ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.12,DESEMBER, 2021


Diterima: 2020-12-03 Revisi: 2021-06-30 Accepted: 15-12-2021

GAMBARAN KARAKTERISTIK FRAKTUR EKSTREMITAS ATAS DI INSTALASI GAWAT

DARURAT RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2019 – JUNI 2019 Made Ramanda Bramasta Pramana1*, Made Bramantya Karna2*, I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna2 1) Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

  • 2)    Bagian Orthopaedi dan Traumatologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, Indonesia e-mail: framandabramasta27@gmail.com

ABSTRAK

Fraktur ekstermitas merupakan fraktur yang terjadi pada clavicula, scapula, humerus, radius, ulna, carpal, metacarpal, phalanx. Fraktur ini umumnya terjadi pada laki-laki usia produktif, namun bisa juga pada wanita. Namun, data mengenai fraktur ekstremitas atas di Indonesia khususnya di Denpasar masih sulit ditemukan. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik fraktur ekstremitas atas di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan menggunakan data rekam medis dengan teknik penentuan sampel total sampling. Data yang didapat sesuai kriteria inklusi dan eksklusi adalah 186 pasien dengan 246 lokasi fraktur yang kemudian dianalisis dengan SPSS versi 26. Penelitian ini menunjukkan 67% pasien adalah laki-laki. Mayoritas pasien berusia 26-35 tahun (16,6%). Jenis fraktur terbanyak adalah fraktur tertutup (84,1%). Sebagian besar pasien ditatalaksanai secara non-operatif (50,4%). Mekanisme terjadinya fraktur terbanyak adalah high energy injury (83,7%). Lokasi tersering terjadinya fraktur adalah pada radius sebanyak 66 kasus (26,8%). Sebagian besar karakteristik pasien fraktur ekstremitas atas di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah adalah laki-laki, usia 26-35 tahun, jenis fraktur tertutup, penatalaksanaan non-operatif, mekanisme terjadinya fraktur high energy injury, dan lokasi fraktur tersering pada radius.

Kata kunci : karakteristik, fraktur ekstermitas atas, RSUP Sanglah Denpasar.

ABSTRACT

Upper extremity fracture is a fracture that occurs in the clavicula, scapula, humerus, radius, ulna, carpal, metacarpal, phalanx. This fracture commonly occurs in reproductive age men but it can also occur in women. However, data regarding upper extremity fractures in Indonesia, especially in Denpasar, is still difficult to find. This study aims to know the distribution of upper extremity fracture in the emergency department of Sanglah Hospital Denpasar. This research is a retrospective descriptive study using medical record data with total sampling technique. Data obtained according to the inclusion and exclusion criteria were 186 patients with 246 fracture sites which were analyzed using SPSS version 26. This study showed that 67% of the patients were male. The majority of patients were aged 26-35 years (16,6%). The most common fracture type was closed fracture (84.1%). Most of the patients were managed non-operatively (50,4%). The most fracture mechanism of action is high energy injury (83.7%). The most common fracture site was in the radius of 66 cases (26.8%). Most of the upper extremity fracture patients in the Emergency Department of Sanglah Hospital are male, 26-35 years old, closed fracture type, non-operative management, high energy injury fracture incidence, and the most common fracture site was in the radius.

Keywords : fracture, upper extremity fracture, Sanglah General Hospital Denpasar.

  • 1.    PENDAHULUAN

Tulang merupakan jaringan ikat yang bersifat kaku dan membentuk bagian terbesar kerangka, serta merupakan jaringan penunjang tubuh utama. Tulang juga merupakan organ hidup yang terasa nyeri apabila mengalami cidera, berdarah apabila patah dan tumbuh seiring dengan usia.1 Tulang berfungsi untuk melindungi struktur vital, menopang tubuh, mendasari gerak secara mekanis, membentuk beberapa sel darah, serta menimbun berbagai mineral. Jika terjadi kerusakan pada tulang, tentu saja menimbulkan akibat yang fatal bagi tubuh. Salah satu kerusakan tulang yang umum terjadi adalah patah tulang atau fraktur.2

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan.2 Fraktur dapat bersifat total maupun sebagian yang biasanya disebabkan oleh trauma.3 Di Indonesia, angka kejadian fraktur termasuk tinggi, berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2012, didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis dan penyebab fraktur yang berbeda.4 Secara nasional, angka kejadian fraktur akibat trauma pada tahun 2011 mencapai 1,25 juta kasus.5

Fraktur dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, salah satunya adalah ekstremitas atas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2007, jumlah pasien yang

mengalami fraktur ekstremitas atas terutama pada lengan bawah yaitu 11.357 penderita laki-laki dan 8.319 penderita perempuan.6 Angka ini merupakan angka yang sangat tinggi jika dilihat secara keseluruhan.

Secara anatomi, ekstremitas atas terdiri dari lima bagian, yaitu bahu, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan tangan.1 Dari kelima tempat tersebut, fraktur paling sering terjadi di bagian lengan atas yaitu humerus sebanyak 15%.7 Fraktur ekstremitas atas biasanya disebabkan oleh jatuh yang menimpa 1 ekstremitas atas secara langsung.

Penanganan fraktur dapat berupa konservatif maupun operasi. Tindakan operasi terdiri atas reposisi terbuka, fiksasi interna, dan reposisi tertutup dengan kontrol radiologis yang diikuti fiksasi interna, di mana di dalamnya terdapat banyak prosedur yang harus dilaksanakan.8

Dengan terjadinya fraktur ekstremitas atas, penderita tentu saja memiliki banyak keluhan dan hambatan dalam kehidupan nyata. Walaupun hanya satu bagian saja yang mengalami fraktur, itu dapat berdampak kepada seluruh bagian ekstremitas atas yang terkena. Keluhan dan hambatan tersebut dapat berupa penderita mengalami penurunan aktivitas, penurunan produksi, serta penderita tidak dapat bekerja secara optimal.9

Berdasarkan uraian tersebut, kasus fraktur pada ekstremitas atas merupakan suatu permasalahan yang harus dikaji lebih lanjut. Adanya pengkajian lebih lanjut, karakteristik cidera seperti proporsi mekanisme fraktur dapat memberikan informasi mengenai pencegahan atau tindakan protektif bagi masyarakat. Selain itu, melalui karakteristik fraktur pasien, proporsi penatalaksanaan baik operatif maupun non-operatif dapat dijadikan referensi sehingga pihak rumah sakit dapat memberikan pelayanan terbaik terhadap tatalaksana kasus fraktur. Hingga saat ini, di RSUP Sanglah Denpasar, belum ada penelitian terbaru mengenai gambaran karakteristik fraktur ekstremitas atas secara keseluruhan. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui lebih banyak mengenai gambaran karakteristik

Subjek penelitian ini berjumlah 186 pasien dengan 246 lokasi fraktur yang sesuai dengan kriteria inklusi yang mengalami fraktur ekstremitas atas di RSUP Sanglah Denpasar. Pada penelitian ini didapatkan lokasi fraktur tersering adalah pada radius (26,8%), diikuti oleh clavicula (19,1%), humerus (15,4%), ulna (12,1%), phalanx (10,5%), metacarpal (10,1%), scapula (5,2%), dan carpal (0,4%). Mayoritas pasien tergolong dewasa awal yaitu 26-35 tahun

fraktur ekstremitas atas khususnya di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif yang dilangsungkan di RSUP Sanglah Denpasar pada periode Agustus 2020-Oktober 2020. Populasi pada penelitian ini adalah pasien dengan fraktur ekstremitas atas di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar. Kategori inklusi sampel pada penelitian ini meliputi pasien dengan diagnosis fraktur ektremitas atas yang memiliki rekam medis yang sesuai dengan data Morning Report Orthopaedi dan Traumatologi Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar pada periode Januari 2019 – Juni 2019 dengan data lengkap. Penelitian ini mendapatkan 186 orang sebagai sampel dengan 246 lokasi fraktur.

Pengumpulan data penelitian ini meliputi demografi pasien, lokasi fraktur, jenis fraktur, penatalaksanaan fraktur, serta mekanisme terjadinya fraktur. Lokasi fraktur dikategorikan menjadi delapan yaitu clavicula, scapula, humerus, radius, ulna, carpal, metacarpal, phalanx. Jenis fraktur dibedakan menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Penatalaksanaan fraktur dibedakan menjadi operatif dan non-operatif. Sementara mekanisme terjadinya fraktur dibedakan menjadi high energy injury dan low energy injury. Data merupakan data sekunder melalui morning report Orthopaedi dan Traumatologi RSUP Sanglah Denpasar yang sesuai dengan rekam medis. Keseluruhan data yang terkumpul kemudian diolah dengan metode univariat menggunakan bantuan SPSS versi 26. Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor surat 2224/UN14.2.2.VII.14/LT/2020.

  • 3.    HASIL

(16,6%), berjenis kelamin laki-laki (67%), jenis fraktur tertutup (84,1%), penatalaksanaan non-operatif (50,4%), dan mekanisme terjadinya fraktur adalah high energy injury (84,7%). Berikut ini merupakan distribusi karakteristik lokasi, usia, jenis kelamin, jenis fraktur, penatalaksanaan fraktur, dan mekanisme terjadinya fraktur pasien yang tersedia pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Fraktur Ekstremitas Atas

Variabel

Frekuensi

Persentase

Lokasi

n

%

Clavicula

47

19,1

Scapula

13

5,2

Humerus

38

15,4

Radius

66

26,8

Ulna

30

12,1

Carpal

1

0,4

Metacarpal

25

10,1

Phalanx

26

10,5

Usia

0-5

14

5,7

6-11

9

3,6

12-16

29

11,8

17-25

31

12,6

26-35

41

16,6

36-45

35

14,2

46-55

39

15,8

56-65

25

10,1

≥66

23

9,3

Jenis Kelamin

Laki-laki

165

67

Perempuan

81

33

Jenis Fraktur

Terbuka

39

15,8

Tertutup

207

84,1

Penatalaksanaan

Operatif

122

49,6

Non-operatif

124

50,4

Mekanisme

HEI

206

84,7

LEI

40

16,3

Total

246

100

Hasil penelitian pada tabel 2

mengenai fraktur    penatalaksanaan

non-operatif (61,7%), dan mekanisme high

clavicula sebanyak 47 pasien terlihat

bahwa mayoritas     energy injury

(91,5%). Dilihat dari penatalaksanaan

pasien tergolong dewasa awal yaitu 26 –

35 tahun (27,6%).     operatif, paling

sering ditatalaksanai dengan ORIF PS

Mayoritas pasien merupakan laki-laki (72,3%), jenis fraktur    (88,9%), sedangkan untuk yang non-operatif paling sering

tertutup    (91,5%),    lokasi    1/3

tengah   (89,4%),     ditatalaksanai dengan arm sling (96,5%).

Tabel 2. Distribusi Fraktur Clavicula

Variabel

Frekuensi

Persentase

Usia

n

%

0-5

0

0

6-11

1

2,1

12-16

4

8,5

17-25

6

12,7

26-35

13

27,6

36-45

7

14,8

46-55

11

23,4

56-65

3

6,4

≥66

2

4,2

Jenis Kelamin

Laki-laki

34

72,3

Perempuan

13

27,7

Jenis Fraktur

Terbuka

4

8,5

Tertutup

43

91,5

Lokasi

Proximal

0

0

Middle

42

89,4

Distal

5

10,6

Penatalaksanaan

Operatif

18

38,2

Non-operatif

Operatif

29

61,7

ORIF PS

16

88,9

Debridement + ORIF PS

2

11,1

Non-operatif

Arm Sling

28

96,5

Fo8 Bandage

1

3,5

Mekanisme

HEI

43

91,5

LEI

4

8,5

Total

47

100

Distribusi fraktur scapula sebanyak 13 orang pada tabel 3 terlihat bahwa mayoritas pasien tergolong dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal (46-55 tahun), dan manula (≥66 tahun) sebanyak masing-masing 23%. Mayoritas pasien ialah laki-laki (92,3%), jenis fraktur tertutup (100%), lokasi tersering terjadinya fraktur pada 2 lokasi, yaitu scapular body (46,2%) diikuti oleh glenoid neck (30,7%), glenoid fossa (15,4%), coracoid processes (7,7%),

dan tidak didapatkan kasus fraktur pada acromion (0%). Dilihat dari penatalaksanaan, paling sering ditatalaksanai dengan non-operatif (84,6%), untuk mekanisme terjadinya fraktur, lebih banyak pasien dengan mekanisme high energy injury (84,6%). Pada penatalaksanaan operatif, terdapat 2 pasien yang ditatalaksanai dengan ORIF PS (100%), sedangkan pada penatalaksanaan non-operatif, paling sering ditatalaksanai dengan arm sling (72,7%).

Tabel 3. Distribusi Fraktur Scapula

Variabel

Frekuensi

Persentase

Usia

n

%

0-5

0

0

6-11

0

0

12-16

0

0

17-25

1

7,7

26-35

2

15,4

36-45

3

23

46-55

3

23

56-65

1

7,7

≥66

3

23

Jenis Kelamin

Laki-laki

12

92,3

Perempuan

1

7,7

Jenis Fraktur

Terbuka

0

0

Tertutup

13

100

Lokasi

Scapular Body

6

46,2

Glenoid Neck

4

30,7

Glenoid Fossa

2

15,4

Acromion

0

0

Coracoid Processes

1

7,7

Penatalaksanaan

Operatif

2

15,4

Non-operatif

Operatif

11

84,6

ORIF PS

2

100

Non-operatif

Arm Sling

8

72,7

U Slab

1

9,1

WTHT

2

18,2

Mekanisme

HEI

11

84,6

LEI

2

15,4

Total

13

100

Distribusi fraktur humerus sebanyak 38 orang pada tabel 4, terlihat bahwa mayoritas pasien tergolong dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 18,4%. Mayoritas pasien adalah laki-laki (60,5%), jenis fraktur paling sering adalah fraktur tertutup (94,7%), lokasi tersering terjadinya fraktur pada humerus adalah bagian 1/3 proksimal (39,5%),

penatalaksanaan yang paling sering dilakukan adalah penatalaksanaan operatif (68,4%), dan mekanisme high energy injury (71,1%). Dilihat dari penatalaksanaan operatif, paling sering ditatalaksanai dengan ORIF PS (85,1%), sedangkan pada non-operatif, paling sering ditatalaksanai dengan u slab (66,6%).

Tabel 4. Distribusi Fraktur Humerus

Variabel

Frekuensi

Persentase

Usia

n

%

0-5

2

5,3

6-11

2

5,3

12-16

5

13,1

17-25

3

7,8

26-35

4

10,5

36-45

7

18,4

46-55

4

10,5

56-65

5

13,1

≥66

6

15,7

Jenis Kelamin

Laki-laki

23

60,5

Perempuan

15

39,5

Jenis Fraktur

Terbuka

2

5,3

Tertutup

36

94,7

Lokasi

Proximal

15

39,5

Middle

10

26,3

Distal

13

34,2

Penatalaksanaan

Operatif

26

68,4

Non-operatif

Operatif

12

31,6

ORIF PS

23

85,1

ORIF CCW

2

7,7

ORIF Intramedullary Nailling

Non-operatif

1

3,8

U Slab

8

66,6

Backslab

3

25

CR under GA + Collar Cuff

1

8,3

Mekanisme

HEI

27

71,1

LEI

11

28,9

Total

38

100

Hasil penelitian distribusi fraktur radius sebanyak 66 orang pada tabel 5, terlihat bahwa mayoritas pasien tergolong remaja awal (12-16 tahun) sebanyak 16,7%. mayoritas pasien dengan jenis kelamin laki-laki (62,1%), didapatkan jenis fraktur tersering adalah fraktur tertutup (86,4%), lokasi fraktur tersering didapatkan pada radius

distal (71,2%) tipe colles (51%), penalataksanaan nonoperatif (62,1%), dan mekanisme terjadinya fraktur adalah high energy injury (74,2%). Dilihat dari penatalaksanaan operatif, paling sering ditatalaksanai dengan ORIF PS (72%), sedangkan pada non-operatif, paling sering ditatalaksanai dengan CR + LAC (70,7%).

Tabel 5. Distribusi Fraktur Radius

Variabel

Frekuensi

Persentase

Usia

n

%

0-5

7

10,6

6-11

4

6

12-16

11

16,7

17-25

10

15,1

26-35

8

12,1

36-45

8

12,1

46-55

8

12,1

56-65

5

7,6

≥66

5

7,6

Jenis Kelamin

Laki-laki

41

62,1

Perempuan

25

37,9

Jenis Fraktur

Terbuka

9

13,6

Tertutup

57

86,4

Lokasi

Proximal

5

7,6

Middle

14

21,2

Distal

47

71,2

Tipe Radius Distal

Colles

24

51

Buckle

2

4,3

Galleazi

4

8,5

Volar Barton

3

6,4

Salter Harris

4

8,5

Distal

10

21,3

Penatalaksanaan

Operatif

25

37,9

Non-operatif

41

62,1

Operatif

ORIF PS

18

72

Debridement + OREF

3

12

ORIF PS + Transfixing Wire

1

4

Debridement + ORIF PS

1

4

ORIF Miniplate

2

8

Non-operatif

Refused

2

4,9

Backslab

5

12,2

Variabel

Frekuensi

Presentase

CR + LAC

29

70,7

CR + SAC

2

4,9

LAC

1

2,4

SAC                                  1

2,4

WTHT + CR + LAC                   1

Mekanisme

2,4

HEI                                    49

74,2

LEI                                        17

25,8

Total                                      66

100

Distribusi fraktur ulna sebanyak 30 orang pada tabel 6, terlihat bahwa mayoritas pasien tergolong dewasa awal (26-35 tahun) sebanyak 20%. Mayoritas pasien merupakan laki-laki (70%), jenis fraktur tertutup (83,3%), lokasi 1/3 tengah (53,3%), penatalaksanaan non-operatif (53,3%), dan

mekanisme high energy injury (83,3%). Dilihat dari penatalaksanaan operatif, paling sering ditatalaksanai dengan ORIF PS (71,4%), sedangkan pada non-operatif paling sering ditatalaksanai dengan CR + LAC (62,5%).

Tabel 6. Distribusi Fraktur Ulna

Variabel

Frekuensi

Persentase

Usia

n

%

0-5

5

16,6

6-11

2

6,6

12-16

5

16,6

17-25

3

10

26-35

6

20

36-45

3

10

46-55

1

3,3

56-65

2

6,6

≥66

3

10

Jenis Kelamin

Laki-laki

21

70

Perempuan

9

30

Jenis Fraktur

Terbuka

5

16,7

Tertutup

25

83,3

Lokasi

Proximal

3

10

Middle

16

53,3

Distal

11

36,7

Penatalaksanaan

Operatif

14

46,7

Non-operatif

Operatif

16

53,3

ORIF PS

10

71,4

Variabel

Frekuensi

Presentase

Intramedullary Wiring

Debridement + ORIF PS

1

1

7,1

7,1

Debridement + External Fixation

1

7,1

Debridement + Backslab

1

7,1

Non-operatif

CR + LAC

10

62,5

Backslab

1

6,2

LAC

4

25

Konservatif

1

6,2

Mekanisme

HEI

25

83,3

LEI

5

16,7

Total

47

100

Tabel 7. Distribusi Fraktur Carpal

Variabel

Frekuensi

Persentase

Usia

n

%

56-65

1

100

Jenis Kelamin

Laki-laki

1

100

Jenis Fraktur

Tertutup

1

100

Lokasi

Scaphoid

1

100

Penatalaksanaan

Operatif

1

100

Operatif

ORIF Miniplate

1

100

Mekanisme

HEI

1

100

Total

1

100

Berdasarkan penelitian fraktur metacarpal sebanyak    (64%),

dan mekanisme high energy injury (96%). Dilihat

25 orang pada tabel 8, terlihat bahwa mayoritas pasien     dari penatalaksanaan operatif, paling sering ditatalaksanai

tergolong lansia awal (46-55

tahun) sebanyak 28%.    dengan

ORIF miniplate (43,8%), sedangkan pada non

Mayoritas pasien merupakan laki-laki (72%), jenis fraktur    operatif paling sering ditatalaksanai dengan CR + ulnar

tertutup (68%), lokasi tersering terjadinya fraktur adalah     gutter (55,5%).

pada 5th metacarpal (52%),

penatalaksanaan operatif

Tabel 8. Distribusi Fraktur Metacarpal

Variabel

Frekuensi

Persentase

Usia

n

%

12-16

2

8

17-25

2

8

26-35

4

16

36-45

3

12

46-55

7

28

56-65

3

12

≥66

4

16

Jenis Kelamin

Laki-laki

18

72

Perempuan

7

28

Jenis Fraktur

Terbuka

8

32

Tertutup

17

68

Lokasi

1st

3

12

2nd

1

4

3rd

1

4

4th

7

28

5th

13

52

Penatalaksanaan

Operatif

16

64

Non-operatif

Operatif

9

36

Debridement + ORIF Miniplate

3

18,8

Debridement + CR + Ulnar Gutter

2

12,5

ORIF Miniplate

7

43,8

Debridement + ORIF Pinning

3

18,8

Debridement + Lumbrical cast

1

6,3

Non-operatif

CR + Ulnar Gutter

5

55,5

Ulnar Gutter

2

22,2

CR + Thumb spica cast

1

11,1

Buddy Tapping

1

11,1

Mekanisme

HEI

24

96

LEI

1

4

Total

25

100

Distribusi fraktur phalanx sebanyak 26 orang pada tabel 9, didapatkan mayoritas pasien tergolong remaja akhir (17-25 tahun) sebanyak 23%. Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (57,7%), jenis fraktur tertutup (57,7%), lokasi 4th phalanx (46,2%), dilihat dari penatalaksanaan, didapatkan operatif (65,3%) paling sering dilakukan, dan

untuk mekanisme terjadinya fraktur paling sering adalah high energy injury (100%). Dilihat dari penatalaksanaan operatif, paling sering ditatalaksanai dengan ORIF miniplate (37,5%), sedangkan pada non operatif, paling sering ditatalaksanai dengan buddy tapping (50%).

Berdasarkan penelitian mengenai fraktur carpal pada tabel 7, hanya terdapat 1 pasien berusia 59 tahun yang masuk ke dalam golongan usia lansia akhir (56-65 tahun), dengan jenis kelamin laki-laki, jenis fraktur tertutup, lokasi


fraktur pada scaphoid, penatalaksanaan operatif yaitu ORIF miniplate, dengan mekanisme terjadinya fraktur adalah high energy injury.


Tabel 9. Distribusi Fraktur Phalanx

Variabel

Frekuensi

Persentase

Usia

n

%

12-16

2

7,7

17-25

6

23

26-35

4

15,4

36-45

4

15,4

46-55

5

19,2

56-65

5

19,2

≥66

Jenis Kelamin

0

0

Laki-laki

15

57,7

Perempuan

Jenis Fraktur

11

42,3

Terbuka

11

42,3

Tertutup

Lokasi

15

57,7

1st

1

3,8

2nd

0

0

3rd

5

19,2

4th

12

46,2

5th

Penatalaksanaan

8

30,8

Operatif

17

65,3

Non-operatif

Operatif

9

34,6

Debridement + ORIF Pinning

4

25

Debridement + Lumbrical Cast

1

6,25

Debridement + ORIF Miniplate

4

25

ORIF Miniplate

6

37,5

Debridement + Primary Hecting

Non-operatif

1

6,25

Buddy Tapping

5

50

Splint

WTHT + CR Buddy Tapping +

1

10

Splint

1

10

CR + Buddy Tapping

2

20

WTHT + Splint

Mekanisme

1

10

HEI

26

100

LEI

0

0

Total

26

100

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan mekanisme terjadinya fraktur paling sering adalah high energy injury yang mayoritas kejadiannya adalah kecelakaan lalu lintas saat mengendarai kendaraan, hal ini dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang berkendara kurang hati-hati sehingga dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas dan terjadilah fraktur. Mayoritas pasien tergolong dewasa awal dan berjenis kelamin laki-laki, hal ini dikarenakan lebih banyak laki-laki berusia produktif yang memiliki tingkat mobilitas tinggi berupa mengendarai kendaraan bermotor maupun mobil yang merupakan faktor risiko kecelakaan lalu lintas yang dapat menyebabkan fraktur, apabila dibandingkan dengan perempuan dan kelompok usia lainnya. Pada jenis fraktur, mayoritas pasien dengan fraktur tertutup, hal ini dikarenakan pada saat terjadinya trauma, lebih banyak pasien yang terjatuh dengan tekanan yang belum membuat tulang menembus kulit dan jaringan lainnya.10

Penelitian mengenai fraktur clavicula di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013-2017, menunjukkan hasil yang sesuai pada beberapa variabel, dimana mayoritas pasien tergolong berusia muda – dewasa (15-64 tahun) sebanyak 89,7%, diikuti usia anak-anak (<15 tahun) sebanyak 7%, dan yang terakhir usia tua (>65 tahun) sebanyak 3,3%. Mayoritas pasien merupakan laki-laki (72,4%), jenis fraktur tertutup (98,3%), penatalaksanaan nonoperatif (88,3%) dimana paling banyak menggunakan arm sling (67,1%), dan mekanisme terjadinya fraktur adalah high energy injury berupa kecelakaan lalu lintas (71%).11 Pada penelitian di Swedia tahun 1952 – 1987, menunjukkan hasil yang sesuai pada lokasi tersering terjadinya fraktur clavicula yaitu pada bagian 1/3 tengah (76,1%).12 Pada penelitian ini, lokasi tersering terjadinya fraktur adalah pada bagian 1/3 tengah, hal ini dikarenakan bagian 1/3 tengah clavicula merupakan bagian terkecil pada clavicula dan mewakilkan wilayah transisi pada tulang secara anatomi, yang membuatnya menjadi wilayah paling lemah, disamping itu lokasi tulang clavicula yang diproteksi oleh bahu.13

Penelitian mengenai fraktur scapula di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2014 – 2018, menunjukkan hasil yang sesuai pada beberapa variabel yaitu mayoritas pasien berusia 15 – 44 tahun (85,71%), diikuti usia >45 tahun (14,29%), dan tidak didapatkan kasus fraktur scapula pada usia <15 tahun. Mayoritas pasien merupakan laki-laki (92,85%), lokasi tersering terjadinya fraktur pada scapular body (57,15%), penatalaksanaan non operatif (89,29%), dan mekanisme terjadinya fraktur adalah high energy injury dimana sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (direct force).14 Pada penelitian ini, lokasi terjadinya fraktur paling sering adalah pada bagian scapular body, diikuti oleh glenoid neck. Hal ini dikarenakan oleh bentuk scapula yang tipis atau bukan merupakan long bone. Hal ini didukung oleh penelitian oleh Berritto pada tahun 2018, yang menyatakan bahwa fraktur pada scapular body merupakan kasus yang paling sering terjadi (50% kasus), diikuti oleh neck (26-29%).15

Penelitian mengenai fraktur humerus di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2015-2016, menunjukkan hasil yang sesuai pada beberapa variabel dimana didapatkan mayoritas pasien berusia >41 tahun (40,7%), diikuti berusia <20 tahun (29,6%) dan 20-40 tahun (29,6%). Jenis fraktur tertutup (77,8%), penalatalaksanaan operatif (92,5%), mekanisme high energy injury berupa kecelakaan, cedera olahraga. Pada penelitian tersebut, terdapat juga hasil yang tidak sebanding yaitu pada

variabel jenis kelamin, dimana pada penelitian ini menunjukkan mayoritas pasien merupakan perempuan (51,9%) yang kebanyakan karena osteoporosis.16 Penelitian di Amerika, menunjukkan hasil yang sesuai pada variabel lokasi terjadinya fraktur, yang menunjukkan lokasi tersering terjadinya fraktur pada humerus adalah bagian humerus proksimal (72,4%).17 Pada penelitian ini, lokasi terjadinya fraktur paling sering adalah pada humerus bagian proksimal, pada penelitian di US mengenai fraktur humerus, fraktur humerus proksimal merupakan kasus paling sering terjadi pada humerus yang disebabkan oleh jatuh langsung pada bahu atau tangan yang merupakan daerah rawan terbentur.18

Penelitian mengenai fraktur radius distal di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013-2017, menunjukkan hasil yang sesuai pada beberapa variabel dimana didapatkan mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (64,1%), lokasi tersering terjadinya fraktur radius adalah radius distal, dan dengan mekanisme terjadinya fraktur adalah high energy injury (63,7%) dan tidak serupa pada variabel usia dimana didapatkan mayoritas pasien berusia 20-49 tahun (49,6%).19 Penelitian di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2013-2014 mengenai fraktur radius distal, menunjukkan hasil yang tidak serupa pada variabel usia dimana didapatkan mayoritas usia pasien adalah 18-59 tahun (63,7%), dan sesuai pada variabel jenis kelamin dimana mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (61,8%).20 Penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018 mengenai fraktur radius distal, menunjukkan hasil yang tidak serupa pada variable usia, dimana didapatkan mayoritas pasien berusia 26-64 tahun (55,6%), dan serupa pada beberapa variabel yaitu jenis fraktur tertutup lebih sering terjadi (77,8%), dan penatalaksanaan non-operatif lebih sering dilakukan (51,9%).21 Pada penelitian ini, lokasi terjadinya fraktur paling sering adalah pada bagian radius distal dengan klasifikasi fraktur colles (51%) yang mayoritas pasiennya berusia 46-55 tahun (lansia awal) dan 56-65 tahun (lansia akhir) dengan persentase masing-masing 20,83%, dengan mekanisme terjadinya fraktur adalah high energy injury berupa kecelakaan lalu lintas (45,8%) diikuti oleh low energy injury berupa terpeleset (37,5%), hal ini dikarenakan suplai darah yang buruk dan perlindungan jaringan lunak yang minimal.22

Penelitian mengenai fraktur ulna di Royal Orthopaedic Hospital, Birmingham, menunjukkan hasil yang sesuai pada beberapa variabel, didapatkan mayoritas pasien mengalami fraktur tertutup (96,4%), dan mekanisme terjadinya fraktur high energy injury (60%).23 Penelitian di Canada, menunjukkan hasil yang tidak sebanding pada variabel usia, dimana menunjukkan pasien paling sering berusia >50 tahun dengan insiden 6,14 dari 10.000 penduduk per tahun, begitu juga dengan mayoritas jenis kelamin dimana didapatkan insiden wanita (5,11 dari 10.000 penduduk) lebih sering dibandingkan laki laki (5,07 dari 10.000 penduduk).24 Penelitian di Amerika, menunjukkan hasil yang tidak sebanding pada variabel lokasi tersering terjadinya fraktur, dimana didapatkan lokasi tersering terjadinya fraktur adalah pada ulna distal (70,6%).25

Penelitian di mengenai fraktur carpal di Norway pada tahun 1998, pada variabel usia, hal ini tidak sesuai dimana menunjukkan usia tersering terjadinya fraktur adalah pada usia 20-49 (58,2%), sedangkan pada usia >49 didapatkan 14,3%. Pada penelitian ini, didapatkan juga hasil yang sesuai pada beberapa variabel yaitu jenis kelamin dimana didapatkan mayoritas pasien berjenis

kelamin laki-laki (82,4%), dan lokasi fraktur tersering adalah pada scaphoid (60%).26 Pada penelitian ini, lokasi terjadinya fraktur pada pasien ini adalah pada scaphoid, hal ini dikarenakan scaphoid terletak miring di antara dua baris tulang carpal, dan juga diantara ibu jari dan lengan bawah, tekanan pada tulang carpal memberikan tekanan yang berat pada scaphoid sehingga 27

cenderung terjadi fraktur.

Penelitian mengenai fraktur metacarpal di RS Groningen, Belanda pada tahun 1994, menunjukkan hasil yang tidak serupa pada variabel usia, dimana menunjukkan sekitar 52% pasien berusia 20-49 tahun.28 Penelitian di US pada tahun 2001, menunjukkan hasil yang sesuai pada variabel jenis kelamin, dimana menunjukkan mayoritas pasien fraktur metacarpal berjenis kelamin laki-laki (76%).29 Penelitian di US pada tahun 2002 – 2006, menunjukkan hasil yang sesuai pada variabel jenis kelamin, dimana menunjukkan mayoritas pasien fraktur metacarpal berjenis kelamin laki-laki (83,3%).30 Penelitian di Canada, menunjukkan hasil yang sesuai pada variabel jenis kelamin, didapatkan mayoritas pasien adalah laki-laki (72%).31 Pada penelitian oleh Dean pada tahun 2011, menunjukkan hasil yang sesuai pada variabel mekanisme terjadinya fraktur, yang mengatakan bahwa penyebab utama fraktur adalah sports injury dan kecelakaan yang tergolong high energy injury.32

Penelitian mengenai fraktur phalanx di US pada tahun 2001, menunjukkan hasil yang sesuai pada variabel jenis kelamin, yang menunjukkan mayoritas pasien fraktur phalanx berjenis kelamin laki-laki (58%).29 Penelitian di Canada, menunjukkan hasil yang sesuai pada variabel jenis kelamin, didapatkan mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (64%).31 Pada penelitian oleh Dean pada tahun 2011, menunjukkan hasil yang tidak sebanding pada variabel jenis fraktur, dimana dikatakan bahwa fraktur phalanx lebih sering fraktur terbuka. Pada variabel penatalaksanaan, menunjukkan hasil yang sesuai, dikatakan bahwa penatalaksanaan yang paling sering dilakukan pada fraktur phalanx adalah penatalaksanaan non-operatif.32

  • 4.    SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, mayoritas pasien fraktur ekstremitas atas di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2019 – Juni 2019 berjenis kelamin laki-laki, berusia 26 – 35 tahun yang tergolong dewasa awal, dengan jenis fraktur tertutup, ditatalaksanai secara non-operatif, dengan mekanisme terjadinya fraktur tergolong high energy injury, dan lokasi paling sering terjadinya fraktur adalah pada radius. Adanya keterbatasan pada penelitian ini yang hanya dapat menggambarkan beberapa karakteristik pasien fraktur ekstremitas atas di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar, maka perlu dilakukan penelitian deskriptif lanjutan dengan menambahkan karakteristik seperti outcome dengan populasi lebih besar seperti pasien poliklinik dan pasien ruangan agar lebih representatif.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Moore. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates. 2015.

  • 2.    Faradisi F. Efektivitas terapi murotal dan terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pra

operasi di pekalongan. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK). 2012;5(2):1-11.

  • 3.    Yogiswara C & Aryana W. Gambaran Karakteristik Fraktur Physis Pada Anak Usia 0-14 Tahun Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika. 2017;6(6):1-4.

  • 4.    Melati R. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Pasien Paska Oprasi Pemasangan Plate and Screw Pada Fraktur Antebrachii 1/3 Proximal (Skripsi). Jawa Tengah:   Universitas

Muhammadiyah Surakarta. 2015.

  • 5.    Lopes M, Alimansur M, & Santoso E. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Perubahan Tanda-Tanda Vital Pada Pasien Post Operasi Fraktur Yang Mengalami Nyeri. 2017;2(2):12-19.

  • 6.    Mediarti D, Rosnani, & Seprianti SM. Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH Palembang Tahun 2012.2015;2(3):253-260.

  • 7.    Desiartama A & Aryana W. Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika. 2013;6(5):1-4.

  • 8.    Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2007.

  • 9.    Supriyono, E. (2015). Aktifitas Fisik Keseimbangan Guna Mengurangiresiko Jatuh pada Lansia. JORPRES (Jurnal Olahraga Prestasi), 11(2).

  • 10.    Riyadina W & Suhardi PM. 2009. Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 2009;59(10):464-472.

  • 11.    Sari NNSP, Asmara AAGY, & Hamid ARHH. Gambaran Karakteristik Fraktur Klavikula di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013-2017. E-Jurnal Medika. 2018; 9(1):8-10.

  • 12.    Nordqvist, Anders, and Claes Petersson. The incidence of fractures of the clavicle. Clinical Orthopaedics and Related Research. 1994;12(300): 127-132.

  • 13.    Andermahr J, Jubel A, Elsner A, Johann J, Prokop A, Rehm KE, Koebke J. Anatomy of the clavicle and the intramedullary nailing of midclavicular fractures. Clinical Anatomy: The Official Journal of the American Association of Clinical Anatomists and the British Association of Clinical Anatomists. 2007;20(1): 48-56.

  • 14.    Yudhantoro, Liliek, & Yoyos Dias Ismiarto. Gambaran Angka Kejadian Cedera Penyerta Pada Fraktur Skapula Di RS Dr Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2014-Desember 2018. Jurnal Sistem Kesehatan. 2019; 4(4);154-158.

  • 15.    Berritto, Daniela, et al. Scapular fractures: a common diagnostic pitfall. Acta Bio Medica: Atenei Parmensis 89.Suppl. 2018;1:102.

  • 16.    Sari NKDD & Asmara AAGY. Gambaran prevalensi fraktur humerus di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Bali, Indonesia periode tahun 2015-2016. Isains medis. 2020;11(1):194-197.

  • 17.    Baron JA., Karagas M, Barret J, Kniffin W, Malenka D, Mayor M, Keller RB. Basic epidemiology of fractures of the

upper and lower limb among Americans over 65 years of age. JSTOR. 1996;7(6):612-618.

  • 18.    Kim SH, Szabo RM, & Marder RA. Epidemiology of humerus fractures in the United States: nationwide emergency department sample, 2008. Arthritis care & research. 2011;64(3):407-414.

  • 19.    Tantri IN, Asmara AAGY, and Hamid ARRH. Gambaran karakteristik fraktur radius distal di RSUP Sanglah Tahun 2013-2017. Intisari Sains Medis. 2019;10 (3):468-472

  • 20.    Sudharma NGAPK, Wiratnaya IGE. Prevalensi Fraktur Radius Distal Pada Lansia Di Rsup Sanglah Denpasar Tahun 2013-2014. E-Jurnal Medika Udayana. 2019;8 (10):6

  • 21.    Ahmad F. Profil Pasien Fraktur Radius Distal Di Rsup Dr. M. Djamil Padang (Thesis). Universitas Andalas. 2018.

  • 22.    Milovancev M & Ralphs SC. Radius/Ulna Fracture Repair. Clinical Techniques In Small Animal Practice. 2004;19(3):128-133.

  • 23.    Brakenbury Ph, Corea Jr, And Blakemore Me. Non-Union Of The Isolated Fracture Of The Ulnar Shaft In Adults. Science Direct. 1981;12(5): 371-375.

  • 24.    Sheps DM, Kemp KAR, & Hildebrand KA. PopulationBased Incidence Of Proximal Radial and Ulnar Fractures Among Adults In A Canadian Metropolitan Area. Current Orthopaedic Practice. 2012;23(4):364–368.

  • 25.    Baron JA., Karagas M, Barret J, Kniffin W, Malenka D, Mayor M, Keller RB. Basic epidemiology of fractures of the upper and lower limb among Americans over 65 years of age. JSTOR. 1996;7(6):612-618.

  • 26.    Hove, Leiv M. Epidemiology of scaphoid fractures in Bergen, Norway". Scandinavian journal of plastic and reconstructive surgery and hand surgery. 1999;33(4):423-426.

  • 27.    Solomon L, Warwick D, & Nayagam S. Apley’s System of Orthopadic and Fractures. Bristol : Taylor & Francis Group, LLC. 201.

  • 28.    Jonge DJJ. Fractures of the metacarpals. A retrospective analysis of incidence and aetiology and a review of the English-language literature. Science Direct. 1994;25(6):365-369.

  • 29.    Chung, Kevin C., and Sandra V. Spilson. The frequency and epidemiology of hand and forearm fractures in the UnitedStates. The Journal of hand surgery. 2001;26(5): 908915.

  • 30.    Nakashian, Michael N., Et Al. "Incidence Of Metacarpal Fractures In The Us Population." Hand 2012;7(4):426-430.

  • 31.    Feehan, Lynne M., & Samuel B. Sheps. Incidence And Demogrphics Of Hand Fractures In British Columbia, Canada: A Population-Based Study. The Journal of Hand Surgery. 2006;31(7): 1068.

  • 32.    Dean BJF & Little C. Fractures of the metacarpals and phalanges. Orthopaedics and Trauma. Science Direct. 2011;25(1),43–56.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i12.P14

88