JMU            ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.7,JULI, 2021

Jurnal medika udayana        )    I—⅛ΓΛ Λ I DIRECTORY OF


∕                 OPEN ACCESS

∕ IJOURNALS

Diterima: 2020-12-01. Revisi: 22 -07- 2021 Accepted: 29-07-2021

HUBUNGAN JENIS KELAMIN, JENIS VISUAL DISPLAY TERMINAL, DAN DURASI ISTIRAHAT DENGAN DIGITAL EYE STRAIN PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS UDAYANA ANGKATAN 2018-2019

Aldie Handoko1, Muliani2, I Nyoman Gede Wardana2, Yuliana2 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Koresponding author: Aldie Handoko e-mail: aldiehandoko@gmail.com

ABSTRAK

Semua orang pasti menggunakan Visual Display Terminal (VDT) seperti laptop, komputer, tablet, dan smartphone dalam kegiatan sehari-harinya. Penggunaan VDT dalam jangka waktu lama akan menyebabkan sekumpulan gejala yang disebut Digital Eye Strain (DES). Penelitian tentang DES yang ada di Indonesia masih tergolong kurang. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap DES dianalisis dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat analitik cross-sectional dengan menggunakan kuesioner online. Sampel yang digunakan adalah 209 mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018-2019. Sampel diperoleh dengan metode purposive sampling. Data yang diambil berupa usia, jenis kelamin, jenis VDT, durasi istirahat, dan gejala yang dialami. Dilakukan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi-square yang ditampilkan dalam bentuk narasi dan tabel. Sebanyak 78 mahasiswa laki-laki (37,3%) dan 131 mahasiswa perempuan (62,7%) mengisi kuesioner online penelitian ini. Sebanyak 120 mahasiswa (57,4%) mengalami gejala DES, 170 mahasiswa (81,3%) menggunakan VDT genggaman, dan 112 mahasiswa (53,6%) beristirahat kurang dari 10 menit. Hasil analisis menunjukkan jenis kelamin perempuan (p = 0,024; 95% IK : 1,022 – 1,745) dan durasi istirahat kurang dari 10 menit (p < 0,001; 95% IK : 1,424 – 2,453) memiliki hubungan yang signifikan dengan DES. Dapat disimpulkan bahwa perempuan lebih berisiko terkena DES dan istirahat dengan durasi setidaknya 10 menit setelah penggunaan VDT menurunkan risiko DES.

Kata kunci: digital eye strain, jenis kelamin, durasi istirahat.

ABSTRACT

Everyone is using Visual Display Terminal (VDT) such as laptop, computer, tablet, and smartphone in their daily lives. Long-term usage of VDT will cause a group of symptoms known as Digital Eye Strain (DES). Research regarding DES in Indonesia is considerably low. Contributary factors of DES were identified in this research. This analytical study was using a cross-sectional design with an online self-administered questionnaire. Two hundred and nine medical students of Udayana University class 2018-2019 were chosen by purposive sampling and participated in the research. The collected data were respondents’ age, sex, types of VDT, break duration, and symptoms. Univariate analysis and chi-square analysis were done and presented in narratives and tables. Seventy-eight male students (37.3%) and 131 female students (62.7%) completed the online questionnaire. One hundred and twenty students (57.4%) had DES symptoms, 170 students (81.3%) were using handheld VDT and 112 students (53.6%) had less than 10 minutes break. The analysis revealed that female sex (p = 0.024; 95% CI: 1.022 – 1.745) and less than 10 minutes break (p < 0.001; 95% CI: 1.424 – 2.453) were significantly associated with DES. It can be concluded that female has a higher risk of DES and taking breaks for at least 10 minutes after using VDT decreases the risk of DES.

Keywords: digital eye strain, sex, break duration.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum                                                          19

doi:10.24843.MU.2020.V10.i7.P04

PENDAHULUAN

Teknologi pada saat ini berkembang dengan sangat pesat dan dinikmati oleh semua orang. Hal ini didukung oleh fakta bahwa hampir semua orang pasti memiliki dan menggunakan Visual Display Terminal (VDT) seperti laptop, komputer, tablet, dan smartphone dalam kegiatan sehari-harinya. Mata manusia tidak diciptakan untuk melihat gambar-gambar yang dibuat oleh pixel pada VDT sehingga mata akan kesulitan mempertahankan fokus dalam waktu yang lama dan menjadi cepat lelah.1 Kondisi ini termasuk dalam salah satu gejala sebuah gangguan yang disebut Digital Eye Strain (DES). Digital Eye Strain adalah sekumpulan gejala yang disebabkan oleh pemakaian VDT.2,3

Prevalensi DES secara global berkisar antara 64% hingga 90 % dari pengguna VDT dengan jumlah penderita mencapai 60 juta orang per tahunnya. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa di Chennai menyebutkan bahwa prevalensi DES pada mahasiswa kedokteran sebesar 78,6%.4 Penelitian mengenai DES di Indonesia sendiri masih termasuk kurang. Penelitian yang dilakukan pada pegawai bank di Pekanbaru menunjukkan sekitar 75% pegawai menderita DES dengan keluhan yang paling sering mata lelah, nyeri leher, nyeri bahu, nyeri punggung, serta mata kering.5

Faktor-faktor yang berkontribusi dalam kejadian DES adalah faktor karakteristik individual (jenis kelamin, usia, kelainan refraksi, dan frekuensi berkedip), faktor karakteristik penggunaan VDT (jenis VDT, jarak VDT, durasi penggunaan dan durasi istirahat), dan faktor karakteristik lingkungan (pencahayaan).2,3,6

Penelitian ini bertujuan mengetahui adanya hubungan antara jenis kelamin, jenis VDT, dan durasi istirahat dengan DES pada mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter (PSSKPD) Universitas Udayana angkatan 2018-2019.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan cross sectional dengan instrumen berupa kuesioner online. Penelitian dilaksanakan secara online dari bulan Maret sampai September 2020. Sampel pada penelitian diambil dari populasi mahasiswa PSSKPD Universitas Udayana angkatan 2018-2019 dengan kriteria inklusi berupa mahasiswa PSSKPD Universitas Udayana angkatan 2018-2019 yang bersedia mengisi kuisioner online. Kriteria eksklusi yang digunakan adalah mahasiswa yang tidak memiliki VDT dan memiliki kelainan refraksi.

Dua ratus sembilan mahasiswa berpartisipasi sebagai sampel dalam penelitian ini. Sampel ditentukan dengan metode purposive sampling. Jumlah sampel dihitung dengan rumus besar sampel analitik data https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V10.i7.P04

kategorikal dan didapatkan jumlah sampel minimal yang diperlukan sebanyak 189 sampel. Data yang diambil adalah usia, jenis kelamin, jenis VDT, durasi istirahat, dan gejala yang dialami. Dilakukan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk narasi dan tabel. Program SPSS versi 25 digunakan untuk analisis data penelitian.

Izin penelitian diperoleh dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan keterangan kelaikan etik (ethical clearance) No: 65/UN14.2.2.VII.14/LP/2020.

HASIL

Tabel 1 Karakteristik sampel

Karakteristik

Jumlah (N=209)

Persentase (%)

Angkatan

2018

88

42,1

2019 Usia

121

57,9

17 tahun

2

1

18 tahun

29

13,9

19 tahun

98

46,9

20 tahun

73

34,9

21 tahun

5

2,4

22 tahun Jenis kelamin

2

1

Laki-laki

78

37,3

Perempuan

Jenis VDT

131

62,7

VDT

170

81,3

genggaman

39

18,7

VDT meja Durasi istirahat

Tidak cukup

(<10 menit)

112

53,6

Cukup (≥ 10 menit)

DES

97

46,4

Ya

120

57,4

Tidak

89

42,6

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sampel terdiri dari 88 mahasiswa angkatan 2018 (42,1%) dan 121 mahasiswa angkatan 2019 (57,9%) dengan mayoritas sampel berusia 19 tahun (46,9%) dan didominasi oleh mahasiswa perempuan (62,7%). Sebagian besar sampel mengeluhkan adanya gejala DES (57,4%). Mayoritas sampel menggunakan VDT genggaman (81,3%) dan tidak cukup istirahat (53,6%).

Tabel 2 Uji reliabilitas cronbach-alpha

Jumlah subjek

Cronbach-alpha

Total sampel

209

0,887

Uji reliabilitas cronbach-alpha (Tabel 2) dilakukan untuk menguji konsistensi dan reliabilitas gejala-gejala yang dipelajari. Nilai cronbach-alpha pada penelitian ini adalah 0,887 yang berarti gejala-gejala yang dipelajari secara konsisten dan reliabel merujuk pada sindrom yang sama.

  • ■    Nyai bahu ■ Nyai leher

  • ■    Paudangau gauda Paudaugau kabui'

  • ■    Mata berak ■ Mata perih

  • ■    Mata gatal ■ Mata merah

  • ■    Nyai kepala ■ Mata tegaug

Gambar 1 Gejala digital eye strain

Gejala yang paling banyak dialami oleh sampel adalah nyeri leher (38,3%), mata berair (37,3%), dan mata perih (37,3%). Gejala yang paling sedikit dialami oleh sampel adalah pandangan ganda (12,4%) (Gambar 1).

sampel perempuan 1,336 kali lebih tinggi dibandingkan sampel laki-laki.

Tabel 4 Hasil uji chi-square hubungan jenis VDT dengan digital eye strain

Jenis VDT

Digital eye strain

Nilai P

PR (95% IK)

Ya f   %

Tidak

F

%

VDT genggaman

98  57,6

72

42,4

0,888

1,022 (0,754

VDT meja

22  56,4

17

43,6

1,386)

Sebanyak 57,6% mahasiswa yang menggunakan VDT genggaman mengalami DES. Hasil uji chi-square antara jenis VDT dengan DES (Tabel 4) menunjukkan nilai p = 0,888 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0,05). Hasil kalkulasi risk estimate menunjukkan PR = 1,022 (95% IK; 0,754 – 1,386).

Tabel 5 Hasil uji chi-square hubungan durasi

istirahat dengan digital eye strain

Durasi

Digital eye strain

Nilai

PR

Ya

Tidak

(95%

istirahat

P

f   %

f   %

IK)

Tidak

82  73,2

30  26,8

1,869

cukup

0,000

(1,424

Cukup

38  39,2

59  60,8

2,453)

Sebanyak 73,2% mahasiswa yang tidak cukup istirahat mengalami DES. Hasil uji chi-square antara durasi istirahat dengan DES (Tabel 5) menunjukkan nilai p < 0,001 yang artinya ada hubungan yang signifikan. Hasil kalkulasi risk estimate menunjukkan PR = 1,869 (95% IK; 1,424 – 2,453) yang artinya risiko terjadinya DES pada sampel yang tidak cukup istirahat 1,869 kali lebih tinggi dibandingkan sampel yang cukup istirahat.

PEMBAHASAN

Tabel 3 Hasil uji chi-square hubungan jenis

kelamin dengan digital eye strain

Jenis kelamin

Digital eye strain

Nilai P

PR (95% IK)

Ya

Tidak

f   %

f

%

Perempuan

83  63,4

48

36,6

1,336

Laki-laki

37  47,4

41

52,6

0,024

(1,022

1,745)

Sebanyak 63,4% sampel perempuan mengalami DES. Hasil analisis (Tabel 3) menunjukkan hubungan yang signifikan dengan nilai p = 0,024 (p ≤ 0,05). Hasil kalkulasi risk estimate menunjukkan PR = 1,336 (95% IK; 1,022 – 1,745) yang artinya risiko terjadinya DES pada

Mata kering adalah salah satu kondisi yang muncul pada DES dan ditandai dengan beberapa gejala, yaitu mata merah, gatal, perih, dan berair. Mata memiliki mekanisme sendiri untuk mencegah mata kering, yaitu adanya lapisan air mata yang melapisi dan melembabkan bola mata. Jenis kelamin mempengaruhi stabilitas dari lapisan air mata. Perempuan memiliki lapisan air mata yang lebih cepat menipis dibanding laki-laki sehingga mata perempuan cenderung lebih mudah kering.7

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 63,4% sampel wanita mengalami DES. Hasil analisis menunjukkan jenis kelamin berhubungan signifikan dengan DES. Penelitian pada pegawai kantor di Sri Lanka3 dan radiolog di Arab Saudi7 memperoleh hasil yang selaras dengan penelitian 21

ini. Kedua penelitian tersebut menyatakan bahwa perempuan memliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami DES dibanding laki-laki.

Penggunaan VDT genggaman seperti tablet dan smartphone dapat dikaitkan dengan kejadian DES. Hal ini dikarenakan VDT genggaman sering digunakan pada beragam kondisi pencahayaan, ukuran layar dan tulisan yang lebih kecil, dan jarak melihat yang cukup dekat dibanding dengan penggunaan komputer dan laptop, menyebabkan stres yang lebih berat pada mata.2

Hasil analisis penelitian ini menunjukkan jenis VDT tidak berhubungan signifikan dengan DES. Hasil ini tidak selaras dengan teori dan penelitian yang ada.2,8 Hal ini disebabkan oleh postur ergonomis tubuh yang salah saat penggunaan kedua jenis VDT dan faktor lingkungan seperti adanya pantulan cahaya (silau) pada layar VDT yang berasal dari sumber lain (jendela dan lampu penerangan) sehingga stres pada mata bertambah.

Sebagian besar sampel tidak cukup istirahat (73,2%). Durasi istirahat yang cukup adalah setidaknya 10 menit setelah penggunaan VDT. Istirahat yang dimaksud adalah kondisi mata tidak berakomodasi, seperti saat memejamkan mata atau melihat benda yang jauh. Istirahat yang cukup dikaitkan dengan penurunan risiko DES karena dengan istirahat yang cukup akan mengurangi stres pada mata.9 Hasil analisis menunjukkan durasi istirahat berhubungan signifikan dengan DES. Penelitian di Malaysia memperoleh hasil yang selaras dengan penelitian ini.9

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner online memiliki kelemahan yaitu kemungkinan terjadinya recall bias atau kesalahan responden dalam mengingat informasi yang ditanyakan. Sampel mungkin saja menggunakan kedua jenis VDT, baik VDT genggaman maupun VDT meja, secara bersamaan dengan frekuensi yang sama sehingga ada kemungkinan terjadinya bias informasi. Gejala DES merupakan gejala subjektif akibat adanya perbedaan ambang ketahanan tiap orang.

SIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menunjukkan jenis kelamin dan durasi istirahat memiliki hubungan yang signifikan dengan DES pada mahasiswa PSSKPD Universitas Udayana angkatan 2018-2019, yaitu perempuan lebih berisiko terkena DES dan istirahat yang cukup, setidaknya 10 menit setelah penggunaan VDT, dapat menurunkan risiko DES. Jenis VDT tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan DES pada mahasiswa PSSKPD Universitas Udayana angkatan 2018-2019.

Mahasiswa PSSKPD Universitas Udayana angkatan 2018-2019 sebaiknya melakukan pemeriksaan mata secara berkala untuk mencegah terjadinya penyakit seperti DES, serta beristirahat yang cukup setelah menggunakan VDT dengan cara memejamkan mata atau melihat ke arah benda yang jauh agar mata tidak cepat lelah. Peneliti lain yang melakukan penelitian serupa sebaiknya melakukan pengukuran gejala DES dengan metode yang lebih objektif seperti dengan mengukur critical flicker-fusion frequency.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Dessie A, Adane F, Nega A, Wami SD, Chercos DH. Computer vision syndrome and associated factors among computer users in Debre Tabor town, Northwest Ethiopia. J Environ Public Health. 2018;2018.

  • 2.    Gowrisankaran S, Sheedy JE. Computer vision syndrome: A review. Albin TJ, ed. Work. 2015;52(2):303–314.

  • 3.    Ranasinghe P, Wathurapatha WS, Perera YS, dkk. Computer  vision  syndrome among

computer office workers in a developing

country: an evaluation of prevalence and risk factors. BMC Res Notes. 2016;9(1):150.

  • 4.    Logaraj M, Madhupriya V, Hegde S. Computer vision syndrome and associated factors among medical and engineering students in Chennai. Ann Med Health Sci Res. 2014;4(2):179.

  • 5.    Nopriadi, Pratiwi Y, Leonita E, Tresnanengsih E. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Computer Vision Syndrome pada Karyawan Bank. J MKMI. 2019;15(2):111–119.

  • 6.    Rosenfield M. Computer vision syndrome (a.k.a. digital eye strain). Optom Pract. 2016;17(February):1–10.    Diunduh dari:

https://www.researchgate.net/publication/29590 2618

  • 7.    Al Dandan O, Hassan A, Al Shammari M, Al Jawad M, Alsaif HS, Alarfaj K. Digital Eye Strain Among Radiologists: A Survey-based Cross-sectional Study. Acad Radiol. 2020;(5):1–7.

  • 8.    Mowatt L, Gordon C, Santosh ABR, Jones T. Computer vision syndrome and ergonomic practices among undergraduate university students. Int J Clin Pract. 2018;72(1).

  • 9.    Rahman ZA, Sanip S. Computer User: Demographic and Computer Related Factors that Predispose User to Get Computer Vision Syndrome. Int J Business, Humanit Technol. 2011;1(2):84–91.     Diunduh     dari     :

www.ijbhtnet.com

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V10.i7.P04

22