ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.12,DESEMBER, 2021

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Diterima: 2020-11-30 Revisi: 2021-06-30 Accepted: 15-12-2021

PROFIL PASIEN YANG MENJALANI PROGRAM SEE AND TREAT DI PUSKESMAS MENGWI I TAHUN 2017-2018

Putu Srinata Dampati1, I Nyoman Gede Budiana2, I Nyoman Bayu Mahendra2, dan I. B. G. Fajar Manuaba2

  • 1.    Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2.    Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar E-mail: srinatad@gmail.com

ABSTRAK

Kanker serviks merupakan kanker dengan angka kejadian yang tinggi di dunia termasuk Indonesia. Angka kematian akibat kanker ini juga tinggi. Dalam rangka menurunkan angka insiden dan kematian akibat kanker serviks, perlu dilakukan suatu upaya pencegahan. Pencegahan kanker serviks dapat dilakukan melalui deteksi dini terhadap lesi prakanker. Salah satu caranya, yaitu melalui see and treat. See and treat menggunakan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) sebagai tindakan skrining dan krioterapi sebagai tindakan penanganannya apabila ditemukan hasil IVA postif. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui profil pasien yang menjalani program see and treat di Puskesmas Mengwi I pada tahun 2017-2018. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross sectional menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien yang menjalani program see and treat di Puskesmas Mengwi I pada tahun 2017 hingga 2018. Sampel diambil menggunakan teknik total sampling. Pada penelitian ini diperoleh 155 pasien (1,39%) yang menjalani program see and treat dari 11.146 penduduk wanita di wilayah kerja Puskesmas Mengwi I, dimana sebanyak 84 orang (54,2%) berusia > 35 tahun, 142 orang (91,6%) pertama menikah pada usia ≥ 20 tahun, 94 orang (60,6%) tamatan perguran tinggi, 105 orang (67,7%) bekerja, 76 orang (49,0%) menggunakan kontrasepsi IUD, 43 orang (27,7%) tidak mengalami keluhan, 91 orang (58,7%) memiliki anak < 3, 10 orang (6,5%) menunjukkan hasil IVA postif, dan seluruh pasien IVA postif tersebut (100%) diterapi menggunakan krioterapi.

Kata kunci : see and treat, IVA, krioterapi.

ABSTRACT

Cervical cancer is one of the high incidence cancer in the world including Indonesia. The mortality of this cancer is also high. In order to decrease number of incidence and mortality rate, prevention must be done. Cervical cancer prevention can be conducted through early detection/screening of precancer lesion. See and treat is one of the screening method to prevent cervical cancer development. This method uses Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) for screening and cryotherapy as a treatment if VIA test show positive result. The goal of this study is to determine profile of patients who undergo see and treat programme in Puskesmas Mengwi I in 20172018. This study is a descriptive cross sectional study using secondary data obtained from patient’s medical record who undergo see and treat programme in Puskesmas Mengwi I in 2017-2018. Sample taken using total sampling technique. There are 155 patients (1.39%) which obtained from this study from 11,146 total female population in Puskesmas Mengwi I working area, about 84 patients (54.2%) are > 35 years old, 142 patients (91.6%) first married at the age ≥ 20, 94 patients (60.6%) have graduated college, 105 patients (67.7%) are currently working, 76 patients (49.0%) using IUD, 43 patients (27.7%) had no gynecological complain, 91 patients (58.7%) have < 3 children, 10 patients (6.5%) show positive VIA result, and all of the VIA positive patient (100%) treated using cryotherapy.

Keywords : see and treat, VIA, cryotherapy.

PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan kanker dengan prevalensi tinggi di dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan data Globocan pada tahun 2018, kanker serviks menempati urutan ke-4 dengan jumlah kasus dan kematian terbanyak pada wanita di seluruh dunia. Terdapat sekitar 569.847 kasus kanker serviks dan 311.365 kasus kematian akibat kanker serviks di seluruh dunia.1 Di Indonesia, kanker serviks menempati urutan ke-2 dengan jumlah kasus dan kematian tertinggi setelah kanker payudara. Pada tahun 2018, terdapat sebanyak 32.469 kasus kanker serviks dan 18.279 kasus kematian akibat kanker serviks.2 Hingga tahun 2013 ada sekitar 1.438 kasus penderita kanker serviks di Bali.3

Sampai saat ini, High-risk Human Papilloma Virus (HPV) diketahui sebagai faktor utama yang menjadi penyebab berkembangnya kanker serviks.4 Perkembangan kanker serviks dimulai dengan perubahan epitel prakanker yang disebut lesi prakanker akibat paparan HPV yang terjadi beberapa tahun sebelum adanya perkembangan kanker invasif. Faktor demografis seperti usia dan kondisi sosial ekonomi, faktor perilaku dan pola hidup seperti aktifitas seksual yang tidak sehat, merokok, dan kurangnya asupan nutrisi, serta faktor medis seperti penggunaan kotrasepsi hormonal, paritas, dan kondisi imunosupresi merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko berkembangnya kanker serviks.5

Kanker serviks merupakan jenis kanker yang dapat dicegah. Salah satu caranya yaitu melalui deteksi dini dan penanganan terhadap lesi prakanker serviks menggunakan metode see and treat. See and treat menggunakan IVA sebagai tindakan skrining lesi prakanker dan krioterapi sebagai tindakan penanganan apabila ditemukan hasil IVA postif. Selain menggunakan krioterapi, tindakan penanganan juga dapat dilakukan menggunakan metode Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP), Cold Knife Conization (CKC) atau metode lainnya, tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Penggunaan LEEP dan CKC dalam menangani lesi prakanker serviks lebih sering dilakukan di rumah sakit karena diperlukannya anastesi dalam proses tindakannya, sehingga lebih sulit untuk diterapkan secara menyeluruh, terutama pada tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas yang cenderung memiliki sarana dan prasarana terbatas See and treat dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan atau yang disebut juga dengan single visit approach sehingga dapat meminimalisir terjadinya lost to follow-up terhadap pasien. Lesi prakanker yang segera ditangani akan meminimalisir proses perkembangan menjadi suatu kanker invasif yang cenderung lebih sulit untuk ditangani serta menimbulkan risiko lebih tinggi.6

Meskipun see and treat merupakan salah satu program yang terbilang efektif dalam mencegah kanker serviks, peneliti yang melakukan pendataan mengenai pasien yang menjalani program see and treat masih sedikit. Hal ini

sangat disayangkan mengingat pendataan tentang pasien yang menjalani program ini penting dilakukan sebagai upaya evaluasi terhadap pelaksanaan program. Puskesmas Mengwi I merupakan salah satu Puskesmas di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali yang menyediakan layanan see and treat, namun penelitian mengenai profil pasien yang menjalani program see and treat belum pernah dilakukan di Pusekesmas ini. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti memilih untuk melakukan penelitian mengenai profil pasien yang menjalani Program See and Treat di Puskesmas Mengwi I tahun 2017-2018.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan menggunakan metode cross sectional. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder berupa rekam medis pasien yang menjalani Program See and Treat di Puskesmas Mengwi I Kabupaten Badung pada tahun 2017 hingga 2018 dimana nama dan nomor rekam medis didapatkan dari data register pasien IVA di Poli KIA Puskesmas Mengwi I. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Variabel yang diamati meliputi usia, usia pertama kali menikah, pendidikan, pekerjaan, keluhan kandungan, jenis kontrasepsi, paritas, hasil skrining IVA, dan tindakan penanganan yang dilakukan pada pasien dengan hasil IVA positif. Data yang sudah terkumpul lalu ditabulasi dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif menggunakan software SPSS 21 yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan naratif. Penelitian ini sudah mendapatkan Keterangan Kelaikan Etik Nomor: 665/UN14.2.2.VII.14/LT/2020, tertanggal 19 Maret 2020.

HASIL

Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 155 sampel. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung tahun 2018, jumlah penduduk wanita di wilayah kerja Puskesmas Mengwi I sebanyak 11.146 jiwa.7 Jadi, penduduk wanita yang melakukan pemeriksaan see and treat di Puskesmas Mengwi I sebanyak 1,39%. Jumlah ini masih kurang dari target cakupan yaitu 40%.8 Tabel 1 menunjukkan dari 155 pasien, sebagian besar pasien yang menjalani skrining berusia > 35 tahun (54,2%) dan pertama kali menikah pada usia ≥ 20 tahun (91,6%). Sebanyak 60,6% merupakan tamatan perguran tinggi dan sebagian besar pasien bekerja (67,7%). Pasien paling banyak menggunakan kontrasepsi IUD (49,0%), mengaku tidak mengalami keluhan (27,7%), dan lebih dari setengah jumlah pasien memiliki anak < 3 (58,7%). Sebanyak 10 pasien (6,5%) menunjukkan hasil IVA postif, dan seluruh pasien IVA postif tersebut (100%) diterapi menggunakan krioterapi.

Tabel 1. Distribusi profil pasien yang menjalani Program See and Treat di Puskesmas Mengwi I

Variabel                            Kategori             Jumlah (n)    Persentase (%)

Usia                            ≤35 tahun               71            45,8

>35 tahun               84            54,2

Usia pertama menikah

<20 tahun

13

8,4

≥20 tahun

142

91,6

Pendidikan

SD

0

0

SMP

2

1,3

SMA

59

38,1

Perguruan Tinggi

94

60,6

Pekerjaan

Bekerja

105

67,7

Tidak bekerja

50

32,3

Kontrasepsi

Pil KB

2

1,3

Suntik

49

31,6

IUD

76

49,0

MOW

3

1,9

Tidak menggunakan kontrasepsi

25

16,1

Keluhan kandungan

Nyeri perut bawah

18

11,6

Nyeri saat senggama

14

9,0

Keputihan

38

24,5

Perdarahan setelah senggama

9

5,8

Perdarahan di luar haid

13

8,4

Haid tidak lancar

20

12,9

Tidak ada keluhan

43

27,7

Paritas

<3

91

58,7

≥3

64

41,3

Hasil pemeriksaan IVA

Positif

10

6,5

Negatif

145

93,5

Tindakan penanganan pasien IVA positif

Krioterapi

10

100

Non-krioterapi

0

0

PEMBAHASAN

Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa berdasarkan usia, sebagian besar pasien yang melakukan pemeriksaan IVA dalam program See and Treat di Puskesmas Mengwi I (54,2%) berusia lebih dari 35 tahun, yaitu sebanyak 84 orang. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Simbha, dkk dimana mayoritas pasien yang melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Payangan mayoritas berusia lebih dari 35 tahun, yaitu sebanyak 34 pasien (58,6%).9 Penelitian yang dilakukan oleh Yustitia, dkk di Puskesmas Tabanan III juga menunjukkan hasil serupa dimana sebagian besar pasien yang melakukan pemeriksaan IVA melalui metode see and treat berusia lebih dari 35 tahun yaitu sebanyak 64 pasien (63,4%) dengan jumlah pasien tertinggi berada di kelompok usia 36-45 tahun, yaitu sebanyak 41 pasien (40,6%).10 Menurut Ratnawati, dkk usia dapat berpengaruh pada deteksi dini kanker serviks dimana bertambahnya usia dapat membentuk persepsi yang baik terhadap deteksi dini kanker serviks, seperti lebih waspada dalam mencegah terjadinya kanker serviks.11 Jika dikaitkan dengan kanker serviks, bertambahnya usia merupakan salah satu faktor risiko timbulnya lesi prakanker serviks. Hal ini dikarenakan fungsi sistem imun yang semakin menurun seiring bertambahnya usia sehingga mengakibatkan infeksi HPV yang dialami menjadi menetap daripada mengalami regresi. Selain itu, usia yang semakin bertambah juga mengakibatkan terakumulasinya mutasi genetik yang berlangsung seiring waktu dan berujung pada terbentuknya sel-sel malignan.5, 9

Berdasarkan usia pertama kali menikah, jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan paling banyak menikah pada usia ≥ 20 tahun, yaitu sejumlah 142 pasien (91,6%). Hasil ini sama dengan hasil penelitian Sari, dkk dimana pasien yang menjalani

pemeriksaan IVA di Puskesmas Padang Pasir mayoritas pertama kali menikah pada usia ≥ 20 tahun, yaitu sejumlah 292 pasien (87,7%).12 Usia pertama kali menikah berhubungan dengan aktifitas seksual, dimana idealnya hubungan seksual pertama kali dilakukan saat sudah menikah. Semakin muda usia pertama kali menikah, maka kemungkinan semakin dini pula hubungan seksual dilakukan. Risiko terjadinya lesi prakanker serviks dapat meningkat apabila hubungan seksual dilakukan pada usia terlalu muda.11 Hubungan seksual yang dilakukan pada usia kurang dari 20 tahun menjadi salah satu faktor risiko timbulnya lesi prakanker serviks karena hal ini berhubungan dengan puncak aktifitas metaplasia sel pada zona transformasi serviks yang terjadi pada usia tersebut. Sel-sel mukosa serviks dikatakan baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas.5, 13

Berdasarkan pendidikan, sebagian besar pasien merupakan tamatan perguruan tinggi, yaitu sejumlah 94 pasien (60,6%). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Paremajangga, dkk di Puskesmas Bakunase Kota Kupang, dimana pasien paling banyak tamatan SMA, yaitu sejumlah 35 pasien (46,1%).14 Perbedaan hasil yang diperoleh ini dapat diakibatkan oleh perbedaan lokasi penelitian, dimana hal ini akan mempengaruhi karakteristik demografis pasien khususnya pendidikan terakhir. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh faktor budaya yang berbeda di masing-masing daerah serta bisa juga karena faktor ekonomi masyarakat di daerah tersebut yang mempengaruhi tingkat pendidikan yang ditempuh. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap keinginan untuk melakukan usaha skrining kanker serviks khususnya melalui pemeriksaan IVA, dimana tingkat pendidikan yang tinggi akan meningatkan kesadaran untuk melakukan skrining. Seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya akan

memiliki lebih banyak pengetahuan dan akses informasi sehingga dapat meningkatkan kesadaran untuk berperilaku positif khususnya dalam hal kesehatan yaitu deteksi dini kanker serviks.15

Berdasarkan pekerjaan, mayoritas pasien bekerja yaitu sejumlah 105 pasien (67,6%). Hasil ini sama dengan hasil yang diperoleh Pebrina, dkk pada penelitiannya yang dilakukan di Puskesmas Cibinong dimana sebagian besar pasien bekerja, yaitu sejumlah 27 pasien (61,4%). Motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu dapat dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Dengan bekerja, seseorang cenderung akan berinteraksi dengan banyak orang dimana hal ini dapat menambah informasi dan wawasan termasuk dalam hal kesehatan khususnya deteksi dini kanker serviks sehingga dapat memotivasi orang tersebut untuk melakukan deteksi dini. Selain itu, dengan bekerja, seseorang juga memperoleh seuatu penghasilan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan termasuk melakukan deteksi dini kanker serviks.16

Berdasarkan jenis kontrasepsi yang digunakan, pasien yang melakukan pemeriksaan IVA paling banyak menggunakan kontrasepsi IUD, yaitu sebanyak 76 pasien (49.0%). Hasil ini sama dengan hasil yang diperoleh Ratnawati dkk, dimana mayoritas pasien yang melakukan pemeriksaan menggunakan kontrasepsi non-hormonal, yaitu sejumah 14 pasien (46.7%).11 Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Pangesti, dkk yang dilakukan di Puskesmas Karanganyar, dimana pasien yang melakukan pemeriksaan IVA paling banyak menggunakan alat kontrasepsi suntik, yaitu sebanyak 20 pasien (26,3%).17 Sedangkan, jenis kontrasepsi berupa pil KB paling sedikit digunakan oleh pasien yang melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Mengwi I, yaitu sejumlah 2 pasien (1,3%). Hasil ini juga berbeda dengan hasil penelitian Pangesti dkk, dimana didapatkan jenis kontrasepsi yang paling sedikit digunakan oleh pasien adalah kontrasepsi MOW, yaitu sejumlah 4 orang (5,3%).17 Pemilihan kontrasepsi berkaitan dengan dengan preferensi dan kebutuhan pasien yang biasanya cenderung dihat dari efektivitas, harga, waktu, dan cara penggunaan.12, 18 Selain itu, angka paritas juga dikatakan dapat mempengaruhi pemilihan kontrasepsi yang digunakan, dimana semakin tinggi angka paritas akan meningkatkan kecenderungan seseorang untuk menggunakan kontrasepsi tertentu.19

Pada penelitian ini, pasien see and treat dengan paritas < 3, sebanyak 45 orang (49,5%) menggunakan IUD, 26 orang (28,6%) menggunakan kontrasepsi suntik, 17 orang (18,77%) tidak menggunakan kontrasepsi, 2 orang (2,2%) menggunakan pil KB, dan 1 orang (1,1%) menggunakan MOW. Pada pasien dengan paritas ≥ 3, sebanyak 31 orang (48,4%) menggunakan IUD, 23 orang (35,9%) menggunakan kontrasepsi suntik, 8 orang (12,5%) tidak menggunakan kontrasepsi, dan 2 orang (3,1%) menggunakan MOW. Pada penelitian ini pasien dengan paritas < 3 lebih banyak tidak menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan pasien yang memiliki paritas ≥ 3. Penelitian yang dilakukan Osmani dkk menunjukkan bahwa keinginan seorang wanita dalam menggunakan kontrasepsi meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah anak yang dimiliki. Penggunaan kontrasepsi dalam konteks ini dikatakan lebih ditujukan agar wanita tersebut tidak hamil lagi dibandingkan untuk memberi jarak kelahiran (birth spacing). 19, 20

Pada pasien see and treat di Puskesmas Mengwi I yang menunjukkan hasil IVA positif, sebagian besar yaitu sebanyak 6 orang (60%) menggunakan kontrasepsi suntik, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 3 orang (30%) menggunakan kontrasepsi IUD, dan 1 orang (10%) menggunakan pil KB. Jika dikaitkan dengan risiko timbulnya lesi prakanker serviks, penggunaan kontrasepsi hormonal seperti suntik dan pil KB khususnya dalam kurun waktu yang lama dapat meningkatkan risiko timbulnya lesi prakanker serviks melalui induksi proses onkogenesis secara langsung pada epitel serviks oleh estrogen yang terdapat dalam kontrasepsi hormonal tersebut.21

Berdasarkan keluhan kandungan yang dialami, pasien yang melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Mengwi I paling banyak tidak mengalami keluhan, yaitu sejumlah 43 pasien (27,7%). Hasil ini sama dengan hasil yang diperoleh Yustitia dkk, dimana mayoritas pasien yang melakukan skrining tidak mengalami keluhan kandungan, yaitu sejumlah 54 pasien (53,5%).10 Kanker serviks pada stadium awal atau pada tahap lesi prakanker umumnya tidak menimbulkan gejala sehingga sulit diketahui keberadaannya jika tidak dilakukan skrining. Gejala biasanya baru muncul pada tahap invasif atau stadium lanjut.5 Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya melakukan skrining kanker serviks agar keberadaan lesi prakanker dapat dideteksi lebih awal sehingga tindakan penanganan dapat segera dilakukan untuk mencegah berkembangnya kanker invasif yang cenderung lebih sulit ditangani.

Gejala seperti perdarahan abnormal (perdarahan setelah senggama, perdarahan di luar haid) dan keputihan yang abnormal umumnya dapat ditemukan pada kanker serviks invasif. Pada stadium lanjut, gejala yang timbul umumnya berupa nyeri pada perut bawah atau panggul.22 Pada pasien see and treat di Puskesmas Mengwi I yang menunjukkan hasil IVA positif, sebagian besar pasien yaitu sebanyak 5 orang (50%) mengalami keputihan. Keputihan abnormal yaitu keputihan yang berbau, berwarna dan timbul secara berlebihan dapat menjadi salah satu gejala kanker serviks, dimana gejala ini timbul akibat peningkatan fungsi sekretorik dari kelenjar serviks yang disebabkan oleh rangsangan lesi kanker serviks.23 Selain itu, sebanyak 2 pasien (20%) IVA positif tidak mengalami keluhan dan 2 pasien mengalami perdarahan abnormal (perdarahan di luar haid, perdarahan setelah senggama), serta 1 pasien (10%) mengalami keluhan nyeri saat senggama. Perdarahan abnormal seperti perdarahan yang muncul setelah senggama dan perdarahan di luar haid merupakan gejala utama dari kanker serviks, dimana gejala ini ditemukan pada 70-80% penderita kanker serviks dan 6,817,8% pada kasus lesi prakanker serviks. Munculnya perdarahan abnormal menandakan kanker serviks telah menyebar ke jaringan di sekitarnya. Meski merupakan gejala penting, perdarahan yang terjadi seringkali dianggap hal biasa oleh sebagian wanita sehingga sedikit yang memeriksakan diri ke dokter. Hal ini dapat menyebabkan kanker serviks terlambat untuk dideteksi sehingga penanganannya juga menjadi tertunda.24

Berdasarkan paritas, mayoritas pasien yang melakukan pemeriksaan IVA dalam program See and Treat di Puskesmas Mengwi I memiliki kurang dari 3 anak, yaitu sejumlah 91 pasien (58,7%). Hasil serupa juga diperoleh Pangesti dkk, dimana pasien yang melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Karanganyar sebagian besar memiliki 2 anak, yaitu sejumlah 20 pasien (26,3%).17 Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor pendidikan

individu tersebut, dimana pasien See and Treat di Puskesmas Mengwi I mayoritas tamatan perguruan tinggi. Tingkat pendidikan Ibu yang semakin tinggi akan cenderung menurunkan paritas. Pendidikan yang ditempuh dapat mempengaruhi Ibu dalam berpikir realistis dalam memiliki jumlah anak yang ideal, sehingga dapat menurunkan paritas.25

Pada pasien see and treat di Puskesmas Mengwi I yang menunjukkan hasil IVA positif, sebagian besar (60%) memiliki ≥ 3 anak. Jika dikaitkan dengan risiko kanker serviks, paritas dapat menjadi salah satu faktor risiko kanker serviks, dimana semakin tinggi angka paritas risiko terjadinya kanker serviks juga akan meningkat.5 Wanita yang memiliki paritas ≥ 3 dikatakan memiliki risiko 2,6 lebih tinggi untuk menderita kanker serviks.26 Wanita dengan paritas tinggi memiliki risiko lebih tinggi terkait timbulnya lesi prakanker serviks karena kemungkinan terjadinya transformasi sel dan trauma pada serviks yang akhirnya menimbulkan infeksi HPV persisten akan semakin meningkat akibat terjadinya eversi epitel kolumner serviks pada masa kehamilan yang menyebabkan dinamika baru epitel metaplastik imatur.19 Selain itu, proses melahirkan akan menimbulkan trauma pada organ reproduksi yang akan memudahkan masuknya HPV ke dalam tubuh, sehingga seringnya seorang ibu melahirkan akan mengakibatkan risiko terjadinya lesi prakanker serviks juga akan meningkat.5, 14, 21

Berdasarkan hasil pemeriksaan IVA, sejumlah 10 pasien (6,5%) menunjukkan hasil positif. Mayoritas pasien menunjukkan hasil pemeriksaan IVA negatif, yaitu sejumlah 145 pasien (93,5%). Hasil penelitian yang diperoleh Sari dkk pada penelitiannya yang dilakukan di Puskesmas Padang Pasir juga memperoleh hasil serupa dimana mayoritas pasien menunjukkan hasil pemeriksaan IVA negatif, yaitu sejumlah 293 pasien (88,0%).12 Penelitan yang dilakukan Ratnawati dkk di Puskesmas Imogiri I Bantul juga memperoleh hasil sama, dimana mayoritas pasien yang melakukan pemeriksaan IVA menunjukkan hasil negatif, yaitu sejumlah 27 pasien (90,0%).11 Jumlah pasien IVA positif di wilayah kerja Puskesmas Mengwi I ini masih berada dalam rentang jumlah IVA positif di masyarakat yang ditoleransi WHO yaitu 5-15%.27

Berdasarkan tindakan yang dijalani, seluruh pasien yang menunjukkan hasil pemeriksaan IVA postif yaitu sejumlah 10 pasien (100%) menjalani tindakan krioterapi. Hal ini sejalan dengan penelitian Yustitia dkk, dimana seluruh pasien yang menunjukkan hasil IVA positif di Puskesmas Tabanan III yaitu sebanyak 11 pasien (100%) menjalani krioterapi.10 Pasien yang menunjukan hasil pemeriksaan IVA positif di Puskesmas Mengwi I seluruhnya dapat menjalani tindakan krioterapi karena ketersediaan alat yang memadai dan kondisi alat yang masih berfungsi dengan baik, persetujuan dari pihak pasien, dan kondisi pasien yang memenuhi kriteria untuk dilakukan tindakan krioterapi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien yang menjalani Program See and Treat di Puskesmas Mengwi I berusia lebih dari 35 tahun, pertama kali menikah pada usia lebih dari atau sama dengan 20 tahun, mayoritas berpendidikan tinggi dan bekerja, menggunakan kontrasepsi IUD, tidak mengalami keluhan pada saat menjalani pemeriksaan, serta memiliki jumlah anak kurang dari 3.

Berdasarkan hasil pemeriksaan IVA yang dilakukan, hanya sebagian kecil pasien yang menunjukkan hasil positif. Seluruh pasien yang menunjukkan hasil IVA positif diberikan tindakan penanganan berupa krioterapi.

SARAN

Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah penduduk wanita di wilayah kerja Puskesmas Mengwi I yang menjalani program see and treat masih kurang dari target cakupan yaitu baru mencakup 1,39% dari target cakupan 40%, maka sebaiknya edukasi mengenai deteksi dini kanker serviks lebih ditingkatkan lagi agar kesadaran masyarakat dalam hal deteksi dini kanker serviks juga semakin meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Bray, F., Soerjomataram, I., Jemal, A., J., R., Torre, L. and Siegel, Ferlay. 2018. Global cancer statistics 2018: Globocan estimates of incidence and mortality worldwide for 36 cancers in 185 countries. CA: A Cancer Journal for Clinicians, 2018;68(6): 394-424.

  • 2.    World Health Organization (WHO). 2020. Cancer

Today.                Diunduh                dari

http://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/cancers/23-Cervix-Uteri-fact-sheet.pdf, pada 24 September 2020.

  • 3.    Maharani, E. 2017. Penderita Kanker Serviks di Indonesia Tempati Urutan Kedua. Diunduh dari:https://www.google.co.id/amp/m/republika.co.id/, pada 26 Maret 2018.

  • 4.    Robbins, S., Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., Cotran, R. Pathologic basis of disease. 9th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier; 2015. h.1003-1004.

  • 5.    Hoffman, Halvorson, L., Bradshaw, K. and B., Schorge, J. Williams Gynecology. 3rd ed. New York, N.Y.: McGraw-Hill Education LLC;2016. h. 630-631.

  • 6.    Nuranna, L., S., Budiningsih., Aziz1, M.F., Peters,

A.A.W., Cornain, S., Siregar, B., S., Purwoto, G.,

Purbadi. 2012. Cervical cancer prevention program in Jakarta, Indonesia: See and Treat model in developing country. J Gynecol Oncol, 2012;23(3):147-152.

  • 7.    Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung, 2019. Kecamatan Mengwi Dalam Angka. Badung: BPS Kabupaten Badung, pp.18-20.

  • 8.    Kemenkes. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2015. Diunduh dari:

http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PM

K_No._34_ttg_Penanggulangan_Kanker_Payudara_dan _Leher_Rahim_.pdf pada: 25 Oktober 2020.

  • 9.    Simbha, M.C., Yuliyatni, C.D., Ani, L.S. Faktor Risiko Lesi Praknaker Leher Rahim Pada Wanita Pasangan Usia Subur yang Melakukan Pemeriksaan IVA di Puskesmas Payangan Tahun 2016. Jurnal Medika Udayana, 2019;8(6): 1-8.

  • 10.    Yustitia, R.R., Mayura, I.G.P.M., Prevalensi Pasien IVA Positif Melalui Metode See and Treat di

Puskesmas Tabanan III Kabupaten Tabanan Periode Bulan Januari-Juni 2014. E-Jurnal Medika, 2016;5(11): 1-5.

  • 11.    Ratnawati, A.E., Mudatin, A. Gambaran Karakteristik Wanita Usia Subur yang Telah Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Puskesmas Imogiri I Bantul Tahun 2017. Jurnal Ilmu Kebidanan, 2017;4(1): 17-28.

  • 12.    Sari, D.F., Fizria, L., Gambaran Karakteristik dan Hasil Pelaksanaan Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) pada Ibu Pasangan Usia Subur di Puskesmas Padang Pasir. Menara Ilmu, 2017;11(77): 71-78.

  • 13.    Fitrisia, C.A., Khambri, D., Utama, B.I., Muhammad, S., Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Lesi Prakanker Serviks pada Wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Bungo 1. Jurnal Kesehatan Andalas, 2019;8(4): 33-43.

  • 14.    Paremajangga, R.A., Ndoen, H.I., Riwu, Y.R., Faktor Risiko yang Berhubungan Dengan Kejadian Lesi Prakanker Serviks (IVA+) di Puskesmas Bakunase Kota Kupang Tahun 2019. Media Kesehatan Masyarakat, 2020;2(1): 1-9

  • 15.    Siwi, R.P., Trisnawati, Y. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) Dalam Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Pasangan Usia Subur. Global Health Science, 2017;2(3): 220-225.

  • 16.    Pebrina, R., Kusmiyanti, M., Surianto, F. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Puskesmas Cibinong Tahun 2019. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan. 2019;3(2):106-113.

  • 17.    Pangesti, N.A., Nurlaila, Cokroaminoto. Nurlaila. 2012. Gambaran karakteristik Wanita Subur (WUS) yang Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Puskesmas Karanganyar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 2012;8(2): 81-94.

  • 18.    Ningrum, R.D dan Fajarsari, D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Ibu Mengikuti Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Kabupaten Banyumas Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kebidanan, 2013;4(1): 1-14.

  • 19.    Osmani, A.K., Hamajima, J.A., Osmani A.R., N.,

Reyer. Factors influencing contraceptive use among women in Afghanistan:  secondary analysis of

Afghanistan Helath Survey 2012. Nagoya J Med Sci. 2015;77(4):551-561.

  • 20.    Sensoy, Tuncel, B., Yilma, Y., Akturan, S., M., Tuz, C., N., Korkut. Factors affecting the attitudes of women toward family planning. IntechOpen family planning. 2018;3:1-19.

  • 21.    Enggoa, F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Lesi Pra Kanker. Jurnal Media Kesehatan, 2018;11(1):039-045.

  • 22.    Andrijono, Purwanto, G., Primariadewi, Sekarutami, S.M., Handjari, D.R., Witjaksono, F., Nuhonni, S.A.,

Manikan, N.R.M., Octovia, L.I. 2015. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Diunduh dari: kanker.kemkes.go.id pada 3 Mei 2018

  • 23.    Ratnasari, N. dan Toyibah, A. Hubungan Masa Bekerja Wanita Pekerja Pabrik Rokok Dengan Kejadian Lesi Prakanker Serviks. Jurnal Berkala  Epidemiologi,

2018;6(1):69-76.

  • 24.    Tarney, C. dan Han, J. Postcoital Bleeding: A Review on Etiology, Diagnosis, and Management. Obstetrics and Gynecology International, 2014:1-8.

  • 25.    Putri, D.S., Kuspriyanto. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Paritas di Kecamatan Turi kabupaten Lamongan. Swara Bhumi, 2017;5(3): 27-33.

  • 26.    American Cancer Society. 2020. Cervical Cancer Symptoms | Signs Of Cervical Cancer. diunduh dari: https://www.cancer.org/cancer/cervical-cancer/detection-diagnosis-staging/signs-symptoms.html. pada 19 November 2020.

  • 27.    Mayura, I.,  2010. Profil Pelaksanaan Kegiatan

Program See and Treat di Tiga Kabupaten di Bali 2004-2005. Universitas Udayana. Diunduh dari: https://docplayer.info/64823297-Profil-pelaksanaan-kegiatan-program-see-and-treat-di-tiga-kabupaten-di-bali-dr-i-gusti-putu-mayun-mayura-spog.html. Pada: 25 Oktober 2020

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i12.P09

50