The Differences of Dietary Habits and The Incidence of Anemia in The Preconception Period in Mountainous With Coastal Area
on

ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.8,AGUSTUS, 2022
DOAJ
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS

Diterima:2022-01-06 Revisi:2022-07-28 Accepted: 25-08-2022
PERBEDAAN POLA MAKAN DAN KEJADIAN ANEMIA PADA MASA PRAKONSEPSI DI DAERAH PEGUNUNGAN DENGAN PESISIR
I Gusti Putu Lian Megayanti1, Luh Seri Ani2, Komang Ayu Kartika Sari2
1)Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Faklutas Kedokteran, Universitas Udayana 2)Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Anemia merupakan suatu kondisi yang menunjukkan kadar hemoglobin (Hb) berada dibawah normal. Anemia berdampak buruk pada kehamilan, sehingga perlu dicegah dengan memperhatikan pola makan sejak masa prakonsepsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pola makan dan kejadian anemia pada masa prakonsepsi di daerah pegunungan dengan pesisir. Metode yang digunakan dalam penelitian berupa analitik cross-sectional. Jumlah sampel meliputi 200 wanita prakonsepsi berusia 15-49 tahun di Banjar Kaja Serangan Denpasar dan Banjar Kerta Payangan Gianyar dan memenuhi kriteria inklusi. Data primer diambil dengan melakukan wawancara pada pengisian SQ-FFQ dan pengukuran kadar Hb dengan menggunakan Hb meter. Variabel penelitian meliputi kejadian anemia sebagai variabel terikat, pola makan, wilayah, usia, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, paritas, serta pola menstruasi sebagai variabel tidak terikat. Uji Independent Sample T Test dilakukan untuk mengetahui perbedaan kejadian anemia dan pola makan antara daerah pegunungan dan pesisir. Hasil penelitian mendapatkan tidak adanya perbedaan kejadian anemia pada wanita prakonsepsi di daerah pegunungan dengan pesisir. Namun, terdapat perbedaan pola makan protein, vitamin E, vitamin B12, serta zat besi pada wanita prakonsepsi di daerah pegunungan dengan pesisir. Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini menunjukkan pola makan wanita prakonsepsi didaerah pegunungan berbeda dengan di daerah pesisir.
Kata kunci : Anemia, Pegunungan, Pesisir, Pola Makan, Prakonsepsi
ABSTRACT
Anemia is a condition when the Hb levels is below normal. Anemia have a bad impact in pregnancy, this necessary prevented by paying attention to dietary habits since the preconception period. This study aims to determine differences in dietary habits and the incidence of anemia during preconception in mountainous and coastal areas. The method that used in this study is a cross-sectional analytic method. Samples included 200 preconception women aged 15-49 years in Banjar Kaja Serangan Denpasar and Banjar Kerta Payangan Gianyar and fulfilling the inclusion criteria. Primary data were taken by interviews on filling out the SQ-FFQ and measuring Hb levels using Hb meter. The variables include the incidence of anemia as the dependent variable, dietary habits, region, age, education, occupation, marital status, parity, and menstrual patterns as independent variables. Independent Sample T Test was conducted to determine differences in the incidence of anemia and dietary habits between mountainous and coastal areas. The results showed that there was no difference in the incidence of anemia in preconception women in mountainous and coastal areas. However, there are differences in the dietary habits of protein, vitamin E, vitamin B12, and iron among preconception women in mountainous and coastal areas. It can be concluded that in this study, the dietary habits of preconception women in mountainous areas is different from those in coastal areas.
Keywords : Anemia, Mountainous, Coastal Areas, Dietary Habits, Praconception
PENDAHULUAN
Anemia merupakan suatu kondisi yang menunjukkan nilai kadar Hb berada dibawah angka normal. Seseorang dikatakan anemia apabila memiliki kadar Hb dibawah 11 g/dL1. Anemia yang terjadi pada masa kehamilan dapat menimbulkan dampak buruk, seperti berat badan bayi lahir rendah, bayi lahir prematur, terjadinya infeksi pada ibu dan janin, keguguran, hingga peningkatan risiko kematian ibu pada saat melahirkan2.
Prevalensi kejadian anemia di Indonesia cukup tinggi, yaitu sebesar 72,3%3. Menurut data Riskesdas 20134, diketahui sebesar 37,1% dari total kejadian anemia di Indonesia merupakan prevalensi kejadian anemia yang terjadi pada kehamilan. Sementara itu, diketahui sebesar 30% merupakan kejadian anemia pada masa prakonsepsi5.
Kota Denpasar yang merupakan Ibukota Provinsi Bali menurut penelitian yang dilakukan Sriningrat dkk pada tahun 20196, ditemukan prevalensi kejadian anemia pada remaja putri sebesar 45,9%. Payangan terletak di Kabupaten Gianyar Bali dan merupakan wilayah dataran tinggi. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar pada tahun 20177, diketahui angka kejadian anemia pada wanita yang berusia diatas 15 tahun di Gianyar Bali yaitu sebesar 19,7%.
Upaya pemerintah dalam mencegah terjadinya anemia di Indonesia telah dilakukan dengan melakukan program suplementasi gizi berupa pemberian tablet besi folat gratis8. Diketahui pencegahan anemia pada saat kehamilan dengan suplementasi gizi belum cukup efektif. Ketidakpatuhan dari ibu hamil dalam konsumsi suplementasi gizi merupakan salah satu penyebab ketidakefektifan tersebut. Sebanyak 46,2% ibu hamil di Bali ditemukan tidak patuh dalam konsumsi suplementasi gizi9.
Selain suplementasi gizi, pencegahan anemia pada masa kehamilan penting dilakukan dengan memperhatikan pola makan pada masa prakonsepsi. Pola makan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya wilayah tempat tinggal. Menurut penelitian yang dilakukan Denistikasari pada tahun 201610, absorpsi serta pelepasan zat besi ke jaringan tubuh dapat ditingkatkan dengan konsumsi protein, vitamin C, vitamin B6, serta vitamin B12. Selain itu, modulasi zat besi yang dibantu oleh vitamin A juga dapat membantu dalam proses sintesa hemoglobin yang terjadi di tubuh11.
Sampai saat ini, penelitian yang membahas mengenai anemia pada masa prakonsepsi masih terbatas seperti penelitian yang dilakukan oleh Annisa dkk pada tahun 201612 dan Omari dkk pada tahun 201813, dimana hanya membahas mengenai prevalensi, faktor risiko, asupan zat gizi, dan kadar hemoglobin pada wanita prakonsepsi. Maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui perbedaan pola makan dan kejadian anemia pada masa prakonsepsi di Daerah Pegunungan dan Pesisir.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan metode potong-lintang (cross-sectional) yang dilakukan sekali dalam suatu waktu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2020 hingga Oktober 2020 di Banjar Kerta Payangan Gianyar dan Banjar Kaja Serangan Denpasar. Jumlah sampel dalam penelitian dihitung menggunakan uji hipotesis terhadap 2 proporsi dan didapatkan sampel minimal dalam penelitian yaitu sebanyak 94 sampel. Sampel dipilih menggunakan metode convenience sampling yang sesuai dengan kriteria sampel dalam penelitian, dimana melibatkan seluruh wanita prakonsepsi yang tinggal di Banjar Kaja Serangan Denpasar dan Banjar Kerta Payangan Gianyar dan berusia 15-49 tahun yang memenuhi kriteria inklusi. Wanita prakonsepsi yang berusia 15-49 tahun dan sedang dalam masa menstruasi, sedang dalam masa sakit atau penyembuhan, sudah mengalami menopause, dan sedang dalam masa kehamilan dieksklusi dalam penelitian ini.
Variabel yang terlibat dalam penelitian ini meliputi kejadian anemia sebagai variabel terikat, pola makan, wilayah, usia, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, paritas, serta pola menstruasi sebagai variabel tidak terikat.
Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang berisi karakteristik responden dan SQ-FFQ, serta dilakukan pengukuran Hb dengan mengambil sampel darah perifer di ujung jari menggunakan Hb meter. Wanita prakonsepsi dikategorikan anemia apabila memiliki kadar Hb dibawah 11 g/dL. Program NutriSurvey dan SPSS versi 25.0 digunakan dalam mengolah data penelitian, NutriSurvey digunakan untuk mengetahui kandungan gizi dalam pola makan responden, sedangkan Uji Chi Square dan Uji Independent Sample T Test digunakan untuk mengetahui hubungan kejadian anemia dan pola makan terhadap wilayah tempat tinggal.
Penelitian ini telah dinyatakan laik etik oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan keterangan kelaikan etik No. 725/UN14.2.2.VII.14/LT/2020.
HASIL Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden | ||
Variabel |
Frekuensi |
% |
Umur (tahun) | ||
15-33 |
95 |
47,5% |
34-49 |
105 |
52,5% |
Pendidikan terakhir | ||
Tidak sekolah |
2 |
1% |
SD |
48 |
24% |
SMP |
64 |
32% |
SMA |
62 |
31% |
S1 |
24 |
12% |
Pekerjaan | ||
Tidak bekerja |
85 |
42.5% |
Swasta |
43 |
21,5% |
Wirausaha |
56 |
28% |
Lainnya Status perkawinan |
16 |
8% |
Sudah menikah |
161 |
80,5% |
Belum Menikah Riwayat melahirkan |
39 |
19,5% |
Ada Riwayat Melahirkan Tidak Ada |
160 |
80% |
Riwayat Melahirkan |
40 |
20% |
Paritas | ||
≤3 |
186 |
93% |
>3 Status menstruasi |
14 |
7% |
Sudah menstruasi Frekuensi menstuasi |
200 |
100% |
<21hari |
3 |
1,5% |
21-35 |
172 |
86% |
>35 Durasi Menstruasi |
25 |
12,5% |
<3hari |
23 |
11,5% |
3-7 hr |
175 |
87,5% |
>7hari Kejadian Anemia |
2 |
1% |
Ya |
43 |
21,5% |
Tidak Kejadian Anemia |
157 |
78,5% |
Pegunungan |
27 |
13,5% |
Pesisir |
16 |
8% |
Tabel 1 menunjukkan proporsi |
karakteristrik | |
wanita prekonsepsi. Wanita prekonsepsi |
paling banyak | |
berusia 34-49 tahun (52,5%) dengan pendidikan terakhir SMP (32%) dan tidak bekerja (42,5%). Responden yang sudah menikah sebanyak 80,5%, dengan riwayat melahirkan ≤3 kali (93%), seluruh wanita prekonsepsi telah mengalami menstruasi dengan frekuensi 21-35 hari (86%) dan durasi 37 hari (87,5%). Kejadian anemia pada wanita prakonsepsi sebesar 21,5%, dimana di wilayah pegunungan lebih tinggi (13,5%) dibandingkan dengan wilayah pesisir (8%). | ||
Tabel 2. Uji Chi Square Variabel Independen dengan | ||
Variabel Dependen | ||
Status Anemia | ||
Tidak | ||
Variabel Anemia |
p | |
anemia | ||
n (%) |
n (%) |
Umur (tahun)
15-33 |
21 (10,5%) |
74 (37%) |
0 979 |
34-49 |
22 (11%) |
83 (41,5%) | |
Pendidikan Terakhir | |||
Tidak sekolah |
1 (0,5%) |
1 (0,5%) | |
SD |
7 (3,5%) |
41 (20,5%) | |
SMP |
18 (9%) |
46 (23%) |
0,269 |
SMA |
14 (7%) |
48 (24%) | |
S1 |
3 (1,5%) |
21 (10,5%) | |
Pekerjaan | |||
Tidak Bekerja |
17 (8,5%) |
68 (34%) | |
Swasta |
11 (5,5%) |
32 (16%) |
0 598 |
Wirausaha |
10 (5%) |
46 (23%) | |
Lainnya |
5 (2,5%) |
11 (5,5%) | |
Status perkawinan | |||
Sudah Menikah |
36 (18%) |
125 (62,5%) | |
0,701 | |||
Belum | |||
Menikah |
7 (3,5%) |
32 (16%) | |
Riwayat melahirkan | |||
Sudah | |||
Melahirkan |
36 (18%) |
124 (62%) | |
0,636 | |||
Belum | |||
Melahirkan |
7 (3,5%) |
33 (16,5%) | |
Paritas | |||
≤3 |
39 (19,5%) |
147 (73,5%) |
0 504 |
>3 |
4 (2%) |
10 (5%) | |
Frekuensi Menstuasi | |||
<21hari |
1 (0,5%) |
2 (1%) | |
21-35 |
40 (20%) |
132 (66%) |
0,196 |
>35 |
2 (1%) |
23 (11,5%) | |
Durasi Menstruasi | |||
<3hari |
5 (2,5%) |
18 (9%) | |
3-7 hr |
37 (18,5%) |
138 (69%) |
0,614 |
>7hari |
1 (0,5%) |
1 (0,5%) | |
Wilayah Tempat Tinggal | |||
Pegunungan |
27 (13,5%) |
73 (36,5%) |
0 085 |
Pesisir |
16 (85) |
84 (42%) |
Tabel 2 menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, riwayat melahirkan, paritas, frekuensi menstruasi, durasi menstruasi, serta wilayah tempat tinggal dengan kejadian anemia.
Tabel 3. Uji Independent Sample T Test antara Kejadian Anemia dengan Pola Makan
Variabel |
Anemia |
Tidak Anemia |
P |
Rerata ± SD |
Rerata ± SD | ||
Sumber Energi Utama | |||
Energi (kkal) |
904,27 ± 238,75 |
959,19 ± 262,08 |
0,216 |
Protein (g) |
39,10 ± 15,80 |
42,74 ± 17,91 |
0,227 |
Lemak (g) |
24,36 ± 10,48 |
24,04 ± 10,79 |
0,863 |
Karbohidrat (g) |
137,07 ± 36,41 |
147,81 ± 33,74 |
0,071 |
Serat (g) |
8,19 ± 4,28 |
8,8 ± 4,8 |
0,439 |
Vitamin
Vitamin A (RE) |
830,98 ± 522,86 |
884,09 ± 561,66 |
0,578 |
Vitamin E (mcg) |
2,57 ± 1,48 |
2,85 ± 1,84 |
0,354 |
Vitamin B6 (mg) |
1,03 ± 0,55 |
1,11 ± 0,56 |
0,403 |
Asam Folat (mcg) |
251,03 ± 137,59 |
257,37 ± 143,45 |
0,796 |
Vitamin C (mg) |
70,38 ± 46,69 |
77,39 ± 51,38 |
0,420 |
Vitamin B12 (mcg) Mineral |
1,05 ± 0,74 |
1,16 ± 0,81 |
0,415 |
Zat Besi (mg) |
21,18 ± 12,03 |
20,16 ± 9,91 |
0,571 |
Kalsium (mg) |
539,50 ± 308,64 |
532,31 ± 282,27 |
0,885 |
Seng (mg) |
4,43 ± 1,69 |
4,56 ± 1,68 |
0,658 |
Tabel 3 menunjukkan tidak ada perbedaan rerata |
terlihat pada responden |
yang tidak mengalami anemia. | |
asupan energi utama, vitamin dan mineral dengan kejadian |
Sedangkan untuk rerata |
konsumsi lemak, zat besi, serta | |
anemia (P<0,05). Rata-rata konsumsi energi, protein, karbohidrat, serat, vitamin A, vitamin E, vitamin B6, asam |
kalsium terlihat lebih mengalami anemia. |
tinggi pada responden yang |
folat, vitamin C, vitamin E, serta seng yang lebih tinggi
Tabel 4. Uji Independent Sample T Test antara Wilayah Tempat Tinggal dengan Kadar Hb dan Pola Makan
Variabel |
Pegunungan |
Pesisir |
P |
Rerata ± SD |
Rerata ± SD | ||
Kadar Hb (g/dL) |
12,15 ± 1,74 |
12,70 ± 1,74 |
0,023 |
Sumber Energi Utama | |||
Energi (kkal) |
939,88 ± 218,16 |
954,89 ± 292,81 |
0,682 |
Protein (g) |
39,31 ± 11,07 |
44,60 ± 21,89 |
0,033 |
Lemak (g) |
25,57 ± 8,21 |
22,65 ± 12,57 |
0,053 |
Karbohidrat (g) |
143,49 ± 35,91 |
147,50 ± 33,13 |
0,413 |
Serat (g) |
8,31 ± 3,52 |
9,06 ± 5,62 |
0,265 |
Vitamin | |||
Vitamin A (RE) |
888,08 ± 407,89 |
857,26 ± 668,72 |
0,694 |
Vitamin E (mcg) |
2,44 ± 1,07 |
3,14 ± 2,21 |
0,005 |
Vitamin B6 (mg) |
1,07 ± 0,40 |
1,12 ± 0,68 |
0,504 |
Asam Folat (mcg) |
262,59 ± 100,47 |
249,43 ± 174,04 |
0,513 |
Vitamin C (mg) |
69,40 ± 36,17 |
82,35 ± 60,89 |
0,069 |
Vitamin B12 (mcg) |
0,84 ± 0,48 |
1,44 ± 0,93 |
0,000 |
Mineral | |||
Zat Besi (mg) |
22,68 ± 8,54 |
18,08 ± 11,52 |
0,002 |
Kalsium (mg) |
563,46 ± 211,74 |
504,25 ± 345,51 |
0,146 |
Seng (mg) |
4,60 ± 1,19 |
4,47 ± 2,05 |
0,129 |
Tabel 4 menunjukkan ada perbedaan bermakna terhadap kadar Hb, asupan protein, vitamin E, vitamin B12, dan zat besi pada wanita prakonsepsi yang tinggal di daerah pegunungan dengan pesisir.
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini dijumpai proporsi kejadian anemia pada wanita prakonsepsi sebesar 21,5%. Proporsi kejadian anemia pada wanita prakonsepsi yang tinggal di daerah pegunungan (13,5%) lebih tinggi dibandingkan dengan pesisir (8%). Penelitian yang dilakukan oleh Ghea dkk pada tahun 201714 menunjukkan hasil serupa, dimana di wilayah pegunungan dan pesisir yang melibatkan 100 remaja putri, dimana didapatkan sebesar 58% kejadian anemia pada remaja putri di daerah pegunungan lebih tinggi
dibandingkan dengan remaja putri di daerah pesisir yaitu sebesar 56%.
Kejadian anemia pada wanita yang tinggal di daerah pegunungan dengan di daerah pesisir dijumpai tidak berbeda bermakna (p value 0,085). Sebaliknya, perbedaan secara bermakna justru di jumpai pada rerata kadar Hb wanita prakonsepsi yang tinggal di pegunungan dengan yang di daerah pesisir. Rerata kadar Hb pada wanita di daerah pegunungan adalah 12,15 ± 1,74 g/dL dan di daerah pesisir adalah 12,70 ± 1,74 g/dL (p value 0,023). Penelitian yang dilakukan di Desa Pakuure dan Desa Sapa memberikan hasil yang serupa dan didapatkan ada perbedaan signifikan kadar Hb di daerah pegunungan dengan pesisir8.
Perbedaan rata-rata kadar Hb di daerah pegunungan dengan pesisir disebabkan oleh perbedaan
gravitasi. Semakin tinggi dataran, maka tekanan udara dan tekanan oksigen akan semakin rendah. Tekanan oksigen yang rendah ini akan menyebabkan afinitas Hb turun15. Maka dari itu, masyarakat di daerah pegunungan cenderung memiliki kadar Hb yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat di daerah pesisir. Perbedaan hasil uji kadar Hb dan status anemia terhadap wilayah tempat tinggal dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti nilai sensitivitas yang kurang baik terhadap alat pengukur kadar Hb yang berdampak pada pengelompokkan status anemia16. Dalam penelitian ini, pengelompokkan wanita prakonsepsi dikelompokkan berdasarkan kadar Hb. Wanita prakonsepsi dengan kadar Hb dibawah 11 g/dL dikelompokkan kedalam kelompok wanita prakonsepsi dengan anemia. WHO mengasumsikan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan akan melakukan kompensasi untuk meningkatkan kadar Hb seiring dengan peningkatan ketinggian. Seiring dengan asumsi tersebut, maka WHO merekomendasikan dalam menentukan prevalensi anemia pada masyarakat di daerah pegunungan, diperlukan penambahan 0,2 g/dL untuk populasi yang tinggal pada ketinggian 1.000 m, dan menambahkan sebesar 4,5 g/dL untuk populasi yang tinggal pada ketinggian lebih dari 24.500 m17. Penambahan nilai kadar Hb seiring dengan peningkatan ketinggian tempat tinggal dapat menimbulkan bias dalam pengelompokkan kejadian anemia dalam penelitian.
Dalam penelitian ini juga dijumpai perbedaan signifikan rerata konsumsi protein, vitamin E, vitamin B12, dan zat besi pada wanita prakonsepsi di daerah pegunungan dengan pesisir (p value <0,05). Penelitian yang dilakukan Siti dkk pada tahun 201618 menunjukkan hasil yang serupa dimana dilakukan terhadap 30 keluarga di masing-masing 3 wilayah yaitu dataran tinggi, dataran rendah, dan pesisir pantai yang menunjukkan adanya perbedaan jumlah konsumsi protein, vitamin E, vitamin B12 dan zat besi terhadap wilayah tempat tinggal (p value <0,05).
Wanita prakonsepsi yang tinggal di daerah pegunungan dalam penelitian ini memiliki rerata konsumsi zat besi lebih tinggi yaitu sebesar 22,68 mg dibandingkan dengan wanita prakonsepsi yang tinggal di daerah pesisir yaitu sebesar 12,08 mg. Hal ini dapat disebabkan karena masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan diketahui memiliki sumber pangan dari hasil bumi yang meliputi umbi-umbian, buah, serta sayuran19. Kandungan zat besi yang tinggi terdapat pada sayuran hijau seperti bayam, sehingga memungkinkan masyarakat di daerah pegunungan memiliki konsumsi zat besi pada lebih tinggi dari masyarakat pesisir.
Wanita prakonsepsi yang tinggal di wilayah pesisir memiliki rerata konsumsi protein, vitamin E, serta vitamin B12 lebih tinggi dari wanita prakonsepsi yang tinggal di daeah pegunungan. Hal ini dapat disebabkan karena masyarakat yang tinggal di daerah pesisir diketahui memiliki sumber daya alam dari hasil laut berupa sumber protein hewani meliputi, ikan, udang, cumi, serta kerang20.
Ikan yang meliputi ikan salmon, udang, serta kerang, selain sebagai sumber protein hewani juga memiliki kandungan berupa vitamin E serta vitamin B1221. Hal ini memungkinkan untuk masyarakat yang tinggal di daerah pesisir memiliki pola konsumsi protein, vitamin E, serta vitamin B12 lebih tinggi dari masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan.
Pola makan wanita prakonsepsi juga tidak dijumpai perbedaan pada kelompok anemia (p value >0,05). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Dina dkk pada tahun 201811 dimana didapatkan pola makan dengan kejadian anemia memiliki hubungan bermakna dengan p value <0,05. Perbedaan temuan ini dimungkinkan adanya bias pengukuran pola makan yang mengandalkan ingatan. Menurut penelitian yang dilakukan Dwi dkk pada tahun 201522, ingatan responden terhadap jenis, frekuensi, serta jumlah konsumsi makanan selama 3 bulan terakhir dan banyaknya pertanyaan mengenai daftar makanan cenderung membuat responden jenuh dan dapat menimbulkan bias.
Selain itu, kejadian anemia tidak hanya terjadi karena perbedaan pola makan dan kandungan gizi makanan, namun juga dapat terjadi karena pengolahan bahan makanan yang tidak tepat. Pengolahan bahan makanan yang diolah secara tidak tepat dapat mengakibatkan berkurang atau bahkan hilangnya sumber gizi yang terkandung dalam makanan tersebut. Sebagai contohnya makanan yang mengandung zat besi seperti bayam apabila dicuci lama didalam air dan dimasak dengan suhu tinggi, dapat mengakibatkan larutnya kandungan zat besi dalam bayam11.
SIMPULAN DAN SARAN
Kejadian anemia pada wanita prakonsepsi dijumpai sebesar 21,5%, dimana kejadian anemia di wilayah pegunungan ditemukan sebesar 13,5% lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pesisir yaitu sebesar 8%. Rerata kadar Hb, asupan protein, vitamin E, vitamin B12 dan zat besi dijumpai ada perbedaan bermakna pada wanita prakonsepsi di daerah pegunungan dengan pesisir. Sedangkan kejadian anemia dan pola makan dijumpai tidak ada perbedaan bermakna pada wanita prakonsepsi yang tinggal di wilayah pegunungan dengan di daerah pesisir. Sehingga disarankan untuk mengkonsumsi makanan diari sumber yang bervariasi untuk mencegah kejadian anemia pada wanita prakonsepsi.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Noor H. Analisis Faktor Penyebab Anemia Wanita Usia Subur Di Desa Jepang Pakis Kabupaten Kudus. 3rd Univ Res Colloqium 2016. 2016;70–78.
-
2. Baiq N, Surjani, dan Eko M. Hubungan Pola Makan dan Pola Menstruasi dengan Kejadian Anemia Remaja Putri. Jurnal Keperawatan Soedirman. 2015;10(2):67-75.
-
3. Kaimudin N, Hariati L, dan Jusniar R. Skrining dan Determinan Kejadian Anemia pada Remaja Putri SMA
Negeri 3 Kendari Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. 2017;2(6):1-10.
-
4. Putri D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Pinang Tahun 2018. Jurnal Kebidanan. 2018;7(15):33-38.
-
5. Sudikno dan Sandjaja. Prevalensi Dan Faktor Risiko Anemia pada Wanita Usia Subur di Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis, Provisi Jawa Barat. Jurnal Kesehatan Reproduksi. 2016;7(2):71–82.
-
6. Sriningrat, Cintya D, dan Seri A. Prevalensi Anemia pada Remaja Putri di Kota Denpasar. E-Jurnal Medika. 2019;8(2):1-6.
-
7. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Gianyar. Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar Tahun 2016. 2017.
Available at : www.kemenkes.go.id
-
8. Meriam A, Nelly M, Agnes M. Perbedaan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil di Desa Pakuure
(Pegunungan) dan di Desa Sapa (Pesisir Pantai) Kecamatan Tenga Kabupaten Minahasa Selatan.
Ejournal Keperawatan. 2015;3(3):1-8.
-
9. Baiq F, Dodik B, dan Siti M. Studi Kualitatif tentang Faktor dan Strategi Perbaikan Program Suplementasi Besi Ibu Hamil dengan Kasus di Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Media Gizi Mikro Indonesia. 2018;9(2):113-122.
-
10. Denistikasari R. Hubungan antara Asupan Protein, Zat Besi (Fe), dan Vitamin C dengan Kejadian Anemia pada Siswi SMK Penerbangan Bina Dhirgantara Karanganyar. Jurnal Publikasi Ilmiah. 2016;1(1):1-12.
-
11. Dina M, Dwi W, dan Padila. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas. Jurnal Keperawatan Silampari. 2018;1(2):108-122.
-
12. Annisa K, Fillah F, Hartanti S, dkk. Asupan Zat Gizi dan Kadar Hemoglobin Wanita Prakonsepsi di Kabupaten Semarang. Indonesian Journal of Human Nutrition. 2019;6(2):70-83. Available at :
https://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2019.006.02.2
-
13. Omari A, Bygbjerg C, Sofie L, dkk. Prevalence and Risk Factors of Preconception Anemia: A Community Based Cross Sectional Study of Rural Women of
Reproductive Age in Northeastern Tanzania. PloS ONE Journal. 2018;13(12):1-18. Available at : https://doi.org/10.1371/journal.pone.0208413
-
14. Ghea Y, Ari U, Lintang D, dan Sakundarno A. Gambaran Status Anemia pada Remaja Putri di
Wilayah Pegunungan dan Pesisir Pantai. Jurnal Kesehatan Mayarakat. 2017;5(1):193-198. Available at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
-
15. Taufik K, Maya M, Jimmy R. Perbandingan Saturasi Oksigen pada Orang yang Tinggal di Pesisir Pantai dan yang Tinggal di Daerah Pegunungan. Jurnal e-Biomedik. 2016;4(1):1-14.
-
16. Noor H dan Sunarti. Validitas Pemeriksaan Kadar Hemoglobin menggunakan Metode Hb Meter pada Remaja Putri di Man Wonosari. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015;9(1):11-18.
-
17. Dewi S, Suhartono, dan Sakundarno A. Perbedaan Kadar Hemoglobin pada Ibu Menyusui di Daerah Pegunungan (Sumowono) dan Pesisir Pantai (Bandarharjo) Semarang. Jurnal Visikes.
2020;19(1):265-274. Available at :
https://publikasi.dinus.ac.id/index.php/visikes
-
18. Siti H, Agus S, Hapsari S. Perbedaan Pola Konsumsi Bahan Makanan Sumber Protein di Daerah Pantai, Dataran Rendah, dan Dataran Tinggi. 2016;1(1):21-28.
-
19. Siti H, Agus S, Hapsari S. Perbedaan Pola Konsumsi Bahan Makanan Sumber Protein di Daerah Pantai, Dataran Rendah, dan Dataran Tinggi. Jurnal Gizi. 2017;6(1):35-40. Available at :
https://doi.org/10.26714/jg.6.1.2017.%25p
-
20. Dyas I, Farida W, dan Ninna R. Pengaruh Penambahan Bayam [Amaranthus Tricolor] pada ‘Nugget’ Kaki Naga Lele [Clarias Gariepinus] terhadap Kadar Zat Besi, Protein, dan Air. 2017;40(1):9-16.
-
21. Sutrio, Roza M. Hubungan Pola Konsumsi Ikan dengan Status Gizi Anak Sekolah di Pesisir Teluk Pandan Kabupaten Pesaweran. Journal of Public Health. 2020;3(1):1-7.
-
22. Dwi O. S, Nurhaedar J, dan Ulfah N. Studi Validasi Semi-Quantitatif Food Frequency Questionnaire (FFQ) dan Recall 24 Jam terhadap Asupan Zat Gizi Makro Ibu Hamil di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa. 2015;1(1):5-12.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2022.V11.i8.P15
84
Discussion and feedback