ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.7,JULI, 2021


Diterima: 2020-11-30. Revisi: 14 -12- 2020 Accepted: 30-07-2021

HUBUNGAN DURASI DAN POSTUR DUDUK TERHADAP TERJADINYA NYERI LEHER PADA

MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Agatha Nadya Lianto1, Muliani2, I Nyoman Gede Wardana2, Yuliana2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail: nadyalianto@gmail.com

ABSTRAK

Nyeri leher merupakan nyeri yang dirasakan pada regio posterior cervical. Nyeri leher menduduki posisi keempat pada global burden of musculoskeletal pada World Health Organization dan berdampak pada produktivitas seseorang. Penyebab dari nyeri leher sendiri tidak dapat diidentifikasi secara jelas, namun beberapa faktor resiko dikaitkan dengan terjadinya nyeri leher seperti umur, pekerjaan, postur duduk, durasi duduk, stress, indeks massa tubuh, riwayat merokok maupun jenis kelamin. Penelitian memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan durasi dan postur duduk terhadap terjadinya nyeri leher pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (FK Unud). Penelitian ini merukana penelitian analitik cross-sectional dan menggunakan kuesioner Neck Disability Index( NDI) yang memiliki 10 poin didalamnya, dimana salah satunya mengenai intensitas nyeri leher untuk menilai terjadinya nyeri leher. Penelitian ini memiliki 206 subjek penelitian.Data dianalisis menggunakan IBM SPSS statistik versi 20. Uji statistik chi-square menunjukkan nilai signifikansi 0,338 untuk hubungan durasi duduk dengan terjadinya nyeri leher dan nilai sebesar 0,949 untuk hubungan postur duduk terhadap terjadinya nyeri leher. Dari hasil analisis ditemukan tidak terdapat hubungan durasi duduk dan postur duduk terhadap terjadinya nyeri leher pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Perlu dilakukan penelitian lain untuk menilai pengaruh faktor lain yang dapat menyebabkan nyeri leher pada mahasiswa.

Kata kunci : nyeri leher, durasi duduk, postur duduk, Neck Disability Index

ABSTRACT

Neck pain is felt in the posterior cervical region. Neck pain is placed fourth on the global burden of musculoskeletal at the World Health Organization and impacts a person’s productivity. The cause of neck pain itself cannot be clearly identified, but several risk factors are associated with neck pain. For example, age, occupation, sitting posture, duration of sitting, stress, body mass index, smoking history and gender. This study aims to determine the relationship between duration and sitting posture on the occurrence of neck pain in students of the Faculty of Medicine, Udayana University. This study is a cross-sectional analytic study that uses the NDI (Neck Disability Index) questionnaire. Neck pain intensity poin used to assess the occurrence of neck pain. This study had 206 research subjects. The data were analyzed using IBM SPSS statistic version 20. The chi-square test results showed that a significance value of 0.338 for the relation between sitting duration and the occurrence of neck pain, and a value of 0.949 for the relation between sitting posture and the occurrence of neck pain. From the analysis, it was found that there were no correlation between sitting duration and sitting posture on the occurrence of neck pain in students of the Faculty of Medicine, University of Udayana. It is necessary to do further research on other factors that can cause neck pain in students.

Keywords : neck pain, sitting duration, sitting posture, Neck Disability Index

PENDAHULUAN

Dunia yang semakin modern dan dihadapinya globalisasi, bagian pendidikan yang sebelumnya hal yang dipinggirkan oleh manusia kini menjadi pusat yang sangat diperhatikan oleh manusia. Pendidikan yang tinggi kini bukan hal yang asing bagi masyarakat dikarenakan pendidikan memberikan dampak yang begitu besar ketika dikombinasikan dengan globalisasi. Dampak dari pendidikan dan globalisasi seperti adanya kerjasama, kohesi sosial, keharmonisan sosial, transparasi serta pemerataan dan keterlibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan. Oleh karena itu, kini pendidikan tinggi merupakan hal yang ingin diraih oleh banyak orang.1

Pendidikan sangatlah penting untuk majunya suatu negara. Pada tahun 2012, Jepang menerapkan sistem pendidikan yang mengenalkan murid-murid dengan dunia pekerjaan, dimana disini murid dapat merasakan profesi pekerjaan yang nantinya diinginkan .2Begitupula dengan mahasiswa FK Unud khususnya prodi Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter (PSSKPD) yang saat ini sedang menempuh pendidikan untuk nantinya menjalani profesi dokter umum.

Pengenalan terhadap berbagai profesi pekerjaan yang diinginkan diharapkan membangkitkan rasa ingin tahu murid terhadap cara dan ilmu yang diperlukan untuk menjadi profesi tersebut.2 Program belajar-mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang mulai menerapkan

Sistem e-learning dan mengharapkan mahasiswa yang lebih aktif untuk mencari informasi mengenai ilmu-ilmu kedokteran di media sosial mengarahkan mahasiswa untuk menggunakan waktu lebih banyak di depan gadget seperti laptop, tablet ataupun smartphone untuk mencari informasi tersebut.

Penggunaan dari laptop, tablet ataupun smartphone dalam kegiatan belajar-mengajar membuat mahasiswa melakukan kegiatan dalam posisi duduk yang sama dalam durasi yang lama. Posisi yang sama dan dalam durasi yang lama dalam pencarian informasi untuk kegiatan belajar-mengajar ini dapat menimbulkan rasa yang tidak nyaman pada tubuh mahasiswa. Keluhan ini dapat terjadi dibagian leher, tangan, mata, kaki, lutut ataupun punggung.3

Keluhan bagian leher merupakan salah satu keluhan musculoskeletal tingkat kedua setelah low back pain pada orang-orang yang umumnya melakukan kegiatan dengan posisi duduk dalam waktu yang panjang.3 Nyeri leher dapat menyebabkan penurunan produktivitas serta menaikkan pengeluaran untuk pengobatan dan juga pengeluaran asuransi.4 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana prodi PSSKPD umumnya menghabiskan sekitar 4 sampai

dengan 6 jam dengan posisi duduk untuk lecture, small group discussion, ataupun pleno setiap harinya. Menurut survey yang dilakukan Liles dkk.5, mahasiswa kedokteran menghabiskan sekitar 6 sampai dengan 8 jam untuk belajar.5 Diluar jam kuliah, mahasiswa juga melakukan kegiatan belajar umumnya dengan posisi duduk ataupun posisi yang sama dalam durasi yang cukup lama. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis akan membahas hubungan dari durasi dan postur duduk dengan terjadinya keluhan nyeri leher pada mahasiswa FK Unud prodi PSSKPD.

NYERI

Nyeri secara luas merupakan sebuah peristiwa yang kompleks dan ditentukan oleh banyak faktor seperti fisiologis, psikologis dan sosial-kultur. Nyeri digambarkan sebagai sensasi organik dan emosional yang menghasilkan rasa tidak menyenangkan, tiap-tiap orang merasakannya berbeda, sehingga tiap rasa nyeri dilaporkan dan diderita tiap orang berbeda.6

NYERI LEHER

Nyeri leher atau neck pain merupakan sebuah kondisi yang sering terjadi dan menyebabkan kecacatan dan pengeluaran ekonomi yang cukup besar. Konsekuensi dari nyeri leher pada bidang ekonomi adalah berkurangnya produktivitas, adanya pengeluaran untuk pengobatan dan juga pengeluaran asuransi.4 Neck pain menduduki posisi keempat pada global burden of musculoskeletal di World Health Organization.7

Nyeri leher merupakan sebuah gejala yang muncul karena sebuah penyakit ataupun kelainan yang dirasakan pada bagian di atas tulang belikat. Sumber lain menyebutkan bahwa neck pain atau cervical pain adalah rasa nyeri yang dirasakan dibagian regio posterior cervical, dari superior nuchal line di os. occipital hingga spinous process thoracic 1. Nyeri leher sendiri dibagi berdasarkan durasi terjadinya dari akut yang nyerinya kurang dari 7 hari, subakut dimana nyeri pada leher lebih dari 7 hari tetapi kurang dari 3 bulan, dan kronis dimana nyeri lebih dari 3 bulan.8

Sumber lain menyatakan bahwa nyeri leher dapat dibedakan menjadi nyeri bagian atas cervical ataupun bagian bawah cervical, bagian atas dan bawah di dibagi berdasarkan garis imajinasi transversal di C4.9 Selain itu, nyeri leher merupakan nyeri dibagian leher yang disertai atau tidak disertai dengan nyeri anggota gerak atas yang terjadi sekurang-kurangnya 1 hari, nyeri pada bagian leher dan bahu diasumsikan sebagai nyeri leher, nyeri leher juga menimbulkan dampak pada

penderita, keluarga, komunitas, ataupun bisnis seseorang.4

POSTUR DUDUK

Postur duduk mempengaruhi terjadinya nyeri leher, dikarenakan tekanan pada intervertebral disc dua kali lebih besar saat posisi duduk dibandingkan dengan berdiri. Pada penelitian yang dilakukan di Universitas Konkuk, Korea, dilakukan pengujian dengan tiga posisi duduk slump atau posisi duduk dengan derajat fleksi antara sepuluh derajat sampai dengan dua puluh derajat pada bagian thoracolumbar dan lima derajat sampai dengan sepuluh derajat pada bagian lumbar yang menyebabkan posisi duduk ini seperti membungkuk, kedua adalah posisi duduk flat atau dimana derajat pada thoracolumbar adalah minus lima derajat sampai dengan lima derajat dan posisi lumbar lurus, dan terakhir adalah posisi lordosis dimana derajat thoracolumbar adalah minus lima derajat sampai dengan lima derajat sedangkan derajat lumbar adalah minus dua puluh lima sampai dengan minus dua puluh derajat. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa dengan posisi slump, tekanan pada cervico-thoracic joint lebih besar dibandingkan dengan posisi flat atau lordosis. Pada posisi slump, leher berada posisi fleksi terus menerus yang dikaitkan dengan terjadinya nyeri leher. Selain postur duduk, posisi tangan juga mepengaruhi terjadinya nyeri leher, dimana posisi tangan yang berada di depan dada atau arms-on-chest memberikan tekanan yang lebih sedikit pada cervico-thoracic joint dibandingkan dengan postur tangan maju ke arah depan (arms-forward). Dimana postur tangan arms-forward lebih sering dilakukan pada orang yang berkegiatan menggunakan gadget.10

DURASI DUDUK

Penelitian yang dilakukan di Copenhagen, Denmark, ditemukan hubungan antara durasi duduk dengan intensitas rasa nyeri dan kemungkinan terjadinya nyeri leher. Hal ini dapat terjadi dikarenakan berada pada posisi duduk yang lama mempengaruhi tingkat sensitivitas terhadap rasa nyeri di sistem saraf pusat dan meningkatkan tekanan pada otot bagian leher saat melakukan pekerjaan maupun aktivitas lainnya saat waktu senggang. Pada penelitian ini, subjek penelitian dikelompokkan berdasarkan waktu total harian duduk, dimana kelompok kategori low memiliki waktu total dua sampai dengan enam jam, kelompok kategori moderate memiliki waktu enam sampai dengan delapan jam, dan kelompok kategori high yang memiliki waktu total lebih dari delapan jam. Kelompok penelitian high

memiliki nilai tertinggi dalam intensitas nyeri dan kemungkinan terjadinya nyeri, begitu pula dengan kelompok dalam kategori low memiliki intensitas dan kemungkinan terjadinya nyeri leher yang sama dengan subjek yang memiliki waktu duduk lebih dari delapan jam. Sedangkan pada kelompok kategori moderate memiliki kemungkinan kecil dengan terjadinya nyeri leher.11

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini mendapatkan izin kelaikan etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan rincian No:196/UN 14.2.2.VII.14/LP/2020. Penelitian ini adalah penelitian analitik cross-sectional dimana pengambilan data sampel memalui kuesioner Neck Disability Index dengan tambahan durasi dan postur duduk subyek. Subyek penelitian diambil dari populasi mahasiswa aktif PSSKPD FK Unud Angkatan 2017 yang memenuhi kriteria inklusi. Subyek penelitian juga tidak boleh memenuhi kriteria eksklusi yang meliputi trauma pada bagian leher, mengundurkan diri atau drop out dari PSSKPD FK Unud, menolak berpartisipasi, dan tidak mengisi kuesioner dengan lengkap. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling dengan jumlah sampel sebesar 232 subyek. Namun pada penelitian terdapat 26 subyek yang masuk ke dalam kriteria eksklusi.

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Meii 2020 hingga bulan Agustus 2020 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Data yang telah dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis menggunakan uji chi square.

HASIL

Penelitian diikuti oleh 206 subyek penelitian dengan distribusi umur antara 17 sampai dengan 25 tahun. Pada tabel di bawah ini penulis akan menjabarkan dan menjelaskan mengenai durasi duduk dan postur duduk terhadap terjadinya nyeri leher pada mahasiswa PSSKPD FK Unud Angkatan 2017.

Tabel 1. Hubungan durasi duduk dengan terjadinya

nyeri leher

Nyeri Leher

Jumlah

pvalue

Nyeri

Tidak

Nyeri

Durasi

Duduk

2-6 jam

31

81

112

0,338

6-8 jam

20

48

68

>8 jam

11

15

26

Jumlah

62

144

206

Berdasarkan tabel 1, mengenai hubungan durasi duduk dengan terjadinya nyeri leher, ditemukan bahwa sebanyak 62 orang mengalami nyeri leher dan 144 orang tidak memiliki keluhan nyeri leher. Berdasarkan tabel 1 mengenai hubungan durasi duduk terhadap terjadinya nyeri leher, uji statitistik chi-square menunjukkan pvalue sebesar 0,338 (p > 0,05) sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara durasi duduk dengan terjadinya nyeri leher.

Tabel 2. Hubungan postur duduk dengan terjadinya

nyeri leher

Nyeri Leher

Jumlah

pvalue

Nyeri  Tidak

Nyeri

Postur

Duduk

Slump      45     103

148

0,949

Flat          15      35

50

Lordosis    2       6

8

Jumlah      62     144

206

Berdasarkan tabel 2, mengenai postur duduk terhadap terjadinya nyeri leher, ditemukan bahwa sebanya 144 subjek tidak memiliki keluhan nyeri leher, sedangkan 62 subjek lainnya memiliki keluhan nyeri leher dengan intensitas yang berbeda-beda.

Berdasarkan hasil uji chi-square terhadap variabel postur duduk dengan nyeri leher pada tabel 2, didapatkan pvalue 0,949 sehingga nilai tersebut melebihi nilai derajat kemaknaan. Pvalue menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara postur duduk terhadap terjadinya nyeri leher.

PEMBAHASAN

Hasil akhir dari penelitian ini berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji statistik chi-square menunjukkan tidak terdapat kaitan yang signifikan antara durasi duduk dengan terjadinya nyeri leher (p value yaitu 0,338). Hasil uji chi-square antara postur duduk dengan terjadinya nyeri leher didapatkan p value 0,949, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ditemukan adanya hubungan postur duduk dengan terjadinya nyeri leher. Selain itu, uji chi-square antara jenis kelamin dan terjadinya nyeri leher menghasilkan p value sebesar 0,447 (>0,05), sehingga jenis kelamin dapat dikatakan tidak mempengaruhi terjadinya nyeri leher.

Pada penelitian yang dilakukan pada pengrajin kayu di desa Serongga, Gianyar pada tahun 2014, ditemukan bahwa postur duduk mempengaruhi terjadinya nyeri leher dengan nilai signifikansi 0,00 ( < 0,05). Namun durasi duduk pada penelitian ini tidak memilikii hubungan dengan nyeri leher dengan tingkat signifikansi sebesar 0,55.12

Hal ini berbeda dengan peneliatian Chou, dkk.13, pada tahun 2011, penelitian yang diselenggarakan diantara pekerja yang menggunakan komputer, pada penelitian ini postur duduk dan stress psikologi (stress pekerjaan) memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya nyeri leher. Penelitian ini menyatakan bahwa subjek penelitian yang melakukan kegiatan dengan komputer dengan posisi duduk flat memiliki kecendrungan mengalami nyeri leher yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena saat duduk dengan postur flat, subjek tidak merasa nyaman dan juga terjadi peningkatan tekanan pada daerah leher. Pada penilitian ini, postur duduk yang dirasa nyaman oleh subjek adalah postur backward yaitu posisi dimana kursi subjek diberikan penyangga punggung kearah belakang sebanyak 10 derajat. Selain itu, stress pekerjaan juga mempengarhi terjadinya nyeri leher, hal ini dibuktikan dengan subjek penelitian yang ditekan untuk melakukan pekerjaan lebih cepat mengalami nyeri leher lebih sering dibandingkan dengan pekerja yang bekerja secara santai.13

Penelitian yang dilakukan oleh Wijayati pada tahun 2019 pada pekerja industri kerajinan kulit menunjukkan terdapat hubungan antara postur duduk dan durasi duduk terhadap terjadinya nyeri leher. Pada penelitian ini, pekerja industri lebih sering melakukan pekerjaan denan postur tubuh membungkuk dan menuduk dalam durasi yang relatif lama (> 2 jam/ hari).14

Pada penelitian yang dilakukan Setyowati, dkk.,15 mengenai sikap kerja dan durasi kerja yang dilakukan oleh porter di Pelabuhan penyebrangan Ferry Merak-Banten, tidak ditemukan adanya hubungan antara durasi kerja dengan keluhan nyeri leher untuk sikap kerja.15 Hal serupa juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Belayana, dkk.12 Hal ini diduga dapat terjadi karena terdapat durasi istirahat yang cukup sering diantara durasi kerja. Dimana menurut ilmu ergonomic, istirahat pendek dan sering lebih menguntungkan bagi profuktivitas pekerja dan kesehatan pekerja.16 Hal ini merupakan hal yang terjadi pada mahasiswa PSSKPD semester 7, dimana terdapat banyak jam istirahat disela-sela lecture, pleno, ataupun Small Group Discussion.

Pada penelitian yang dilaksanakan oleh Wijayanti, sebanyak 64,3% subjek memiliki usia diatas 31 tahun, hanya 35,7% yang berumur 21-30 tahun.14 Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Belayana, dkk. sebanyak 20 subjek penelitian (80%) berumur diatas 26 tahun.12 Pada penelitian dari Stockholm public health cohort, ditemukan bahwa nyeri leher paling sering dialami oleh individu dengan umur 30 sampai dengan 59 tahun.17

Faktor umur yang juga merupakan faktor resiko dari terjadinya nyeri leher. Hal ini juga yang mempengaruhi hasil penelitian penulis, dimana subyek penelitian berusia muda dengan rentang 17 sampai dengan 25 tahun. Usia muda merupakan sebuah faktor

yang memperbaiki prognosis untuk penyembuhan yang lebih baik.17

Hasil penelitian durasi duduk dan postur duduk terhadap terjadinya nyeri leher pada mahasiswa PSSKPD Universitas Udayana semester 7 memiliki hasil yang tidak signifikan. Faktor-faktor risiko lainnya memiliki peran dalam hasil yang tidak signifikan pada penelitian ini. Faktor Resiko seperti pekerjaan, riwayat merokok, dan umur.18 Selain itu jenis kelamin juga mempengaruhi terjadinya nyeri leher, dimana perempuan lebih sering mengalami nyeri leher.19 Pada penelitian ini juga ditemukan perbandingan nyeri leher perempuan sebesar 71% (44 subjek) dan nyeri leher yang dialami laki-laki sebesar 29% (18 subjek). Faktor lainnya adalah Indeks massa tubuh yang tergolong overweight lebih mudah mengalami nyeri leher pada penelitian di Korea.20

SIMPULAN DAN SARAN

Pada penelitian yang telah dilaksanakan didapatkan bahwa sebagian besar subjek memiliki durasi 2 sampai dengan 6 jam dalam 1 hari dan melakukan postur duduk slump. Selain itu, beberapa subjek mengalami keluhan nyeri leher dengan intensitas yang bervariasi, namun sebagian tidak memiliki keluhan nyeri leher. Analisis bivariat dengan uji statistik kai kuadrat menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara durasi dan postur duduk terhadap terjadinya nyeri leher pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Saran untuk penelitian selanjutnya agar menganalisis faktor resiko lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri leher. Disarankan bagi masyarakat, khususnya mahasiswa yang menjadi subyek penelitian untuk selalu menjaga postur duduk dan memperhatikan durasi duduk untuk menghindari terjadinya nyeri leher.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Ead, H.A. “Globalization in higher education in Egypt in a historical context.” Research in Globalization, 2019;1:100003.

  • 2.    Morita, T., Yamamoto, K., dan Managi, S. “The relationship between school-based career education and subsequent incomes: Empirical evidence from Japan.” Economic Analysis and Policy, 2018;58.

  • 3.    Daneshmandi, H., Choobineh, A., dkk. “Adverse Effects of Prolonged Sitting Behavior on the General Health of Office Workers.” Journal of Lifestyle Medicine, 2017;7(2):69-75.

  • 4.    Hoy, D., March, L., dkk. “The global burden of neck pain: Estimates from the global burden of disease 2010 study.” Annals of the Rheumatic Diseases, 2014;73(7):1309-1315.

  • 5.    Liles, J., Vuk, J., dkk. “Study Habits of Medical Students: An Analysis of which Study Habits Most Contribute to Success in the Preclinical Years.” MedEdPublish, 2018; 7(1):61.

  • 6.  Lago, E.P. “Cervicalgia and its Relation to Stress in

the Population of a Doctor’s Office.” Journal of Head Neck & Spine Surgery, 2018; 2(2):1-5.

  • 7.    Draheim, N.,   & Hügle, B. “Chronic

musculoskeletal pain in children and adolescents.” Manuelle Medizin, 2018; 56(6): 440–446.

  • 8.    Misailidou, V., Malliou, P., dkk. “Assessment of patients with neck pain: a review of definitions, selection criteria, and measurement tools.” Journal of Chiropractic Medicine, 2010; 9(2): 49–59.

  • 9.    McGuirk, B., & Bogduk, N. “Evidence-based care for low back pain in workers eligible for compensation.” Occupational Medicine,2007.

  • 10.    Kwon, Y., Kim, J. W., dkk. “The effect of sitting posture on the loads at cervico-thoracic and lumbosacral joints.” Technology and Health Care, 2018; 26(S1): S409–S418.

  • 11.    Hallman, D. M., Gupta, N., dkk. “Is prolonged sitting at work associated with the time course of neck-shoulder pain? A prospective study in Danish blue-collar workers.” BMJ Open, 2016; 6(11): 1–9.

  • 12.    Belayana, I.B.G., Darmadi, I.G. W., dkk. “Hubungan Faktor Waktu Kerja, Waktu Istirahat dan Sikap Kerja Terhadap Keluhan Nyeri Tengkuk Pada Pengrajin Ukiran Kayu.” Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2014; 4(1): 6-15.

  • 13.    Chou, W.Y., Chen, B.H., dkk. “The Interaction Effect of Posture and Psychological Stress on Neck-Shoulder Muscle Activity in Typing: A Pilot Study.” Ergonomics and Health Aspects, 2010: 2229.

  • 14.    Wijayanti, E.W. “Risiko Postur Kerja Terhadap Keluhan Subyektif Nyeri Leher Pada Pekerja Industri Kerajinan Kulit.” Jurnal JUMANTIK, 2019; 5: 56-63.

  • 15.    Setyowati., Widjasena, B., dkk. “Hubungan beban kerja, postur dan durasi jam kerja dengan keluhan nyeri leher pada porter di pelabuhan penyebrangan Ferry Merak-Banten.” Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2017; 5(5): 356-361.

  • 16.    Henning, R.A., Jacques, P., dkk. ‘Frequent short rest breaks from computer work: effects on productivity and well-being at two field sites.’ Ergonomics, 1997;40(1):78-91.

  • 17.    Skillgate, E., Magnusson, C., dkk. “The age- and sex- specific occurrence of bothersome neck pain in the general population- results from the Stockholm public health cohort.” BMJ Musculoskeletal Disorders, 2012; 13(185): 1-9.

  • 18.    Kanchanomai, S., Janwantanakul, P., dkk. “Risk factors for the onset and persistence of neck pain in

undergraduate students: 1-year prospective cohort study.” BMC Public Health, 2011: 11.

  • 19.    Hoy, D.G., Protani, M., De, R., Buchbinder, R., “The epidemiology of neck pain." Best Pract Res Clin Rheumatol. 2010;24(6):783-92

  • 20.    Son, K. M., Cho, N. H., dkk. “Prevalence and risk factor of neck pain in elderly Korean community residents.” Journal of Korean Medical Science, 2013;28(5): 680–686

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V10.i7.P05

28