ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.7,JULI, 2021


Diterima: 2020-11-26. Revisi: 23 -12- 2020 Accepted: 29-07-2021

KARAKTERISTIK IBU YANG MENJALANI KRIOTERAPI DI TIGA PUSKESMAS KOTA DENPASAR SELAMA TAHUN 2017-2019 Putu Nadira Widyakania1, Tjokorda Gde Agung Suwardewa2, I Nyoman Gede Budiana2, I Nyoman Bayu Mahendra2

  • 1 .Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2.Departemen Obstetrik dan Ginekologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar Koresponding author: Tjokorda Gde Agung Suwardewa

Email: suwardewa_tjok@yahoo.com

ABSTRAK

Krioterapi merupakan metode menghancurkan jaringan dan membekukan sel abnormal menggunakan gas CO2 atau N2O. Pada pelayanan primer, sebelum dilakukan tindakan krioterapi, pasien melakukan deteksi dini lesi prakanker serviks menggunakan tes Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Dalam pemeriksaan ini, apabila ditemukan IVA positif maka akan dilakukan pengobatan dengan krioterapi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik ibu yang menjalani krioterapi di tiga puskesmas Kota Denpasar selama tahun 20172019. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif observasional dengan metode potong lintang dan dilakukan di Puskesmas I Denpasar Selatan, Puskemas IV Denpasar Selatan dan Puskesmas I Denpasar Timur. Sampel diambil dari populasi berdasarkan kriteria inklusi yaitu ibu dengan IVA positif dan kriteria eksklusi meliputi puskesmas dengan data rekam medis yang tidak lengkap. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 24 untuk mendapatkan karakteristik ibu yang menjalani krioterapi berdasarkan usia, usia pertama kali melakukan hubungan seksual, jumlah pasangan, paritas, alat kontrasepsi dan merokok. Hasil penelitian menunjukan mayoritas karakteristik ibu yang menjalani krioterapi di tiga puskesmas Kota Denpasar selama tahun 20172019 memiliki usia ≥ 30 tahun (69,0%), usia pertama kali melakukan hubungan seksual ≤ 20 tahun (58,6%), memiliki 1 pasangan seksual (100%), memiliki paritas sebanyak ≤ 2 anak (72,4%), menggunakan alat kontrasepsi hormonal (51,7%), dan tidak merokok (86,2%).

Kata kunci : Krioterapi, Puskesmas, IVA Positif

ABSTRACT

Cryotherapy is a method of destroying tissue and freezing abnormal cells using CO2 or N2O gas. In primary health care, before cryotherapy is done, the patient performs early detection of cervix precancerous lesions by using Visual Inspection with Acetic Acid (VIA). In this examination, if positive VIA is found, treatment can be done by cryotherapy. This research aims to know characteristics of mothers undergoing cryotherapy in three public health centers in Denpasar City during 2017-2019. The research was used descriptive observational study with cross sectional method and conducted at Puskesmas I Denpasar Selatan, Puskemas IV Denpasar Selatan and Puskesmas I Denpasar Timur. Samples were taken from the population based on inclusion criteria included mother with VIA positive and exclusion criteria included public health centers with incomplete medical record. Data were analyzed using SPSS version 24 to obtain characteristics of mothers undergoing cryotherapy based on age, age at first sexual intercourse, sexual partners, parity, contraception and smoking. The research showed that characteristics of mothers undergoing cryotherapy at three public health centers in Denpasar City during 2017-2019 are in age of ≥ 30 years old (69.0%), age at first sexual intercourse ≤ 20 years old (58.6%), have 1 sexual partner (100%), have parity ≤ 2 children (72.4%), use hormonal contraception (51.7%), and did not smoke (86.2%).

Keywords : Cryotherapy, Primary health care, positive VIA

PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada perempuan di dunia dan mengakibatkan kematian yang cukup tinggi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi Human papillomavirus (HPV). Berdasarkan data WHO (2014) pada tahun 2012, kejadian kanker serviks terjadi sebanyak 528.000 dan 266.000 wanita meninggal akibat penyakit ini. Sekitar 90% dari kasus kanker serviks terjadi di negara berkembang.1 Di Bali, angka kejadian kanker serviks mencapai 43 orang per 100.000 penduduk dan sebanyak 533.000 wanita dikelompokan dalam wanita berisiko. Pada tahun 2009, insiden kanker serviks di Kota Denpasar mencapai 703 kasus.2 Tingginya morbiditas dan mortalitas kanker serviks di negara berkembang disebabkan karena rendahnya cakupan serta terbatasnya informasi mengenai deteksi dini dan pengobatan lesi prakanker.

Pada pelayanan tingkat primer dengan sarana dan prasarana yang tersedia dapat melakukan deteksi dini lesi prakanker menggunakan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Pemeriksaan ini dilakukan secara single visit approach (SVA) atau see and treat program. Dalam pemeriksaan, apabila ditemukan hasil positif maka akan diobati dengan metode krioterapi oleh dokter atau bidan pada layanan primer di hari yang sama dengan dilakukannya pemeriksaan. Metode single visit approach bertujuan agar menghindari kunjungan berulang oleh pasien dan mengurangi ketidakhadiran pada kunjungan selanjutnya.3

Kota Denpasar adalah salah satu kota di Provinsi Bali dengan fasilitas kesehatan yang memadai sehingga dapat menjangkau segenap masyarakat untuk memperoleh status kesehatan yang baik. Dalam meningkatkan pemerataan kesehatan di Kota Denpasar, terdapat 11 puskesmas yang dapat melakukan deteksi dini lesi prakanker dan krioterapi. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik ibu yang menjalani krioterapi di tiga puskesmas Kota Denpasar selama tahun 2017-2019.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif observasional dengan metode cross sectional dan dilakukan di Puskesmas I Denpasar Selatan, Puskesmas IV Denpasar Selatan dan Puskesmas I Denpasar Timur. Variabel yang terdapat dalam penelitian ini yaitu usia, usia pertama kali melakukan hubungan seksual, jumlah pasangan, paritas, penggunaan alat kontrasepsi dan

kebiasaan merokok. Data diperoleh melalui data sekunder yaitu rekam medis ibu yang menjalani krioterapi di tiga puskesmas Kota Denpasar selama tahun 2017-2019.

HASIL

Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 29 sampel. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria inklusi yaitu ibu dengan IVA positif dan kriteria eksklusi yaitu puskesmas dengan data rekam medis yang tidak lengkap.

Tabel 1 Sampel terbanyak pada kategori usia ≥ 30 tahun (69,0%), usia pertama kali melakukan hubungan seksual ≤ 20 tahun (58,6) dan seluruh sampel memiliki 1 pasangan seksual (100%). Sebagian besar sampel memiliki paritas ≤ 2 anak (72,4%), menggunakan alat kontrasepsi hormonal (15%) dan tidak memiliki kebiasaan merokok (86,2%).

Tabel 1. Distribusi karakteristik ibu yang menjalani krioterapi di tiga puskesmas Kota Denpasar selama tahun 2017-2019

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik

Karakteristik Sampel

Jumlah (n)

Persentase (%)

Usia

< 30 tahun

9

31,0

≥ 30 tahun Usia pertama kali melakukan hubungan seksual

20

69,0

≤ 20 tahun

17

58,6

> 20 tahun Pasangan

12

41,4

1 orang

Paritas

29

100

≤ 2 anak

21

72,4

> 2 anak Alat Kontrasepsi

8

27,6

Hormonal

15

51,7

Kondom

1

3,4

AKDR

7

24,1

Tidak menggunakan Merokok

6

20,7

Ya

1

3,4

Tidak

25

86,2

Terpapar >1 jam

3

10,3

usia yang menjalani krioterapi dibagi menjadi dua kategori yaitu usia < 30 tahun dan ≥ 30 tahun. Jumlah sampel terbanyak terdapat pada kategori usia ≥ 30 yaitu 20 orang (69,0%). Hal ini menunjukan bahwa terdapat kesesuaian hasil penelitian dengan Lestari (2016) bahwa sebagian besar sampel yang melakukan krioterapi dengan rentang usia 30-39 tahun (40,7%).4 Hal ini disebabkan karena faktor risiko infeksi HPV meliputi usia dan sistem imunitas. Wanita dengan usia < 30 tahun memiliki sistem imunitas yang cukup baik sehingga dapat menurunkan risiko terkena infeksi HPV. Pada wanita dengan usia > 30 tahun dapat mengalami infeksi HPV yang permanen karena sistem imunitas sudah menurun akibat faktor usia. Jika tidak segera dilakukan pengobatan lesi prakanker maka akan berkembang menjadi kanker serviks.4,5,6

Berdasarkan karakteristik usia pertama kali melakukan hubungan seksual, distribusi data terbagi menjadi dua kategori yaitu usia ≤ 20 tahun dan > 20 tahun. Jumlah sampel terbanyak terdapat pada kategori usia ≤ 20 tahun yaitu sebanyak 17 orang (58,6%). Hal tersebut memiliki kesesuaian dengan penelitian di Afrika oleh Makuza yaitu terjadi peningkatan kasus lesi prakanker serviks pada wanita yang melalukan hubungan seksual < 20 tahun.7 Penelitian yang dilakukan oleh Yustitia menyebutkan bahwa usia <20 tahun merupakan usia yang rentan untuk berhubungan seksual karena proses metaplasia yang sedang aktif dan dihubungkan dengan pengaruh karisinogen pada zona tranformasi sehingga berisiko terpapar HPV dalam rentang waktu 5-10 tahun setelah menarche. Proses perubahan sel menjadi kanker serviks membutuhkan waktu 10-20 tahun. Pada wanita yang berhubungan seksual <20 tahun sangat berisiko untuk menderita lesi prakanker serviks maupun kanker serviks karena dipicu oleh infeksi HPV akibat mukosa serviks yang belum matang pada usia tersebut dibandingkan dengan melakukan hubungan seksual > 20 tahun.7,8

Berdasarkan karakteristik jumlah pasangan, diketahui bahwa seluruh sampel (100%) memiliki jumlah pasangan sebanyak 1 orang. Terdapat perbedaan hasil penelitian dengan Nindrea yaitu wanita dengan jumlah pasangan >1 memiliki faktor risiko 13,3 kali lebih tinggi untuk mengalami lesi prakanker serviks daripada wanita dengan 1 pasangan. Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan karena data rekam medis hanya meliputi jumlah pernikahan yang tercatat secara hukum dan agama. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat kemungkinan informasi mengenai perilaku seksual sampel sebelum atau sesudah

menikah tidak tercatat secara rinci. Selain jumlah pasangan yang dimiliki oleh wanita, perilaku seksual juga meliputi jumlah pasangan yang dimiliki oleh pasangan wanita tersebut. Apabila pasangan wanita melakukan hubungan seksual dengan beberapa wanita lain dapat mencetuskan persepsi bahwa “pria berisiko tinggi” sebagai vektor terjadinya suatu infeksi. Wanita atau pasangannya dengan riwayat memiliki pasangan seksual >1 dapat berisiko untuk terinfeksi HPV. Hal ini disebabkan karena setiap pria mempunyai protein khas dalam spermanya yang mampu merusak bagian epitel serviks. Epitel serviks dapat mengidentifikasi protein tersebut namun jika wanita memiliki pasangan lebih dari satu maka terdapat berbagai protein sperma yang berbeda sehingga menimbulkan kerusakan epitel serviks tanpa perbaikan yang memicu infeksi HPV.5,7,9

Berdasarkan karakteristik jumlah paritas menyebutkan bahwa 21 sampel (72,4%) memiliki paritas sebanyak ≤ 2 anak. Hal ini disebabkan karena program pemerintah yaitu meningkatkan penggunaan program KB (Keluarga Berencana) yang bertujuan untuk menurunkan laju kelahiran serta meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Jenis kontrasepsi yang sering digunakan yaitu jenis suntik dan pil. Penggunaan alat kontrasepsi hormonal tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya lesi prakanker serviks. Selain itu, luka pasca kelahiran dan waktu kelahiran yang dekat dapat berisiko untuk terinfeksi HPV.10,11 Pada proses persalinan normal, bayi lahir melalui mulut rahim dan dapat merusak jaringan epitel pada bagian tersebut sehingga terjadi perkembangan sel yang abnormal.12 Terdapat perbedaan hasil penelitian oleh (Issa, 2019) yaitu risiko perkembangan lesi prakanker serviks 2,3% lebih tinggi pada wanita dengan jumlah paritas > 3. Wanita dengan jumlah paritas 3 memiliki kaitan dengan eversi pada epitel kolumner serviks selama masa kehamilan sehingga menimbulkan epitel metaplasia yang imatur, perubahan hormon, peningkatkan risiko terjadinya transformasi sel dan trauma serviks yang memicu infeksi HPV yang persisten.5,13

Berdasarkan karakteristik penggunaan alat kontrasepsi, sebagian besar sampel yaitu 15 sampel (51,7%) menggunakan alat kontrasepsi hormonal. Terdapat kesesuaian hasil penelitian dengan Xu yaitu dari 93% kontrol, 55% menggunakan alat kontrasepsi hormonal dan 38% pernah menggunakan kontrasepsi hormonal.14 Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal selama lebih dari 15 tahun atau antara 10-14 tahun dapat meningkatkan risiko mengalami CIN derajat

  • 2    atau 3. Berdasarkan studi epidemiologi, penggunaan alat kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan infeksi HPV onkogenik yang persisten sehingga menyebabkan perkembangan menjadi kanker serviks namun tidak meningkatkan risiko infeksi HPV baru. Penelitian yang dilakukan pada saluran reproduksi tikus betina transgenik yang mengekspresikan HPV-16 menunjukan bahwa terjadi mekanisme sinergis antara HPV-16 dan paparan estrogen kronis sehingga memicu terjadinya karsinogenesis sel skuamosa. Penggunaan estrogen dapat berdampak pada terjadi penebalan dinding endometrium dan perubahan sifat sel-sel endometrium menjadi kanker.5,14

Karakteristik sampel berdasarkan kebiasaan merokok terbagi menjadi kelompok merokok, tidak merokok dan terpapar asap rokok >1 jam. Sebagian besar sampel yaitu 25 orang (86,2%) tidak memiliki kebiasaan merokok. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tekalegn (2020) bahwa 60 sampel (81,1%) tidak memiliki kebiasan merokok. Wanita dengan kebiasan merokok berisiko 9 kali lebih tinggi mendapatkan hasil IVA positif daripada wanita yang tidak merokok. Berdasarkan data investigasi prospektif menunjukan bahwa kebiasaan merokok lebih dari 8 tahun dapat meningkatkan risiko CIN derajat 3 atau lebih. Studi meta-analisis yang dilakukan oleh Zeng (2012) menunjukan bahwa wanita yang tidak merokok namun terpapar asap rokok berisiko untuk menderita kanker serviks 2,8 kali daripada wanita yang tidak terpapar asap rokok. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko lesi prakanker serviks melalui beberapa mekanisme, salah satunya dengan induksi efek imunosupresif yang disebabkan oleh pengaruh asap rokok. Kandungan bahan kimia dalam rokok rokok yaitu tar, nikotin, karbondioksida, benzo a pyrene (BAP) dan senyawa lainnya dapat menyebabkan menurunnya respon imun efektif terhadap infeksi virus dan meningkatkan integrasi DNA virus ke dalam genom inang. Hal tersebut dapat berisiko menyebabkan infeksi yang persisten pada serviks. Selain itu, dampak jangka panjang akibat paparan asap rokok yaitu terganggunya proliferasi seluler, apoptosis menjadi terhambat dan stimulasi faktor pertumbuhan endotel vaskuler melalui peningkatan kepadatan pembuluh darah mikro. Hal ini mengakibatkan paparan asap rokok dapat menjadi ko-karsinogen infeksi HPV yang memicu kerusakan epitel serviks.7,9,15

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik ibu yang menjalani krioterapi di tiga

puskesmas Kota Denpasar selama tahun 2017-2019 meliputi berusia ≥ 30 tahun, usia pertama kali

melakukan hubungan seksual ≤ 20 tahun, memiliki pasangan sebanyak 1 orang, memiliki paritas ≤ 2 anak, menggunakan alat kontasepsi hormonal dan tidak memiliki kebiasaan merokok.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor risiko lesi prakanker serviks yang mempengaruhi pelaksanaan krioterapi serta penambahan karakteristik pada penelitian lanjutan seperti, faktor keluarga, sosial-ekonomi dan status pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control: a guide to essential practice – 2ed. ISBN 978 92 4 154895 3;2014.

  • 2.    Oktaviani BD, Sriwidyani NP, Sumadi IWJ. Karakteristik Klinikopatologi Penderita Kanker Serviks Uteri Berdasarkan Data di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2011-2015. E-Jurnal Medika. 2018;7(8):1-2.

  • 3.    Kementerian Kesehatan RI. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Jakarta: Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI;2015.

  • 4.    Lestari L, Purwoto G, Nuranna L. Efficacy and Safety of Cryotherapy in "See and Treat" Program in Jakarta Primary Health Centre. Obstet Gynecol. 2016;4(4):227-33.

  • 5.    Wahyuningsih T, Mulyani EY. Faktor Risiko Terjadinya Lesi Prakanker Serviks Melalui Deteksi Dini Dengan Metode IVA (Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat). Forum Ilmiah. 2014;11(2):192-5.

  • 6.    Napitupulu D, Puspitaningtyas H, Mualim K, Kusumanto A, Lazuardi L, Hutajulu S. Factors that Affected    Women    Undergoing

Cryotherapy Following Cancer Screening with Visual Inspection of the Cervix Using Acetic Acid Method. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 2020;21:1423-29.

  • 7.    Fitrisia CA, Khambri D, Utama BI, Muhammad S. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Lesi Pra Kanker Serviks pada Wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Bungo. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019;8(4):33-42.

  • 8.    Yustitia RR, Mayura IGPM. Prevalensi Pasien IVA Positif Melalui Metode See and Treat di Puskesmas Tabanan III Kabupaten Tabanan

Periode Bulan Januari-Juni 2014. E-Jurnal Medika. 2016;5(11):2-4.

  • 9.    Tekalegn Y, Aman R, Woldeyohannes D, Sahiledengle B, Degno S. Determinants of VIA Positivity Among Women Screened for Cervical Precancerous Lesion in Public Hospitals of Oromia Region, Ethiopia: Unmatched Case-Control Study. Dovepress. 2020;12:587-596.

  • 10.    Wulandari V. Hubungan Faktor Risiko Penggunaan Kontrasepsi Oral dan Aktivitas Seksual Dengan Kejadian Kanker Serviks. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2016;4(3):433-41

  • 11.    Enggoa F, Rachmawati, Dewi R. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Lesi Pra Kanker.    Jurnal Media    Kesehatan.

2018;11(1):43.

  • 12.    Mawaddah S, Susanti ID. Hubungan Paritas, Usia Perkawinan dengan Resiko Lesi Prakanker Serviks pada Pasangan Usia Subur di Kelurahan Petuk Bukit. Mahakam Midwifery Journal. 2020;5(1):6-8.

  • 13.    Deksissa Z, Tesfamichael F, Ferede H. Prevalence and factors associated with VIA positive result among clients screened at Family Guidance Association of Ethiopia, south west area office, Jimma model clinic, Jimma, Ethiopia 2013: a cross-sectional study. BMC Research Notes. 2015;8(618):1-6.

  • 14.    Xu H, Egger S, Velentzis L, O’Connell D, Banks E, Darlington-Brown J, et al. Hormonal contraceptive use and smoking as risk factors for high-grade cervical intraepithelial neoplasia in unvaccinated women aged 30–44 years: A case-control study in New South Wales, Australia. Elsevier. 2018:162-9.

  • 15.    Roura E, Castellsagué X, Pawlita M, Travier N, Waterboer T, Margall N, et al. Smoking as a major risk factor for cervical cancer and precancer:  Results from the EPIC  cohort.

International    Journal    of     Cancer.

2014;135(2):453–66.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V10.i7.P03

18