar lokasi gigitan yang dapat menyebabkan kejadian sindrom compartment. Efek koagulopati yang disebabkan bisa ular juga dapat menjadi fatal apabila terlambat memberikan penanganan.10 Pemberian ABU dalam studi ini dilakukan tanpa memandang jenis ular yang menggigit dan pemberian ABU pada pasien tersebut didasarkan temuan klinis dengan gejala lokal seperti bengkak pada lokasi gigitan. Strategi ini dilakukan demi menurunkan angka mortalitas gigitan ular, dimana berdasarkan sebuah studi, mereka menemukan bahwa angka mortalitas studi mereka tergolong tinggi (8.4%) diakibatkan dari kurangnya pemberian ABU dan akses terhadap ABU pada lokasi penelitian mereka.11

Rata-rata pasien yang dirawat di RSUP Sanglah dengan kasus gigitan ular sembuh tanpa komplikasi. Pada lokasi gigitan didapatkan bagian tubuh ekstremitas bawah yaitu bagian kaki yang memiliki risiko terkenanya gigitan ular, dengan angka kejadian 74.0%. Penelitian sebelumnya juga mengungkapkan bagian tubuh yang memiliki risiko terbesar terkenanya gigitan ular yaitu bagian tubuh ekstremitas bawah yaitu kaki, mengingat ular merupakan hewan melata yang lebih sering berada di tanah, tetapi tidak menutup kemungkinan gigitan ular dapat terjadi di seluruh tubuh.6 Gigitan ular pada kaki melambangkan ketidaksengajaan ular dalam mengigit manusia, dimana lokasi ini lebih sering ditemukan pada populasi dewasa. Akan tetapi sebuah studi menunjukkan adanya predileksi berbeda pada kasus gigitan ular anak, dimana anak kebanyakan digigit di bagian ekstrimitas atas, dimana hal ini menunjukkan bahwa gigitan ular disebabkan dari usaha anak dalam menyentuh ular yang mereka lihat dalam rangka memenuhi rasa ingin tahu mereka.12

SIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik pasien gigitan ular berdasarkan pekerjaan didapatkan pekerjaan yang memiliki angka kejadian tertinggi kasus gigitan ular adalah mahasiswa/mahasisiwi dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang lainnya. Pada penelitian ini, Jenis kelamin yang memiliki angka risiko tertinggi terkena gigitan ular adalah laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Dari segi penanganannya, hasil penelitian di atas didapatkan semua kasus gigitan ular, baik

itu dari gigitan jenis ular apapun dapat diberikan ABU (Anti Bisa Ular). Pada hasil penelitian ini tidak didapatkan faktor predisposisi dari gigitan ular, baik kecacatan, kelainan, dll. Gigitan ular dapat sering terjadi pada bagian tubuh ektremitas bawah yaitu bagian kaki, tetapi tidak menutup kemungkinan gigitan ular ini dapat terjadi di seluruh tubuh. Berdasarkan usia, kejadian gigitan ular ini sering terjadi pada umur 20th – 60th. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diberikan saran sebagai berikut Perlu dilakukan penelitian dengan sampel yang lebih besar dan beragam. Perlu dilakukan penelitian longitudinal lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan cohort yang menganalisis faktor risiko terkena gigitan ular pada masyarakat Bali.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Kularatne S,xSenanayake N. Venomous snake bites, scorpions, andxspiders.xNeurologic Aspects of Systemic Disease Part II. 2014;987-1001.

  • 2.    Adiwinata R, Nelwan EJ. Snakebite inxIndonesia. Acta MedxIndones. 2015;47(4):358-365.

  • 3.    Bawaskar H, Bawaskar P.xSnake bite poisoning. Journal of Mahatma Gandhi Institute of Medical Sciences. 2015;20(1):5.

  • 4.    Rifaie F, Maharani T, Hamidy A. Where did Venomous Snakes Strike?xA Spatial Statistical Analysis of Snakebite Cases in Bondowoso Regency, Indonesia.xHAYATI Journal of Biosciences. 2017;24(3):142-148.

  • 5.    Igawe PB, Muhammad JO, Nwokoro UU, etxal. Snakebitexoutbreak andxassociated risk factors in Donga,xTarabaxState,xNigeria,xJune,x2016. Pan Afr Med J. 2020;37:82. Published 2020 Sep 22. doi:10.11604/pamj.2020.37.82.17288

  • 6.    SajeethxKumar K, NarayananxS, Thulaseedharan N, Udayabhaskaran V. Clinicalxand epidemiologic profilexandxpredictorsxof            outcomexof

poisonousxsnakexbites &xndash; an analysis of 1,500 cases from a tertiary care center in Malabar, North Kerala, India. International Journal ofxGeneral Medicine.x2018;Volume 11:209-216.

  • 7.    Alcoba G, Chabloz M, Eyong J, Wanda F,xComte E,     Ochoa     C     et     al.     Snakebite

epidemiologyxandxhealth-seekingxbehaviorxin Akonolinga health district, Cameroon: Crosssectional         study.xPLOS        Neglected

TropicalxDiseases. 2020;14(6):e0008334.

  • 8.    EdiriweeraxD, Kasturiratne A, Pathmeswaran A, Gunawardena N, Jayamanne S, Wijayawickrama B et al. Mappingxthe Risk of Snakebite in Sri Lanka -xA NationalxSurveyxwithxGeospatial Analysis. PLOS     Neglected     Tropical     Diseases.

2016;10(7):e0004813.

  • 9.    Jaramillo J, Hakes N, Tennakoon L, Spain D, Forrester J.The “T’s” of snakebitexinjury in the USA: fact or fiction?. Trauma Surgery & Acute Care Open. 2019;4(1):e000374.

  • 10.    TheinxC, Byard R.xCharacteristicsxand relative numbers of lethal snake bite cases in medicolegal practice in central Myanmar – Axfive year study. Journal of Forensic and LegalxMedicine. 2019;63:52-55.

  • 11.    Omar, S., Abdallah, M., Abdallah, S., Ali, K., Abdalla, T, Etayeb, K..xEpidemiological CharacteristicsxofxSnake-Bite Victims in Gadarif Hospital,xEastern Sudan. Int J Of Healthcarex& Med Sci; 2017. 3(10): 76-79.

  • 12.    Matteucci M,xHannumxJ, Riffenburgh R, Clark R. Pediatricxsex        group        differencesxin

locationxofxsnakebitexinjuriesxrequiringxantiveno mxtherapy.xJournalxofxMedicalxToxicology. 2007;3(3):103-106.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i8.P12

69