JMU            ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.7,JULI, 2021


Jurnal medika udayana        )                i Directoryof

∕            ∕ ∖ OPEN ACCESS

∕ I_><J∕-∖U JOURNALS

Diterima: 2020-12-21. Revisi: 23 -12- 2020 Accepted: -07-2021

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR ALBUMIN SERUM PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR

TAHUN 2019

  • I    Made Gustama Heryawan1), I Dewa Made Sukrama2), Ida Sri Iswari2), Komang Januartha Putra Pinatih2) 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

  • 2    Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana/ RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia

e-mail: gustama.heryawan8@gmail.com

ABSTRAK

Malnutrisi menjadi salah satu faktor penting dalam infeksi TB. Pada pasien TB, umumnya terjadi penurunan status gizi menjadi rendah. Dengan kebutuhan metabolik yang meningkat, tanpa diiringi asupan gizi yang baik maka akan mengakibatkan malnutrisi. Apabila hal ini tidak ditangani maka akan memperparah kondisi pasien yang terinfeksi TB. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan indeks massa tubuh dan kadar albumin serum pada pasien tuberkulosis di RSU Ganesha Gianyar. Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional menggunakan consecutive sampling dengan jumlah sampel 68 pasien TB di RSU Ganesha Gianyar pada tahun 2019. Pengambilan data menggunakan rekam medik untuk melihat berat badan dan tinggi badan untuk penghitungan IMT dan kadar albumin serum pasien. Analisis menggunakan uji Chi-square dan uji Pearson untuk menilai hubungan dan korelasi IMT dan kadar albumin serum. Hasil yang didapat adalah adanya hubungan yang bermakna antara IMT dan kadar albumin serum pasien TB (p<0,000) dengan korelasi yang positif dan sangat kuat (r = 0,867).

Kata kunci : tuberkulosis, indeks massa tubuh, kadar albumin serum

ABSTRACT

Malnutrition is an important factor in TB infection. In TB patients, generally there is a decrease in nutritional status. With increased metabolic needs, without proper nutrition, it will result in malnutrition. If this is not handled properly, it will worsen the condition of the patient who is infected with TB. The purpose of this study was to prove the correlation between body mass index and serum albumin levels in tuberculosis patients at Ganesha General Hospital, Gianyar. This study was an observational analytic study with a cross-sectional approach using consecutive sampling with a total sample of 68 TB patients at Ganesha Gianyar General Hospital in 2019. Medical records is used to collect data to see body weight and height to calculate the patient's BMI and serum albumin levels. The analysis used the Chi-square test and Pearson's test to assess the relationship and correlation of BMI and serum albumin levels. The results obtained were that there was a significant relationship between BMI and serum albumin levels in TB patients (p <0.000) with a positive and very strong correlation (r = 0.867).

Keywords : tuberculosis, malnutrition, body mass index, serum albumin levels

berikutnya2. Selanjutnya pada abad ke-19 TB kembali menjadi penyakit yang membahayakan, namun peningkatan higienitas dan imuniasi menyebabkan penyakit ini berkurang1.

Dewasa ini, TB masih menjadi ancaman bagi kesehatan dunia. Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 20%-40% populasi dunia terinfeksi TB dengan 8-9 juta kasus baru dilaporkan setiap tahun. Indonesia berada pada urutan ke-4 diantara 22 negara dengan kasus TB terbanyak, dengan 450.000 kasus baru

tiap tahun dan tingkat kejadian 187 kasus per 100.000 populasi per tahun untuk semua jenis TB3.

Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terinfeksi TB dapat berupa faktor individu, faktor mikroorganisme, dan faktor lingkungan. Faktor individu adalah faktor yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh individu, seperti HIV/ AIDS, Diabetes Melitus, dan malnutrisi4. Malnutrisi menjadi salah satu faktor penting dalam infeksi TB. Malnutrisi ialah keadaan saat tubuh tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup, malnutrisi juga dapat disebut ketidak seimbangan antara asupan makanan dengan kebutuhan gizi tubuh untuk mempertahankan kesehatan5.

Pada pasien TB, umumnya terjadi penurunan status gizi menjadi rendah. Sebagai salah satu penyakit infeksi, TB dapat menyebabkan anoreksia dan dapat meningkatkan kebutuhan metabolik sel oleh inflamasi yang nantinya dapat mengakibatkan penurunan berat badan6. Dengan kebutuhan metabolik yang meningkat, tanpa diiringi asupan gizi yang baik maka akan mengakibatkan malnutrisi. Apabila hal ini tidak ditangani maka akan memperparah kondisi pasien yang terinfeksi TB.

Malnutrisi dapat dideteksi dengan berbagai indikator, yang paling sensitif adalah dengan pengukuran kadar albumin7. Kadar albumin serum yang rendah menandakan status gizi yang rendah pula. Namun metode pemeriksaan kadar albumin serum masih relatif sulit dilakukan sehingga diperlukan metode pemeriksaan alternatif seperti dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks Massa Tubuh adalah salah satu indikator malnutrisi yang pengukurannya sangat mudah dilakukan. Status nutrisi pasien sangat penting pada penderita TB dan diperlukan pengukuran yang mudah dan cepat. Berdasarkan latar belakang penelitian, penulis akan membahas tentang Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Albumin pada Pasien TB di Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar sebagai alternatif pengukuran status nutrisi pasien TB.

pengambilan sampel menggunaka metode consecutive sampling.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medik yang terdapat di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar. Data yang diambil antara lain tinggi badan, berat badan, Kadar Albumin Serum, Penyakit Penyerta, usia, jenis kelamin, dan jenis TB pada pasien TB. Penelitian dimulai dari bulan Maret hingga November tahun 2020.

Data dikumpulkan dari rekam medik penderita TB di Bagian Rekam Medik RSU Ganesha Gianyar. Data yang terkumpul akan dicatat lalu diolah secara manual. Software SPSS 25 digunakan untuk melakukan analisis data secara statistik deskriptif maupun analitik. Data akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel tabulasi silang untuk menggambarkan hubungan IMT dengan kadar albumin serum. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui persebaran frekuensi variabel yang bertujuan untuk melihat variasi atau keragaman dari variabel - variabel tersebut. Analisis bivariat dengan uji chi square untuk menguji hubungan antara variabel IMT dan Kadar Albumin Serum pasien. Kemudian dilakukan juga uji korelasixpearson untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel.

Penelitian ini mendapatkan izin kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) FK Unud dengan Nomor: 337/UN.14.2.2.VII.14/LP/2020 pada tanggal 3 Februari 2020.

  • 3.    HASIL

Karakteristik sampel pada penelitian ini yaitu usia, jenis kelamin, dan jenis TB.

Tabel 1. Karakteristik sampel di RSU Ganesha Gianyar

Karakteristik

n=68

%

Rerata±SD

Usia :

26 – 35 tahun

5

7,4

36 – 45 tahun

23

33,8

47,41±8,884

46 – 55 tahun

26

38,2

56 – 65 tahun

14

20,6

Jenis kelamin :

Laki – laki

41

60,3

Perempuan

27

39,7

Jenis TB :

Pulmonal

66

97,1

Ekstrapulmonal

2

2,9

Tabel 1 menunjukkan bahwa sampel memiliki usia berkisar antara 28–64 tahun dengan rerata 47,41 ± 8,884. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah pasien TB banyak ditemukan pada kelompok usia 46–55 tahun yaitu sejumlah 26

orang (38,2%). Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin yaitu laki – laki sebanyak 41 orang (60,3%) dan perempuan sebanyak 27 orang (39,7%). Karakteristik sampel berdasarkan jenis TB yaitu Pulmonal sebanyak 66 orang (97,1%) dan Ekstrapulmonal sebanyak 2 orang (2,9%).

Hasil penelitian memperoleh gambaran sampel berdasarkan indeks massa tubuh seperti yang terdapat pada tabel berikut.

Tabel 2. Gambaran indeks massa tubuh sampel

Variabel Kategori


Jenis kelamin


Laki – laki Perempuan Total


Indeks massa tubuh, n (%) Underweight Normal     Obese

16 (39)          20 (48,8)     5 (12,2)

8 (29,6)          17 (63)        2 (7,4)

24 (35,3)        37 (54,4)     7 (10,3)

Usia

26 – 35 tahun

1 (20)

2 (40)

2 (40)

a5.

36 – 45 tahun

6 (26,1)

14 (60,9)

3 (13)

23

46 – 55 tahun

10 (38,5)

15 (57,7)

1 (3,8)

26

56 – 65 tahun

7 (50)

6 (42,9)

1 (7,1)

14

Total

24 (35,3)

37 (54,4)

7 (10,3)

68

Jenis TB

Pulmonal

23 (34,8)

36 (54,5)

7 (10,6)

66

Ekstrapulmonal

1 (50)

1 (50)

0

2

Total

24 (35,3)

37 (54,4)

7 (10,3)

69

.


Berdasarkan Tabel 2, maka karakteristik sampel berdasarkan Indeks Massa Tubuh adalah sebagai berikut :

  • a.    Sampel laki – laki lebih banyak yang memiliki IMT normal yaitu 20 orang (48,8%) hal yang sama juga terdapat pada sampel perempuan dimana lebih banayk yang memiliki IMT normal yaitu 17 orang (63%).

  • b.    Sampel pada usia 26–35 tahun lebih banyak memiliki IMT normal atau obese dengan jumlah masing – masing 2 orang (40%), sampel pada usia 36–45 tahun serta usia 46– 55 tahun lebih banyak yang memiliki IMT normal yaitu 14 orang (60,9%) dan 15 orang (57,7%), sampel pada usia 56–65 tahun lebih banyak memiliki IMT underweight yaitu 7 orang (50%).

  • c.    Sampel yang menderita TB pulmonal lebih banyak memiliki IMT normal yaitu 36 orang (54,5%) dan sampel yang menderita TB ekstrapulmonal lebih banyak memiliki IMT underweight atau normal yaitu masing – masing 1 orang (50%).

Dari hasil penelitian diperoleh gambaran sampel berdasarkan kadar albumin serum seperti yang terdapat pada tabel berikut.

Tabel 3. Gambaran kadar albumin serum sampel

Variabel

Kategori

Kadar albumin serum,

n (%)

< 3,5 g/dL

≥ 3,5 g/dL

Jenis

Laki – laki

17 (41,5)

24 (58,5)

41

kelamin

Perempuan

9 (33,3)

18 (66,7)

27

Total

26 (38,2)

42 (61,8)

68

Usia

26 – 35 tahun

3 (60)

2 (40)

5

36 – 45 tahun

7 (30,4)

16 (69,6)

23

46 – 55 tahun

11 (42,3)

15 (57,7)

26

56 – 65 tahun

5 (35,7)

9 (64,3)

14

Total

26 (38,2)

42 (61,8)

68

Jenis TB

Pulmonal

25 (37,9)

41 (62,1)

66

Ekstrapulmonal

1 (50)

1 (50)

2

Total

26 (38,2)

42 (61,8)

68

Total Berdasarkan tabel tersebut, maka karakteristik sa4m1 pel berdasarkan Kadar Albumin Serum adalah se2b7 agai berikut :

Sampel laki – laki lebih banyak dengan kadar albumin serum ≥3,5 g/dL yaitu sebanyak 24 orang (58,5%) hal yang sama juga terdapat pada sampel perempuan dimana lebih banyak yang memiliki kadar albumin serum ≥3,5 g/dL yaitu 18 orang (66,7%).

Sampel pada usia 26–35 tahun lebih banyak

dengan kadar albumin serum < 3,5 g/dL

dengan jumlah 3 orang (60%), sampel pada usia 36–45 tahun lebih banyak dengan kadar albumin ≥3,5 g/dL yaitu sebanyak 16 orang (69,6%), usia 46–55 tahun lebih banyak pada kadar albumin ≥3,5 g/dL yaitu sebanyak 15 orang (57,7%), sampel pada usia 56–65 tahun lebih banyak memiliki kadar albumin ≥3,5 g/dL yaitu 9 orang (64,3%).

  • c.    Sampel yang menderita TB pulmonal lebih banyak memiliki kadar albumin serum ≥ 3,5 g/dL yaitu sebanyak 41 orang (62%) dan sampel yang menderita TB ekstrapulmonal dengan kadar albumin serum < 3,5 g/dL dan ≥ 3,5 g/dL sebanyak masing - masing 1 orang (50%).

Untuk mengetahui distribusi data Indeks Massa Tubuh dari pasien TB di RSU Ganesha Gianyar dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan angka IMT

Karakteristik

n

%

Rerata±SB

Indeks   massa   tubuh

20,617±2,934

(kg/m2)

Underweight (<18,5)

24

35,3

Normal (>18,5 – 24,9)

37

54,4

Obese (>25)

7

10,3

Total

68

100

Dalam penelitian ini diperoleh Indeks Massa Tubuh sampel berkisar antara 16,33– 29,4 dengan rerata 20,617±2,934. Berdasarkan tabel 4, dari 68 sampel terdapat 24 orang (35,3%) pasien memiliki IMT <18,5 kg/m2 (underweight), 37 orang (54,4%) pasien dengan IMT <18,5 – 24,9 kg/m2 (normal), dan 7 orang (10,3%) pasien dengan IMT >25 kg/m2 (obese). Dari hasil ini didapatkan kebanyakan sampel pada saat diagnosis memiliki IMT <18,5 – 24,9 kg/m2 (normal).

Kadar albumin serum pasien TB dibagi atas 2 kategori yaitu ≥3,5 g/dL dan <3,5 g/dL. Untuk mengetahui distribusi data variabel kadar albumin serum dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Distribusi sampel berdasarkan kadar albumin

Karakteristik

n

%

Rerata±SB

Kadar albumin

3,646±0,514

serum (g/dL)

<3,5 g/dL

≥3,5 g/dL

26

38,2

Total

42

61,8

68

100

normal terdapat 31 orang (83,8%) pasien dengan kadar albumin serum ≥3,5 g/dL dan sebanyak 6 orang (16,2%) pasien memiliki kadar albumin serum <3,5 g/dL. Dari 7 orang pasien TB dengan IMT obese seluruhnya 7 orang (100%) memiliki kadar albumin serum ≥3,5 g/dL. Pada uji chi square didapatkan p value sebesar 0,000 (< p = 0,05) yang menandakan adanya hubungan yang signifikan antara IMT dan kadar albumin serum.

Tabel 7. Uji korelasi IMT dan kadar albumin serum

IMT

Kadar albumin serum

IMT

Pearson correlation

1

0,867

Sig.    (2

tailed) N

68

0,000 68

Kadar albumin

Pearson correlation

0,867

1

serum

Sig.    (2

tailed) N

0,000 68

68

Dalam penelitian ini diperoleh kadar albumin serum pasien berkisar antara 2,5–4,63 g/dL dengan rerata 3,646±0,514. Dari tabel tersebut, diketahui dari 68 sampel terdapat 26 orang (38,2%) pasien dengan kadar albumin serum <3,5 g/dL dan 42 orang (61,8%) pasien dengan kadar albumin serum ≥3,5 g/dL. Didapatkan lebih banyak sampel dengan kadar albumin serum ≥3,5 g/dL.

Untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan kadar albumin serum dilakukan analisis bivariat. Hubungan kedua variabel dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Crosstab IMT dengan kadar albumin serum

IMT

Kadar albumin serum (n/ %)

Total

p value

≥3,5 g/dL

<3,5 g/dL

Underweight

4

16,7

20

83,3

24

35,3

Normal

31

83,8

6

16,2

37

54,4

0,000

Obese

7

100

0

0

7

10,3

Total

42

61,8

26

38,2

68

100

Pada tabel silang tersebut, diketahui dari 24 pasien TB dengan IMT underweight sebanyak 4 orang (16,7%) pasien memiliki kadar albumin serum ≥3,5 g/dL dan 20 orang (83,3%) memiliki kadar albumin serum <3,5 g/dL. Dari 37 orang pasien TB dengan IMT

Pada tabel uji korelasi pearson didapatkan hasil koefisien korelasi (r) 0,867 yang menandakan adanya korelasi yang positif dan sangat kuat.

  • 4.    PEMBAHASAN

Pada sampel yang terdiri dari 68 pasien TB di RSU Ganesha Gianyar didapatkan pasien laki – laki sejumlah 41 orang (60,3%) dan perempuan sebanyak 27 orang (39,7%). Dari hasil ini didapatkan bahwa pasien TB kebanyakan memiliki jenis kelamin laki – laki. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Poli Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru yang mendapatkan bahwa pasien TB lebih banyak pada laki – laki yaitu sebanyak 48 orang (67,6%)8. Kemudian pada data Kementerian Kesehatan RI didapatkan bahwa kejadian TB cenderung lebih banyak pada laki – laki karena perbedaan interaksi sosial, merokok, minum alcohol yang menyebabkan penurunan sistem imun tubuh sehingga lebih mudah terinfeksi jika terpapar bakteri penyebab TB9.

Pasien TB di RSU Ganesha Gianyar paling banyak pada usia 26 – 55 tahun yaitu 54 orang (69,4%) dimana termasuk dalam usia produktif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa penderita TB berada pada rentangan usia produktif8. Salah satu faktor yang menyebabkan TB banyak terjadi pada usia produktif adalah mereka banyak menghabiskan waktu beraktivitas di luar rumah seperti saat bekerja atau berinteraksi

dengan orang lain sehingga meningkatkan risiko terpapar bakteri penyebab TB.

Jumlah pasien TB yang menderita TB pulmonal adalah sebanyak 66 orang (97,1%) sedangkan TB ekstrapulmonal sebanyak 2 orang (2,9%). Hasil penelitian ini sesuai dengan data pada penelitian yang dimana didapatkan penderita TB pulmonal lebih banyak daripada TB ekstrapulmonal10.

Berdasarkan hasil uji crosstab didapatkan dari 68 pasien TB di RSU Ganesha Gianyar lebih banyak pasien TB memiliki IMT dalam rentangan normal yaitu sebanyak 37 orang (54,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dimana didapatkan dari 39 pasien terdapat 21 orang pasien (53,85%) dengan IMT >18,5 – 25 kg/m2, 13 orang (33,33%) pasien dengan IMT <18,5 kg/m2, dan 5 orang pasien (12,82%) dengan IMT > 25 kg/m2 (11). Penelitian yang dilakukan sebelumnya juga diperoleh mayoritas pasien TB dengan IMT >18,5 – 25 kg/m2 yaitu sebesar 48,5%12.

Terdapat 26 orang (38,2%) pasien dengan kadar albumin serum < 3,5 mg/dL dan 42 orang (61,8%) pasien dengan kadar albumin serum ≥ 3,5 mg/dL dari 68 orang pasien TB. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak pasien TB di RSU Ganesha Gianyar mempunyai kadar albumin serum ≥ 3,5 mg/dL. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang memperoleh bahwa pasien TB kebanyakan memiliki kadar albumin serum lebih dari 3,5 mg/dL6.

Pada uji chi square didapatkan hasil nilai p value sebesar 0,000 (< p = 0,05) yang berarti adanya hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dan kadar albumin serum. Kemudian pada uji korelasi Pearson didapatkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,867 yang berarti ada korelasi yang sangat kuat dan searah antar kedua variabel. Hal ini membuktikan bahwa setiap adanya peningkatan angka IMT pasien maka akan diikuti oleh peningkatan kadar albumin serum juga. Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian yang menggambarkan bahwa IMT dan kadar albumin serum saling mempengaruhi satu sama lain12.

Pada hasil penelitian sebelumnya ditemukan adanya hubungan antara IMT dan kadar albumin serum pasien TB paru, yaitu setiap adanya penurunan angka IMT akan terjadi penurunan kadar albumin serum pula13. Hal ini sesuai dengan kajian pustaka bahwa albumin adalah salah satu dari protein utama yang ada di dalam darah, dimana jika terjadi infeksi maka akan meningkatkan kebutuhan energi tubuh yang menyebabkan gangguan asupan dan gangguan metabolik seperti proteolysis yang menurunkan kadar albumin serum14.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna (p value = 0,000) dengan korelasi positif yang sangat kuat (r = 0,867) antara IMT dan kadar albumin serum pada pasien tuberkulosis di RSU Ganesha Gianyar.

Saran yang dapat diberikan adalah:

  • 1.    Kepada pasien TB

Pasien TB harus memperhatikan pola makan serta mengkonsumsi makanan yang bergizi dan mengandung protein untuk mempercepat proses penyembuhan.

  • 2.    Kepada RSU Ganesha Gianyar

Memberikan edukasi dan penyuluhan kepada pasien TB untuk senantiasa menjaga status gizinya. Selain itu juga pihak RS dapat menyediakan konsultan gizi untuk mendampingi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Van ZL, Du PJ, & Viljoen J. Cutaneous Tuberculosis Overview And Current Treatment Regimens. Elsevier Health Journal. 2015;95:629– 638.

  • 2.    Kemenkes RI. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2015.

  • 3.    WHO. Global Tuberculosis Report 2017. 2017.

  • 4.    Izzati S, Basyar M & Nazar J. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015;4:262–268.

  • 5.    Pratomo I, Burhan E, & Tambunan V. Malnutrisi dan Tuberkulosis. Journal of Indonesia Medical Association. 2012;62:230–236.

  • 6.    Martina AD. Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Status Nutrisi Dengan Kejadian Anemia Pada Pasien Tuberkulosis. Universitas Diponegoro, Semarang. 2012.

  • 7.    Nyoman D, Lestari D, Kuswardhani RAT. Korelasi Antara Kadar Serum Albumin dan Status Fungsional Pada Pasien Geriatri di RSUP Sanglah Denpasar Bali. Medicina (B. Aires). 2019;50:230– 233.

  • 8.    Puspita E, Christianto E, & Yovi I. Gambaran Status Gizi Pada Pasien Tuberkulosis Paru (TB Paru) yang Menjalani Rawat Jalan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Doctoral dissertation, Riau University. 2016.

  • 9.    Kemenkes RI. Tuberkulosis. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2019.

  • 10.    Azizi FH, Husin UA, & Rusmartini T. Gambaran Karakteristik TB Paru dan Ekstra Paru di BBKPM Bandung Tahun 2014. Universitas Islam Bandung. 2019.

  • 11.    Mega J. Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Kadar Albumin dengan Konversi Sputum pada Pasien TB Paru di Puskesmas Kota Medan. Universitas Sumatera Utara. 2019.

  • 12.    Wokas J, Wongkar MCP, & Surachmanto E. Hubungan Antara Status Gizi , Sputum BTA dengan Gambaran Rontgen Paru Pada Pasien. J eClinic. 2015;3.

  • 13.    Simbolon HT, Lombo JC. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Albumin Pada Pasien Tuberkulosis Paru. J. E-clinic. 2016;4:2–6.

  • 14.    Kant S, Gupta H & Ahluwalia S. Significance of Nutrition in Pulmonary Tuberculosis. Critical Reviews in Food Science Nutrition. 2015;55:955– 963.

  • 15.    Fransiska YY, & Kurniawaty E. Anemia pada Infeksi HIV. Jurnal Majority. 2015;4(9):123-128.

  • 16.    Nurjannah & Sudana I. Analisis Pengaruh Fase Pengobatan, Tingkat Depresi dan Konsumsi Makanan Terhadap Status Gizi Penderita Tuberkulosis (TB) Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas se- Kecamatan Genuk Kota Semarang. Public Health Persepective Journal. 2017;2:215– 233.

  • 17.    Liansyah T. Malnutrisi Pada Anak Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015;2:1–12.

  • 18.    Lawn S, & Zumla A. Tuberculosis. The Lancet. 2011;378:57–72.

  • 19.    Sastroasmoro S & Ismael S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 5. Jakarta : Sagung Seto. 2014.

  • 20.    Craig S. Appendicitis. Med Scape Reports. A review. 2018.

  • 21.    Handayani E. Pemeriksaan Mikroskopis BTA pada Sputum Pasien Diduga TB Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah Semarang Pada Bulan Maret – April 2011. Journal of Medical Microbiology. 2011;3:23-29.

  • 22.    Hafid A, & Syukur A. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: xPenerbit Buku Kedokteran EGC. 2005.

  • 23.    Kurnia L. Penanganan Tuberkulosis. Journal of Medical Microbiology. 2014.

  • 24.    Mardolkar M. Body Mass Index (BMI) Data Analysis and Classification. International Journal of Computer Science and Mobile Computing. 2017;62:8–16.

  • 25.    Rahmadewi R, & Kurnia R. Klasifikasi Penyakit Paru Berdasarkan Citra Rontgen dengan Metoda Segmentasi Sobel. Journal Kesehatan Andalas. 2016;1:7–12.

  • 26.    Sanou A, Van AN, & Godreuil S. Mycobacterium Tuberculosis: Ecology and Evolution of a Human Bacterium. Journal of Medical Microbiology. 2015;64:1261–1269.

  • 27.    Saryono, Prastowo A, Anggraeni MD. Perbedaan Kadar Albumin Plasma Pada Pasien Sebelum dan Setelah Menjalani Rawat Inap di RSUD Prof. dr Margono Soekarjo Purwokerto. J. Keperawatan Sudirman. 2006;1:1–5.

  • 28.    Singh P dkk. Extra Pulmonary Tuberculosis: An Overview and Review of Literature. Int. J. Life. Sci. Sci. Res. 2018;1539–1941.

  • 29.    Smith I. Mycobacterium Tuberculosis Pathogenesis and Molecular Determinants of Virulence.   Clinical Microbiology   Reviews.

2013;16:463–496.

  • 30.    Supariasa N. Memantau Status Gizi Orang Dewasa. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2016.

  • 31.    Szucs T & Stoffel A. Nutrition And Health-Why Payors Should Get Involved. Nutrition Journal. 2016;32:615–616.

  • 32.    Tandra & Hans. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2017.

  • 33.    Werdhani & Retno A. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. Journal of Biological Chemistry. 2011;1:795–801.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V10.i7.P06

34