ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.3,MARET, 2022


Diterima: 2021-04-29 Revisi: 28-05-2022 Accepted: 25-08-2022

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK SINDROMA MATA KERING PADA MAHASISWA

SEMESTER ENAM PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

Nyoman Satria Widnyana1, I Gusti Ayu Made Juliari2, Anak Agung Mas Putrawati Triningrat2

  • 1.    Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana

  • 2.    Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sindroma Mata Kering adalah penyakit multifaktorial yang merusak hemostasis air mata dan permukaan okular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian dan karakteristik Sindroma Mata Kering pada Mahasiswa Kedokteran Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter (PSSKPD), Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana (FK Unud). Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif menggunakan studi potong lintang. Gambaran kejadian didapatkan menggunakan kuesioner Ocular Surface Disease Index (OSDI) dan gambaran karakteristik didapatkan menggunakan kuesioner faktor risiko, seperti jenis kelamin, indeks massa tubuh, riwayat alergi, riwayat penggunaan obat tetes mata over the counter (OTC), riwayat penggunaan kontak lensa, dan kualitas tidur.

Penelitian dilakukan pada periode Maret hingga September 2020. Sampel yang didapat adalah 199, menggunakan pengambilan sampel total. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi Sindroma Mata Kering pada mahasiswa PSSKPD FK Unud sebanyak 106 orang (52,7%) dengan tingkat keparahan ringan sebesar 21%, sedang sebesar 15%, dan berat sebesar 18%. Gambaran karakteristik Sindroma Mata Kering dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 54%, perempuan sebesar 52%; BMI <18 kg/m2 sebesar 40%, 18-25 kg/m2 sebesar 55%, >25 kg/m2 sebesar 47%; alergi sebesar 47%; pengguna obat OTC sebesar 70%; pengguna kontak lensa sebesar 64%; dan kualitas tidur buruk sebesar 64%.

Kata kunci : Sindroma Mata Kering, OSDI, Mahasiswa Kedokteran

ABSTRACT

Dry Eye Syndrome (DES) is a multifactorial disease that disturb eye tears homeostasis and ocular surface. This research purposes are to identify the prevalence and the characteristics of DES in medical student, Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter (PSSKPD), Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana (FK Unud). This research is a descriptive cross-sectional. Ocular Surface Disease Index (OSDI) questionnaire is used to identify the prevalence and risk factors questionnaire such as gender, BMI, history of allergy, frequent use of over the counter (OTC) eye drops, frequent use of contact lens, and sleep quality, is used to identify the characteristics.

This research conducted from March until September 2020. This research use total sampling method managed to collect 199 sample. The results of the study show the prevalence of DES in Preclinical Student of PSSKPD FK Unud is 106 students (52.7%) with 21% on mild severity, 15% on moderate severity, and 18% on severe severity. The characteristics of DES based on gender is 54% for male and 52% for female; on BMI are 40% for <18 kg/m2, 55% for 18-25 kg/m2, 47% for >25 kg/m2; on history of allergy is 47%; on history of OTC drug is 70%; on history of contact lens utilization is 64%; based abnormal quality of sleep is 64%.

Kata kunci : Dry Eye, OSDI, Medical student

PENDAHULUAN

Sindroma mata kering penyakit multifaktorial yang merusak hemostasis air mata dan permukaan okular, yang menyebabkan gejala seperti ketidaknyamanan, terganggunya pengelihatan, lapisan air mata yang tidak stabil, dan berpotensi untuk merusak permukaan okuler. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan osmolaritas air mata dan respon peradangan di lapisan okular.1 Sindroma mata kering juga dikenali sebagai kegagalan Unit Fungsional Lakrimal dalam menanggapi perubahan lingkungan, perubahan hormonal, dan perubahan kestabilan lapisan air mata, yang terekspresikan sebagai sindroma mata kering. Unit fungsional ini merupakan komponen yang berperan dalam homeostasis lapisan kelenjar air mata.1–3

Prevalensi dari sindroma mata kering bervariasi mulai dari 5% hingga 35% dengan rentang umur yang brevariasi, lokasi yang bervariasi, dan cara pengecekan beragam.4 Data tersebut menyebutkan bahwa prevalensi sindroma mata kering di Amerika Serikat berada pada rentang 7,8-14,6%, di Australia 5,5-16,6%, dan di Asia dengan rentang 27,5-33,7%, dengan catatan bahwa penilaian yang dilakukan terhadap sindroma mata kering tersebut bervariasi. Di Indonesia, tepatnya Sumatra, prevalensi sindroma mata kering mencapai 27,5% dengan kriteria diagnosa menggunakan kuesioner dan pemeriksaan pterygium. Didapatkan bahwa terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi hingga umur 59.5 Sementara itu, prevalensi sindroma mata kering pada mahasiswa universitas di benua Asia bervariasi antara 10%-27,1%.6,7 Selain itu, sindroma mata kering juga berasosiasi dengan stress psikologis dan kualitas tidur yang buruk.6,8

Gejala dan tanda dari sindroma mata kering sering kali tidak berkorelasi dengan baik, terutama pada tingkat keparahan ringan dan sedang, sehingga tidak ada baku emas dalam mendiagnosa sindroma mata kering.2,9 Pada keadaan klinis, penilaian gejala menggunakan kuesioner terstandar dapat dikombinasikan dengan penilaian tanda menggunakan tes objektif.10 Akan tetapi, penderita sindroma mata kering cenderung mencari pertolongan akibat gejala dari penyakit tersebut dibandingkan akibat tanda dari penyakit tersebut.11 Melihat kecenderungan tersebut, penilaian gejala menggunakan kuesioner terstandar dapat digunakan sebagai screening awal untuk mengetahui apakah seseorang terkena sindroma mata kering.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik sindroma mata kering di kalangan mahasiswa mengingat tingginya kisaran prevalensi sindroma mata kering di benua Asia dibandingkan dengan bendua lainnya, tingginya prevalensi sindroma mata kering di Indonesia, dan tingginya prevalensi sindroma mata kering pada mahasiswa, serta asosiasi sindroma mata kering dengan faktor risikonya.

BAHAN DAN METODE

Tempat penelitian berada di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (FK Unud). Waktu penelitian dimulai dari 20 Juni 2020 – 10 September 2020. Studi ini telah kelaikanan etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan rincian No: 306/UN14.2.2.VII.14/LP/2020. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif studi potong lintang dengan metode pengambilan data primer menggunakan kuesioner. Metode pengambilan sampel menggunakan metode pengambilan sampel total dengan populasi target dan terjangkau adalah mahasiswa kedokteran semester enam, Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter (PSSKPD), Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana (FK Unud). Kriteria inklusi meliputi: 1. Sampel yang bersedia untuk berpartisipasi; 2. Sampel yang menjawab kuesioner dengan lengkap dan benar. Kriteria eksklusi meliputi: sampel yang mempunyai riwayat operasi mata dalam enam bulan terakhir.

Penelitian ini menggunakan kuesioner Ocular Surface Disease Index (OSDI) untuk mendapatkan prevalensi dan karakteristik jenis tingkat keparahan sindroma mata kering, dan menggunakan kuesioner faktor risiko seperti jenis kelamin, indeks massa tubuh, riwayat penggunaan kontak lensa, riwayat alergi, riwayat penggunaan obat tetes mata over the counter (OTC), dan kualitas tidur selama sebulan terakhir, untuk mengetahui gambaran karakteristik dari pengidap sindroma mata kering. Kualitas tidur selama sebulan terakhir dinilai menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).

HASIL

Banyak pengidap sindroma mata kering pada mahasiswa semester enam PSSKPD FK Unud berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi adalah 105 orang dengan prevalensi 52,7%.

Tabel 1. Prevalensi Sindroma Mata Kering pada Mahasiswa Semester Enam PSSKPD FK Unud

Sindroma mata kering

Jumlah (n)

Persentase (%)

Positif

105

52,7

Negatif

94

47,2

Total

199

100

Tabel 2. Karakteristik sindroma mata kering pada mahasiswa semester enam PSSKPD FK Unud

Karakteristik

(Rerata ± SB)      Jumlah (n)

Tingkat Keparahan Sindroma Mata Kering (18,2 ± 16,2)

Normal

Ringan

Sedang

Berat

n

%

n

%

n

%

n

%

Umur (20,8 ± 0,7)

199

95

47%

41

21%

29

15

35

18

Jenis kelamin

Laki-laki

76

35

46%

18

24%

13

17%

10

13%

Perempuan

123

59

48%

23

19%

16

13%

25

20%

Alergi

Ada

55

29

53%

9

16%

7

13%

10

18%

Tidak ada

144

65

45%

32

22%

22

15%

25

17%

Penggunaan obat OTC

Ya

30

9

30%

4

13%

9

30%

8

27%

Tidak

169

85

50%

37

22%

20

12%

27

16%

Indeks massa tubuh (kg/m2)

<18

15

9

60%

2

13%

3

20%

1

7%

18-25

150

67

45%

33

22%

21

14%

29

19%

>25                  34

Riwayat penggunaan kontak lensa

18

53%

6

18%

5

15%

5

15%

Ya

28

10

36%

6

21%

3

10%

9

32%

Tidak

171

84

49%

35

20%

26

15%

26

15%

Kualitas tidur (6,0 ± 2,6)

Normal

91

55

60%

21

23%

7

8%

8

9%

Abnormal

108

39

36%

20

19%

22

20%

27

25%

Rincian karakteristik Sindroma Mata Kering pada Mahasiswa Semester Enam PSSKPD FK Unud adalah sebagai berikut: a. Jenis kelamin laki-laki sebanyak 41 orang (54%) dan perempuan sebanyak 64 orang (52%); b. Dengan riwayat alergi sebanyak 26 orang (57%) dan tanpa riwayat alergi sebanyak 79 orang (55%); c. Dengan riwayat penggunaan obat tetes mata OTC sebanyak 21 orang (70%) dan tanpa riwayat penggunaan obat tetes mata OTC sebanyak 84 orang (50%); d. Indeks massa tubuh <18 kg/m2 sebanyak 6 orang (60%), <18-25 kg/m2 sebanyak 83 orang (55%) dan >25 kg/m2 sebanyak 16 orang (53%); e. Riwayat penggunaan kontak lensa (>6 jam perhari) sebanyak 18 orang orang (64%) dan tanpa riwayat menggunakan kontak lensa sebanyak 84 orang (49%); f. Tidur abnormal (Nilai PSQI >5) sebanyak 69 orang (64%) dan tidur normal sebanyak 36 orang (40%).

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, banyak sampel perempuan lebih besar daripada laki-laki, 123 sampel (62%) berbanding 76 sampel (38%). Prevalensi pengidap sindroma mata kering pada sampel laki-laki sedikit lebih besar daripada sampel

perempuan yaitu 54% berbanding dengan 52%. Hal ini berkebalikan dengan hasil studi Schaumberg et al. yang menyatakan bahwa prevalensi sindroma mata kering pada perempuan lebih besar daripada laki-laki.12 Salah satu hipotesa peningkatan prevalensi tersebut adalah pengaruh defisiensi hormon androgen yang beriringan dengan bertambahnya usia.13 Akan tetapi, pada penelitian ini, populasi laki-laki lebih sedikit daripada perempuan dan populasi umur sampel berada pada kisaran 20 tahun.

Banyak pengidap sindroma mata kering yang memiliki alergi adalah 55 orang (27%) dan yang tidak memiliki alergi adalah 144 orang (78%). Dari 55 sampel yang memiliki alergi, 26 sampel terdiagnosa sindroma mata kering (47%). Prevalensi ini lebih besar dari studi yang dilakukan oleh Vehof et al (15,7%) yang menggunakan sampel sebanyak 648 orang. Pada studi yang dilakukan Vehof et al, alergi memiliki asosiasi terhadap gejala sindroma mata kering lebih besar daripada tanda sindroma mata kering.11

Prevalensi sampel yang menggunakan obat tets mata OTC adalah 15%, dengan jumlah sampel

30 orang, sementara prevalensi sampel yang tidak menggunakan obat tetes mata OTC adalah 85%, dengan jumlah sampel 169 orang. Selanjutnya, prevalensi pengidap sindroma mata kering yang menggunakan obat OTC adalah 70%, sebanyak 21 orang. Prevalensi pengidap sindroma mata kering yang menggunakan obat tetes mata OTC berbeda penelitian Zhang et al, yang memiliki prevalensi sebesar 24,8%. Analisa rasio prevalensi pada penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat korelasi antara penggunaan obat tetes mata OTC dengan sindroma mata kering.14

Banyaknya pengidap sindroma mata kering yang menggunakan kontak lensa, terlepas dari frekuensi pemakaiannya, adalah 18 sampel (64%, n=28). Sementara, banyaknya pengidap sindroma mata kering yang tidak menggunakan kontak lensa adalah 87 sampel (50,8%, n = 171). Prevalensi pengidap sindroma mata kering yang menggunakan kontak lensa pada studi ini lebih besar daripada studi yang dilakukan Zhang et al (8,9%) dan prevalensi pengidap sindroma mata kering yang tidak menggunakan kontak lensa pada studi ini lebih kecil daripada studi yang yang dilakukan Zhang et al (91,1%).14 Pada penelitian Vehof et al, jumlah pengidap sindroma mata kering yang menggunakan kontak lensa (3,1%) lebih kecil daripada studi ini.11

Banyak pengidap sindroma mata kering yang memiliki BMI <18 kg/m2 6 sampel (40%), memiliki BMI 18-25 kg/m2 adalah 83 sampel (55%), memiliki BMI >25 kg/m2 adalah 8 sampel (47%). Berdasarkan studi yang dilakukan Alanazi, mayoritas skor OSDI pada kelompok yang diteliti adalah normal, dengan 19 sampel (95%, n=20), dan terbukti tidak memiliki korelasi. Pada studi yang dilakukan oleh Uchhino et al, BMI yang rendah merupakan salah satu faktor risiko dari sindroma mata kering.15 Studi Uchino et al didukung oleh penelitian yang dilakukan studi Gupta. Hasil dari studi Gupta menunjukkan perburukan relatif kualitas air mata antara BMI lebih tinggi dengan BMI normal dan perburukan relatif volume air mata antara BMI lebih rendah dengan BMI normal. Selain itu, studi yang dilakukan Gupta menunjukkan bahwa nilai OSDI cenderung lebih tinggi pada grup yang dipelajari dibandingkan grup yang dikontrol.16

Nilai rerata dari pengujian PSQI adalah 6,0±2,6. Banyak pengidap sindroma mata kering yang memiliki kualitas tidur yang abnormal adalah 69 sampel (61%, n = 108) sementara banyak pengidap sindroma mata kering yang memiliki kualitas tidur yang normal adalah 36 sampel (45%, n = 91). Prevalensi sindroma mata kering yang memiliki kualitas tidur abnormal (61%) relatif

lebih tinggi dibandingkan prevalensi pengidap sindroma mata kering yang memiliki kualitas tidur normal (45%). Prevalensi tersebut sejalan dengan prevalensi yang dilakukan oleh Kawashima et al. Pada penelitian tersebut, prevalensi pengidap sindroma mata kering yang memiliki kualitas tidur abnormal (71%) relatif lebih tinggi daripada pengidap sindroma mata kering yang memiliki kualitas tidur normal (60,6%). Analisis statistik pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa kualitas tidur berasosiasi dengan sindroma mata kering baik gejala maupun tanda.8

SIMPULAN

Prevalensi Sindroma mata kering pada Mahasiswa Semester Enam PSSKPD FK Unud adalah 105 dari 199 orang (52.7%) dengan angka kejadian pada jenis kelamin laki-laki sedikit lebih tinggi daripada perempuan. Beberapa karakteristik yang dapat ditemukan adalah tingginya angka kejadian pada setiap kategori BMI, alergi, penggunaan obat OTC, penggunaan kontak lensa, dan kualitas tidur yang buruk,

SARAN

Penelitian analitik lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui hubungan antara Sindroma Mata Kering dengan karakteristiknya. Selain itu, peneliti dapat menggunakan metode diagnosa tambahan berupa tes objektif serta memperluas populasi target penelitian dengan memperhatikan kemampuan dan kelayakan peneliti. nmi

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    LempnMA, BaudouinnC, BaumnJ, Dogru

M, FoulksmGN, KinoshitaimS, et al. The definitionmnandnmclassification of dry eye disease: Reportnmiofnmithe definitionnand classificationnmimisubcommitteenimiof the internationalmDrymEye WorkShopi(2007). In: OcularnSurface. 2007.

  • 2.     BroniAJ, TomlinsoniA, FoulksiGN, Pepose

JS, BaudouinnmiC, GeerlinnmiG, et al. Rethinkingndryneyendisease: A perspective onnmiclinical  nimplications.  nmiOcular

Surface. 2014.

  • 3.     ConradynCD, JoosnZP, PatelnBCK.

Review: Thenlacrimal glandmandnitsmrole innmdrymeye. nJournal of Ophthalmology. 2016.

  • 4.     Smith JA, Albenz J, Begley C, Caffery B,

Nichols K, Schaumberg D, et al. The epidemiology of dry eye disease: Report of the epidemiology subcommittee of the international Dry Eye WorkShop (2007). In: Ocular Surface. 2007.

  • 5.     Lee AJ, Lee J, Saw SM, Gazzard G, Koh

  • D, Widjaja D, et al. Prevalence and risk factors associated with dry eye symptoms: A population based study in Indonesia. British Journal of Ophthalmology. 2002.

  • 6.    Hyon JY, Yang HK, Han SB. Dry Eye

Symptoms May Have Association With Psychological Stress in Medical Students. Eye Contact Lens. 2019;

  • 7.     LinS, HeiJ, CheniQ, ZhuiJ, ZouiH, XuiX.

Ocularnmisurfacenmihealth innmiShanghai Universitynmistudents:  Anicross-sectional

study. BMCiOphthalmol. i2018;

  • 8.    KawashimamM, UchinonmM, YokoinmN,

UchinoiY, DogrunM, KomuroiA, et al. The associationnmofisleep qualitynwith dryneye disease: TheninmiOsakannnimistudy. Clin Ophthalmol. 2016;

  • 9.     BroniAJ, AbelsoniMB, OusleriG, Pearce E,

TomlinsonnonmiA, YokoinonmiN, et al. Methodologiesmtomdiagnosenand monitor dryneyendisease: Reportnofnthe diagnostic methodologynmisubcommitteenmiof   the

internationalinDryinEye Workshop (2007). In: OcularnSurface.n2007.

  • 10.    BartlettniJD, KeithnmMS, SudharshannL,

SnedecormSJ. Associationsnbetweennsigns and symptomsniofindrynieyennmdisease: A systematicnionojnmireview. njoinmiClinical Ophthalmology. 2015.

  • 11.    Vehof J, Sillevis Smitt-Kamminga N,

Nibourg SA, Hammond CJ. Predictors of Discordance between Symptoms and Signs in Dry Eye Disease. Ophthalmology. 2017;

  • 12.    SchaumbergnDA, UchinomM, Christen

WG, SembamRD, BuringiJE, LiiJZ. Patient ReportednDifferences in DrynEyenDisease betweennmiMennmiandnmWomen: Impact, Management,nmiandn iPatientiSatisfaction. PLoSnOne. 2013;

  • 13.    Stapleton , Alves M, Bunya VY, Jalbert I,

Lekhanont K, Malet F, et al. TFOS DEWS II Epidemiology Report. Ocular Surface. 2017.

  • 14.    ZhangmY ChennH, WuiX. Prevalence and

risknmifactorsnmiassociatednmwith dry eye syndromenmiamongnmiseniornihigh school studentsniinnianicountyminof nmishandong province,niiChina. OphthalmicinEpidemiol. 2012;

  • 15.    UchinoniM,  UchinonmiY,  Dogru M,

KawashimanM, YokoiiN, KomuroiA, et al. Dryneyendiseasenandmiwork productivity lossnniinnimvisualnmmdisplaynmiusers: The Osakanstudy.nAm JnOphthalmol. 2014;

  • 16.    GuptaniPK, VenkateswaraninN, HeinkenJ,

StinnettnSS. Associationnmiofnimeibomian glandnarchitecture and bodynmmassniindex in anpediatric population. OculnSurf. 2020;

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i8.P03

19